Problematika Pengembangan Potensi Wisata Subak Sebagai Agrowisata Di Subak Anggabaya Kelurahan Penatih Kota Denpasar
on
Jurnal Destinasi Pariwisata
p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 6 No 1, 2018
Problematika Pengembangan Potensi Wisata Subak Sebagai Agrowisata Di Subak Anggabaya Kelurahan Penatih Kota Denpasar
Ni Putu Sri Anggraeni a, 1,I Nyoman Sukma Arida a, 2
-
a program studi s1 destinasi pariwisata, fakultas pariwisata,universitas udayana, jl. dr. r. goris no 7, denpasar, bali 80232 indonesia
Abstract
This study aims to determine the obstacles in developing Subak Anggabaya as Agro tourism in Denpasar City. Data collection techniques used in this study are observations, interviews, and documentation studies, with data analysis techniques using Internal Factor Analysis (IFAS) and External Factor Analysis (EFAS) analysis techniques to identify obstacles in developing of Subak Anggabaya as Agro Tourism in the City Denpasar.
The result of this research stated that the barriers in the development of Subak Anggabaya as agro tourism are the absence of formal management from institutions such as POKDARWIS (tourism related group in village community); the lack of awareness from the community about tourism potentialities in their area; the community has not been able to take significant steps/approaches in developing the tourism potentialities in their place; the absence of local tour guides; the similarity in developing new tourist attractions and the issues of land alteration that may threaten the existence of Subak Anggabaya.
Keywords: obstacles, Internal Factor, External Factor of Agro Tourism, Subak Anggabaya
Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara terbanyak yaitu US$ 20 miliar pada tahun 2018 (Kemenpar, 2018) . Perkembangan pariwisata khususnya di Indonesia kini semakin pesat. Pariwisata dianggap mampu memberikan keuntungan besar bagi negara sehingga pengembangannya menjadi salah satu fokus pemerintah. Banyak atraksi wisata baru dikembangkan dari beragam destinasi wisata di Indonesia. Meskipun pariwisata Bali sudah lama berkembang dan dikenal dunia, namun pemerintah masih menganggap diperlukannya pembenahan dan beragam pembangunan untuk menunjang aktifitas pariwisata di Bali.
“Pengembangan pariwisata harus didukung oleh semua aspek dan fasilitas-fasilitas pendukung pariwisata lainnya seperti : tempat penginapan (sarana akomodasi : misalnya hotel , villa, dan lain-lain), restaurant, travel agent, money changer, alat transportasi, infrastruktur, serta destinasi pariwisata yang ditawarkan kepada wisatawan” (UU No. 10 Th. 2009 Pasal 14 tentang Usaha Pariwisata).
Namun, saat ini pembangunan pariwisata justru berperan besar dalam terjadinya kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah tergerusnya areal persawahan khususnya di Bali. Areal persawahan Bali yang terkenal dengan sistem organisasi subaknya kini mulai
terancam dengan banyaknya aktifitas pembangunan pariwisata yang mengorbankan persawahan. Arida (2009) menyatakan bahwa “dalam tataran realitas ternyata kebijakan pembangunan pariwisata yang telah dikembangkan lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi, dan mengabaikan kelestarian lingkungan, serta kepentingan masyarakat”. Pembangunan pariwisata yang baik hendaknya memperhatikan aspek lainnya, dengan tidak mendahulukan kepentingan yang dianggap menguntungkan tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi kedepannya. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk mengarahkan pembanagunan pariwisata tanpa harus merusak keberadaan lingkungan dan budaya yang ada di sekitarnya, sehingga pariwisata yang ada dapat berjalan secara berkelanjutan dan kearifan lokal masyarakatnya tetap terjaga.
Alih fungsi lahan pertanian selama lima tahun terakhir mencapai 5.000 hektar, atau rata-rata 1.000 hektar setiap tahun (Windia dan Wiguna 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Priwisata Provinsi Bali (2015) jumlah kunjungan wisatawan ke Bali rata-rata meningkat 1,5 setiap tahunnya. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan pariwisata berkontribusi besar terhadap berkurangnya lahan pertanian yang merupakan bagian terpenting dalam sistem subak.
Vol. 6 No 1, 2018
Salah satu upaya yang dilakukan untuk tetap mengembankan pariwisata namun tetap mempertahankan eksistensi subak itu sendiri adalah dengan menggambungkan kedua hal ini menjadi daya tarik wisata baru. Daya tarik yang dapat dikembangkan dengan menggabungkan antara pariwisata dengan pertanian adalah melalui konsep agrowisata. Agrowisata merupakan pengembangan pariwisata yang menawarkan aktifitas petani di sawah sebagai daya tarik wisatanya. Bukan hanya aktifitasnya saja namun pemanfaatan hasil tani juga dapat dijadikan sebagai produk pariwisata berbasis agrowisata.
Program Subak Lestari dicetuskan berdasarkan hasil pertemuan pemerintah Kota Denpasar yaitu Wakil Walikota Denpasar, Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, Tim Ahli Subak Kota Denpasar yang terdiri dari berbagai latar belakang profesi serta sejumlah SKPD di lingkungan pemerintah Kota Denpasar. Sebagai langkah awal dalam menyukseskan program Subak Lestari, terdapat lima subak yang akan dijadikan sebagai proyek percontohan. Salah satu subak yang sedang difokuskan sebagai percontohan subak agrowisata di Denpasar adalah Subak Anggabaya di Kelurahan Penatih. Prioritas dari program Subak Lestari adalah perlindungan dan peningkatan kesejahteraan petani, pelestarian dan promosi jasa ekosistem, pelestarian budaya materi atau fisik, pengembangan pariwisata yang terarah dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas (www. TribunBali.com).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui problematika dalam mengembangkan Subak Anggabaya sebagai agrowisata di Kota Denpasar.
Penelitian ini mengambil acuan dari beberapa jurnal yang terkait dengan penelitian ini, acuan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Ni Komang Dharmayanti dkk tahun 2016. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa Subak Tanah Yeng memiliki potensi agrowisata, dengan awig-awig, perarem, Pura Subak serta upacara-upacara yang terkait dengan
bercocok tanam di Subak Tanah Yeng masih tetap terjaga kelestariannya hingga saat ini. Selain itu, Subak Tanah Yeng Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung layak dikembangkan menjadi kawasan agrowisata : sebagian besar masyarakatnya berada pada usia produktif, aksesibiltas menuju subak sangat mudah, dan dekat dengan objek wisata Bali Bird Park, Celuk, Goa Gajah, Sangeh, Bali Adventure Rafting, Pasar Sukawati dan Monkey Forest. Penelitian ini memiliki kesamaan fokus dengan penelitian yang akan dilakukan, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokus penelitian.
Acuan kedua adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh I Gede Arya Sanjaya dkk tahun 2013. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa potensi pada Subak Renon meliputi komoditi yang berbagai macam, adanya aktifitas petani di dalamnya,lahan pertanian cukup luas untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata adanya sarana prasarana yang memadai sehingga mendukung pengembangan agrowisata. Berdasarkan potensi yang terdapat pada tapak meliputi objek, aktivitas, dan fasilitas, maka jenis rekreasi yang dapat dikembangkan yaitu rekreasi fisik, rekreasi sosial, rekreasi sosial, rekreasi kognitif, dan rekreasi lingkungan alam. Kesamaan penelitian ini terletak pada fokus penelitian, sedangkan perbedaan terletak pada lokus penelitian.
Pengembangan adalah suatau cara atau strategi untuk memperbaiki, memajukan atau meningkatkan kondisi kepariwisataan yang dalam hal ini dimaksud dengan daya tarik wisata agar menarik dan layak dikunjungi oleh wisatawan serta bermanfaat bagi masyarakat lokal sekitarnya maupun pemerintah. Dalam pengembangan daya tarik wisata hal yang perlu diperhatikan dalah aspek budaya , sejarah, dan ekonomi daya tarik wisata yang akan dikembangkan (Patuurusi, 2001)
Vol. 6 No 1, 2018
-
2.2.2 Konsep Pariwisata Alternatif Pariwisata alternatif merupakan sebuah produk pariwisata yang diciptakan untuk menjaga lingkungan. Pariwisata alternatif dibentuk lebih akrab dengan lingkungan serta tetap mempertahankan budaya yang ada di dalamnya agar tidak rusak atau hilang (Smith 1992) 2.2.3 Konsep Agrowisata
Agrowisata merupakan sebuah produk pariwisata yang menawarkan aktifitas pertanian sebagai daya tarik utamanya, petani setempat biasanya menawarkan perjalanan mengunjungi area persawahan dan menyaksikan aktifitas petani seperti penanaman, pertumbuhan, pemanenan, hingga pengelolaan hasil tani dengan cara tradisional yang tidak dapat ditemui di negara asal wisatawan (Tavare dalam Maruti, 2009).
Menurut Perda Provinsi Bali No. 9 tahun 2012, “subak merupakan organisasi tradisional di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat Bali yang bersifat sosioagraris, religius, dan ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang”. Sistem irigasi Subak dapat dipandang sebagai sistem budaya masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem yaitu subsistem budaya (termasuk pola pikir, norma, dan nilai), subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan subsistem kebendaan (termasuk teknologi), (Windia, 2006). 2.2.5 Konsep Tri Hita Karana
Tri Hita Karana (THK) yang pada hakikatnya terdiri dari parhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan, yang dimanifestasikan melalui bangunan suci subak dan ritual yang mengikutinya di lahan persawahan), pawongan
(hubungan manusia dengan manusia, yang dimanifestasikan dalam
kelembagaan subak dan interaksi sosial yang terjadi di subak) dan palemahan (hubungan manusia dengan alam, yang dimanifestasikan dalam wilayah atau lahan pertanian yang menjadi wilayah usahatani anggotanya) (Windia, 2006). 2.2.6 Konsep Problematika
Problematika adalah suatu halangan yang terjadi dalam kelangsungan suatu proses sehingga menimbulkan masalah yang belum dapat dipecahkan (Sukamto, 1985). Dalam hal ini problematika yang dimaksud adalah halangan atau permasalahan yang muncul dalam proses pengembangan subak sebagai agrowisata.
Penelitan ini berlokasi di Subak Anggabaya Kelurahan Penatih, Kecamatan Denpasar Timur dengan karakteristik kawasan berupa persawahan. Kelurahan Penatih berbatasan dengan Desa Jagapati Badung di sebelah utara, Desa Kesiman Petilan di sebelah selatan, Desa Peguyangan Kangin di sebelah barat, dan Kelurahan Penatih Dangin Puri di sebelah timur.
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif berupa penjelasan atau deskripsi mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan Subak Anggabaya sebagai Agrowisata. Penelitian ini juga menggunakan data kuantitatif berupa jumlah luas persawahan di Subak Anggabaya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi dimana peneliti melakukan pengamatan mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pengembangan Agrowisata ke Subak Anggabaya. Kemudian peneliti melakukan wawancara terhadap Kelihan Subak Anggabaya terkait upaya yang pernah dan akan dilakukan dalam mengembangkan Subak Anggabaya sebagai Agrowisata di Kota Denpasar.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan Subak Anggabaya sebagai agrowisata di Kota Denpasar. Data sekunder dalam penelitian ini berupa monografi Subak Anggabaya.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis IFAS (Internal Factor Analysis) dan EFAS (External Faktor Analysis) dimana teknik analisis data ini digunakan untuk menemukan faktor internal dan eksternal dalam upaya menemukan
Vol. 6 No 1, 2018
masalah atau halangan yang muncul dalam proses pengembangan subak sebagai daya tarik wisata khususnya agrowisata.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat diperoleh hasil berupa matriks mengenai faktor internal dak eksternal dalam pengembangan Subak Anggabaya
sebagai Agrowisata. Dalam faktor internal hal yang akan dianalisis adalah kekuatan dan kelemahan Subak Anggabaya untuk dikembangkan sebagai agrowisata, sedangkan dalam faktor eksternal akan dianalisis mengenai peluang dan ancaman yang mungkin dan akan dihadapi dalam pengembangan Subak Anggabaya Sebagai Agrowisata.
Tabel 4.1
Matriks Analisis Faktor Internal dan Eksternal
Pengembangan Subak Anggabaya Sebagai Agrowisata
Kekuatan (Strength) |
Kelemahan (Weakness) | |||
O 3 SL |
1 |
Keberadaan Subak Anggabaya yang tetap terjaga dan lestari akibat adanya awig-awig yang masih dipegang teguh oleh anggota subak hingga saat ini. |
1 |
Belum adanya organisasi pengelola wisata (pokdarwis) |
2 |
Merupakan kawasan terbuka hijau kota sehingga tidak diijinkan adanya alih fungsi lahan menjadi bangunan permanen di kawasan Subak Anggabaya. |
2 |
Belum adanya pemandu wisata lokal yang berasal dari Banjar Anggabaya untuk menjadi guide bagi wisatawan selama berkunjung ke Subak Anggabaya. | |
3 |
Anggota Subak yang setuju dan bersedia mendukung pengembangan Subak Anggabaya sebagai kawasan wisata. |
3 |
Masyarakat masih belum mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan Subak Anggabaya sebagai kawasan wisata. | |
4 |
Aksesibilitas yang baik dan memadai menuju ke Subak Anggabaya. |
4 |
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap potensi wisata yang dimiliki | |
5 |
Pergiliran pola tanam yang teratur dan variasi komoditas yang dibudidayakan. | |||
Peluang (Opportunity) |
Ancaman (Threat) | |||
m xd GO O 3 SL |
1 |
Adanya perubahan trend pariwisata dari mass tourism menjadi quality tourism. |
1 |
Alih fungsi lahan pertanian |
2 |
Dikembangkannya Kelurahan Penatih sebagai Desa Wisata. |
2 |
Kesamaan atau adanya kemiripan dengan agrowisata lain yang berada di sekitar Kota Denpasar | |
3 |
Rencana pemerintah mengembangkan Subak Anggabaya menjadi subak pariwisata di Kota Denpasar. | |||
4 |
Berada di jalur yang dekat dan biasa dilewati wisatawan jika menuju ke daya tarik wisata di sekitar Badung, Gianyar, dan Tabanan. |
Sumber : Hasil Penelitian, 2017
Keberadaan Subak Anggabaya hingga saat ini tidak terlepas dari peranan awig-awig
yang mengikat anggota subak untuk tetap mempertahankan sawahnya. Awig-awig yang berlaku misalnya larangan menjual sawah untuk dialih fungsikan menjadi bangunan. Sawah yang dijual harus diperuntukkan sebagai lahan basah atau lahan pertanian (Awig-Awig Subak
Vol. 6 No 1, 2018
Anggabaya, Pasal 6 Ayat 29 Tentang Keberadaan Lahan). Selain itu Subak Anggabaya juga merupakan ruang terbuka hijau kota sehingga tidak diijinkan membangun bangunan permanen di atas tanah kawasan Subak Anggabaya. Hal ini jika dilanggar tentunya akan menimbulkan dampak berupa sanksi terhadap mereka yang dengan sengaja melanggar aturan yang telah ditetapkan ini.
Berdasarkan hasil musyawarah anggota Subak Anggabaya setuju dan mendukung rencana pemerintah mengembangkan Subak Anggabaya sebagai subak pariwisata. Adanya persetujuan dari krama (anggota) subak diharapkan mampu menghindari konflik internal di dalam subak itu sendiri. Selain itu dengan setujunya anggota subak diharapkan menimbulkan sinergi dan kerjasama yang baik dengan pemerintah serta wisatawan nantinya.
Akses berupa jalan beraspal yang mudah dilalui serta dengan lokasi yang strategis merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki Subak Anggabaya. Kenyamanan dan kemudahan menjadi salah satu faktor penunjang yang membuat wisatawan merasa terbantu jika ingin berwisata ke Subak Anggabaya.
Kekuatan lainnya yang dimiliki Subak Anggabaya adalah pola tanam yang teratur setiap tahunnya dan tanaman yang ditanam juga beragam. Misalnya pada musim padi petani juga menanam bunga, hal ini dikenal dengan istilah tumpang sari sehingga ada variasi tanaman yang bisa dilihat oleh wisatawan
Kelemahan yang dimiliki Subak Anggabaya dalam proses pengembangannya sebagai kawasan agrowisata adalah terkait dengan SDM dan kelembagaan yang menangani kegiatan kepariwisataan. Masih belum ada organisasi pengelola wisata seperti pokdarwis di Subak Anggabaya. Hal ini terkait pemandu wisata lokal yang akan menjelaskan mengenai Subak Anggabaya kepada wisatawan atau masalah pembayaran tiket masuk menuju ke Subak Anggabaya.
Masyarakat Subak Anggabaya juga kurang memahami potensi-potensi yang dimiliki untuk mengembangkan subak mereka sebagai kawasan pariwisata sehingga umumnya mereka masih awam dan belum menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mulai
mengembangkan Subak Anggabaya sebagai agrowisata.
Dalam rencana pengembangan Subak Anggabaya sebagai kawasan agrowisata, peluang yang dimiliki adalah adanya perubahan trend pariwisata dari mass tourism menjadi quality tourism. Trend pariwisata dengan konsep back to nature tourism sedang banyak diminati saat ini terutama oleh wisatawan Eropa
Pemerintah juga sedang giat mengembangkan desa wisata di Indonesia begitu juga dengan Bali. Dengan adanya penetapan Kelurahan Penatih sebagai desa wisata, diharapkan agar Subak Anggabaya yang berada di kawasan Penatih terkena imbas pengembangan pariwisatanya. Terbukti dari gencarnya pemerintah Kota Denpasar membangkitkan kembali sistem-sistem tradisional yang dulu ada di Subak dengan cara memberikan bantuan dan menjadi fasilitator bagi Subak Anggabaya sendiri.
Lokasi Subak Anggabaya berada di jalur yang sering dilalui wisatawan untuk mengunjungi daya tarik wisata di kawasan Badung, Gianyar dan Tabanan. Hal ini diharapkan dapat menunjang kunjungan wisatawan untuk menyempatkan diri berkunjung ke Subak Anggabaya.
Adanya awig-awig yang mengatur larangan alih fungsi lahan, tidak lantas membuat areal persawahan di Subak Anggabaya benar-benar aman dari ancaman alih fungsi lahan. Dala,m situasi dan kondisi tertentu alih dan fungsi lahan bisa saja terjadi sekalipun peraturan sudah ditetapkan.
Ancaman lainnya yang kemungkinan dihadapi dalam proses pengembangan Subak Anggabaya sebagai agrowisata adalah perkembangan daya tarik wisata yang menawarkan subak sebagai agrowisata. Meskipun di Denpasar belum banyak dikembangkan namun ancaman tersebut juga
bisa datang dari luar Kota Denpasar. Selanjutnya untuk menghindari ancaman ini pengembangan Subak Anggabaya difokuskan pada pengemasan
Vol. 6 No 1, 2018
produk dan atraksi semenarik mungkin bagi wisatawan
Adapun hasil dari analisis faktor internal dan eksternal dalam pengembangan Subak Anggabaya sebagai agrowisata, dapat disimpulkan bahwa kelestarian lahan persawahan di Subak Anggabaya tetap terjaga akibat adanya awig-awig subak yang melarang alih fungsi lahan serta adanya peruntukkan Subak Anggabaya sebagai ruang terbuka hijau kota. Subak Anggabaya sendiri berada di Kelurahan Penatih yang merupakan salah satu jalur menuju beberapa daya tarik wisata yang cukup terkenal di kawasan Badung, Gianyar dan Tabanan sehingga letaknya sangat strategis. Hal yang menjadi kelemahan dari Subak Anggabaya terkait dengan SDM (Sumber Daya Manusia) dan kelembagaan yang belum dipersiapkan dalam rangka pengembangan subak sebagai agrowisata sehingga dibutuhkan sosialisasi kepada anggota subak terkait hal tersebut. Ancaman yang nantinya mungkin dihadapi Subak Anggabaya adalah daya tarik wisata yang menawarkann produk serupa dengan yang akan dikembangkan di Subak Anggabaya
DAFTAR PUSTAKA
Arida, Nyoman Sukma. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali (Proses Pengembangan, Partisipasi Lokal, dan Tantangan Ekowisata di Tiga Desa Kuno Bali). Denpasar : Udayana University Press.
Maruti, K.V. 2009. Agrotourism : Scope and Opportunities for the Farmers in Maharashtra. Article Report. Dept. Of Economies, Y.C College. Pachwad Talwai, Dist-Satara, State Maharashtra.
Patuurusi, Syamsul A. 2007. Pengembangan Kawasan Pariwisata. Denpasar: Press UNUD.
Smith & Eadington.1992. Tourism and Alternative. Philadelphia University of Pennsylvania Press
Soekamto, Soerjono.1985. Kamus Sosiologi. Jakarta; Rajawali Sudarta, Wayan dan I Putu Dharma. 2013. Memperkuat Subak Anggabaya dari Segi Kelembagaan. Laporan Pengambdian Masyarakat. Kerjasama Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dengan Program Ekstensi Fakultas Pertanian UNUD.
Sanjaya, I Gede, dkk. 2013. Studi Potensi Subak Renon di Denpasar Selatan untuk Pengembangan Agrowisata. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 2, No. 1, Januari 2013.
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogjakarta : Gava Media
sehingga diperlukan pengemasan produk yang inovatif untuk membedakan produk wisata ini dengan yang ada di agrowisata lainnya.
5.2.Saran
Adapun saran yang dapat diberikan terkait dengan pengembangan Subak Anggabaya sebagai agrowisata adalah pemerintah sebagai fasilitator dalam hal ini diharapkan untuk memberikan pengarahan secara terpadu terkait langkah-langkah awal untuk mengembangkan Subak Anggabaya sebagai kawasan pariwisata sehingga masyarakat dapat memposisikan diri serta membentuk kelembagaan di dalam subak yang khusus mengangani kegiatan kepariwisataan di Subak Anggabaya. Anggota diharapkan mampu mengembangkan potensi-potensi yang sudah dimiliki sehingga masyarakat ikut terlibat dalam pengambilan keputusan terkait potensi-potensi yang akan dikembangkan.
Anggota subak yang memiliki pengalaman atau pernah berkecimpung di bidang pariwisata dapat dilibatkan sebagai pemandu lokal sehingga keuntungan dari pariwisata di Subak Anggabaya sepenuhnya diterima oleh kelompok tani Subak Anggabaya.
Windia. W. 2006. Sistem Irigasi Subak sebagai Landasan Tri Hita Karana (THK) sebagai Teknologi Sepadan dalam Pertanian Beririgasi. http.//ejournal.unud.ac.id.
Windia dan Wiguna A.A. 2013. Subak Warisan Budaya Dunia. Denpasar: Udayana University Press.
Yanti, Ni Komang Dharrma, dkk. 2016. Studi Potensi Subak Tanah Yeng Sebagai Kawasan Agrowisata di Desa Sedang, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. E-JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP ISSN: 2442-5508 VOL. 2, NO. 2, OKTOBER 2016
145
Discussion and feedback