Jurnal Destinasi Pariwisata                                             p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 8 No 2, 2020

Analisis Potensi Ekowisata dan Kesiapan Masyarakat Desa Rendu Tutubadha dalam Pengembangan Ekowisata

Adriano Filemon Ajaa,1, I Nyoman Sukma Aridaa,2

1 [email protected], 2 [email protected]

a Program Studi Sarjana Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, JL. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 indonesia

ABSTRACT

Tourism trend and tourist motivation changes dynamically since the first time development of tourism. Mass tourism is one of tourism trend which grow Praccessibility, etc) and tour with a big group. Ecotourism appears in the early of 1990, ecotourism can be defined as a responsibility journey to a natural place. The aim is to make empowerement in the local society, conservancy, and the preservation of local society’s culture. Ecotourism grows fastly because this trend is different from conventional tourism which dominates. Rendu Tutubadha village locates in Aesesa District, Nagekeo Regency, East Nusa Tenggara Province has a big potential of ecotourism. Ecotourism potentials in this village consists of natural hot spring of Ae Petu Meze, Lambo Mountain, traditional village and etu ritual. Develop these ecotourism potentials needs readiness of Rendu Tutubadha’s society so the development will hold by the ecotourism principals and give positive effect to the society in eceonomis and other aspect. This research using primary and secondary data, quantitative and qualitative data is also used in this research. Data collecting method is interview, literature study, and observation. Qualitative descriptive used to presents the research result. This research finds some ecotourism potenstials in Rendu Tutubadha village. The ecotourism potential is nature and culture potential. The nature potential is like natural hot spring of Ae Petu Meze and Lambo Mountain, besides of that there are two culture potentials like traditional village of Rendu Tutubadha and Etu ritual. This research also finds that Rendu Tutubadha’s society readiness is enough to develop ecotourism, it can be seen in the society’s traditional life, although there are some aspects of ecotourism needs to fixed

Keyword: ecotourism potential, ecotourism, society readiness

I PENDAHULUAN

Kepariwisataan berkembang dengan dinamis sejak awal kemunculannya. Berbagai macam tren wisata telah banyak bermunculan dan memenuhi motivasi wisatawan yang beragam. Tren-tren wisata berkembang seiring dengan motivasi wisatawan yang juga terus berkembang. Pariwisata masal merupakan salah satu tren yang telah berkembang dengan ciri di mana wisatawan melakukan perjalanan secara berkelompok dan memanfaatkan fasilitas seperti akomodasi atau fasilitas lain yang telah disesuaikan dengan kondisi di daerah asal wisatawan. Tren pariwisata masal kurang memperhatikan dan memanfaatkan potensi-potensi lokal dan bila dimanfaatkan cenderung diubah untuk disesuaikan dengan kemauan wisatawan. Kepariwisataan yang terus bergerak dinamis juga sejalan dengan perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat lokal yang menjadi tuan rumah. Kesiapan masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan seringkali tidak terlalu diperhitungkan dan akhirnya membawa dampak negatif.

Sebuah tren baru berkembang di kalangan wisatawan setelah perkembangan wisata masal. Tren baru tersebut adalah perjalanan ke area alami yang

bertujuan untuk konservasi sumber daya alam atau yang biasa disebut ekowisata. Tren ini muncul karena motivasi wisatawan yang mulai berubah seiring dengan perkembangan pariwisata masal yang sangat massif melalui komersialisasi dan komodifikasi.

Desa Rendu Tutubadha yang terletak di Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT merupakan desa yang memiliki banyak potensi. Potensi wisata di desa ini terdiri dari potensi wisata alam dan budaya seperti desa adat, sumber air panas alami atau gunung. Potensi-potensi ini cocok untuk dikembangkan untuk menjadi ekowisata. Kehidupan masyarakat di desa adat yang relatif masih tradisional dan keunikan bentang alam seperti sumber air panas dapat menjadi alternatif bagi wisatawan yang jenuh dengan suasana perkotaan atau wisata-wisata konvensional. Apalagi kemudahan akses ke Desa Rendu Tutubadaha didukung dengan jalan beraspal dan jarak yang tidak terlalu jauh dari ibukota kabupaten. Potensi-potesi yang ada di Desa Rendu Tutubadha berpeluang untuk dijadikan sebagai ekowisata. Peluang ini harus diimbangi dengan kesiapan masyarakat untuk menjalankan ekowisata sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata. Kesiapan masyarakat yang tampak dalam partisipasi masyarakat akan berujung pada

pengembangan ekowisata yang sesuai dan memberikan manfaat yang baik untuk masyarakat sendiri.

Potensi-potensi yang dimiliki ini dipandang perlu oleh peneliti untuk didata dan dikemas agar dapat dikembangkan sebagai daya Tarik wisata. Apalagi tren wisata saat ini yang cenderung mengarah kepada ekowisata merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dengan memanfaatkan dan mengembangkan semua potensi-potensi yang ada. Selain itu kesiapan masyarakat Desa Rendu Tut5utbadha juga menjadi hal yang penting untuk ditekiti agar bisa melihat sejauh mana masyarakat siap unyuk mengembangkan ekowisata.

II METODE

Penelitian ini dilakukan di Desa Rendu Tutubadha, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan potensi-potensi ekowisata yang ada di Desa Rendu Tutubadha. Selain itu untuk meneliti kesiapan masyarakat dalam menerapkan ekowisata. Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah potensi wisata yang berupa alam dan budaya, kesiapan masyarakat Desa Rendu Tutubadha. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara (Suryawan, dkk., 2017), observasi (Moleong, 1991) dan studi kepustakaan (Sugiyono, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui potensi ekowisata yang ada di Desa Rendu Tutubadha dan kesiapan masyarakat dalam menerapkan ekowisata. Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuaan uraian dasar (Patton,1980).

III PEMBAHASAN DAN HASIL

  • 3.1    Potensi Ekowisata di Desa Rendu Tutubadha 3.1.1 Air Panas Ae Petu Meze

Sumber air panas alami ae petu Meze merupakan sebuah mata air alami yang mengeluarkan air panas. Sumber air yang keluar dari tebing ini membentuk kolam yang cukup besar di bawahnya, karena alasan inilah sumber air panas ini dinamakan ae petu meze, ae berarti air, petu berarti panas, dan meze berarti besar oleh masyarakat setempat. Jarak sumber air panas ini dari jalan utama 1.5 km. Jalan menuju sumber air panas ini masih merupakan jalan tanah dengan beberapa bagian yang masih terjal karena topografi yang berbukit-bukit.

Sepanjang perjalanan padang savana luas mendominasi pemandangan, selain itu ada juga Gunung Kalilambo dan perbukitan serta pemandangan Kota Mbay di kejauhan. Area yang masih alami dan minim pembangunan di sekitarnya menyediakan interpretasi bagi wisatawan untuk lebih mencintai alam. Secara tidak langsung kondisi alam yang masih asri dan terjaga akan menyadarkan wisatawan bahwa alam yang tidak dieksplotasi dan

dijaga akan menawarkan keindahan dan memberikan keuntungan. Secara umum atraksi yang ditawarkan di sumber air panas ini yaitu mandi di kolam air panas atau menikmati pemandangan alam. Aksesibilitas menuju ke sumber air panas ini ditunjang dengan jalan beraspal yang menghubungkan Desa Rendu Tutubadha dan Kota Mbay, sedangkan untuk akses menuju sumber air panas dari jalan utama masih berupa jalan tanah yang akan berlumpur dan becek di musim hujan di musim hujan.

Kelompok sadar wisata Desa Rendu Tutubadha selaku otoritas atau lembaga yang memegang peranan dalam penyediaan fasilitas di daya tarik wisata ini belum melakukan pembenahan fasilitas atau aksesibilitas karena kendala dan dana serta dasar hukum atau surat keputusan penetapan Desa Rendu Tutubadha sebagai desa wisata yang masih simpang siur. Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo telah melakukan survey lokasi bersama dengan kelompok sadar wisata, tetapi belum ada tindak lanjut dari hasil survey seperti pembenahan fasilitas dan aksesibilitas atau promosi. Sumber air panas ini tergolong tempat yang masih sangat terisolasi dan belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.

  • 3.1.2    Gunung Lambo

Gunung Lambo adalah sebuah gunung dengan ketinggian ± 1500 mdpl. Gunung ini merupakan gunung yang cukup unik karena memililiki tiga puncak. Gunung ini memiliki karakteristik dengan ciri hutan hujan tropis yang masih sangat alami karena minim eksploitasi. Di sebelah barat gunung ini juga terdapat savana luas dan sebuah air terjun dengan tinggi sekitar 80 meter. Gunung Kalilambo menawarkan lingkungan alami yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi ekowisata. Kondisi hutan yang masih alami juga menjadi habitat dari satwa-satwa liar. Atraksi yang ditawarkan adalah pendakian gunung dan penjelajahan hutan yang bisa dikombinasikan dengan perjalanan ke air terjun di Desa Rendu Butowe setelah pendakian selesai. Aksesibilitas menuju kawasan gunung ini dilakukan dengan berjalan kaki. Fasilitas penunjang seperti pos pendakian belum tersedia dan jalur pendakian yang bisa dilalui merupakan jalur yang sering dimanfaatkan masyarakat. Potensi Gunung Lambo ini juga belum mendapat perhatian dari kelompok sadar wisata karena wisata minat khusus pendakian gunung yang terbilang masih belum terlalu populer di kalangan wisatawan lokal.

  • 3.1.3     Ritual Etu

Ritual Etu atau tinju adat merupakan ritual yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat Desa Rendu Tutubadha setiap tahun pada bulan Juni-Juli. Pelaksanaan ritual etu terbagi dalam beberapa rangkaian ritual penting lainnya yang dilaksanakan satu minggu sebelumnya. Rangkaian ritual ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kagiatan menanam dan memanen yang dilakukan oleh masyarakat. Pelaksanaa ritual ini merupakan bentuk terima kasih kepada bumi yang telah memberikan hasil panen kepada masyarakat. Ritual tinju ini berbeda dengan tinju konvensional, mulai dari peraturan sampai dengan peralatan yang digunakan. Dalam ritual ini pemuda-pemuda yang ingin bertinju akan dimasukkan ke dalam arenatinju setelah dipilih oleh wasit yang disebut sike. Di badan petinju akan diikatkan selendang tradisional yang digunakan sike untuk menarik petinju apabila kompetisi berjalan tidak kondusif. Jumlah ronde dalam tinju adat juga tidak ditentukan secara pasti, tinju akan berhenti apabila salah satu petinju menyerah atau terluka. Seorang petinju akan dibekali dengan sebuah alat yang dalam bahasa setempat disebut kepo, alat ini merupakan anyaman dari ijuk yang digunakan untuk melukai lawan. Petinju hanya boleh menggunakan satu kepo dan satu tangan untuk bertinju, sedangkan tangan yang lainnya digunakan untuk menangkis serangan

  • 3.1.4    Perkampungan Tradisional Desa Rendu Tutubadha

Di dalam wilayah Desa Rendu Tutubadha terdapat sebuah kompleks perkampungan tradisional yang masih menjaga keaslian bangunan. Kompleks perkampungan tradisional ini terpisah dari pemukiman lainnya yang didominasi bangunan konvensional. Bangunan rumah di dalam kompleks kampung tradisional ini dibangun dengan memanfaatkan material yang langsung diambil dari alam seperti kayu pohon lontar untuk tiang rumah, rumput kering sebagai atap dan sebagai penyambung dan pengikat dimanfaatkan tali yang dibuat dari serat-serat pohon. Bapak Zakarias Sela Nima, salah seorang tetua di Desa Rendu Tutubadha menyatakan bahwa ada aturan adat yang melarang untuk memanfaatkan bahan-bahan bangunan modern seperti seng untuk membangun rumah di dalam kompleks ini. Rumah-rumah di dalam kompleks perkampungan ini azim disebut sa’o ji vao. sa’o artinya rumah, ji artinya kekuatan dan vao artinya naungan. setiap rumah juga memiliki nama masing-masing seperti rumah Bapak Zakarias (narasumber) yang diberi nama dara tuka. Pemberian nama kepada rumah ini sesuai dengan filosofi masing- masing penghuninya.

Perkampungan  inilah yang  menjadi lokasi

diadakannya ritual etu atau tinju adat setiap

tahunnya. Selain bangunan rumah adat dan ritual etu yang menjadi daya tarik, di halaman tengah kompleks perkampungan ini juga terdapat kuburan pahlawan perang dari masa lampau yang tebuat dari batu dan beberapa ritual adat lainnya seperti potong kerbau (para bhada) atau sunat (tau nuwa). Atraksi lain yang ditawarkan oleh perkampungan tradisional ini adalah melihat rumah adat dan ritual adat serta keseharian masyarakat lokal seperti menenun atau berkebun.

Desa ini memiliki aksesibilitas yang bagus karena desa ini terletak tepat di pinnggir jalan raya. Fasilitas penunjang di desa ini terdiri dari gapura yang terletak di pintu masuk desa dan area parkir. Desa ini juga memiliki keuntungan karena mendapat banyak perhatian dari kelompok sadar wisata karena letaknya yang mudah dijangkau dan dekat dengan pemukiman. Operasional di perkampungan tradisional juga telah dikembangkan dengan sistem donasi, setiap wisatawan yang datang sendiri atau spontan tidak dikenakan biaya khusus, tetapi donasi. Sedangkan wisatawan yang datang dalam rombongan atau grup akan dikenakan biaya sebesar Rp 1.200.000/grup. Wisatawan yang dalam rombongan atau yang sudah membuat janji dengan kelompok sadar wisata akan disambut dengan tarian dan dipakaikan selendang atau pakaian adat sesuai dengan permintaan wisatawan. Selain itu wisatawan yang datang dalam rombongan juga akan disajikan makanan sesuai dengan kesepakatan pada saat janji dibuat.

  • 3.2. Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

Kesiapan masyarakat Desa Rendu Tutubadha dalam mengembangkan ekowisata dianalisis dengan menggunakan the international ecotourism standard. Hasil analisis dapat dilihat di tabel berikut:

No

Prinsip

Kondisi

1

Memiliki kepedulian, komitmen dan tanggung jawab terhadap konservasi

alam dan warisan budaya

Tercapainya keseimbangan pemanfaatan lahan

Di Desa Rendu

Tutubadha dan desa-desa lain di sekitar yang masih tergabung dalam satu suku ada peraturan  adat  yang

melarang warga desa untuk menjual tanah mereka. Tanah yang ada hanya boleh digunakan untuk

membangun rumah atau membuat kebun

dengan izin dari pemilik tanah dan ukuran yang telah

disesuaikan,   misalnya

untuk membangun

rumah dialokasikan luas sebesar 30 m x 40m. aturan ini jika

dipertahankan akan menciptakan

keseimbangan lahan dimana pemukiman dan lahan pertanian

akan terus seimbang dan tidak berat sebelah.

Penggunaan teknologi     ramah

lingkungan

Masyarakat Desa Rendu Tutubadha sejauh ini memanfaatkan teknologi       ramah

lingkungan seperti Penggunaan    pupuk

kimia  yang   dibatasi

untuk lahan pertanian. Menurut

pengakuan       salah

seorang        warga,

penggunaan    pupuk

hanya dilakukan ketika ada   bantuan   dari

pemerintah saja.

Pemanfaatan    tenaga

matahari       sebagai

sumber   listrik   juga

dilakukan di beberapa rumah yang mencirikan adanya   pemanfaatan

teknologi       ramah

lingkungan.

Pemanfaatan areal warisan budaya sebagai objek ekowisata disesuaikan dengan daya dukung

Pemanfaatan areal warisan budaya seperti rumah adat belum menyesuaikan

Dengan daya dukung karena belum ada batas daya dukung yang disepakati

Melestarikan keanekaragaman hayati  dan cagar

budaya

Peraturan adat setempat yang    mengharuskan

pembangunan   rumah

dengan memanfaatkan material   dari   alam

merupakan    bentuk

pelestarian       cagar

budaya. Cagar budaya dalam bentuk rumah adat masyarakat akan   tetap   terjaga

keasliannya.

Selain  itu pelestarian

keanekaragaman hayati juga  tampak  dalam

peratura   adat  yang

melarang masyarakat     untuk

melakukan pembakaran hutan saat berburu.   Pembakaran

hutan     sebelumnya

sering dilakukan oleh masyarakat   setempat

saat

berburu di hutan agar mempermudah

perburuan,       tetapi

setelah itu    dilarang

karena

memberikan    dampk

buruk

kepada lingkungan dan keanekaragaman

hayati

Memperhatikan keberadaan endemis

Di Desa Rendu

Tutubadha tidak terdapat tumbuhan atau satwa endemis yang perlu dilindungi

2

Menyediakan interpretasi yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam dan meningkatkan kecintaanya terhadap alam

Menyediakan pramuwisata profesional     dan

berlisensi

Pramuwisata     yang

tersedia di Desa Rendu saat ini berjumah tiga orang menurut penuturan Bapak Amandus Watu, Ketua kelompok

sadar wisata Desa Rendu Tutubadha. Tiga orang pramuwisata ini terdiri dari dua

orang pria dan satu orang wanita. Tiga orang pramuwisata ini bertugas      melayani

wisatawan asing

yang  berkunjung  ke

Desa Rendu Tutubadha. Tiga orang pamuwisata ini bisa berbahasa

Inggris    dan    telah

mendapat    pelatihan

guiding   dari   Dinas

Pariwisata  Kabupaten

Nagekeo

Menyediakan fasilitas pendukung dan informasi yang memadai   terkait

dengan objek ekowisata

Amandus    Watu,

ketua   kelompok

sadar wisata Desa Rendu Tutubadha menuturkan bahwa penyediaan fasilitas       masih

sulit     dilakukan

karena tidak ada partisipasi langsung        dari

dinas dan dana, tetapi        dalam

waktu dekat akan dibuat      sebuah

banner di gapura perkampungan tradisional     yang

berisi       tentang

informasi perkampungan tradisional     Desa

Rendu Tutubadha

Melibatkan lembaga adat

setempat

Pelibatan lembaga adat hampir terjadi dalam setiap     kesempatan,

lembaga adat pun dilibatkan dalam struktur kepengurusan kelompok    sadar

wisata Desa

Rendu Tutubadha

3

Memberikan       kontribusi       secara

kontinyu       tehadap       masyarakat

setempat     serta    memberdayakan

masyarakat setempat

Memprioritaskan pemanfaatan tenaga kerja lokal sesuai dengan keahlian

Pemanfaatan tenaga kerja lokal telah dilaksanakan      di

Desa        Rendu

Tubadha      yang

tampak     dalam

struktur organisasi      yang

memanfaatkan sumber       daya

manusia        dari

Desa        Rendu

Tutubadha sendiri dan juga pemafaatan      yang

merupakan warga desa itu sendiri

Memprioritaskan pemanfaatan produk       lokal

untuk operasional objek pariwisata

Produk        lokal

untuk operasional objek pariwisata tampak     dalam

pemafaatan     alat

musik tradisional ketika menyambut tamu, juga     beberapa

souvenir      yang

dijual masyarakat merupakan produk        lokal

seperti kain tenun dan             topi

anyaman

Melibatkan lembaga adat setempat

Partisipasi

lembaga       adat

tampak     dalam

penyambutan tamu yang dating ke desa di mana biasanya      tamu

yang datang akan disambut     tarian

yang dikoordinir oleh lembaga adat setempat

4

Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat

Peka         dan

menghormati nilai-

Operasional

wisata    Di   desa

nilai

sosial budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat

Rendu Tutubadha terbilang     sangat

menghargai kearifan lokal dan norma adat, yang paling      tampak

terlihat             di

perkampungan tradisional     Desa

Rendu Tutubadha di           mana

wisatawan    yang

datang        akan

dipakaikan selendang tradisional      atau

pakaian        adat

sesuai      dengan

permintaan wisatawan. Selain itu           apabila

masuk  sampai  ke

dalam      rumah

masyarakat, pemilik rumah akan     meminta

izin         terlebih

dahulu kepada leluhur dengan ritual singkat.

Keberadaan     dan

kegiatan objek ekowisata      tidak

mengganggu aktivitas keagamaan masyarakat setempat

Aktivitaswisata yang terjadi di      Desa

Rendu    Tutubadha

tidak   mengganggu

aktivitas keagamaan masyarakat setempat yang tampak dalam operasional wisata.

Contohnya    tarian-

tarian      tertentu

hanya        akan

dipentaskan   sesuai

dengan    waktunya

(kebutuhan    adat),

tidak   berdasarkan

permintaan wisatawan  sehingga

mencegah    adanya

komersialisasi   atau

komodifikasi.  Selain

itu peribadatan yang dilangsunglan      di

dekat  gereja  yang

berada   di   dekat

perkampungan tradisional   berjalan

seperti          biasa

walaupun       ada

rombongan wisatawan yang berkunjung.

5

Menaati      peraturan       perundang-

undangan yang berlaku

Menaati     undang-

undang  dan

perangkat peraturan lainnya   yang

terkait

pengambilan keputusan seperti yang   dituturkan

ketua pokdarwis desa         rendu

tutubadha.

koordinasi     yang

selalu berjalan ini menciptkan harmoni      antar

desa            dan

pemerntah kabupaten karena tidak   melanggar

peraturan-peraturan     yang

ada

Menaati peraturan Desa setempat

Peraturan-peraturan     Desa

Rendu Tutubadha tercermin dalam peraturan-peraturan      adat

yang    dijalankan

oleh masyarakat desa.       Aturan-

aturan ini juga memiliki     sanksi

yang   ditentukan

oleh lembaga adat sehingga memberikan efek jera. Sanksi yang ditetapkan membuat masyarakat tidak berani melanggar peraturan     yang

ada.    Contohnya

adalah pembakaran hutan yang tidak pernah      terjadi

lagi         selama

beberapa     tahun

terakhir     karena

adanya sanksi

6

Menaati peraturan desa setempat

Pembangunan perlu mendapat persetujuan masyarakat dan lembaga      adat

setempat

Lembaga      adat

memegang peranan      yang

penting      dalam

kehidupan masyarakat Desa Rendu Tutubadha. oleh sebab itu lembaga adat    selalu

dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dalam kelompok    sadar

wisata    lembaga

adat masuk dalam struktur sebagai penasihat

Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat dan lembaga

Kooridinasi untuk pengembangan objek          terus

terjadi. salah satu contoh       paling

sering        terjadi

adat

setempat dalam pengembangan objek

adalah ketika ada tamu        dalam

rombongan yang berkunjung akan melibatkan

lembaga       adat

dalam

pementasan tarian atau ritualritual adat lain

7

Memberikan kepuasan kepada konsumen

Menyediakan fasilitas

dan memberikan pelayanan prima dan memuaskan kepada konsumen

Pelayanan     yang

prima      tampak

dalam penyambutan tamu       dengan

tarian           dan

penyediaan konsumsi    untuk

tamu (tergantung pesanan),     selain

itu   tamu    yang

datang juga akan didampingi langsung oleh staf pokdarwis

Menyedaikan media untuk memperoleh umpan balik dari konsumen

Dalam      rangka

memperoleh umpan balik dari wisatawan     atau

konsumen, pokdarwis menyediakan buku tamu untuk wisatawan,        di

dalam buku tamu tersebut terdapat bagian       untuk

kesan dan pesan dari    wisatawan.

kesan dan pesan ini        dijadikan

sebagai       ajuan

untuk      operasional

wisata di desa.

8

Dipasarkan dan dipromosikan dengan jujur dan akurat sehigga sesuai dengan harapan dan kenyataan

Materi

pemasaran

harus      akurat,

jelas            dan

berkualitas

Kelompok sadar wisata desa rendu tutubahda selaku pengelola      Desa

Rendu Tutubadha belum menerapkan strategi pemasaran dalam bentuk    apapun,

pemasaran dilakukan secara mandiri          leh

beberapa     travel

blogger         atau

penggiat pariwisata         di

Kabupaten Nagekeo

Materi pemasaran yang jujur dan harus sesuai     dengan

kenyataan

Promosi     wisata

yang    dilakukan

oleh           travel

blogger         atau

penggiat pariwisata         di

Kabupaten Nagekeo umumnya berisikan pengalaman pribadi     mereka

ketika berkunjung sehingga cenderung     jujur

dan            sesuai

dengan kenyataan

Sumber: Hasil Penelitian, 2018

DAFTAR PUSTAKA.

Arida, I Nyoman Sukma.2017. Ekowisata (pengembangan, partisipasi lokal, dan tantangan ekowisata). Denpasar : Cakra Press

Bungin, Burhan.2014. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Prenada Media Grup

Charles Betomi, Ni Made Oka Karini, dan I Putu Sudana (2015). Pengemasan Paket Ekowisata di Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Cooper et. Al.1993. Tourism Principles & Practice. England : Longman Group Limited

Gilang Pamungkas (2013). Kapasitas Jejaring Stakeholder dalam Pengelolaan Ekowisata (Studi Kasus: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango)

Kusworo, HA.2000. Pengembangan Wisata Pedesaan Tepi Hutan Berbasis Kerakyatan dalam Pengusahaan Ekowisata, Pengusahaan Ekowisata.Chafid Fandeli, ed. Fakultas kehutanan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

M. Nurdin Razak & Nur Emma Suriani (2011). Pemetaan Potensi Ekowisata di Taman Nasional Baluran. Jurnal Perencanaan Destinasi

VI. KESIMPULAN

Potensi ekowisata yang terdapat di Desa Rendu Tutubadha terdiri dari potensi alam dan budaya yaitu sumber air panas alami ae petu meze, Gunung Lambo, perkampungan tradisional Rendu Tutubadha, dan ritual etu. Potensi-potensi ini dapat dikembangkan menjadi kegiatan ekowisata seperti trekking dan birdwatching di Gunung Lambo, trekking ke sumber air panas alami ae petu meze. Selain itu, kegiatan ekowisata lain yang dapat dikembangkan adalah mengamati kehidupan masyarakat lokal atau berpartisipasi dalam ritual etu.

Berdasarkan     analisis dengan

menggunakan standar the international ecotourism standard disimpulkan bahwa bahwa Desa Rendu Tutubadha cukup siap untuk mengembangkan ekowisata. Peraturan-peraturan adat dan desa yang menjaga keaslian bangunan, kelestarian alam dan kebudayaan menjamin prinsip-prinsip ekowisata dapat berjalan dengan baik. Pembenahan juga perlu dilakukan di beberapa aspek seperti pelatihan guide agar benar-benar paham dengan konsep dan praktik ekowisata, staf kelompok sadar wisata juga perlu dilibatkan agar memiliki perspektif yang sama. Aspek lain yang perlu dibenahi adalah pemasaran, di mana pemasaran selama ini dilakukan oleh pihak lain seperti travel blogger atau penggiat pariwisata. Kelompok sadar wisata Desa Rendu Tutubadha sebagai otoritas atau lembaga yang berwenang perlu melakukan pemasaran agar fungsi kelompok sadar wisata dapat berjalan.

231