Jurnal Destinasi Pariwisata

p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 8 No 1, 2020

Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Agrowisata Di Desa Tulungrejo, Kota Batu (Studi Kasus: Top Apel Mandiri)

Bella Chintya Melatia, 1, Nararya Narottamaa, 2

1[email protected], 2[email protected]

aProgram Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, JL. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

Tulungrejo is a village located in Batu, East Java. This village surrounded by mountains and most of its people working as a farmer. The most popular agricultural product of Batu is apple and Tulungrejo is a village with the largest farm in Batu. As a village with the largest farms it should make the farmers live prosperous, but the fact shows that the farmers in Batu are not so prosperous. Since 2010 the number of apple production has also declined, many farmers choose to plant orange than apple. Some farmers of Tulungrejo Village established an Agro Tourism called Top Apel Mandiri with the aim to improve the farmer's economy. The research aim is to see how much the involvement of farmers in agro-tourism management.

The method used in this research is descriptive qualitative. Data collection techniques using observation, interviews, and literature. The informant for this research are the owner of Top Apel Mandiri, the farmers in Tulungrejo, and also the vendors as the key informants. The results of this research is the community are involved in the planning and controlling process through Top Apel Mandiri, although not entirely. The the type of participation is Spontaneous Participation . At the organizing and actuating processs, the community still participates with the type of participation is Induced Participation .

Keywords: Agro-tourism, tourism impact, local community

  • I.    PENDAHULUAN

Dinamika pariwisata mendorong inovasi penyajian sebuah daya tarik wisata. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wisatawan menginginkan sesuatu yang berbeda yang belum pernah dirasakan ketika berada di tempat asal. Keunikan dari sebuah daya tarik wisata menjadi poin penting dalam perkembangan pariwisata disebuah daerah tujuan wisata. Pemerintah daerah kota wisata Batu Provinsi Jawa Timur, giat berupaya dalam pengembangan pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, baik dari segi peningkatan sarana prasarana, maupun penambahan daya tarik wisata baru (Rahmatin, dkk., 2016).

Kota Batu merupakan kota wisata yang masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur, ada berbagai jenis daya tarik wisata di Kota Batu, baik jenis wisata alam, minat khusus, buatan, maupun budaya. Kota Batu merupakan sebuah kota kecil yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Batu merupakan kota pariwisata dengan city

branding “Shinning Batu”. Oleh Bappenas, Kota Batu dijuluki sebagai “The real tourism city of Indonesia(http://ciptakarya.pu.go.id). City branding “Shinning Batu” memiliki arti Kota Batu yang bersinar dalam bidang pertanian, pariwisata, dan pendidikan. Sebagai sebuah kota yang berada di dataran tinggi sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buah apel menjadi produk pertanian unggulan. Kota Batu memiliki tiga varietas apel unggulan yaitu, apel Rome Beauty, apel Manalagi dan Apel Anna. Hal tersebut yang membuat Kota Batu memiliki julukan lain yaitu sebagai Kota Apel.

Namun tidak seluruh wilayah Kota Batu dikelilingi perkebunan apel, kecamatan di Kota Batu yang memiliki banyak perkebunan apel adalah Kecamatan Bumiaji. Namun jumlah petani di Kota Batu justru mengalami penurunan. Berdasarkan data sensus pertanian 2003 jumlah petani di Batu masih sebanyak 19.326 rumah tangga, sedangkan pada 2013 turun menjadi 17.358 rumah tangga, data yang digunakan merupakan data dari BPS Kota Batu 2013 dikarenakan tidak adanya data terbaru. Selain itu penurunan jumlah petani juga terjadi akibat hasil

panen apel dari tahun ke tahun yang terus mengalami penurunan. Pada tahun 2013 dari total 1.398.851 pohon produktif bisa menghasilkan 14,99 kilogram per pohon, atau setiap tahunnya bisa menghasilkan 20.968 ton. Kemudian di tahun 2014 mengalami penurunan yakni 1.181.484 pohon produktif bisa menghasilkan buah 14,99 kilogram per pohonnya. Setiap tahunnya bisa mengahasilkan 17. 710 ton. Tahun 2015 juga mengalami penurunan hingga 1.115.081 pohon produktif. Produksi buahnya per pohon 15,05 kilogram, sehingga jumlah per tahunnya mencapai 16.781 ton. Hingga tahun 2016 juga mengalami penurunan pohon produktif yakni 900.545 (BatuTimes, 6 Oktober 2016). Penurunan jumlah hasil panen ini disebabkan kualitas tanah yang semakin buruk. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan terus menerus dapat meninggalkan residu pupuk kimia dalam tanah yang dari tahun ke tahun terus tertimbun, timbunan residu pupuk kimia tersebutlah yang menyebabkan kualitas tanah menjadi buruk (BatuTimes, 6 Oktober 2016).

Selain hasil panen yang menurun harga apel pun ikut mengalami penurunan yang drastis, menjelang liburan panjang pergantian akhir tahun 2017, harga apel Kota Batu untuk satu kilogram apel yang biasanya dibandrol dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu, kini diobral dengan harga kisaran Rp 2 ribu sampai Rp10 ribu (Malangtoday, 29 Desember 2017). Masyarakat petani tidak dapat berbuat apa-apa mengenai harga apel, hal ini dikarenakan yang menentukan harga pasaran apel adalah para tengkulak. Oleh karena itu masyarakat petani di Kota Batu banyak yang berhenti menanam apel dan berpindah ke jeruk serta banyak pula yang berhenti menjadi petani dan beralih ke sektor jasa seperti menjadi anggota hotel, rumah makan ataupun pusat oleh-oleh di Kota Batu. Hal ini sangat disayangkan karena yang membuat Kota Batu terkenal adalah pertanian apelnya. Selama petani masih bergantung pada tengkulak dan tidak bisa menjual langsung ke konsumen akhir maka petani akan tetap merugi.

Hal inilah yang melatar belakangi munculnya agrowisata yang dapat memadukan sektor pertanian dengan sektor pariwisata di Kota Batu khususnya di Kecamatan Bumiaji yang memungkinkan petani untuk dapat menjual hasil pertaniannya secara langsung ke konsumen. Sehingga pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana masyarakat terlibat dalam pengelolaan agrowisata di Desa Tulungrejo, Kota Batu, Kabupaten Malang dan bagaimana dampak yang muncul dari keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata tersebut.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh petani dapat ikut terlibat dalam pengelolaan agrowisata, seperti apa sinergitas antara petani dengan agrowisata petik apel dan dampak apa saja yang akan timbul dari sinergitas masyarakat petani dan agrowisata petik apel. Oleh karena itu penting untuk diketahui seberapa besar keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata di Desa Tulungrejo, Kota Batu, Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini dapat disosialisasikan kepada masyarakat petani serta pelaku agrowisata yang ada di Desa Tulungrejo bahwa dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaa agrowisata dapat membawa hal yang positif untuk kesejahteraan masyarakat.

Pada penelitian ini tingkat partisipasi masyarakat lokal diteliti menggunakan tipe partisipasi menurut Tosun (2004) yang terdiri atas Partisipasi Paksaan (Coercive Participation) yaitu jenis partisipasi yang masih bersifat paksaan, pasif, penuh manipulasi, dan dibuat-buat. Kedua Partisipasi Terdorong (Induced Participation) yaitu partisipasi masyarakat masih tidak secara langsung, masyarakat sudah bisa didengar dan mendengar pandangan     masyarakat     belum     tentu

dipertimbangkan namun masyarakat sudah mulai mendapatkan keuntungan secara adil. Tipe terakhir adalah    Partisipasi    Spontan    (Spontaneous

Participation) yaitu partisipasi aktif, masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan, masyarakat juga memiliki wewenang sepenuhnya.

Penelitian sebelumnya yang membahas mengenai hubungan kerjasama antara sektor pertanian dan sektor pariwisata serta mengenai dampak yang dihasilkan adalah yang pertama berjudul “Dampak Ekowisata Dan Agrowisata (Eko-Agrowisata) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Cibuntu” oleh Alfatianda dan Djuwendah (2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman eko-agrowisata, menganalisis partisipasi masyarakat dan lembaga lainnya dalam pengelolaan eko-agrowisata serta untuk mengetahui dan menganalisis dampak eko-agrowisata terhadap keadaan sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Cibuntu.

Penelitian kedua berjudul “Analisis Dampak Sosial Ekonomi Agrowisata Petik Jeruk Terhadap Petani Jeruk (Studi Kasus di Desa Selorejo Kec. Dau Kab. Malang, Jawa Timur)” oleh Atmaja (2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan wisata petik jeruk dari segi perubahan sosial ekonomi petani jeruk di Desa Selorejo Kabupaten Malang,  serta untuk mengetahui  sikap petani

terhadap penerapan  Agrowisata  petik  jeruk.

Penelitian ketiga adalah penelitian oleh Narottama, Suarja, dan Lestari (2017) dengan judul “Tumpek 83

Wariga as an Ecological Based Local Genius In Supporting Sustainable Tourism (Case Study Of Plaga Village, Badung, Bali)”. Penelitian ini membahas mengenai pembangunan besar-besaran yang terjadi di Bali sehingga mempengaruhi dan mengancam lingkungan dan mengubah pola sosial masyarakat. Tumpek Wariga merupakan satu jenis lokal genius Bali yang bertujuan untuk menjaga harmoni dengan semua makhluk..

  • II.    METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Kabupaten Malang. Desa Tulungrejo merupakan desa yang sangat subur terletak di dataran tinggi yang dikelilingi oleh gunung Anjasmoro, Welirang, Arjuno yang membuat sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani sayur-mayur dan buah apel. Jarak Desa Tulungrejo menuju Kota Surabaya sekitar dua jam atau satu jam dari kota Malang.

Ruang lingkup dalam penelitian ini bertujuan untuk mempertegas batas permasalahan sehingga aspek data menjadi jelas. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah :

  • 1.    Partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan Top Apel Mandiri yang merupakan usaha wisata petik apel pertama yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan masyarakat lokal sebatas masyarakat petani saja bukan masyarakat Desa Tulungrejo secara keseluruhan.

  • 2.    Pemahaman mengenai dampak dari keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata di Desa Tulungrejo adalah mengenai dampak sosial dan dampak ekonomi.

Jenis data yang digunakan dalam peneliian ini adalah data kualitatif dengan data mengenai gambaran umum obyek penelitian yang berupa gambaran umum Desa Tulungrejo serta gambaran umum tentang agrowisata petik apel, bentuk partisipasi masyarakat lokal yang dibedah dalam unsur-unsur pengelolaan agrowisata petik apel, dan juga dampak yang muncul dari dari keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata.

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer berupa atraksi di agrowisata Desa Tulungrejo, harga tiket, sejarah awal pengembangan agrowisata petik apel, dan dari keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata sedangkan data sekundernya berupa jumlah petani yang turut dalam agrowisata petik apel, jumlah penurunan produksi apel, jumlah pengiriman apel ke luar Kota Batu, jumlah daya tarik wisata di Kota Wisata Batu, gambaran umum agrowisata petik apel.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi di Desa Tulungrejo

yang dilaksanakan sebanyak 12 kali dalam kurun waktu satu bulan dimaksudkan untuk melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata Desa Tulungrejo, serta dampak yang ditimbulkan. Kemudian melalui wawancara secara langsung dan mendalam kepada ketua “Top Apel Mandiri”, beberapa petani apel, dan tengkulak Desa Tulungrejo menggunakan pedoman wawancara sehingga memperoleh data mengenai sejarah munculnya agrowisata petik apel, partisipasi masyarakat petani dalam kegiatan agrowisata, dan dampak yang muncul akibat dari keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata tersebut. Terakhir melalui studi kepustakaan yang merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir 1998:111). Studi kepustakaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan mencari data mengenai sinergitas masyarakat petani dengan agrowisata petik apel, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan agrowisata Desa Tulungrejo dan praktik pelaksanaan pariwisata berbasis masyarakat dari penelitian sebelumnya untuk memperkuat hasil penelitian. Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. dengan menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Bungin (2007)

  • III.    PEMBAHASAN

  • 1.    Sejarah Usaha Wisata Petik Apel Desa Tulungrejo

Kota Batu merupakan sentra penghasil apel di Indonesia. Lahan apel di Kota Batu seluas 2.993,89 Ha terpusat di Kecamatan Bumiaji yang tersebar di Desa Tulungrejo, Sumbergondo, Sumberbrantas, Punten, Bulukerto, Bumiaji, Giripurno dan Gunungsari. Luas lahan apel di desa Tulungrejo 400 Ha dengan jumlah pohon apel 24.000 pohon, total produksi apel 11.000 ton per musim panen dengan produktivitas 27.5 ton/Ha/tahun (BPS Kota Batu, 2016). Namun meskipun dikaruniai dengan tanah yang subur serta hasil pertanian yang melimpah tidak menjadikan masyarakat petani Kota Batu sejahtera secara ekonomi. Hal ini dikarenakan produksi apel semakin lama semakin menurun. Penyebabnya bermacam-macam mulai dari kondisi kesuburan tanah yang menurun, adanya serangan hama penyakit, hingga masyarakat petani yang tidak mampu menentukan harga jual produknya sendiri melainkan pasrah dengan harga yang ditentukan oleh tengkulak. Terkadang petani harus merugi dengan hasil panennya dikarenakan harga yang ditawarkan tengkulak terlalu rendah dan tidak dapat menutupi pengeluaran semasa merawat kebunnya

yang terbilang cukup tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak petani apel yang mulai berpindah menjadi petani jeruk atau petani sayur. Hal ini tentu merisaukan karena Kota Batu merupakan kota dengan ikon buah apel, namun kondisi di lapangan menunjukkan bahwa buah apel mulai mengalami penurunan produksi.

Dikarenakan hal-hal tersebut maka masyarakat petani harus mencari cara agar penjualan apelnya dapat meningkat. Salah seorang petani dari Desa Tulungrejo menjadi pionir untuk memulai sebuah usaha petik apel yang dapat membuat petani menentukan harga jual apelnya. Pada tahun 2010 usaha wisata petik apel Top Apel Mandiri terbentuk sebagai sebuah usaha yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat lokal. Sehingga usaha wisata petik apel ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata yang berbeda di Kota Batu karena dalam usaha wisata petik apel melibatkan sektor pertanian serta melibatkan masyarakat lokal secara penuh. Wisata petik apel juga merupakan sarana yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.

  • 2.    Profil Top Apel Mandiri

Top Apel Mandiri merupakan sebuah organisasi atau lembaga yang berbentuk paguyuban atau asosiasi. Bukan lembaga yang berorientasi profit penuh karena lebih berorientasi kepada pada peningkatan kesejahteraan masyarakat masyarakat. Top Apel Mandiri bergerak di bidang wisata petik apel yang berdiri sejak Tahun 2010. Usaha wisata berbasis pertanian ini diketuai oleh Arochman Mustofa. Pada awal berdirinya, Top Apel Mandiri hanya beranggotakan beberapa orang saja. Namun sekarang telah beranggotakan lebih dari 50 orang yang terdiri dari seorang ketua, dua orang bendahara, tujuh orang guide, serta kurang lebih sebanyak 50 orang pada bagian marketing dan seluruh anggotanya merupakan masyarakat Desa Tulungrejo itu sendiri. Top Apel Mandiri bekerja sama dengan kurang lebih sekitar 30 petani apel yang memiliki kurang lebih 40 kebun apel seluas rata-rata 2000-4000m2. Kantor Top Apel Mandiri berada di Jalan Raya Junggo No.33, Tulungrejo, Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur 65336. Apabila wisatawan tidak mengetahui lokasi kantor Top Apel Mandiri wisatawan masih dapat menemukan pos-pos informasi wisata petik apel di sepanjang jalan raya dari arah pusat kota hingga Desa Tulungrejo.

Gambar 1. Pos Informasi Wisata Petik Apel Milik Top Apel Mandiri

Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Harga tiket untuk wisata petik apel di Top Apel Mandiri sebesar Rp.25.000/orang. Ketika sampai di kebun wisatawan akan diberikan Welcome Drink berupa sari buah apel kemudian wisatawan dapat langsung menikmati buah apel sepuasnya selama masih berada di kawasan perkebunan dan apabila wisatawan ingin memetik apel dan dibawa pulang akan dikenakan biaya perkilonya

  • 3.    Pengelolaan Wisata Petik Apel Top Apel

Mandiri

  • a.    Perencanaan

Arochman Mustofa selaku ketua Top Apel Mandiri ingin meningkatkan perekonomian masyarakat petani melalui usaha wisata petik apel. Meskipun sulit untuk menggandeng masyarakat petani agar mau bergabung dalam pengembangan usaha wisata petik apel. Ide mengenai usaha wisata petik apel ini tetap direalisasikan meskipun awalnya hanya beberapa orang saja yang menjadi pengurusnya. Masyarakat Desa Tulungrejo yang belum memiliki pekerjaan diajak untuk bergabung. Usaha wisata petik apel ini merupakan langkah awal yang baik untuk mulai meningkatkan popularitas apel Kota Batu kembali. Hal ini dikarenakan kondisi petani apel di Kota Batu sedang memprihatinkan.

Meningkatkan kesadaran akan kegiatan pariwisata, dibentuk kelompok sadar wisata di Desa Tulungrejo, dengan dibentuknya Pokdarwis diharapkan agar semua kegiatan dalam pengelolaan agrowisata akan lebih terorganisir, sehingga akan memperhatikan    kekompakan    tim    serta

membuktikan kesuksesan dalam program tersebut. Hal ini juga ditunjang dengan dibentuk dan dikepalainya pokdarwis oleh orang-orang yang berasal dari daerah yang sama. Sehingga dimungkinkan hubungannya dapat fleksibel dan tidak terlalu terikat oleh aturan yang biasanya bersifat mengekang ataupun memaksa.

Melalui segala upaya untuk mengembangkan agrowisata Desa Tulungrejo, anggaran biaya

pertama yang didapatkan berasal dari uang pribadi Arochman Musatafa selaku pendiri sekaligus ketua Top Apel Mandiri. Bahkan untuk membuat kantor Top Apel Mandiri semua juga menggunakan dana pribadi dari ketua, kantor ini berdiri diatas lahan milik Arochman Musatafa yang lokasinya berada di depan rumah pribadinya. Seiring berjalannya agrowisata Top Apel Mandiri pendanaan tidak lagi berasal dari satu orang saja melainkan dari keuntungan hasil penjualan tiket yang dimasukkan kas.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan Agrowisata Top Apel Mandiri bersifat top-down, hal ini dibuktikan dengan adanya dorongan dari seorang inisiator untuk dikembangkannya agrowisata. Masyarakat berpartisipasi secara pasif pada awal pengembangan karena kurangnya informasi dan pemahaman mengenai agrowisata. Disamping itu, partisipasi masyarakat dalam perencanaan dinilai pasif, karena masyarakat mengikuti apa yang telah ditetapkan. Masyarakat hanya tahu bahwa kebunnya akan digunakan sebagai lokasi agrowisata, sehingga diminta menjaga kualitas apelnya untuk menunjang kegiatan agrowisata.

Masyarakat berpartisipasi secara tidak langsung pada tahap perencanaan. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam mengambil langkah-langkah pada tahap pembentukan agrowisata. Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa agrowisata Desa Tulungrejo dibentuk karena terdapat permasalahan terkait menurunnya jumlah produksi apel serta semakin rendahnya harga jual apel melalui tengkulak, kemudian langkah pertama yang diambil untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan agrowisata petik apel. Langkah tersebut dipikirkan oleh inisiator di Desa Tulungrejo. Dengan demikian berarti masyarakat diarahkan pada pilihan alternatif untuk mengatasi suatu permasalahan yang kemudian nantinya masyarakat mendapatkan feedback dari pilihan alternatif tersebut. Akan tetapi, masyarakat diberikan kewenangan untuk menentukan harga jual apel pada perencanaan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan berada pada tipe partisipasi dorongan (induced participation)

  • b.    Pengorganisasian

Pelaksanaan usaha wisata petik apel milik Top Apel Mandiri ini sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tulungrejo yang dipimpin oleh Arochman Mustofa selaku ketua Top Apel Mandiri sekaligus ketua dari pokdarwis Desa Tulungrejo. Semua pihak yang terlibat dalam usaha wisata petik apel Top Apel Mandiri ini berasal dari semua kalangan baik remaja yang hanya lulusan SMP atau

SMA, ibu rumah tangga, hingga orang-orang yang pengangguran di desa. Hal ini dikarenakan ketua Top Apel Mandiri ingin dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Tulungrejo tanpa memandang status seseorang melainkan melalui minat bekerja mereka.

Pokdarwis desa Tulungrejo terbentuk pada 28 Mei 2010 dan terbilang masih baru sedangkan pariwisata di Desa Tulungrejo sudah terkenal sejak lama dikarenakan Desa Tulungrejo memiliki beberapa daya tarik wisata unggulan Kota Batu seperti, Taman Rekreasi Selecta, Coban Talun, dan Pura Giri Arjuno. Dikarenakan pokdarwis di Desa Tulungrejo baru terbentuk maka untuk pemilihan ketua diputuskan oleh Dinas Pariwisata Kota Batu. Arochman Mustofa terpilih sebagai ketua pokdarwis Desa Tulungrejo dikarenakan oleh Dinas Pariwisata Kota Batu yang menunjuk beliau untuk menjadi ketua pokdarwis. Hal ini dikarenakan pada saat itu Desa Tuungrejo belum memiliki kelompok sadar wisata meskipun pariwisata di Desa Tulungrejo sudah berkembang. Terpilihnya Arochman Mustofa sebagai ketua pokdarwis Desa Tulungrejo tidak terlepas dari prestasi yang dihasilkan di bidang pariwisata. Adapun struktur organisasi dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 2. Struktur Organisasi Kelompok Sadar Wisata Desa Tulungrejo

Sumber: Kelompok Sadar Wisata Tulungrejo (2010)

Berdirinya Top Apel Mandiri di Desa Tulungrejo memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokalnya. pihak Top Apel Mandiri tidak akan mengambil keuntungan untuk diri sendiri melainkan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, Top Apel Mandiri mampu menarik minat masyarakat Desa Tulungrejo untuk turut berpartisipasi dalam pengelolaan agrowisata. Hingga saat ini ada 7 orang guide lokal yang bertugas untuk memandu wisatawan selama kegiatan wisata. Guide lokal ini juga yang akan menjelaskan tata cara memetik apel yang benar agar tidak merusak kebun milik petani. selain itu, Top Apel Mandiri juga memiliki kurang lebih sebanyak 50 orang pada bagian marketing yang bertugas untuk mempromosikan agrowisata milik Top Apel Mandiri. Sepanjang jalan dari pusat kota hingga menuju Desa Tulungrejo didirikan pos-pos informasi yang menyediakan berbagai informasi mengenai agrowisata Desa Tulungrejo, selain itu promosi juga dilakukan melalui penyebaran brosur, dan melalui web. Selain itu, Top Apel mandiri juga menggandeng para supir angkutan umum jurusan Batu-Sumberbrantas untuk bekerjasama dalam melayani wisatan yang ingin berwisata sehingga apabila ada rombongan besar yang ingin beragrowisata dapat diantar menuju lokasi wisata menggunakan angkutan umum. Sedangkan untuk masyarakat yang kebunnya dijadikan lokasi agrowisata tidak dibatasi oleh Top Apel Mandiri.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan Desa Tulungrejo cenderung bersifat bottom-up. Hal ini ditunjukkan dengan sistematik pemilihan anggota Top Apel Mandiri, yang memungkinkan masyarakat dengan ketertarikan dalam pengelolaan agrowisata di Desa Tulungrejo bebas untuk bergabung dalam keanggotaan. Selain itu pada pelaksanaan kegiatan wisata yang tidak membatasi perkebunan siapa yang bisa digunakan sebagai lokasi agrowisata asalkan kualitas buahnya bagus dan aksesnya terjangkau. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan pelaksanaan pengelolaan, sehingga sudah memiliki pengaruh dan pandangan mereka tetap dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Partisipasi yang masyarakat berikan pada tahap pelaksanaan adalah partisipasi langsung, hal ini ditunjukkan dengan adanya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam kepengurusan kelompok sadar wisata maupun kepengurusan Top Apel Mandiri, banyaknya masyarakat yang menjadi guide dalam kegiatan agrowisata, dan banyaknya masyarakat yang terlibat dalam pemasaran agrowisata. Dengan demikian, masyarakat Desa

Tulungrejo sudah mulai mendapatkan sharing profit dari adanya kegiatan pariwisata. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan Desa Tulungrejo dapat dikatakan terletak pada tipe Partisipasi Spontan (Spontaneous Participation).

  • c.    Penggerakan

Kepemimpinan dalam manajemen Top Apel Mandiri dalam rangka untuk menggerakkan masyarakat dilakukan melalui pendekatan langsung kepada masyarakat dengan cara membicarakan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kegiatan agrowisata. Pendekatan tersebut berupa pemberian masukan, bimbingan, pengetahuan bagi masyarakat dalam menjalankan usaha pariwisatanya. Masyarakat dianggap sebagai rekan kerja dalam melaksanakan kegiatan pariwisata sehingga mereka akan diperlakukan dengan adil bukan dengan semena-mena karena mereka dianggap sebagai bawahan saja.

Hubungan yang terjalin antar masyarakat dalam pengelolaan agrowisata sangat bergantung pada aktivitas pariwisata yang terjadi. Selama ini pariwisata dianggap sebagai suatu hal baik yang menyalurkan motivasi positif bagi masyarakat, karena praktek pariwisata yang terjadi menyentuh lapisan masyarakat secara langsung dan memberikan berbagai keuntungan, baik dalam segi ekonomi maupun non-ekonomi seperti pengetahuan dan cara bersosialisasi dengan wisatawan. Hal demikian yang kemudian menjadikan masyarakat berupaya sebaik mungkin dalam mengembangkan agrowisata di Desa Tulungrejo dengan cara saling menghargai satu sama lain dan bersaing secara sehat dalam mengelola agrowisata di Desa Tulungrejo. Ketika ada permasalahan yang muncul akan dicari solusinya melalui seorang yang kompeten dalam bidang pariwisata untuk melakukan pendekatan dengan pihak yang berkontra sehingga akan menciptakan komunikasi dan timbul suatu pengertian yang dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkontra. Selain itu, dalam penyelesaian masalah yang bersangkutan dengan agrowisata maka akan dicarikan sebuah solusi yang sebisa mungkin tidak akan merugikan masyarakat sehingga kegiatan agrowisata di Desa Tulungrejo akan terus berjalan harmonis.

Partisipasi masyarakat dalam penggerakan dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam pendekatan dan diskusi atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan agrowisata, hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat bersifat bottom-up. Kemudian masyarakat berpartisipasi secara aktif karena dalam pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri masyarakat dianggap sebagai rekan kerja dan bukan

sebagai alat atau sekedar penyedia atraksi wisata semata. Apabila terjadi kontra ditengah-tengah masyarakat terkait dengan penyelenggaraan kegiatan agrowisata, maka dilakukan musyawarah untuk mencapai mufakat atas kontra yang terjadi tersebut. hal ini berarti masyarakat turut serta dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan Desa Tulungrejo dapat dikatakan terletak pada tipe Partisipasi Spontan (Spontaneous Participation).

  • d.    Pengawasan

Agrowisata Top Apel Mandiri dalam pengelolaannya melakukan evaluasi sebagai penilaian terhadap kinerja yang telah dilakukan dalam tenggang waktu tertentu. Namun pada Top Apel Mandiri evaluasi belum berjalan dengan baik. Pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri tidak memiliki agenda pasti untuk evaluasi rutin. Evaluasi hanya dilakukan ketika ada sebuah permasalah dalam pengelolaan agrowisata. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya pemantauan aktivitas agrowisata yang dilakukan secara rutin oleh pengelola di Top Apel Mandiri.

Standar keberhasilan dalam pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri hanya terletak pada kesejahteraan masyarakatnya. Apabila melalui agrowisata ini masyarakat dapat terangkat secara ekonomi maka pengelolaan agrowisata ini akan dianggap telah berhasil. Agrowisata Top Apel Mandiri memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk dikembangkan. Arochman Mustofa juga menyampaikan bahwa pelaksanaan agrowisata sementara ini kurang baik karena adanya persaingan dengan agrowisata serupa di luar Desa Tulungrejo. Sedangkan mengenai hambatan dalam pengelolaan agrowisata terletak pada kurangnya dana operasional karena semenjak didirikan dananya berasal dari uang pribadi ketua Top Apel Mandiri sehingga sampai saat ini keperluan kantor seperti komputer belum ada. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri belum berjalan secara optimal.

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan dapat dilihat dari dominasi masyarakat pada saat pengambilan keputusan ketika diadakannya evaluasi mengenai pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri, yang pada saat ini masyarakat belum melakukan rapat evaluasi secara rutin dan terjadwal untuk mengetahui perkembangan kegiatan pariwisata yang ada. Masyarakat hanya melakukan pertemuan apabila ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Selain itu agrowisata Top Apel Mandiri juga belum memiliki standar keberhasilan yang belum ditetapkan dan dibuat secara tertulis. Dalam hal ini terlihat adanya partisipasi pasif dalam masyarakat

untuk menentukan standar keberhasilan pengelolaan agrowisata. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan berada pada tipe partisipasi terdorong (induced participation).

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri secara keseluruhan mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, hingga pada tahap pengawasan ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Agrowisata Top Apel Mandiri

Pengelolaan

Tipe Partisipasi

Paksaan

Terdorong

Spontan

Planning (Perencanaan)

Organizing (Pengorganisasian)

Actuating (Penggerakan)

Controlling (Pengawasan)

Sumber : Hasil Penelitian, 2019

Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa masyarakat dalam pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri pada tahap perencanaan berada pada tipe partisipasi terdorong, pada tahap pengorganisasian masyarakat berada pada tipe partisipasi spontan begitupun pada tahap penggerakan. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata akan meningkat seiring dengan manfaat atau kontribusi yang diterima masyarakat (Kampana, 2012) sedangkan pada tahap pengawasan masyarakat berada pada tipe partisipasi terdorong.

  • 4.    Dampak Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Agrowisata

  • a.    Dampak Sosial

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri di Desa Tulungrejo menghasilkan dampak sosial baik yang berupa dampak positif maupun dampak negatif. Adapun dampak positif dari keterlibatan masyarakat adalah sebagai berikut:

  • 1.    Penambahan lapangan kerja, keberadaan agrowisata Top Apel Mandiri mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Desa Tulungrejo khususnya untuk yang masih pengangguran atau baru saja lulus sekolah. Seluruh anggota Top Apel Mandiri merupakan

masyarakat Desa Tulungrejo itu sendiri. Top Apel Mandiri tidak memberikan persyaratan yang sulit untuk masyarakat yang ingin masuk dalam keanggotaan karena pada dasarnya tujuan dari pengelolaan agrowisata ini adalah untuk      meningkatkan      kesejahteraan

masyarakat.

  • 2.    Memberikan pengetahuan mengenai usaha di bidang pariwisata, masyarakat yang tergabung dalam keanggotaan Top Apel Mandiri dapat mempelajari bagaimana cara melakukan pelayanan terhadap wisatawan yang baik, cara menjadi pemandu wisatawan, dan mempelajari tentang strategi pemasaran yang baik. Selain itu masyarakat Desa Tulungrejo juga dapat berinteraksi langsung dengan wisatawan.

Gambar 3. Study Tour Keluarga Besar Top Apel Mandiri

3.


4.


5.


Sumber: Hasil Penelitian, 2019

Anggota Top Apel Mandiri akan mendapat pelatihan mengenai pengembangan potensi desa dalam rangka mewujudkan masyarakat berdaya dan sejahtera. Sehingga Desa Tulungrejo dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Agrowisata dapat meningkatkan kerukunan dalam bermasyarakat. Seperti dalam kegiatan gotong-royong menjaga kebersihan, setelah ada agrowisata masyarakat semakin kompak karena adanya kesadaran yang lebih untuk menjaga kebersihan, terlebih semenjak menjadi tempat wisata dan memiliki banyak wisatawan. selain itu,apabila ada kebun petani yang tidak memiliki pintu pagar maka pihak Top Apel Mandiri akan bergotong royong untuk membantu pembuatan pintu pagar.

Top Apel Mandiri juga sering ikut membantu pembangunan yang ada di desa seperti ketika ada pembangunan masjid atau musolla maka pihak Top Apel Mandiri akan turut berpartisipasi dengan cara menyumbangkan sebagian uang kas kantor. Selain itu, ketika Desa Tulungrejo sedang mengadakan acara besar seperti selamatan desa, karnaval, dan lain-lain maka Top Apel Mandiri juga akan turut berpartisipasi dengan memberikan

sumbangan dana atau ikut menyediakan tumpeng untuk selamatan.

  • 6.    Keberadaan agrowisata di Desa Tulungrejo mampu membuat generasi muda menjadi tertarik dengan sektor pertanian. Semula petani dianggap sebagai profesi yang rendah dan berpenghasilan kecil. Namun dengan adanya agrowisata maka generasi mudanya banyak yang berminat untuk terlibat dalam sektor pertanian. Sebagian petani yang telah bekerjasama dengan Top Apel Mandiri adalah petani-petani muda yang berusia sekitar 25-35 tahun.

  • 7.    Melalui keterlibatan masyarakat Desa Tulungrejo dalam pengelolaan agrowisata maka Desa Tulungrejo mendapat penghargaan sebagai juara IV pengembangan desa wisata terbaik tingkat nasional.

Selain dampak positif di atas, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata juga menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak negatif tersebut adalah :

  • 1.    Terjadi kesenjangan antara pihak Top Apel Mandiri ketika memilih masyarakat petani yang kebunnya bisa dijadikan sebagai lokasi agrowisata dengan masyarakat petani yang kebunnya tidak bisa dijadikan lokasi agrowisata karena kendala akses yang buruk. Beberapa petani yang akses menuju kebun apelnya tidak dapat dilewati mobil atau mengalami kerusakan maka kebun dari petani tersebut tidak akan bisa dijadikan lokasi agrowisata, oleh karena itu terkadang apabila jalan utama menuju kebun mengalami kerusakan maka petani-petani tersebut akan menyalahkan keberadaan agrowisata karena banyak mobil berlalu-lalang yang dikendarai untuk mengantar wisatawan menuju kebun. Namun masalah tersebut tidak sampai

  • 2.    Munculnya persaingan yang tidak sehat antar sesama pengelola agrowisata di desa tetangga yaitu dengan Agrowisata Hijau Apel (bukan nama sesungguhnya). pengelola Agrowisata Hijau Apel membuat paket wisata yang lebih murah dari Top Apel Mandiri agar dapat menarik banyak wisatawan untuk memilih paket wisatanya, terkadang kebun apel yang dijadikan lokasi agrowisata buahnya masih kecil dan kurang matang sempurna. Hal ini berdampak pada Top Apel Mandiri karena wisatawan tentu akan lebih memilih paket wisata yang harganya lebih murah. Selain itu, dalam pengelolaan Agrowisata Hijau Apel di Desa Bulukerto masyarakatnya tidak akan terangkat perekonomiannya.

  • b. Dampak Ekonomi

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata Top Apel Mandiri di Desa Tulungrejo juga menghasilkan dampak ekonomi baik yang berupa dampak positif maupun dampak negatif. Adapun dampak positif berdasarkan segi ekonomi dari keterlibatan masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Desa Tulungrejo melalui naiknya penjualan hasil perkebunan apel mereka. Hal ini sesuai dengan tujuan dari  Top Apel Mandiri yang  ingin

mengangkat  taraf hidup masyarakat  desa.

Biasanya masyarakat hanya bisa pasrah dengan harga yang ditawarkan tengkulak namun melalui agrowisata masyarakat dapat turut serta untuk menentukan harga dengan berunding terlebih dahulu bersama pihak Top Apel Mandiri. Harga apel di tengkulak kurang lebih Rp. 10.000-Rp.15.000 untuk perkilonya sedangkan melalui agrowisata harga jual apel dapat terangkat menjadi    Rp.20.000-Rp.30.000    perkilonya.

Apabila kebun petani yang dijadikan lokasi agrowisata Top Apel Mandiri diborong maka petani akan diajak berunding untuk menentukan jumlah dan harga jualnya. Pada kebun dengan luas  2000-4000m2  biasanya petani akan

mendapatkan hasil sebesar 30 juta maka melalui agrowisata hasilnya mampu mencapai 40 juta rupiah.

  • 2.    Masyarakat non petani juga turut merasakan dampak positif dari kegiatan agrowisata di Desa Tulungrejo karena dengan ramainya wisatawan yang berkunjung maka membuka peluang untuk masyarakat non petani terlibat dalam kegiatan pariwisata misalnya dengan pembangunan villa atau homestay, kemudian membuat sebuah rumah makan, menjual berbagai olahan khas Kota Batu, dan lain-lain.

  • 3.    Sebelumnya masyarakat hanya memiliki satu pekerjaan sebagai petani, peternak atau tidak memiliki pekerjaan seperti ibu rumah tangga. Sekarang masyarakat juga dapat mendapatkan penghsilan tambahan dengan menjadi tour guide, pembuat oleh-oleh dan pembuat kerajinan.

Selain dampak positif di atas, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata juga menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak negatif tersebut adalah berkurangnya jumlah pengiriman apel keluar Kota Batu. Berdasarkan data yang diperoleh melalui tengkulak yang menjadi langganan banyak petani di Kecamatan Bumiaji yang dimiliki oleh Sugeng terjadi penurunan pengiriman apel keluar Kota Batu seperti ke Jakarta, Bandung, Bali, Lamongan, dan Solo. Pada sekali pengiriman periode dua minggu dapat memasok hingga tujuh ton apel, namun semenjak beberapa bulan ini

pengiriman menurun menjadi lima ton dalam sekali pengiriman. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penurunan kesuburan tanah, adanya serangan hama mata kucing, hingga adanya agrowisata yang memungkinkan wisatawan untuk membeli apel langsung dari kebun petani sehingga tidak perlu melalui tengkulak.

Gambar 4. Tengkulak yang Menjual Apel Murah di Pinggir Jalan

Sumber : Hasil Penelitian, 2019

Selain itu pasar apel di Kota Batu juga mengalami penurunan wisatawan sehingga menjadi sepi karena wisatawan lebih memilih untuk memetik apel sendiri karena dengan demikian wisatawan dapat memilih kualitas apelnya secara langsung serta mendapat pengalaman mengenai proses memanen apel. Saat ini banyak tengkulak yang memilih untuk menjual apel dipinggiran jalan dengan membuka lapak kecil atau menjual melalui mobil pribadi. Para tengkulak kecil ini mentargetkan wisatawan yang sedang dalam perjalanan menuju Kota Batu atau wisatawan yang akan meninggalkan Kota Batu. Apel yang dijual pun dipasarkan dengan harga yang murah agar wisatawan tertarik untuk membeli.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan agrowisata petik apel Top Apel Mandiri sebagian besar masyarakat petani di Desa Tulungrejo telah berpartisipasi secara aktif dalam usaha agrowisata ini. Dalam proses pengorganisasian dan penggerakan masyarakat petani telah berpartisipasi secara spontan sedangkan pada proses perencanaan dan pengawasan masyarakat petani telah berpartisipasi secara terdorong. Sedangkan dampak dari usaha agrowisata ini banyak yang positif

meskipun ada beberapa dampak negatifnya baik secara ekonomi maupun sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Adikampana, I. M., Sunarta, I. N., & Negara, I. M. K. (2018). Arahan Produk Pariwisata Berbasis Masyarakat     Lokal     Di     Wilayah

Perdesaan. Jurnal IPTA, 5(2), 92-101.

Alfatianda, C. And Djuwendah, E.,(2017). Dampak Ekowisata Dan Agrowisatav (Eko-Agrowisata) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Di Desa Cibuntu (Studi Kasus Di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh, 3(3), pp. 434-443.

Arida, S. (2008). Krisis lingkungan Bali dan peluang ekowisata.Input:  Jurnal Ekonomi dan

Sosial, 1(2).

Atmaja, Cahyo Dwi.,(2016). Analisis Dampak Sosial Ekonomi Agrowisata Petik Jeruk Terhadap Petani Jeruk (Studi Kasus di Desa Selorejo Kec. Dau Kab. Malang, Jawa  Timur).

(Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Bungin, B., 2007. Analisis data penelitian kualitatif. PT RajaGrafindo Persada

Bungin, B.,(2012). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Cetakan ke-8. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Indrianto, N. and Supomo, B.,  1999. Metode

Penelitian Bisnis  Untuk Akuntansi &

Manajemen. Edisi  Pertama. Yogyakarta:

BPFE.

Jannah, H. R., & Suryasih, I. A. Pengelolaan Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Desa Mas, Ubud. JURNAL               DESTINASI

PARIWISATA, 7(1), 77-81.

Kampana, I.M.A (2012). Optimalisasi Kontribusi Pariwisata Ceking Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Ilmiah Pariwisata, 2(1), 109-222.

Marwangi, G. A. P.,  & Anom, I. P. Strategi

Pengembangan Desa Wisata Timpag Berbasis Masyarakat di Kecamatan Kerambitan,     Kabupaten     Tabanan

Bali. JURNAL DESTINASI PARIWISATA,7(1), 66-72.

Moleong, J., Lexy (1998), Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya: Bandung.

Narimawati, Umi. (2008). Metodologi Penelitian

Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan Aplikatif.Buku.Agung Media. Bandung. 188 p.

Narottama, N., Suarja, I.Ketut,. Lestari D., (2017), Tumpek Wariga as an Ecological Based Local Genius In Supporting Sustainable

Tourism (Case Study Of Plaga Village, Badung, Bali). International Journal o Applied Sciences n Tpourism and Events. Bali.

Nazir, Moh, (1998), Metode Penelitian, Jakarta; Ghalia Indonesia

Rahmatin, L. S., & Mahagangga, I. G. A. O. (2016). Wisata Museum Berbasis Edutainment Di Jawa Timur Park Kota Batu, Jawa Timur. Jurnal     Destinasi     Pariwisata

ISSN, 2338, 8811.

Situmorang, M., & Suryawan, I. B. Tinjauan Potensi Agrowisata Di Kawasan Bedugul. JURNAL DESTINASI PARIWISATA, 5(1), 160-169.

Tosun, (2004), Expected Nature of Community Participation In Tourism Development, School of Tourism and Hotel Management, Turkey

Internet:

BatuTimes,http://www.batutimes.com/baca/8387/ 20171016/112303/berikutpasang-surut-produktivitas-apel-batu-dari-tahun-ke-tahun/ (diakses pada 1 april 2019)

MalangToday,https://malangtoday.net/malang-raya/batu/panen-raya-akhir-tahun-harga-apel-kota-batu-anjlok-drastis/     (diakses

pada 13 april 2019)

DinasPUCiptaKarya,http://ciptakarya.pu.go.id/profil /proil/barat/jatim/batu.pdf.(diakses pada tanggal 27 Maret 2019 )

BPSKotaBatu,https://batukota.bps.go.id/publication /2016/09/26/a/statistik-daerah-kota-batu-2016.html (diakses pada tanggal 27 maret 2019)

91