p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Jurnal Destinasi Pariwisata

Vol. 7 No 2, 2019

Daya Tarik Wisata Pascabencana Erupsi Gunungapi Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara

Liyushiana a,1 , Putri Rizkiyah b,2 , Herman b,3

  • 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]

  • a Program Studi Manajemen Usaha Perjalanan, Jurusan Kepariwisataan, Politeknik Pariwisata Medan, Jl. Rumah Sakit Haji No. 12 Medan 20371, Sumatera Utara, Indonesia

  • b Program Studi Seni Kuliner, Politeknik Pariwisata Lombok, Jl. Raden Puguh No. 1, Puyung, Praya, Lombok Tengah 83561, Nusa Tenggara Barat, Indonesia

Abstract

Karo Regency is one of the main tourism destinations in North Sumatra Province which is famous for its natural beauty and strategic location as one of the districts that inhabits Lake Toba's super priority destinations. But the fact that in the Karo District over the past decade there has been a Sinabung volcano disaster that has disrupted and affected the tourism sektor therefore, this study aims to examine the existing conditions of the main tourist attractions in Karo District and the impact of the eruption of the Sinabung volcano on these tourist attractions. This study uses descriptive qualitative research methods using observation data collection techniques, focus group discussions, and desk research. It examines 7 (seven) main tourist attractions in terms of attractions, accessibility, and amenities. Those seven tourist attractions are: Gundaling Hill, Penatapan, Lumbini Nature Park, Lau Kawar Lake, Sipiso-piso Waterfall, Berastagi Fruit Market and Karo Heritage Museum. It was concluded that Lake Lau Kawar is one of the tourist attractions with the most severe impact of the eruption of Mount Sinabung. On the other hand, traders in the Berastagi fruit market have also become more creative in marketing their products not only limited to natural products whose quality and quantity have declined since the eruption of the Mt. Sinabung. The effect of the Sinabung volcano eruption is not too significant on tourism infrastructure and amenities, but the improvement of the two components is important because the conditions of some facilities, especially toilets, have not met the standards.

Keywords: Tourist attractions, volcano disaster

  • I.    PENDAHULUAN

Gunungapi Sinabung merupakan salah satu Gunungapi Tipe B dengan ketinggian 2.640 dari atas permukaan laut di Kabupaten Karo yang kembali aktif pada tahun 2010 dan berulang pada tahun 2013, 2015, dan 2019. Gunungapi tipe B merupakan Gunungapi yang tidak memiliki karakter akan meletus secara magmatic, oleh sebab itu erupsi yang terjadi pada Gunungapi Sinabung sejak 2010 cukup mengagetkan banyak pihak. Bencana erupsi ini telah memaksa 31.739 jiwa atau 9.915 KK dari 34 desa harus mengungsi (BNPB, 2017:114).

Bencana erupsi ini telah mengakibatkan kerusakan dan kerugian hingga Rp 1,80 Trilliun rupiah dengan sektor yang paling terdampak bencana adalah kerusakan dan kerugian pada sektor ekonomi dengan nilai Rp 1,14 Trilliun Rupiah. Termasuk dalam sektor ekonomi ini adalah sub sektor pariwisata. Beragam upaya telah dilakukan oleh beragam pihak untuk memulihkan sektor ekonomi (termasuk pariwisata) melalui rencana aksi 2014-2016 yang kemudian disempurnakan menjadi rencana aksi 2015-2017 (BNPB, 2017:114).

Erupsi yang kembali terjadi pada Juni 2019 seakan kembali mengingatkan bahwa ada beberapa program rehabilitasi Rencana Aksi

Sinabung yang belum dituntaskan, terutama dalam sektor ekonomi, khususnya di bidang pariwisata.

Kabupaten Karo dengan keindahan alamnya dan posisinya yang strategis sebagai salah satu kabupaten yang mendiami Destinasi Super Prioritas Danau Toba merupakan kabupaten yang bertumpu pada sektor pariwisata dalam aktivitas kesehariannya. Terdapat beragam daya tarik wisata budaya, alam, dan buatan manusia yang menarik untuk dikunjungi. Adanya bencana erupsi sinabung yang sudah berlangsung selama kurang lebih 1 (satu) dekade menyisakan pertanyaan mendasar bagaimana kondisi daya tarik wisata tersebut saat ini?

Adapun tujuan kajian ini dilakukan sebagai upaya untuk melihat fakta yang terjadi di lapangan yang berkaitan dengan kondisi pariwisata, khususnya kondisi fisik daya tarik wisata di Kabupaten Karo setelah bencana meletusnya Gunungapi Sinabung. Hal ini penting untuk memberikan gambaran bagaimana erupsi Gunungapi Sinabung mempengaruhi kegiatan sektor pariwisata, terutama jika dikaji dari kacamata daya tarik wisata lokal yang dijual di Kabupaten Karo

Vol. 7 No 2, 2019

Berdasarkan gambaran diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini berfokus pada dua hal yaitu: (1) Bagaimana aspek atraksi, aksesibilitas dan amenitas pada daya tarik wisata utama di Kabupaten Karo?, dan (2) Bagaimana pengaruh erupsi Gunungapi Sinabung terhadap daya tarik wisata utama di Kabupaten Karo?

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian yang terkait mengenai erupsi Gunungapi Sinabung dan aktivitas pariwisata di Kabupaten Karo telah dipaparkan oleh Febrianty pada tahun 2016 melalui artikel ilmiah berjudul Dampak Erupsi Gunung Sinabung terhadap Pendapatan dari Sektor Pariwisata yang diterbitkan di Jurnal Ekonomikawan Vol 15 Nomor edisi 1. Penelitian tersebut menemukan bahwa erupsi Gunungapi Sinabung mempengaruhi pendapatan sektor pariwisata, ditinjau dari perolehan pajak hotel, pajak restoran, pajak rumah makan, pajak kafetaria, pajak retribusi parkir, dan pajak retribusi tempat rekreasi. Selain itu, data yang disajikan pada penelitian ini menunjukkan adanya penurunan jumlah wisatawan di tahun terjadinya erupsi Gunungapi Sinabung sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan dari sektor pariwisata di Kabupaten Karo. Jika Febrianty (2016) menilai pengaruh bencana erupsi Gunungapi Sinabung dari pendapatan daerah dengan mempertimbangkan jumlah kunjungan wisatawan, maka penelitian ini menilai pengaruh erupsi Gunungapi Sinabung melalui kacamata daya tarik wisata di Kabupaten Karo dengan menggunakan pendekatan 3 A (Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas).

Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Pasal 1 ayat 5 menyatakan pengertian daya tarik wisata sebagai “segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”. Dari pengertian ini dapat diterjemahkan bahwa daya tarik wisata atau atraksi wisata merupakan objek, orang, tempat atau konsep yang menarik minat orang lain untuk datang berkunjung atau menyaksikan keunikan dengan tujuan untuk memperoleh suatu pengalaman. Pengalaman tersebut dapat berupa sesuatu yang bersifat rekreasional (menyenangkan), spiritual atau

bahkan kolaborasi antara kedua-duanya. Untuk menghasilkan kualitas pengalaman bagi wisatawan, maka perencanaan untuk menjual daya tarik wisata juga harus mempertimbangkan aspek 3A yang merupakan elemen penting dalam pengembangan produk wisata (Suwontoro, 2001:75).

Jenis daya tarik wisata memegang peranan penting dalam mengklasifikasikan daya tarik wisata yang selanjutnya dapat menjadi faktor motivator bagi wisatawan untuk berkunjung di suatu destinasi. Sebagai contoh suatu daerah akan lebih terkenal dengan jenis wisata tertentu seperti budaya sehingga wisatawan memiliki motivasi utama untuk menikmati budaya di destinasi tersebut. Ada terdapat banyak cara untuk melakukan klasifikasi jenis daya tarik wisata, akan tetapi Swarbrooke (1996: 15) mengidentifikasi empat jenis daya tarik wisata, yaitu:

  • a.    Daya Tarik Wisata dengan fitur lingkungan alam

  • b.    Daya Tarik Wisata Buatan Manusia (Bangunan. Stuktur, Situs) yang dirancang dengan tujuan utamanya bukan untuk wisatawan (seperti keagamaan) akan tetapi daya tarik wisata ini menjadi suatu amenitas untuk perkunjungan dalam rangka rekreasi.

  • c.    Daya Tarik Wisata Buatan Manusia yang dirancang dengan tujuan utamanya menarik wisatawan dan memenuhi kebutuhan wisatawan, seperti taman bertema.

  • d.    Event Khusus

Smith, (2011:145) memberikan klasifikasi jenis daya tarik wisata lainnya yang dapat menjadi tipologi. Klasifikasi dasar ini terdiri dari daya tarik wisata berdasarkan fitur sebagai berikut a. Fitur Alam b. Fitur Buatan Manusia c. Fitur Budaya

  • d. Kombinasi dari tiga fitur sebelumnya

Weaver dan Lawton (2010:67) memberikan pandangan bahwa adalah tidak cukup untuk hanya mendata dan mengkategorikan daya tarik wisata hal yang penting adalah pengelola daya tarik wisata dapat memahami tuntutan wisatawan atas keberadaan daya tarik wisata tersebut. Oleh karena itu daya tarik wisata memiliki sejumlah atribut daya tarik wisata. Atribut tersebut adalah kepemilikan, orientasi, konfigurasi ruang, otentisitas, kelangahan, status, kapasitas

Vol. 7 No 2, 2019

daya tampung, aksesibilitas, pemasaran dan konteks.

Dari kesuluruhan jenis daya tarik wisata maka pembagian klasifikasi tersebut dapat juga dilihat secara sederhana pada Undang-Undang No 10 Tahun 2009. Pengertian daya tarik wisata dan penjelasan tentang usaha daya tarik wisata pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tersebut jelas memberikan katergori daya tarik wisata ke dalam tiga jenis. Adapun klasifikasi jenis daya tarik wisata tersebut adalah:

  • a. Daya tarik wisata alam b. Daya tarik wisata budaya c. Daya tarik wisata buatan/binaan manusia

Meskipun produk menjadi fitur utama dari industri tetapi banyak menciptakan kebingungan konsep di industri pariwisata. Produk seperti atraksi wisata sering dibingungkan dengan hal lainnya seperti aktivitas dan pelayanan, tapi produk wisata lebih dari ini (Middleton, 2009:120). Produk wisata menurut Raju (2000:55) terdiri atas 5 komponen utama, yaitu: atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas penunjang dan pelayanan. Sedangkan Yoeti (1997:46) mengembangkan konsep produk wisata menjadi komponen atraksi, aksesibilitas, amenitas dan jaringan (networking). Sedangkan pada penelitian ini, pendekatan yang dipilih merupakan penyederhanaan kesemua konsep produk wisata diatas dengan menitikberatkan pada 3 unsur utama produk wisata, yaitu:

  • a.    Atraksi yaitu unsur utama yang menarik wisatawan untuk datang dan berkunjung. Menurut Edward (1991:67) beberapa tipe atraksi wisata adalah: (1)   natural

attractionyaitu daya tarik yang tumbuh dari bentukan dan lingkungan alami. Jenis Natural attraction yaitu iklim, pemandangan, flora dan fauna serta keunikan alam lainnya; (2) cultural attraction yaitu daya tarik yang berasal dari bentukan lingkungan dan budaya aktivitas manusia. Cultural attraction mencakup sejarah, arkeologi, religi dan kehidupan tradisional; (3) special types of attraction yaitu daya tarik yang tidak berhubungan dengan kedua kategori diatas, tetapi atraksi yang berasal dari buatan manusia yaitu theme park, circus, shopping.

  • b.    Aksesibilitas yang terdiri atas aksesibilitas fisik (jalan dan infrastruktur, rambu-rambu dan petunjuk). Serta aksesibilitas sosial

(penerimaan masyarakat lokal atas kunjungan orang asing). Salah satu komponen infrastruktur yang penting dalam destinasi adalah aksesibilitas. Aksesibilitas yang baik merupakan aspek yang penting bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah pariwisata. Akses yang bersifat fisik maupun non fisik untuk menuju destinasi merupakan hal penting dalam pengembangan pariwisata. Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi dan komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Selain transportasi yang berkaitan dengan aksesibilitas adalah prasarana meliputi jalan, jembatan, terminal, stasiun dan bandara. Prasarana berfungsi untuk menghubungkan tempat satuke tempat yang lain. Aspek fisik dalam aksesibilitas menyangkut      jalan,

kelengkapan fasilitas dalam radius tertentu dan frekuensi transportasi umum. Jaringan jalan memiliki dua peran penting dalam kegiatan pariwisata, yaitu:

  • 1)    Sebagai alat akses, transport, komunikasi wisatawan dengan atraksi rekreasi dan fasilitas.

  • 2)    Sebagai cara untuk melihat-lihat (sightseeing) dan menemukan tempat, jadi perencanaan dan penentuan pemandangan yang dilihat selama perjalanan berperan cukup penting untuk memberi kualitas aksesibilitas yang menunjang wisata.

Selain aspek fisik diatas, aspek non fisik berperan penting dalam mendukung kualitas aksesibilitas yang mendukung wisata. Aspek non fisik ini mencakup keamanaan sepanjang jalan dan waktu tempuh dari tempat asal menuju ke destinasi.

  • c.    Amenitas yaitu fasilitas penunjang bagi wisatawan untuk memaksimalkan pengalaman wisatanya, dapat berupa akomodasi, toilet, parkir, money changer beserta penilaian standar kebersihan dan pelayanan dari fasilitas penunjang tersebut. Fasilitas dalam lingkup wisata adalah sumber daya buatan manusia yang diperuntukkan untuk menunjang kegiatan wisatawan yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan aktivitas. Dalam pengembangan daya tarik wisata dibutuhkan adanya fasilitas fisik yang

Vol. 7 No 2, 2019

berfungsi sebagai pelengkap untuk menunjang memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan. Fasilitas pariwisata tidak terpisah dengan akomodasi perhotelan karena pariwisata tidak pernah berkembang tanpa penginapan. Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang terciptanya kenyamanan wisatawan untuk mengunjungi daerah tujuan wisata (Yoeti, 2008:27).

Adapun sarana- sarana penting yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata adalah akomodasi hotel, restoran/tempat makan, air bersih, komunikasi, hiburan, dan keamanan (Yoeti, 1997:11). Teori ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi fasilitas wisata religi yaitu mengkombinasikan antara fasilitas wisata, fasilitas perkotaan, dan fasilitas dari wisata religi yang ada dikampung Kauman. Fasilitas wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata (Suwantoro, 2001:17).

Untuk mempertahankan suatu daya tarik wisata yang sejalan dengan konsep berkelanjutan diperlukan identifikasi tantangan kunci yang berpengaruh pada pengelolaan daya tarik wisata. Leask (2010:336-340) mengidentifikasi tantangan-tantangan kunci tersebut melalui suatu kajian literatur yang ada sebagai berikut:

  • a.    Peningkatan pasokan dalam lingkungan permintaan yang menurun dan musiman

  • b.    Meningkatkan harapan pengunjung untuk layanan dan produk.

  • c.    Kurangnya pengakuan terhadap relevansi pengalaman pelayanan yang intangible (tidak berwujud)

  • d.    Kurangnya pertimbangan pasar ketat dan manajemen data yang mendasarkan keputusan.

  • e.    Sifat terfragmentasi terhadap sektor baik secara geografis dan kompetitif

  • f.    Penurunan sumber dana    publik,

meningkatnya kebutuhan untuk bukti 'nilai' dan diversifikasi penawaran produk.

  • g.    Ketidakseimbangan dalam sektor yang berkaitan dengan pendanaan, biaya masuk dan dukungan.

  • h.    Perubahan prioritas manajemen dan kebutuhan untuk melakukan rekonsiliasi

terhadap nilai-nilai dan ideologi kuratorial dan manajerial.

  • i.    Keterbatasan keterampilan manajemen dan staf dengan warisan manajemen yang tidak efisien

  • j.    Banyaknya pemangku kepentingan (dan tujuan yang saling bertentangan) di banyak tempat

  • k.    Konflik dalam menyeimbangkan akses dengan konservasi sumber daya dan keasliannya.

  • l.    Individualisme sumber daya dan kebutuhan konservasi.

Pariwisata yang berkembang di suatu tempat pada dasarnya disebabkan karena tempat tersebut memiliki daya tarik, yang mampu mendorong wisatawan untuk datang mengunjung berupa atraksi. Atraksi wisata yaitu sesuatu yang dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat, dinikmati seperti: tari-tarian, nyanyian kesenian rakyat tradisional, upacara adat, dan lain-lain. Dalam Yoeti (2008:54) tourism disebut attractive spontance, yaitu segala yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang – orang agar mau datang berkunjung ke tempat tujuan wisata.

  • II .  METODOLOGI PENELITIAN

Fokus penelitian ini adalah daya tarik wisata utama yang ada di Kabupaten Karo, yaitu Bukit Gundaling, Penatapan, Taman Alam Lumbini, Danau Lau Kawar, Air Terjun Sipiso-piso, Pajak Buah Berastagi, dan Museum Pusaka Karo. Pembahasan setiap daya tarik wisata akan menggunakan 3 aspek daya tarik wisata, yaitu: atraksi, aksesibilitas dan amenitas. Pada akhirnya akan diteliti apakah bencana erupsi Gunungapi Sinabung mempunyai pengaruh terhadap kondisi daya tarik wisata di Kabupaten Karo tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif interaktif. Penelitian kualitatif interaktif yang digunakan dalam penelitian ini mensyaratkan agar peneliti berada di lapangan ataupun sesudah kembali dari lapangan baru diadakan analisis (Miles, Huberman and Saldana, 2014:14). Dalam penelitian ini analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.

Berikut gambaran alur penggunaan metode kualitatif interaktif dalam penelitian ini:

Vol. 7 No 2, 2019

Gambar 1. Kerangka Metode Penelitian

Sumber: Diterjemahkan dari Miles, Huberman & Saldana

(2014:14)

Berdasarkan alur tersebut, terdapat 4 tahapan utama yang digunakan, yaitu: pengumpulan data, penyajian data, pengurangan data, penarikan kesimpulan untuk menggambarkan hasil penelitian dan sekaligus verifikasi. Tahapan ini berlangsung terus menerus hingga mencapai data redundancy yang dinilai layak untuk kemudian menjadi bahasan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan metode ini, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang akurat dan aktual dalam kebutuhan inventarisasi daya tarik wisata pascabencana erupsi sinabung di Kabupaten Karo.

Keberadaan sumber daya manusia, aksesibilitas, dan aktivitas wisata merupakan hal fisik yang diasumsikan menjadi obyek kerugian dari sebuah bencana. Namun jika menilai dari segi pariwisata, maka hal tersebut hanyalah a tip of iceberg, karena kompleksnya industri pariwisata dengan prinsip multiplier effect yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu, pemilihan model penelitian kualitatif interaktif dirasakan paling relevan untuk penelitian ini.

Subyek penelitian atau pada kajian penelitian kualitatif interaktif lebih sering disebut informan, merupakan setiap individu yang berpartisipasi dalam pengumpulan data dan informasi dalam ranah rumusan masalah (Ary, Razavieh and Ary, 2010:54). Maka pada penelitian ini informan yang dimaksud adalah 15 (lima belas) pelaku industri pariwisata di Kabupaten Karo, yaitu . Sedangkan untuk data sekunder diambil dari Dinas Pariwisata Kabupaten Karo, BPS, BPNB dan BPDB Kabupaten Karo.    Sedangkan lamanya penelitian

dilaksanakan yaitu 3 bulan terhitung bulan Agustus hingga Oktober tahun 2019.

Untuk teknik pengumpulan data, dilakukan dengan metode Focus Group Discussion. Focus Group Discussion sudah digunakan secara meluas dalam penelitian dengan mengumpulkan beberapa orang yang memiliki latar belakang yang serupa untuk membahas sebuah rumusan masalah penelitian (Nyumba, et al, 2017:21). Dengan metode ini, peneliti dapat menemukan fakta di lapangan secara lebih detail dan memperoleh persepsi dan pengalaman dari peserta Focus Group Discussion /informan. Peneliti juga mendapatkan keragamanan perspektif diantara para informan terkait apa yang mereka rasakan pasca erupsi Gunungapi Sinabung. Tahapan berikutnya adalah reduksi data, untuk menentukan data yang relevan dan yang memiliki makna. Pada tahapan ini, dipilih data yang fokus pada pemecahan masalah yang dirumuskan. Selanjutnya dilaksanakan penyederhanaan serta penyusunan sistematis mengenai hasil temuan dan maknanya. catatan reflektif. Pada catatan deskriptif merupakan hasil transkrip diskusi pada penyelenggaraan Focus Group Discussion, sedangkan catatan relfektif merupakan penafsiran, kesan, pendapat

dan komentar peneliti mengenai respon informan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan para stakeholder dibidang pariwisata guna memperoleh informasi yang akurat mengenai perkembangan ekonomi pariwisata di Kabupaten Karo. Selian itu, pada penelitian ini juga dilakukan metode desk research/desk study sudah dilakukan sebelum observasi ke lapangan, antara lain melalui pemeriksaan dan analisis data yang menggunakan data sekunder baik berupa dokumen, peraturan perundangan, data statistik, studi pustaka dan lain sebagainya terkait erupsi Gunungapi Sinabung dan perkembangan parwisata di Kabupaten Karo.

  • II I.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Karo dan Gunungapi Sinabung

Daerah sekitar Gunungapi Sinabung adalah daerah berhawa dingin yang kaya dengan objek wisata, khususnya objek wisata alam pemandian air panas di Kecamatan Payung dan Desa Semangat (Sidebuk-debuk, Gunung Sibayak), dan danau alam di Dusun Lau Kawar. Selain itu di Kota Kabanjahe juga terletak museum Batiren Purba dan situs wihara terbesar se-Asia Tenggara (Kecamatan Tongkoh).

Industri pariwisata di wilayah Gunungapi Sinabung didukung dengan keberadaan berbagai sarana penginapan berupa hotel-hotel pariwisata internasional, juga terdapat ratusan fasilitas penginapan skala kecil seperti losmen dan homestay, yang terpusat di kawasan Kecamatan Berastagi dan Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo.

Perihal erupsi Gunungapi Sinabung sendiri, sebelum tanggal 29 Agustus 2010, Gunungapi Sinabung digolongkan sebagai Gunungapi Tipe B, dikarenakan sejak tahun 1600-an tidak ada catatan mengenai aktivitas erupsi. Namun, berdasarkan hasil penghitungan umur berdasarkan umur karbon dari endapan aliran piroklastik dari erupsi Gunungapi Sinabung menunjukkan bahwa kejadian erupsi terakhir sekitar tahun 800-900 SM yang menghasilkan endapan awan panas/aliran piroklastik yang menyapu wilayah Guru K Kinayan, Sukameriah, hingga Beras tepu (Bera Sitepu) yang berada dalam radius 3-5 Km dari kawah. Gunungapi ini memiliki empat buah kawah utama di bagian puncak dan termasuk Gunungapi strato volkano (Gunungapi berlapis, berselang-seling antara leleran lava dan piroklastik pada tiap-tiap periode erupsinya).

Aktivitas erupsi Gunungapi Sinabung berupa lapangan solftara dan fumarol dimulai sejak Agustus 2010. Gunung Sinabung kembali dinaikkan statusnya menjadi Awas (Level IV) pada Selasa, 2 Juni 2015 WIB. Erupsi dan luncuran awan panas masih berfluktuasi. Aktivitas terakhir yang tercatat pada Juni 2019, menempatkan Gunungapi Sinabung pada level III atau Siaga. Aktivitas-aktivitas Gunungapi inilah yang kemudian menempakan Gunungapi Sinabung sebagai Gunungapi tipe A hingga saat ini.

Vol. 7 No 2, 2019

Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana telah diselengarakan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan relokasi pemukiman dan pertanian. Berdasarkan data BNPB (2017), beragam kegiatan pemulihan dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat terdampak sejak tahun 2014, misalnya: pelatihan dan peningkatan kapasitas untuk meningkatkan nilai kopi; pelatihan dan peningkatan kapasitas masyarakat dan BPBD Kabupaten Karo dalam pengelolaan ayam organik; pelatihan pertanian holtikultura organik, pelatihan pengelolaan peternakan pendekatan komunal; dukungan produk berbasis pertanian (didukung oleh Food and Organization of the United Nations dan International Labour Organization); bantuan alat produksi dan pelatihan; pendampingan ekonomi pengolahan kripik kentang; dukungan pelaksanaan kopi Karo; pendampingan sosial kegiatan pendidikan, kesehatan dan budaya di Kabupaten Karo (berupa pelatihan sendratari anak-anak, pelatihan kader kesehatan, pelatihan bahasa inggris untuk

Analisis Kondisi Eksisting 7 Destinasi Utama di Kabupaten Karo Pasca Erupsi

Dalam analisis ini akan dikaji 7 destinasi utama yang selama ini menjadi destinasi tujuan utama bagi para

anak-anak, pelatihan salon tudung uis); pembinaan pendampingan ekonomi pengolahan keripik kentang; gelar budaya di kawasan Siosar dalam rangka pemulihan sosial dan melestarikan budaya lokal; pelatihan panganan berbahan baku ubi madu di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan pupuk organik di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan ternak lebah madu di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan kerajianan anyaman dan bunga hias di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan paving blok di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan sablon di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan pakan ternak di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan pembuatan jahit dan tenun tradisional karo di Kecamatan Simpang Empat; pelatihan dan pengembangan kelompok usaha di kecamatan Simpang Empat. Beragam kegiatan ini didukung juga dengan bantuan pendanaan dari organisasi dunia, salah satunya hibah IMDFF-DR-New Zeland.

wisatawan saat melakukan kunjungan ke Kabupaten Karo. Selanjutnya alat analisis yang digunakan yaitu menggunakan menggunakan elemen dari 3 A yaitu Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas.

Tabel 1. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Bukit Gundaling

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi           : a.

Keindahan alam merupakan atraksi utama yang ditawarkan Bukit Gundaling. Keindahan tersebut berupa keindahan pemandangan alam dari ketinggian dengan latar pegunungan yang menghijau.

b.

Menawarkan nilai pengalaman wisata dengan menawarkan suasana yang nyaman dan sejuk sehingga baik untuk relaksasi.

Aksesibilitas      : a.

Sudah ada jalan dengan row 5 meter menuju lokasi, hanya 5 menit dari pusat kota Berastagi (Monumen Tugu) yang dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.

b.

Moda angkutan umum ada menuju lokasi Gundaling, namun frekuensinya masih tidak terjadwal.

c.

Signage atau Rambu Pendahulu Pengarah Jurusan (RPPJ) dan Rambu Petunjuk Jurusan (RPJ) sudah ada dan mampu menunjukkan arah menuju Gundaling dengan tepat.

d.

Kondisi kebersihan jalan masih harus diperhatikan

Aksesibilitas sosial berupa penerimaan masyarakat terhadap wisatawan sudah baik.

Amenitas        : a.

Operasional utilitas pendukung pariwisata yang dikelola swadaya masyarakat seperti took souvenir dan rumah makan sudah ada dan hamper seluruhnya beroperasi setiap hari.

b.

Perlu ada perbaikan sarana ibadah dengan memperhatikan aspek kebersihan

c.

Sarana toilet yang ada masih harus diperbanyak dan diperbaiki sesuai dengan Standar Toilet Umum Indonesia (Gerakan Nasional Standarisasi Toilet Umum Indonesia), terutama mengenai persyaratan ruang yang belum memenuhi standar minimal panjang: 80-90 cm, lebar: 150-160 cm dan tinggi; 220-240 cm; sirkulasi udara; dan konstruksi bangunan, terutama mengenai dinding dan langit-langit bangunan.

d.

Fasilitas tempat parkir sudah memadai namun kapasitasnya perlu diperhatikan, terutama pada high season.

Sumber: olahan penulis, 2019

Tabel 2. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Penatapan

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi

: a. Lokasi utama di gerbang masuk Kabupaten Karo yang menawarkan lokasi untuk bersantai menikmati panganan khas jagung bakar, minuman hangat bahkan wajik peceren yang terkenal dari Berastagi

Vol. 7 No 2, 2019

Komponen

Hasil Observasi

b.

Pengelolaan tempat santai dilakukan oleh masyarakat dan merupakan bisnis mandiri dengan pendekatan instagrammable, dimana setiap tempat santai memiliki spot-spot unik untuk berfoto dengan latar pemandangan alam yang menyegarkan mata

Aksesibilitas

: a.

b.

Karena berada di gerbang masuk Kabupaten Karo, setiap pengunjung yang dating dari arah Kota Medan akan menemukan daerah Penatapan terlebih dahulu sebelum tiba di Berastagi. Lokasinya berada di tempat yang tepat dengan mengukur unsur psikologis 2-3 jam kepenatan perjalanan berliku memerlukan peristirahatan.

Akses jalan baik, dengan row mencapai 5 meter yang dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan roda empat bahkan bus besar

c.

d.

e.

f.

g.

Karena berada di jalan utama yang menghubungkan Kota Medan-Berastagi, maka jalanan menuju Penatapan juga dilalui banyak kendaraan barang (truk barang umum, truk tangki, mobil box dan mobil peti kemas hingga truk 4 sumbu) yang ikut berkontribusi pada kepadatan akses jalan

Jalan menuju Penatapan rawan longsor

Keadaan jalan untuk beberapa titik masih berlubang dan tidak mulus

Keberadaan angkutan umum sudah ada, terutama dari Kota Medan, namun frekuensi keberangkatan tidak dapat diprediksikan sehingga sulit mengatur perjalanan dengan mengandalkan moda angkutan umum

Dari sudut aksesibilitas sosial, animo masyarakat secara umum sudah baik terhadap kedatangan wisatawan

Amenitas

: a.

b.

Karena berlokasi di pinggiran bukit dan berada di pertengahan jalan dari daerah perkotaan utama (Medan dan Berastagi), utility pendukung seperti kantor pos, money changer tidak ditemukan di lokasi ini

Sarana ibadah dipersiapkan oleh masing-masing lokasi santai. Tidak semua tempat lokasi santai memiliki sarana ibadah karena pertimbangan perjalanan menuju Berastagi atau Medan sudah tidak terlalu jauh lagi. Kalau pun ada sarana ibadah yang dipersiapkan (yang ada hanya tempat sholat kecil), kebersihan mukena, sajadah dan luas ruang masih belum memadai

c. Fasilitas parkir disediakan di masing-masing tempat santai dan dikelola langsung oleh pemilik bisnis. Kapasitas parkir masih kurang pada high season yang menyebabkan banyak wisatawan enggan untuk singgah, terutama untuk parkir bus pariwisata rombongan 30 seater ke atas.

Sumber: olahan penulis, 2019

Tabel 3. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Taman Alam Lumbini

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi

: a.

b.

c.

d. e.

f.

g.

Merupakan tempat ibadah bagi Umat Buddha yang dibuka untuk umum dan telah diakui MURI sebagai Pagoda Tertinggi di Indonesia. Ketinggian pagoda mencapai 46,8 meter di atas lahan seluas 3000 hektar

Selain rekor Muri sebagai pagoda tertinggi, Taman Alam Lumbini juga telah memperoleh rekor MURI untuk Puja Bhakti dengan 1.250 anggota Sangha pada 2010 yang terdiri atas 100 Bhikku asal Indonesia, 650 dari Myanmar, 400 dari Thailand, dan sisanya dari 17 negara lainnya

Terdapat 108 relik suci, 2.598 rupang Buddha, dan 30 rupang Arhat yang menciptakan daya tarik tersendiri

Nama Lumbini diambil dari tempat lahirnya Sidharta Gautama

Merupakan replika Shwedagon Temple yang berada di Burma, Myanmar. Pagoda Lumbini juga diklaim sebagai yang tertinggi nomor 2 setelah Schwedagon dengan lapisan emas sehingga terlihat sangat megah

Terdapat puluhan lonceng sebagai hiasan yang menjadi daya tarik tersendiri ketika tertiup angin.

Suasana di sekitar Taman Alam Lumbini sangat asri dengan beragam bunga cantik berwarna warni yang memanjakan mata pengunjung

Aksesibilitas

: a.

b.

Taman Alam Lumbini ini dibuka setiap hari, mulai dari pukul 09.00 – 17.00 WIB

Lokasi Tama Alam Lumbini ini berada di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolat Rakyat sekitar 3 jam dari Kota Medan atau 30 menit dari pusat Kota Berastagi

Vol. 7 No 2, 2019

Komponen

Hasil Observasi

c.

Keberadaan moda transportasi umum juga ada, namun hanya sampai Tugu Buah Jeruk dan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju lokasi. Frekuensi dan jadwal keberangkatan moda transportasi umum ini juga belum teratur, sehingga akan kurang efisien bagi pelancong

d.

Kondisi infrastruktur jalan dari arah Berastagi menuju Pagoda sudah cukup baik

e.

Aksesibilitas sosial juga sangat baik, terbukti masyarakat yang beribadah di pagoda tidak merasa terusik atas keberadaan pengunjung. Pengelola Pagoda juga sangat ramah dan siap sedia membantu pengunjung yang dating tanpa memandang asal agama

Amenitas

: a.

Terdapat Golden Lotus Healthy Cuisine, yaitu restoran vegetarian di samping Pagoda yang sangat jarang dijumpai di daya tarik wisata di Indonesia

b.

Area parkir sangat luas dan sudah biasa menampung bus-bus pariwisata rombongan 40 seater

c.

Terdapat arena bermain bagi anak, sehingga menjadi nilai tambah bagi objek wisata ini

d.

Kebersihan toilet masih harus diperhatikan. Secara fisik, ukuran ruangan, pencahayaan, sirkulasi udara dan kebersihan air sudah baik, namun kebersihan dan fasilitas tisu serta handwash soap masih kurang.

Sumber: olahan penulis, 2019

Tabel 4. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Danau Lau Kawar

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi

: a. Merupakan danau dengan airnya berwarna kehijauan dengan suasana yang sejuk dan pemandangan bukit-bukit menghijau

  • b.    Sebelum ditutup pada tahun 2013 karena terdampak erupsi sinabung, Danau Lau Kawar digunakan sebagai arena camping pelajar, mahasiswa dan pecinta alam

  • c.    Danau Lau Kawar juga dikenal masyarakat dengan beragam cerita mistisnya

Aksesibilitas

: a. Berada di kaki gunung Sinabung, sekitar 30 km dari kota Medan, tepatnya di Kecamatan Naman Teran yang merupakan salah satu kecamatan dengan dampak erupsi Sinabung paling parah. Danau Lau Kawar sendiri masuk di kawasan Zona Merah, sehingga aksesibilitasnya ditutup untuk pengunjung

Amenitas

: a. Semenjak ditutup oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat, tidak ada aktivitas wisata maupun utility penunjang kegiatan wisata di daerah Danau Lau Kawar

Sumber: olahan penulis, 2019

Tabel 5. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Air Terjun Sipiso-piso

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi

: a. Merupakan salah satu air terjun tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 120 meter dan berada di 800 mdpl pebukitan hutan pinus.

  • b.    Lokasi yang cukup tinggi di pesisir Danau Toba menyajikan pemandangan luar biasa, dimana pengunjung dapat menyaksikan keindahan Danau Toba dengan pulau Samosir di tengahnya dari gardu pandang di kawasan Air Terjun Sipiso-piso

  • c.    Asal kata Sipiso-piso adalah Piso, artinya pisau, yang menggambarkan bentuk air terjun yang menghujam ke bebatuan di bawahnya

  • d.    Untuk mencapai dasar air terjun, disediakan anak tangga dengan pegangan kuat untuk menjamin keselamatan pengunjung.

Aksesibilitas

: a. Berada sekitar 24 km dari Kota Kabanjahe, atau sekitar 4-5 jam dari Kota Medan

  • b.    Dari Kota Medan, tersedia angkutan umum menuju Kabanjahe dan kemudian pengunjung harus mengambil angkutan umum lainnya untuk sampai di kawasan Air Terjun Sipiso-piso

  • c.    Kondisi jalan menuju Air Terjun Sipiso-piso cukup baik dengan aspal yang mulus mulai dari Kota Kabanjahe.

Jurnal Destinasi Pariwisata

Vol. 7 No 2, 2019

Amenitas : a. Mengingat lokasi air terjun yang cukup jauh dari pusat kota serta aktivitas wisata yang dapat memakan waktu hingga 3 jam, amenitas yang seharusnya lengkap di kawasan ini masih kurang memadai, terutama mengenai sarana ibadah

  • b. Lokasi parkir sudah cukup luas, namun kontur tanah yang berbukit menyebabkan areal parkir tidak begitu rata

Sumber: olahan penulis, 2019

Tabel 6. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Pajak Buah Berastagi

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi

: a. Menyediakan beragam hasil alam Kabupaten Karo, terutama Jeruk Berastagi, Mangga Udang, Kangkung Belerang, Pepino, Kesemek yang ditata sedemikian rupa sehingga warna-warni yang ditampilkan menjadi daya pikat tersendiri

  • b.  Terdapat juga produk wisata berkuda yang ditangani oleh Berastagi Kuda Club (BKC)

  • c.    Semenjak erupsi Sinabung, beberapa hasil alam Berastagi mengalami kemunduran, sehingga beberapa pedagang yang awalnya berjualan buah dan sayuran, beralih menjual pakaian dan souvenir khas Kabupaten Karo yang menyebabkan Pajak Buah Berastagi menjadi sentra belanja oleh-oleh yang cukup lengkap

Aksesibilitas

: a. Berada di pusat kota Berastagi, hanya sekitar 2-3 jam dari Kota Medan

  • b.    Akses transportasi umum juga lancer, hanya belum ada penjadwalan yang regular

  • c.    Kondisi jalan pada beberapa titik masih perlu diperbaiki

Aksesibilitas sosial sudah baik, bahkan masyarakat sudah memiliki komunitas-komunitas sendiri yang berkecimpung langsung dalam penyelenggaraan aktivitas wisata, seperti BKC yang disebutkan sebelumnya

Amenitas

: a. Terdapat Tourist Information Center yang dikelola langsung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat

  • b.    Areal parkir sudah ada dan mampu menyediakan lokasi parkir bagi bus pariwisata besar 40 seater. Namun kondisi areal parkir masih harus diperbaiki karena drainase air tidak baik sehingga jika hujan, tanah menjadi becek dan terdapat genangan air

  • c.    Dikelilingi beragam hotel, resort, restoran lokal, kafe dan taman bermain keluarga yang mendukung aktivitas wisata

Sumber: olahan penulis, 2019

Tabel 7. Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas Daya Tarik Wisata Museum Pusaka Karo

Komponen

Hasil Observasi

Atraksi

: a. Memajang ratusan artefak budaya, berupa senjatan tradisional, uis (ulos karo), peralatan rumah tangga tradisional, buku-buku catatan bersejarah dan perhiasan tradisional masyarakat Karo

  • b.    Koleksi museum merupakan sumbangan dari puluhan masyarakat lokal untuk dipajang sebagai entitas budaya Karo

  • c.    Merupakan ikon wisata edukasi di Kota Berastagi yang mengizinkan pengunjung masuk tanpa harus membayar entrance fee

Aksesibilitas

: a. Lokasinya mudah dijangkau, yaitu tepat di pusat Kota Berastagi 2 jam dari Kota Medan) dan bersebelahan dengan beragam objek wisata lainnya seperti Pajak Buah Berastagi dan Taman Mejuah-juah

  • b.    Akses transportasi umum juga lancar, hanya belum ada penjadwalan yang regular

  • c.    Kondisi jalan pada beberapa titik masih perlu diperbaiki

Amenitas

: a. Karena berada di pusat kota, utility pendukung wisata seperti sarana ibadah, kantor pos, bank, money changer, tourist information center, hotel dan restoran sudah tersedia di sekitar lokasi wisata

b. Lahan parkir yang ada cukup memadai, walaupun tidak terlalu besar. Asumsinya, jika areal parkir penuh pengunjung dapat memarkir kendaraannya di sekitar Pajak Buah Berastagi yang tepat berada di sebelah Museum Pusaka Karo ini.

Sumber: olahan penulis, 2019

Vol. 7 No 2, 2019

Dari data yang disajikan pada tabel-tabel diatas dapat, berikut pembahasan setiap elemen 3A yang menjadi rumusan masalah kedua dalam kaitannya dengan kondisi existing Kabupaten Karo sebagai daerah terdampak bencana erupsi Gunungapi Sinabung:

Atraksi

Dari ketujuh destinasi utama yang dianalisis diatas, tampak hanya 1 daya tarik wisata, Danau Lau Kawar yang menderita kerugian paling parah dari dampak erupsi Gunungapi Sinabung. Danau yang terkenal dengan keindahannya, penggunaannya sebagai lokasi camping dan dengan pesonanya yang dianggap mengandung unsur mistis telah ditutup secara resmi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo. Namun wisatawan yang penasaran tetap dating dan berkunjung bahkan berkemah di kawasan kaki Gunungapi Sinabung. Fenomena wisatawan yang tetap datang ini di lokasi yang sudah ditutup oleh pemerintah ini melahirkan ‘komunitas penjaga kawasan liar’ yang meminta retribusi masuk dengan dalih ‘uang partisipasi/uang keamanan’ bagi wisatawan yang datang. Hal ini sungguh disayangkan karena seyogyanya kawasan yang sudah masuk zona merah memang ditinggalkan dan tidak boleh dimasuki oleh siapapun karena potensi bahayanya.

Selain menimpa Danau Lau Kawar, dampak erupsi Gunungapi Sinabung dialami juga oleh Pedagang di Pajak Buah Berastagi. Keadaan alam yang membuat produksi buah dan sayur Berastagi mengalami kemunduran membuat beberapa pedagang harus mengatur ulang strategi penjualan dengan banting setir menjajakan pakaian dan souvenir Berastagi. Strategi ini dinilai efektif dan menjadi nilai tambah tersendiri bagi daya tarik wisata Pajak Buah Berastagi karena menambah variasi item yang dijual sehingga wisatawan dapat berbelanja souvenir dan buah/sayur di satu tempat yang sama.

Bagi daya tarik wisata lain, bencana erupsi Gunungapi Sinabung berdampak pada jumlah pengunjung yang cenderung stagnan dan tidak menunjukkan trend positif. Hal ini dapat dimaklumi sebagai dampak citra kurang aman dari Kabupaten Karo karena adanya erupsi. Namun citra tidak aman ini menjadi pisau bermata ganda bagi pariwisata di Kabupaten Karo, selain membuat wisatawan

enggan berkunjung, beberapa wisatawan malah sengaja datang untuk menguji nyali. Wisatawan jenis terakhirlah yang kemudian menjadi alasan munculnya trend wisata baru yang mengadopsi konsep wisata bencana dengan mengunjungi monument atau infrastruktur yang tertimpa bencana erupsi Sinabung sehingga muncullah ghost village sebagai daya tarik wisata baru di Kabupaten Karo.

Selain itu, pemerintah juga giat melakukan ekplorasi lokasi baru sebagai daya tarik wisata. Salah satu yang saat ini cukup terkenal adalah Desa Talimbaru yang sekarang sangat terkenal dengan tambak ikan raksasanya.

Aksesibilitas

Secara umum, aksesibilitas fisik berupa infrastruktur menuju daya tarik wsiata yang ada di Kabupaten Karo mengalami dampak abu vulkanik yang dimuntahkan oleh Gunungapi Sinabung. Abu vulkanik ini berbentuk potongan halus dari batuan bergigi, mineral dan kaca vulkanik. Pada infrastruktur, abu vulkanik merusak fungsi mesin pemasok energy (PLN), pemasok air, pengolahan limbah dan sistem komunikasi. Kerusakan paling parah terjadi di kawasan zona merah, yang kebetulan merupakan lokasi Danau Lau Kawar berada. Abu vulkanik yang terkena air hujan berubah menjadi lumpur semen yang memiliki bobot cukup berat sehingga merobohkan beberapa bangunan di kawasan zona merah. Pemerintah lewat tim BPBD dan pemadam kebakaran telah melakukan upaya maksimal untuk meminimalisir dampak erupsi Gunungapi Sinabung terhadap infrastruktur di Kabupaten Karo, oleh sebab itu secara umum erupsi Gunungapi Sinabung tidak terlalu serius.

Selain itu masalah umum yang ada mengenai aksesibilitas adalah keberadaan transportasi umum yang terjadwal. Tidak adanya jadwal tetap untuk kendaraan umum yang dapat digunakan wisatawan sebagai moda transportasi alternatif menjadi salah satu kendala pengembangan kawasan wisata di Kabupaten Karo. Oleh sebab itu, lazimnya pengunjung yang datang telah menyewa kendaraan atau mengikuti paket wisata, baik FIT (Free Individual Tour, yaitu perjalanan wisata yang dilaksanakan perseorangan) maupun GIT (Group Inclusive Tour, yaitu paket wisata yang dilaksanakan dalam suatu rombongan).

Vol. 7 No 2, 2019

Mengenai aksesibilitas sosial, sejak lama Kabupaten Karo telah dikenal sebagai salah satu pusat aktivitas wisata di Sumatera Utara. Masyarakat secara umum telah menerima kunjungan wisatawan sebagai hal yang lazim dan menguntungkan.

Amenitas

Bencana erupsi Gunungapi Sinabung juga tidak banyak merusak amenitas yang ada, kecuali yang berada di kawasan zona merah. Berdasarkan analisis 3 A pada 7 destinasi prioritas di Kabupaten Karo, terlihat bahwa keberadaan utility pendukung di lokasi wisata di Kabupaten Karo masih sangat minim, kalaupun ada masih belum memenuhi standar yang ada. Komplain yang paling sering muncul adalah mengenai toilet. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2007 melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (ketika itu disebut Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan) bekerjasama dengan Asosiasi Toilet Indonesia telah menetapkan standar pembangunan toilet umum dengan 4 kriteria utama, yaitu: persyaratan ukuran ruang, sirkulasi udara, pencahayaan dan konstruksi bangunan. Hampir keseluruhan daya tarik wisata di Kabupaten Karo belum memenuhi keseluruhan kriteria yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah sendiri telah berupaya mendorong standarisasi toilet di lokasi wisata dengan mengadakan lomba toilet bersih setiap tahunnya. Sayangnya upaya ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Amenitas lain berupa fasilitas penunjang umum, seperti kantor pos, money changer dan bank sudah banyak tersebar di Kabupaten Karo, walaupun masih terlihat memusat di kawasan Berastagi dan Kabanjahe saja.

Hal menarik lain yang perlu dicermati mengenai amenitas wisata di Kabupaten Karo adalah perhatian besar pemerintah untuk menyediakan tourist information center yang diintegrasikan dengan pengamanan wisatawan. Sistem pengamanan wisatawan ini dilakukan oleh divisi khusus kepolisian dengan nama polisi pariwisata yang berpusat di Gedung Tourist Information Center di daerah Gundaling.

  • V. KESIMPULAN

Di Kabupaten Karo, terdapat 7 (tujuh) daya tarik wisata utama yang menjadi faktor penarik bagi wisatawan untuk berkunjung

yaitu: Bukit Gundaling, Penatapan, Taman Alam Lumbini, Danau Lau Kawar, Air Terjun Sipiso-piso, Pajak Buah Berastagi dan Museum Pusaka Karo. Hasil analisis atraksi menunjukkan bahwa ketujuh daya tarik wisata tersebut memiliki keunikan yang dapat menyajikan pengalaman tersendiri bagi pengunjung. Dari sudut aksesibilitas, ketujuh daya tarik wisata tersebut relative mudah dijangkau dari Kota Medan dan dari Kota Berastagi, namun keberadaan angkutan umum yang terjadwal sering menjadi kendala utama untuk memfasilitasi tamu FIT (free individual traveler). Selain itu beberapa zona yang rawan longsor juga perlu dicermati. Pada aspek amenitas, beberapa daya tarik wisata telah memiliki fasilitas penunjang yang sudah baik, seperti Taman Alam Lumbini, namun hampir keseluruhan daya tarik wisata belum memiliki toilet umum yang terstandar.

Terkait adanya bencana erupsi Gunung Sinabung, diketahui bahwa Danau Lau Kawar merupakan daya tarik wisata yang mengalami dampak paling parah karena lokasinya berada di zona merah, tepat di kaki Gunungapi Sinabung sehingga harus ditutup oleh pemerintah. Selain itu, erupsi Gunungapi Sinabung yang mempengaruhi produksi hasil pertanian mjuga telah memaksa beberapa pedagang buah di Pajak Buah Berastagi untuk beralih menjajakan souvenir khas Berastagi, seperti tudung uis. Dari sudut aksesibilitas, secara umum infrastruktur mengalami dampak abu vulkanik namun tidak terlalu mempengaruhi aktivitas wisata untuk kawasan yang berada di luar zona merah.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan rumusan masalah yang menjadi fokus kajian ini, maka berikut saran-saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak relevan dalam pembangunan wisata yang efektif bagi kawasan terdampak Gunungapi Sinabung di Kabupaten Karo:

  • 1.    Perlunya penguatan (reinforcement) agar pengunjung/wisatawan tidak memasuki zona merah di kawasan wisata Kabupaten Karo, terutama Danau Lau Kawar. Keberadaan tim pengaman khusus di sekitar area atau rambu-rambu peringatan perlu dipersiapkan di setiap jalan masuk ke zona merah;

  • 2.    Sinergitas beragam pihak yang berkepentingan diperlukan dalam rangka menciptakan image bahwa Kabupaten Karo merupakan destinasi wisata yang aman.

Vol. 7 No 2, 2019

Pemerintah juga diharapkan dapat berkolaborasi dengan media, akademisi, industry dan komunitas masyarakat dalam menyelenggarakan beragam event dan kegiatan yang massif untuk memulihkan citra pariwisata Kabupaten Karo.

Yoeti, Oka A. (1997). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

_______ (2008). Marketing Tourism. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.


  • 3.    Kondisi aksesibilitas dan amenitas untuk beberapa  daya tarik wisata cukup

memprihatinkan, terutama mengenai kondisi toilet yang ada di lokasi daya tarik wisata. Diharapkan adanya program penguatan agar program toilet bersih, program lomba kebersihan toilet yang telah dicanangkan pemerintah berlangsung terus menerus dan simultan.

DAFTAR PUSTAKA

Ary, D., Jacobs, L. C., Razavieh, A., & Ary, D. (2010). Introduction to Research in Education. Belmont, CA: Wadsworth.

BNPB. (2017). Laporan Kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Bovy, M. B. & Lawson, F. R., (1998). Tourism and Reaction HandBook of Planning and Design. London: The Architectural Press.

Edward, I. (1991). Tourism Planning and Sustainable Development Approach. New York: Van Nostrand Reinblod.

Febrianty, H. (2015). Dampak Erupsi Gunung Sinabung terhadap Pendapatan dari Sektor Pariwisata di Kabupaten Karo. Jurnal Ekonomikawan, 15(1).

Leask, Anna. (2016). Visitor Attraction Management: A Critical Review of Research 2009-2014. Journal of Tourism Management Vol. 57, p. 335-361.

Middleton, et al. (2009). Marketing Travel and Tourism. Fourth Edition, Elsevier.

Miles, M.B., Huberman, A.M. and Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook. Sage, London.

Nyumba, T. O., Wilson, K., Derrick, C. J., Mukherjee, N.

  • (2017) . The Use of Focus Group Discussion Methodology: Insights from Two Decades of Application in Conservation. Methods Ecol Evol, Vol. 9, pp. 20-32

Raju. (2000). Tourism Marketing and Management. 1st edition, Manglam Publications.

Robustin, T. P., Andi, R., Suroso, I., & Yulisetiarini, D.

  • (2018) . The Contribution of Tourist Attraction, Accessibility and Amenities in Creating Tourist Loyalty in Indonesia. J. Bus. Econ. Review, 3(4), 92-98.

Smith, S. L. (2011). Tourism Analysis a Hardbook. Logman Scientific and Technical.

Suwontoro, Gamal (2001). Dasar-dasar Pariwisata. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Swarbrooke. (1996). Pengembangan Pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Undang-undang No. 10 Tahun 2009. Kepariwisataan.

Weafer, D. & Lawton, L. (2010). Tourism Managment: Third Edition. Singapore: John Wiley & Sons Australia, Ltd.

432