Implikasi Erupsi Gunung Agung Terhadap Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Pariwisata Di Kawasan Pantai Batu Bolong, Canggu
on
p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019
Implikasi Erupsi Gunung Agung Terhadap Sosial Ekonomi Pelaku Usaha Pariwisata Di
Kawasan Pantai Batu Bolong, Canggu
Dewi Sasmita a, 1, Saptono Nugroho a, 2
1[email protected], 2 [email protected]
a Program Studi Sarjana Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia
Abstract
The eruption of Mount Agung has an immense impact on Bali, especially in the economic sector of the tourism business. The locations which are far from Gunung Agung have been affected especially in the Southern part of Bali which has a higher growth of tourism compared to the rest. This is interesting to study especially in the tourism related business namely the Batu Bolong Beach area. The purpose of this study is to determine the posteruption implications of Mount Agung that have hit Bali in terms of the socio-economic aspects of tourism stakeholders and the existing business conditions in the Batu Bolong Beach area. As well as knowing the crisis management system in the tourism in Batu related business at Batu Bolong Beach and seeking at the situation and condition those who work for tourism related businesses at the Batu Bolong Beach area.The research methodology used in this study is qualitative research. Where qualitative uses in-depth interview techniques, observations and qualitative documents as well as using the concept of socio-economic impacts of tourism to see the socio-economic impacts arising from the eruption of Mount Agung. The results shows the conditions of tourism businesses after the eruption, theses include: type of business, product range and price, tourist visits, post-eruption economic income. Another result is the socioeconomic condition of tourism stakeholder in the Batu Bolong Beach area.
Key word: Implication social economic tourism, Mount Agung Eruption, Tourism business
Erupsi Gunung Agung dewasa in menjadi krisis baru di Bali. Terakhir Gunung Agung meletus pada bulan Februari tahun 1963. Erupsi yang terjadi kala itu cukup lama yakni hingga Januari 1964. Namun aktivitas Gununga Agung pada saat itu bersifat magmatis. Pada tanggal 18 September 2017 status Gunung Agung menjadi siaga, dimana aktifitas gempa tektonik semakin menguat berdasarkanpengamatan visual dan instrumental (Yoman dalam Bhaskara, 2017) . Gunung Agung erupsi kembali hingga setiap bulannya mengalami peingkatan status mula dari siaga hingga awas. Penurunan aktivitas terjadi sekitar awal tahun 2018. Krisis bencana alam ini menyebabkan banyak dampak bag segala bidang. Yang paling terasa mengalam dampak ialah pada bidang Pariwisata. Karena pariwisata telah menjadi elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan Pulau Bali. Krisis bencana erupsi Gunung Agung menyebabkan penurunan kunjungan wisatawan. Hal in karena banyaknya isu negatif yang berkembang di Pulau Bali. Penurunan kunjungan wisatawan ke Bali menyebabkan elemen pariwisata melemah terutama pada sosial ekonomi para pelaku usaha pariwisata. Penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Tingkat kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali periode bulan September 2017 hingga bulan Januari 2018
Bulan |
September |
Oktober |
November |
Desember |
Januari |
Jumlah |
550.520 |
465.085 |
361.006 |
315.909 |
358.065 |
Sumber: bali.bps.go.id
Dengan menurunnya kunjungan wisatawan, sektor pariwisata mengalami krisis yang paling terasa. Dampak penurunan saat erupsi Gunung Agung tersebut adalah dampak soial ekonomi, sosial budaya bahkan lingkungan dalam pariwisata Bali. Sepert sektor ekonomi lainnya, industri pariwisata sangat rentan terhadap bencana alam kerentanan fisik berupa infrastrukutr dan non takberwujud seperti citra dan repuas (Bhaskara,2017). Seluruh stakeholders pariwisata seperti pengusaha, pemerintah, masyarakat dan wisatawan merasakan dampak tersebut. Stakeholders pariwisata yang sangat merasakan dampaknya selain masyarakat adalah pengusaha pariwisata. Terlebih usaha pariwisata yang mengandalkan kunjungan wisatawan sebagai pasarnya. Dan hal ini sangat mendesak untuk di teliti dalam dampak sosial ekonomi yang dialami pelaku usaha pariwisata pasca erupsi Gunung Agung agar dapat
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019
memanajemen krisis yang dialami oleh usaha pariwisata Canggu bahkan di seluruh Provins Bali. Sasaran dalam penelitian ini adalah pengusaha pariwisata dan karyawan dalam usaha pariwisata. Lokasi penelitian akan dilakukan di kawasan Pantai Batu Bolong.
Pantai Batu Bolong memang terbilang jauh dari lokasi Gunung Agung namun hal in menarik untuk diteliti untuk mengetahui sejauh mana dampak dari erupsi Gunung Agung terhadap usaha pariwisata walaupun jarak yang jauh sekalipun dari Gunung Agung itu sendiri. ditambah dengan pembesaran isu negatif mengenai erupsi Gunung Agung terhadap Provinsi Bali.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Sosial Ekonomi Pariwisata
Menurut Cohen dalam (Pitana, 2005) dampak sosial ekonomi pariwisata dalam delapan kelompok besar yaitu: (1) Dampak penerimaan devisa, (2) Dampak pada pendapatan masyarakat, (3) Dampak kesempatan kerja, (4) Dampak pada harga-harga, (5) Dampak distribus manfaat/keuntungan, (6) Dampak kepemilikan dan kontrol, (7) Dampak pembangunan secara umum, dan (8) Dampak pada pendapatan pemerintah.
Manajemen Krisis
Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik (Fink,1986). Langkah yang perlu dilakukan dalam manajemen krisis:
-
1. Identifikasi krisis
Pekerjaan ini dilakukan persis sepert seorang
-
2. Analisis krisis
-
3. Isolasi krisis
-
4. Pilihan strategi
-
5. Program pengendalian
Usaha Pariwisata
Menurut Undang-undang no.10 tahun 2009 Bab I pasal 1 tentang kepariwisataan menjelaskan definisi usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagipemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Pada Undang-undang no. 9 tahun 1990 Bab I pasal 1
menyebutkan definisi usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau menguhasakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha terkait pada bidang tersebut.
Pekerja Usaha Pariwisata
Dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjelaskan definisi ketenagakerjaan pada bab I pasal 1 adalah segala hal berhubungan dengan tenaga kerja pada sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penentuan informan yaitu teknik purposive sampling. Data dalam penelitian in diperoleh dari sumber primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
Analisis data mulai dilakukan saat penyusunan konseptual penelitian, pengumpulan data dilapangan dan setelahnya. Kemudian dilakukan reduksi data untuk memilah, menajamkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak diperlukan. Penyajian data dilakukan dalam bentuk teks naratif. Selanjutnya ditarik simpulan yang diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Desa Canggu ini memiliki daya tarik wisata bahari dengan kegiatan yang dapat dilakukan adalah surfing di Pantai Batu Bolong. Ramainya wisatawan yang mengunjungi Panta Batu Bolong dengan demikian tumbuh pula usaha pariwisata yang beraneka ragam sepert jasa akomodasi, food and baverage, hingga hiburan malam tersedia di Desa Canggu. Desa Canggu mendapatkan pendapatan dari sektor pariwisata terutama dari jasa akomodasi dan restoran. Dalam dokumen profil Desa Batubolong jumlah penyedia jasa akomodas yakni sebanyak 453 unit, menyumbang devisa sebesar Rp. 49.200.000,-. Sedangkan
penyumbang devisa dari sektor pariwisata lainnya yakni dari jasa food and baverage sebanyak 15 unit sebesar Rp. 98.000.000,-.
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019
Dengan demikian sektor pariwisata menyumbang tidak sedikit untuk pengembangan desa. Berdasarkan hal tersebut sangat mendesak untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi pada usaha pariwisata yang berada di kawasan Pantai Batu Bolong, mengingat usaha pariwisata pada kawasan in turut menyumbang untuk pendapatan desa dan pengembangan Desa Canggu.
-
a. Bali Laksita Home Stay
Usaha bergerak pada bidang akomodas dengan bangunan nuansa modern namun masih mengusung tradisional Bali. memiliki sembilan ruang kamar dengan fasilitas beragam.
Gambar 1 Teras Bali Laksita Home stay
Sumber: hasil penelitian 2018
-
b. The Calmtree Bungalows
Usaha ini bergerak dalam bidang akomodasi yang mengusung tema tradisional Bali dan ramah lingkungan. Dapat dilihat pada gambar 2 mengena deskripsi pintu masuk lingkungan The Calmtree Bungalows.
Gambar 2 The Calmtree Bungalows
Sumber: hasil penelitian 2018
-
c. Old Man’s
Bergerak dalam bidang penyedia jasa makanan dan minuman sejak tahun 2013 dengan luas berkisar 18 hektar. Konsep yang diterapkan adalah bajak laut yang rustic tanpa sentuhan nuansa modern.
Gambar 3 Old Man’s
Sumber: hasil penelitian 2018
Produk yang ditawarkan dan harga
-
a. Bali laksita menawarkan jasa persewaan kamar sebanyak sembilan ruang dengan kisaran harga permalam sebesar Rp.400.000,- denngan fasilitas AC, wifi, water heater, sarapan sesua permintaan tamu.
-
b. The Calmtree Bungalows menawarkan jasa persewaan kamar dengan 5 klasifikasi kamar double bed, twin, family room,dan private villa. Harga yang ditawarkan berkisar Rp. 700.000,-hingga Rp. 1.500.00,- dengan fasilitas kipas angina, kolam renang wifi, dan sarapan pagi.
-
c. Old Man’s menawarkan produk makanan dan minuman. Makanan barat sampai makanan Asia ditawarkan, minuman beralkohol dan minuman tidak beralkohol juga disediakan. Harga berksar Rp. 10.000,- hingga Rp. 1.750.000,
-
2. Kunjungan wisatawan pada usaha pariwisata
Pada tingkat kunjungan wisatawan cukup beragam mulai dari yang menurun hingga stabil pasca erupsi terjadi. Usaha yang mengalami penururnan yakni Bali Laksita Homestay dan The Calmtree Bungalow mencapai 30 hungga 50 yang diakibatkan oleh wisatawan yang akan berkunjung ke Bal mengalami delay saat erupsi terjadi, selain itu
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019
wisatawan membatalkan pesanannya. Untuk pendapatan yang didapat hanya dar perpanjangan waktu oleh wisatawan yang memang sudah menginap di Bungalow tersebut.
Usaha pariwisata lain yang mengalam penurunan adalah Bali Laksita Homestay yang mengalami penurunan mencapai 50 namun masih mendapat kunjungan dari wisatawan yang melakukan aktivitas surfing di Panta Batubolong.
Pendapatan berkaitan dengan tingkat kunjungan wisatawan pada usaha pariwisata. Apabila kunjungan stabil maka pendapatan juga stabil begitu pula sebaliknya apabila terjad penururnan kunjungan wisatawan maka terjad penurunan pendapatan usaha pariwisata tersebut. dalam hal ini sebsui yang telah dijabarkan pada tingkat kunjungan yang mengalami penurunan adalah usaha The Calmtree Bungalow dan Bali Laksita Homestay. Penurunan pendapatan berkisar 50 .
-
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja pada Usaha Pariwisata di Kawasan Pantai Batubolong.
-
1. Kebijakan Usaha Pariwisata
Tidak adanya kebijakan baru pada usaha pariwisata di kawasan Pantai Batubolong pasca erupsi terjadi. Bali Laksita Homestay yang mengalami penurunan berkisar 50 tidak mempunyai kebijakan khusus karena pengelolaan homestay dikelola secara kekeluargaan tanpa ada penambahan karyawan. The Calmtree Bungalows memiliki karyawan berjumlah hanya 15 orang dengan masing-masing orang memiliki divisi masing-masing. Tidak ada kebijakan khusus oleh usaha ini karna saat penurunan kunjungan terjadi para karyawan melakukan reparasi kecil sepert pengecatan ulang kayu perawatan bangunan dan merawat kebersihan bungalow. Sedangkan pada Old Man’s tidak terjadi penurunan dan tidak ada kebijakan baru yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hanya saja karyawan dihimbau untuk lebih perhatian pada wisatawan untuk mengingatkan keselamatan wisatawaan saat rupsi berlangsung.
Pendapatan kondisi ekonomi pekerja tidak terjadi perubahan karena kebijakan dar perusahaan memang tidak mengurangi gaj karyawan walaupun terjadi penurunan kunjungan wisatawan terjadi pasca erupsi.
Sehubungan tidak adanya perubahan gaj dan tidak ada kebijakan khusus, yang berlangsung sebelum erupsi, saat erups terjadi dan setelah erupsi terjadi pada setiap usaha pariwisata terlebih pada usaha pariwisata Bali Laksita home stay, The Calmtree Bungalows, The Lawn lounge beach dan Old Man’s maka dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha atau karyawan yang bekerja pada usaha pariwisata tersebut tidak memilik alternatif pekerjaan lain. Alternatif pekerjaan lain ini untuk menggantikan atau cadangan pekerjaan lain saat usaha pariwisata tersebut tidak dapat menerima atau memberhentikan karyawan tersebut. Alternatif pekerjaan lain ini juga dapat meningkatkan pendapatan pekerja usaha pariwisata saat pekerjaan sebelumnya telah mengalami keterpurukan. Namun hal tersebut tidak terjadi pada karyawan yang bekerja pada Bali Laksita home stay, The Calmtree Bungalows, The Lawn lounge beach dan Old Man’s. Hal ini disebab kan karena kondisi usaha pada usaha pariwisata tersebut tetap stabil dan berjalan normal seperti biasa walaupun ada sedikit penurunan, namun penurunannya tidak berkepanjangan atau sementara
. Lokasi penelitian berada di kawasan Pantai Batu Bolong. Infroman yang di gunakan untuk mengumpulkan data adalah manager atau yang mewakili pada usaha pariwisataBal Laksita home stay, The Calmtree Bungalows, dan Old Man’s. serta pekerja yang bekerja pada usaha pariwisata tersebut. Kondisi usaha dominan mengatakan bahwamenurun tingkat kunjungannya tetapi tidak menurunkan omzet yang sangat ekstrim hanya pada kisaran d
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019
bawah 50 , terkecuali Old Man’s yang memang tidak pernah sepi pengunjung. Dari penurunan yang tidak terlalu ekstrim tidak ada kebijakan khusus yang dikeluarkan untuk pekerja sebaga manajemen krisis usaha pasca erupsi terjadi. Hal ini disebabkan kunjungan wisatawan ke Pantai Batu Bolong tidak pernah sep peminatnya terutama wisatawan yang ingin melakukan aktivitas surfing. Jadi, dari tingginya kunjungan ke Pantai Batu Bolong untuk surfing tersebut dapat menolong kondisi ekonom usaha pariwisata yang ada di kawasan Panta Batu Bolong.
Kondisi sosial ekonomi pelaku usaha pariwisata yang bekerja pada usaha Bali Laksita home stay, The Calmtree Bungalows dan Old Man’s, tidak mengalami nasib yang buruk seperti pemberhentian sementra, PHK, penurunan gaji, atau penggantian jam kerja. Hal ini disebabkan tidak adanya kebiakan khusus saat erupsi terjadi. Keijakan tersebut tidak muncul karena saat erupsi terjadi seluruh kegiatan di kawasan Pantai Batu Bolong tidak terganggu sama sekali. Banyaknya informan menyampaikan bahwa usaha pariwisata yang terpuruk kebanyakan ada di kawasan Kuta, Legian, Seminyak dan Ubud. Jadi pendapatan yang di terima karyawan tetap stabil, status nikah karyawan mayoritas masih singel jad tidak perlu memikirkan kondisi ekonom keluarga yang juga ditambah bahwa tidak ada penurunan gaji atau pendapatan.
Saran
Saran bagi pemilik usaha pariwisata d kawasan Pantai Batu Bolong agar memberikan kebijakan mengenai keamanan, baik bag wisatawan maupun para pekerja. Seperti hal kecil dilakukan breafing mengenai erups Gunung Agung agar lebih wasapada namun tidak panik. Dan mengarahkan pekerja bagaimana menghadapi wisatawan yang menanyakan mengenai erupsi Gunung Agung. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan rasa aman bagi wisatawan dan rasa nyaman saat berkunjung ke usaha pariwisata yang dimilik bahkan juga akan menciptakan mind set yang tidak berlebihan bagi wisatawan mengena erupsi Gunung Agung menimpa seluruh bagian Bali. Selanjutnya memberikan masker kepada pekerja dan wisatawan untuk antisipasi bila
ada hujan debu di kawasan Pantai Batu Bolong, Canggu.
Saran untuk penelitian selanjutnya dapat dikaji mengenai dampak pasca erups Gunung Agung terhadap sosial ekonomi pelaku usaha sekala kecil di kawasan Pantai Batu Bolong, Canggu. Atau juga dapat mengkaji pada lokasi yang berbeda di daerah Bali bagian selatan seperti Seminyak, Kuta dan Legian sesuai dengan informasi yang diberikan oleh informan-informan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bhaskara, Gde Indra."Gunung Berapi dan Pariwisata: Bermain Dengan Api”. Jurnal Analisis Pariwisata 17.1: 31-40.
Bungin, Burhan.2003.Analisis Data Penelitian
Kualitataif.Jakarta:Raja Grapindo
Persada
Bungin, Burhan.2007.Metode Penelitian
Kualitataif.Jakarta:Raja Grapindo
Fink Steven.1986.Crisis Mnagement:Planing for the Inevitable.Amerika:American Management Association.
Ilham, Nyak.2010.“Dampak Erupsi Gunung Merap Terhadap Kondisi Sosial Ekonom Petani."
Khasali, Rhenald.2003.Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasinya d Indonesia.Jakarta.Pustaka Utama
Grafiti.
Koentjaraningrat 1993. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:Gramedia.
Moleong , Lexy J..2000.Metode Penelitian
Kualitatif.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Sugiyono.2008.Metode Penelitian
Bisnis.Bandung:Alfabeta.
Pitana I Gde & Putu G. Gayatri.2005.Sosiologi Pariwisata.Yogyakarta:Andi offset.
Saputri, Catur Dewi. Perubahan Sosial-Ekonomi
Masyarakat Penambang Pasir Pasca Erupsi Merapi Tahun 2010 Di Dusun Kojor, Kelurahan Bojong, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Diss. Fakultas Ilmu Sosial, 2012.
Sugiyono.2003.Memahami Penelitian Kualitatif.CV :ALFABETA.Bandung.
Wibowo, Lili Adi.2018."Usaha Jasa Pariwisata" Makalah Disajikan pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Bidang Keahlian Manajemen Bisnis, Bandung 15.
Windriati, Fika Suci.2011.”Analisa.Manajemen Krisis PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Pontianak Dalam Peristiwa Tenggelamnya Kapal Di Alur Pelayaran Pelabuhan.Diss.UPN"VETERAN" YOGYAKARTA.
Sumber Lain:
Profil Desa Canggu Tahun 2016-2017
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019
Undang-Undang Tentang Kepariwisataan No. 10 Tahun
2009 Bab I Pasal 1
Undang-Undang No. 9 Tahun 1990
Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan Nomor 13
Tahun 2003
309
Discussion and feedback