Jurnal Destinasi Pariwisata                                      p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Vol. 7 No 2, 2019

Penerapan Kesehatan Dan Keselamatna Kerja (K3) Wisata Arung Jeram Di Pinus Camp,

Desa Sumberbulu, Kabupaten Banyuwangi Sebagai Daya Tarik Wisata

Miftahol Arifina, 1, Made Sukanaa, 2

¹[email protected], 2[email protected]

aProgram Studi Sarjana Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

Badeng river is one of rafting location in Sumberbulu Village, Songgon District, Banyuwangi Regency. It has river grade approximately about 2 – 3 where the difficulty for rafting for beginner is still doable. Therefore, rafting in Pinus Camp can be made for tourist attraction. However, it is inevitable that having an activity in a wild nature can cause risk threatening the tourists’ safety. But, if it is done by maximum preparation as possible, it can minimize the unwanted risk. This research aim is to know the rafting activity in Pinus Camp and the implementation of Occupational Health and Safety (K3) on rafting in Pinus Camp as attraction in Badeng river. To collect the data of this research are observation, interview, and documentation. In analyzing used of this is a qualitative descrptive the tourism development and the influence of tourism development toward the physical environment.

To have a ruslt of the research related to rafting in Pinus Camp are 3 activities, those are; Rafting, Tubing, and Riverboarding. For rafting and tubing, there are 4 trip packages, those are; long trip package, wonderful trip package, fun trip package and education trip. And for the riverboarding, it doesn’t have any packages yet because the activity is only used for the Pinus Camp guides. And for the results of Occupational Health and Safety (K3) implementation on rafting activity in Pinus Camp as attraction in Badeng river consists of 8 criteria, those are: 1. Occupational Health and Safety (K3) on white water rafting for tour guides, 2. K3 on coordinating and operating rafting tours, 3. K3 on leading the boat crew when doing a rafting, 4. K3 on rafting equipments preparation, 5. K3 on giving direction and debriefing of rafting techniques to boat crews, 6. K3 on anticipating emergency situations and conditions, 7. K3 on developing knowledge about the characteristics of rivers and rapids, 8. K3 of communicated by radio communication (HT) and signals.

Keywords: Occupational Health and Safety (K3), Rafting Activities, and Tourist Attraction

  • I.    PENDAHULUAN

Dalam empat tahun terakhir mulai dari tahun 2015 hingga 2019, Kabupaten Banyuwangi mengadakan Banyuwangi festival yang menjadi faktor kunci untuk melambungkan nama kabupaten tersebut sebagai salah satu destinasi wisata favorit. Pada tahun 2016, inovasi kebijakan publik Kabupaten Banyuwangi di bidang pariwisata yang kemudian diberikan penghargaan Badan Pariwisata Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United World Tourism Organization/UNWTO) yaitu meraih gelar menciptakan kepemerintahan pariwisata dalam kategori UNWTO untuk inovasi dalam tata kelola kebijakan public ke-12.

Berbagai cara yang dilakukan oleh pelaku pariwisata berlomba-lomba untuk menyediakan daya tarik wisata dengan memanfaatkan potensi pariwisata, baik mengandalkan daya tarik wisata buatan mauapun memanfaatkan potensi alam yang dimilikinya. Daya tarik wisata yang disediakan tentunya memiliki bebagai macam karakteristik serta keunikan yang dimiliki untuk dapat menarik perhatian pengunjung agar

berkunjung ke daya tarik wisata tersebut. Banyak orang beranggapan bahwa dalam kepariwisataan dikenal sebagai aktivitas yang bersenang-senang seperti mengunjungi ke tempat yang indah dan berkunjung ke wahana yang seru. Meski wahana yang ditawarkan memberikan hiburan yang dapat dinikmati wisatawan akan tetapi juga memiliki tingkat risiko yang akan diterima. Hal ini juga dapat berlaku pada berbagai daya tarik wisata yang disediakan oleh pengelola tempat wisata yang tentunya belum bisa menjamin keamanan dan keselamatan pada pengunjung seutuhnya. Kecelakaan tersebut juga kemungkinan dapat terjadi kepada pengunjung bahakan kecelakaan yang dialami hingga mengakibatkan pengunjung cacat fisik atau hingga meninggal. Beberapa penyebab kecelakaan ini yang kerap terjadi di suatu daya tarik wisata dikarenakan oleh berbagai faktor seperti: terjadinya bencana alam, kesalahan dari pengelolaan tempat wisata, kelakukan pengunjung yang berakibat bencana dan pihak ketiga yang melakukan kejahatan. Pengunjung yang mengalami kecelakaaan dikarenakan oleh dari keempat faktor tersebut karena yang dapat

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019

mengakibatkan terjadinya kecelakaann mempunyai hubungan satu sama lain. Beberapa contoh kasus kecelakaan yang terjadi antara lain: (1) Kejadian pengunjung mengalami kecelakaan perahu terbalik di wahana perahu arung jeram Dunia Fantasi (Dufan) pada 22 Oktober 2017 yang memakan korban sebanyak empat orang dengan luka-luka pada tubuh korban, (2) Pada tanggal 27 Desember 2017 peristiwa kecelakaan yang menewaskan pengunjung 12 tahun setelah terseret ke dalam lubang saluran pembuangan kolam renang di Obyek Wisata Guci Kabupaten Tegal, (3) Peristiwa kecelakaan mobil jip wisata Gunung Merapi pada tanggal 19 Juni 2018 yang menewasakan 1 penumpang dan 4 orang mengalami luka-luka di Lava Tour Merapi Yogyakarta, dan (4) Kecelakan di DUFAN (Dunia Fantasi) pada Tornado yang mengalami kesalahan teknis pada mesin yang mengakibatkan wahana macet kejadian ini pada tanggal 11 Oktober 2007. Akibat dari kejadiian ini tidak adanya korban.

Berdasarkan uraian diatas kecelakan yang dialami akan menimbulkan kerugian pada daya tarik wisata, pengelola dan tentunya kepada pengunjung sebagai korban. Kerugian yang dialami oleh pengelola yaitu kepada pengunjung dengan mengganti rugi dan mengalami kerugian citra nama perusahaan yaitu memulihkan kembali nama perusahaan tersebut agar berjalan dengan baik seperti semula. Sedangkan kerugian yang dialami oleh pengunjung berupa materi atau bahkan mengalami kerugian fisik. Kerugiaan yang pasti dialami oleh pihak pengelola yang bersifat immaterial akan mengalami jangka panjang yaitu kelangsungan daya tarik wisata agar mengembalikan keadaan seperti semula sehingga pengunjung akan percaya kembali terhadap daya tarik wisata tersebut.

Daya tarik wisata satu dengan yang lainnya tentunya memiliki kesamaan karakteristik yang ditawarkan. Karakter tersebut tentunya berupa wahana yang sama yang terdapat di berbagai tempat wisata. Oleh karena itu, semua pihak pengelola tempat wahana di daya tarik wisata akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan hasil estimasi resiko yang akan dialami dikemudian hari. Pada estimasi ini yang akan dilakukan ialah derajat resiko yang dimiliki oleh wahana tersebut untuk dihitung. Derajat risiko akan dibagi

menjadi 3 level yaitu level rendah, menengah dan level tinggi. Dengan menggunakan pendekatan level tersebut sangat berguna untuk menilai tingkat resiko pada wahana yang dimiliki oleh daya tarik wisata tersebut.

Hal ini juga berlaku dengan wisata arung jeram yang memiliki resiko tinggi dalam pelaksanaannya. Keberadaan potensi wisata yang bersifat mengarungi arus deras yang di tawarkan oleh Pinus Camp dengan fasilitas yang ada di Sungai Badeng Desa Sumberbulu Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi merupakan satu – satunya sungai yang dijadikan daya tarik wisata arung jeram di Banyuwangi. Dengan demikian, hal ini menjadi nilai positif tersendiri bagi Desa Sumberbulu dapat menawarkan daya tarik wisata berarung jeram. Pinus camp Banyuwangi juga memiliki manajemen (K3) dalam implementasinya karena hal ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk standarisasi kedepannya sebagai bahan evaluasi juga tentunya.

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

  • 2.1    Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini yang pertama ialah jurnal dari Faris Bachtiar, Marlinda Budiningsih dan Abdul Kholik (2017). Pada hasil penelitian ini menguraikan bahwa tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh pengunjung yang berkaitan dengan keselamatan berarung jeram di Sungai Cisadane, Bogor yaitu sebesar 60 . Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat resiko yang dimilik oleh daya tarik wisata arung jeram Sungai Cisadane adalah level sedang. Berdasarkan rumus yang digunakan rata-rata nilai reabilitas yang dimiliki sebesar 0, 73. Jadi hasil yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan pengunjung dalam melakukan wisata arung jeram di Sungai Cisadane Bogor yaitu Sedang.

Sedangkan penelitian kedua yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Elvira Hongadi (2012) mengenai Analisis Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada PT. Rhodia Manyar di Gresik. Dalam hasil penelitian ini diuraikan bahwa perusahaan menjalankan sistem reward dan punishment. Artinya karyawan yang melakukan pekerjaannya dengan maksimal dan mengaplikasikan prosedur K3 maka akan diberikan hadiah.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019

Perusahaan ini juga menerapkan punishment bagi karyawan yang tidak mengikuti aturan yang berkaitan dengan K3 saat bekerja. 2 kategori tesebut akan ditentukan dan dilibatkan langsung oleh dua divisi yang berada di perusahaan. Divisi tersebut yaitu HSE (Health, safety, environment) dan divisi SDM (Sumber Daya Manusia).

  • 2.2    Landasan Konsep dan Teori Analisis

Penelitian ini menggunakan konsep yang berkaitan dengan penerapan K3 sebagai berikut : yaitu :

  • 1.    Konsep Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata yang diungkapakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 menguraikan tentang daya tarik wisata merupakan segala suatu yang memiliki keanekaragaman, keunikan, kekayaan alam, budaya, nilai serta buatan manusia yang dijadikan tempat wisata untuk wisatawan.

  • 2.    Konsep Penerapan

Wahab menyampaikan dalam Van Meter dan Van Horn (2008:65) mengenai penerapan adalah suatu proses tindakan yang telah direncanakan untuk dilaksanakan oleh seseorang ataupun secara kolektif untuk menggapai tujuan yang telah direncanakan pada suatu organisasi atau        perusahaan.

Pengimplementasian ini digunakan sebagai bentuk kerja perusahaan yang dapat dijadikan sebagai bahan praktek dalam dunia keseharian masyarakat.

  • 3.    Konsep Arung Jeram

Rafting atau biasa kerap disebut arung jeram merupakan kegiatan yang mengandalkan aliran arus sungai dengan menggunakan perahu, karet ban, dan papan dengan melewati jeram-jeram sungai. Kegiatan ini dapat dibilang aktivitas yang menyenangkan sekaligus menantang dan berbahaya tetapi besar bahayanya tergantung dari medan sungai kegiatan tersebut.

  • 4.    Konsep Manajemen Resiko

Manajemen risiko yang disampaikan oleh Jones (2002:5-6) ialah suatu proses yang akan dilaksanakan dengan menggunakan rencana, serta terdapat pengorganisasian dan kepemimpinannya, dan tentunya menggunakan pengendalian.

Semua rangkaian tersebut dilaksanakan oleh seluruh anggota sumber daya manusia organisasi atau perusahaan untuk menggapai tujuan yang sudah perusahaan tetapkan sebelumnya. Sebuah risiko dapat terjadi pada siapa saja tanpa seseorang tersebut harapkan. Jadi risiko merupakan suatu kemungkinan yang akan terjadi ketika keputusan telah diambil saat akan melakukan suatu kegiatan. Oleh karena itu, segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki risiko yang akan terjadi meskipun kegiatan itu hanya untuk bersenang-senang.

  • 5.    (K3) Konsep Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut Mangkunegara, 2002 menyampaikan bahwa K3 suatu proses upaya yang dilaksanakan oleh pihak daya tarik wisata untuk menjamin keutuhan jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja dan juga pengunjung saat melakukan kegiatan wisata. Tujuan dari penerapan ini agar hak tenaga keraja dan pengunjung terpenuhi yaitu menjamin kesehatan dan keselamatan saat bekerja dari fisiknya, psikologis, dan sosial. Selain itu, harus memepersiapkan peralatan yang harus layak pakai saat bekerja.

  • III.    METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanakan penelitian ini berlokasi di Pinus Camp Banyuwangi yang terletak di Desa Sumberbulu Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi. Adapun ruang lingkup penelitian ini terdiri dari 2 batasan yaitu tipologi wisata arung jeram yang terdapat di Sungai Badeng Desa Sumberbulu Kecamatan Songgon dan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja pada wisata arung jeram di Pinus Camp sebagai daya tarik wisata di Sungai Badeng Desa Sumberbulu Kecamatan Songgong.

Dalam penelitian ini data yang digunakan yaitu data kulitatif dan kuantatif. Data kualitatif dalam penelitian ini ialah wawancara secara mendalam dengan pengelola Pinus Camp dan wawancara dengan wisatawan terkait kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada wisata arung jeram yang terdapat di Pinus Camp. Sedangkan data kuantitaf dalam penelitian ini berupa data mengenai profil Desa Sumberbulu yang terdiri dari luas wilayah Desa

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019

Sumberbulu, jumlah penduduk Desa Sumberbulu dan jumlah Sumber Daya Manusia yang dimilki oleh Pinus Camp. Untuk data primer dan data sekunder merupakan sumber data yang digunakan pada penelitian ini hal ini mengacu pada Sugiyono, 2014. Sedangkan Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi Arikunto, 2002. Informan yang yang ditentukan sebagai sumber data yaitu Kepala Dinas Kecamatan Songgon, Kepala Desa Sumberbulu, Pengelola Pinus Camp dan pengunjung yang berkunjung ke Sungai Badeng. Pandangan wisatawan tehadap kesehatan dan keselamatan kerja di Pinus Camp yang telah mempergunakan quota sampling. Jadi wisatawan yang ditentukan untuk dijdikan sumberdata sebanyak 50 responden. Sedangkan agar mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti menggunakan accidental sampling. Artinya jika peneliti menemukan wisatawan dan dirasa cocok sebagai sumber data. Sedangkan untuk menganalisis data yang telah diperoleh dengan menggunakan teknik reduksi data, dilanjutkan dengan penyajian data dan akan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Sungai Badeng merupakan sungai terpanjang yang terletak di Kabupaten Banyuwangi dan dimanfaatkan sebagai sarana untuk melakukan arung jeram dan tubing oleh Pinus Camp dengan memiliki kualitas air yang cukup bersih dan debit sungai yang sedang. Artinya Sungai Badeng aman digunakan untuk bermain arung jeram dan tubing. Aliran Sungai Badeng mengalir dari hulu yang bersumber dari kaki gunung Raung dan bermuara sampai ke hilir melewati Desa Sumberbulu.

Pinus Camp Banyuwangi merupakan tempat rekreasi keluarga serta pengunjung dapat menikmati eksotisme indahnya hutan pinus yang asri di di sekitar sungai yang memiliki air cukup jernih. Dengan demikian Pinus Camp juga menyediakan berbagai aktivitas seperti arung jeram, tubing, dan riverboarding bahkan tersedia resto kuliner dengan berbagai macam menu khas Kabupaten Banyuwangi yang dapat dinikmati oleh pengunjung. Sehingga Pinus Camp sangat cocok untuk berekreasi dari segala semua umur dan kalangan. Pengunjung yang berkunjung ke

Pinus Camp juga akan dapat menikmati berbagai fasilitas – fasilitas umum sebagai sarana penunjang wisata arung jeram seperti: toilet, wifi, warung makan, tempat ibadah/mushollah, penginapan, alat transportasi lokal dan lain sebagainya.

  • 4.1    Kegiatan Wisata Arung Jeram di Pinus Camp

Kegiatan wisata arung jeram yang terdapat di Pinus Camp terdiri dari 3 aktivitas yang ditawarkan untuk wisatawan sebagai berikut :

  • 1.    Rafting

Rafting atau yang kerap disebut kegiatan arung jeram merupakan olahraga dengan menggunakan perahu karet yang berisi maksimal 6 orang dalam satu perahu yang di lengkapi dengan peralatan lainnya seperti life jacket, paddle, helmet dan alas kaki. Pinus Camp menyediakan layanan paket rafting yang sangat cocok untuk kegiatan bersama keluarga, sahabat, kolega ataupun rekan kerja yang akan membangun keakraban dan kekompakan. Sungai Badeng sendiri merupakan sungai yang dijadikan tempat pengarungan dengan memiliki arus yang tidak terlalu ekstrim namun memiliki medan yang cukup menantang. Pada aktivitas rafting di Pinus Camp tergolong memiliki resiko “sedang” karena pengunjung yang bermain aktivitas ini dituntut memiliki kondisi yang baik untuk mendayung perahu namun pengunjung akan tetap aman dengan debit air dan arus Sungai Badeng yang tidak terlalu tinggi. Dalam pengarungan di Pinus Camp

akan dipandu berpengalaman standard FAJI Indonesia).


oleh tim  yang  sudah

dan bersersertifikasi

(Federasi  Arung  Jeram

Tabel 4.1 Risiko Aktivitas Rafing di

Pinus Camp

Tingkat Risiko

Pandangan Wisatawan

Risiko Rendah

3

Risiko Sedang

24

Risiko Tinggi

-

Ekstrim

-

Sumber : Hasil Penelitian Data 2018

  • 2.    Tubing

Tubing atau rivertubing merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan di atas

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019

permukaan sungai yang mengandalakan aliran arus sungai dengan menggunakan karet ban mobil dalam. Aktivitas ini hampir mirip dengan kegiatan rafting yaitu memakai perlengkapan seperti helm, pelampung dan pelindung kaki. Aktivitas tubing dengan tantangan di Sungai Badeng yang ditawarkan oleh Pinus Camp menjadikan suatu wisata yang sangat mengasyikan bagi pengunjung di Desa Sumberbulu terutama wisata petualangan air. Aktivitas ini berlandaskan konsep wisata air yang tidak jauh berbeda dengan rafting namun pada tubing pengunjung tidak perlu menggunakan gayungan perhau (paddle) sebagai alat pendorong karet ban. Pengunjung hanya duduk santai diatas ban sembari menikmati arus sungai yang membawa karet ban tersebut. Dengan demikian, aktivitas ini tergolong memiliki tingkat risiko yang “Sedang”.

Tabel 4.2 Risiko Aktivitas Tubing di Pinus Camp

Tingkat Risiko

Pandangan Wisatawan

Risiko Rendah

9

Risiko Sedang

14

Risiko Tinggi

-

Ekstrim

-

Hasil : Hasil Penelitian Data 2018

  • 3.    River Boarding

Riverboarding adalah kegiatan berselancar di sungai menggunakan board atau papan khusus. Bahan dari alat riverbarding pada masa modern ini menggunkan bahan karet busa yang memiliki kira-kira ketebalan 8-12 cm. Aktivitas ini tergolong memiliki tingkat risiko “Tinggi” karena kegiatan selancar sungai ini mirip bersepeda downhill tanpa rem, atau mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dengan menerjang arus serta rintangan – rintangan lainnya. Teknik dasar pada berkegiatan riverboarding ini ialah bagaimana mengatur keseimbangan posisi badan, bagaimana membelokkan papan, dan sebagainya itu semua tergantung seberapa orang bisa menguasai papan serta beradaptasi dengan lintasan yang dilalui sepanjang Sungai Badeng. Namun kegiatan riverboarding yang ditawarkan oleh Pinus Camp tidak terlalu diminati oleh pengunjung karena pengunjung dituntut harus memiliki

kompetensi yang mumpuni dalam bidang berarung jeram dan memiliki jam terbang pengarungan yang tinggi. Oleh sebab itu riverboarding yang terdapat di Pinus Camp hanya dilakukan oleh pemandu yang bersertifikasi yang berfungsi untuk menolong penggunjung yang terjebak di batu – batuan saat berkegiatan tubing. Tetapi tidak menutup kemungkinan wisatawan dapat mencoba aktivitas riverboarding.

  • 4.2    Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada Wisata Arung Jeram Pinus Camp Banyuwangi

Pinus Camp memiliki delapan kriteria terkait penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja olahraga arus deras yang wajib dilaksanakan. Kedelapan kriteria tersebut berdasarkan standar kompetensi wisata arung jeram diantaranya sebagai berikut:

  • 1.    K3 untuk pemandu wisata arung jeram Pinus Camp

  • a.    Semua tugas yang berkaitan dengan pekerjaan pemandu wisata arung jeram. Artinya pemandu arung jeram Pinus Camp harus memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan agar menimbulkan kesan yang positif kepada perusahaan

  • b.    Salah satu tugas pemandu wisata juga harus memberikan pelayanan informasi kepada wisatawan yang berkunjung ke Pinus Camp

  • c.    Seorang pemandu wisata arung jeram Pinus Camp harus dapat berinteraksi dengan wisatawan dengan dengan baik bertujuan membangkitkan semangat wisatawan dalam melakukan pengarungan Sungai Badeng

  • 2.    K3 dalam pengkordinasian dan mengoperasikan perjalanan wisata arung jeram Pinus Camp

  • a.    Dalam hal ini Pinus Camp merencanakan segala kegiatan wisata berarung jeram sesuai dengan standard pengarungan

  • b.    Pinus Camp memberikan solusi keterlambatan jadwal kegiatan yang tidak diharapkan kepada wisatawan jika terdapat seuatu yang tidak diinginkan

  • c.    Kapten perahu membuat laporan perjalanan terkait melaksanakan arung jeram di Sungai Badeng

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019

  • 3.    K3 kepemimpinan awak perahu saat berarung jeram di Sungai Badeng

  • a.    Para kapten perahu yang dimiliki oleh Pinus Camp bertindak sebagai pemimpin serta harus dapat mengatasi konflik dan masalah sesuai standard perasional saat melaksanakan pengarungan di Sungai Badeng

  • b.    Seorang kapten perahu yang dimiliki oleh Pinus Camp juga bertanggung jawab terhadap     tugas-tugasnya     selama

melakukan pengarungan

  • 4.    K3 persiapan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh Pinus Camp saat akan melakukan pengarungan

  • a.    Pihak Pinus Camp telah memilih dan mempersiapkan perahu yang layak pakai untuk berarung jeram sesuai dengan standarisasi FAJI (Federasi Arung Jeram Indonesia)

  • b.    Pihak Pinus Camp telah mempersiapkan alat dan perlengkapan bagi pemandu dan wisatawan seperti life jacket, helm, pedal, dan lain sebagainya.

  • c.    Mempersiapkan dan membawa alat perlengkapan rescue (pertolongan), perlengkapan reparasi perahu jika terjadi sesuai yang tidak diinginkan, dan perlengkapan P3K bertujuan untuk menunjang kegiatan wisatawan selama pengarungan serta mengatisipasi andai kata akan terjadi sesuatu yang tak terguga saat melakukan pengarungan seperti mengalami cidera (luka) pada kapten perahu dan wisatawan

  • d.    Pihak Pinus Camp menyusun peralatan dan perlengkapan di dalam perahu serta menjaga keamanan alat dan perlengkapan saat melakukan pengarungan di Sungai Badeng

  • 5.    K3 melakukan pengarahan keselamatan dan dan memberikan cara-cara teknik berarung jeram kepada wisatawan maupun awak perahu

  • a.    Pemandu wisata Pinus Camp memberikan pengarahan keselamatan sebelum mengarungi Sungai Badeng

  • b.    Pemandu wisata Pinus Camp harus menjelaskan dan mendemontrasikan teknik mendayung yang benar, teknik penyelamatan diri di sungai apabila

wisatawan terjatuh dari perahu dan instruksi penting lainnya kepada wisatawan

  • c.    Kapten Perahu harus mengatur penempatan posisi duduk yang benar di atas perahu kepada wisatawan

  • 6.    K3 mengantisipasi situasi dan kondisi darurat saat berarung jeram

  • a.    Kapten perahu yang dimiliki oleh Pinus Camp harus dapat melakukan penyelamatan diri sendiri dan penyelamatan kepada wisatawan secara efektif apabila saat melakukan pengarungan terjadi sesuatu agar keadaan atau situasi tidak bertambah buruk kedepannya. Dilain sisi agar memberikan penanganan P3K jika dibutuhkan kepada wisatawan

  • b.    Kapten perahu menangani peralatan dan perlengkapan yang hanyut serta mengumpulkan peralatan yang masih ada di tempat yang aman

  • c.    Setelah itu kapten perahu dapat melanjutkan kembali kegiatan berarung jeram di Sungai Badeng jika dirasa keadaan mulai membaik

  • 7.    K3 mengembangkan    pengetahuan

mengenai karakteristik dan jeram pada sungai Badeng

  • a.    Pihak Pinus Camp harus mendata semua informasi mengenai kondisi dan situasi sungai Badeng, harus mengetahui berapa gradien dan volume Sungai Badeng, dan kecepatan arus Sungai Badeng. Hal ini harus dilakukan sebelum melakukan pengarungan, saat pengarungan dan setelah pengarungan. Dengan demikian, data tersebut berguna untuk mengetahui skala yang dimiliki oleh Sungai Badeng.

  • b.    Pihak Pinus Camp harus melakukan identifikasi terhadap jenis jeram dan karakteristik jeram untuk menentukan tingkat kesulitan berarung jeram di Sungai Badeng

  • 8.    K3 berkmunikasi dengan menggunakan radio komunikasi (HT) dan sinyal

  • a. Kapten perahu harus dapat melakukan komunikasi selama     berkegiatan

pengarungan di Sungai Badeng menggunakan radio komunikasi (HT) dan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 7 No 2, 2019

sinyal (HP) yang diletakkan di dalam drybag agar aman tidak kemasukan air sungai.

  • V . PENUTUP

  • 5.1    Simpulan

Pinus Camp memiliki 3 aktivitas olahraga arus deras yang dijadikan sebagai daya tarik wisata kepada wisatawan di Sungai Badeng yaitu rafting, tubing, dan riverboarding. Untuk paket yang ditawarkan oleh Pinus Camp Banyuwangi kepada wisatawan ialah kegiatan rafting dan tubing dengan 4 paket diantaranya paket long trip, paket wonderful trip, paket fun trip, dan paket education trip. Sedangkan untuk kegiatan riverbarding belum disediakan paket untuk wisatawan karena kegiatan ini diperuntuhkan untuk pegawai Pinus Camp karena tujuan dari kegiatan riverboarding ialah sebagai penyelamat saat melakukan pengarungan di Sungai Badeng.

Penerapan yang dilakukan oleh Pinus Camp dengan berkaitan dengan K3 memiliki 8 kriteria dengan berlandaskan dari standarisasi wisata arung jeram oleh Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI).

  • 5.2    Saran

  • a.    Bagi Pihak Pinus Camp

Bagi Pinus Camp harus memperhatikan prosedur dan melakukan peninjauan kembali setiap tahunnya terkait segala pengarungan agar prosedur yang dijalankan susai dengan standarisasi FAJI semisal pengecekan alat arung jeram yang layak pakai dan mereparasi alat yang rusak atau mengganti dengan yang baru jika dirasa perlu.

  • b.    Bagi Masyarakat Desa Sumberbulu

Bagi masyarakat lokal seharusnya ikut berpartisipasi dan memiliki peranan lebih kepada Pinus Camp baik sebagai pencetus ide maupun sebagai pelaksana

DAFTAR PUSTAKA

Andriyan, A., Anityasari, M., & Wessiani, N. A. (2011). Perhitungan Nilai Kompensasi atas Risiko Kerja Pemadam Kebakaran-Dinas   Kebakaran Kota

Surabaya Melalui Pendekatan Manajemen Risiko. Surabaya

Arjana, I Gusti Bagus. (2015). Geografi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Buntarto. (2015) Panduan Praktis Keselamatan & Kesehatan Kerja Industri Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Firdiansyah, M. S. (2015). Manajemen Pengelolaan Wahana Rekreasi Olahraga Di Wisata Water Blaster Semarang Tahun 2013. ACTIVE: Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreation

Handoko, T. Hani. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Salemba Empat

Jones, GR. (2007). Pemetaan Bencana dan Asuransi Badan Kordinasi Suvei dan Pemetaan Nasional. Jakarta

Mangkunegara. (2002). Kesehatan dan Keselamatan Kerja. http://jurnalsdm.blogspot.com/ (diakases pada tanggal 12 Maret 2019)

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nono Sudarsono dan Setria. (2008). Olahraga Alam (Jakarta: PT Perca)

Rudi Suardi, Sistem. (2005). Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jakarta: PPM

Soehatman Ramli. (2014). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS. Jakarta: Dian Rakyat

Suma’mur. (2014). Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT Toko Gunung Agung

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,   Kualitatif,   dan R&D. Bandung:

ALFABETA

Umi Narimawati. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Bandung: Universitas Komputer Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009

Wowo Sunaryo Kusnawan. (2014). Ergonomi dan K3 Kesehatan Keselamatan Kerja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Yuliandari, T. P. (2017). Kecelakaan kerja dalam proses penangkapan ikan di pulau kodingareng lompo (studi etnografi penyelamatan jiwa nelayan)

251