Current Trends in Aquatic Science VI(2), 80-90 (2023)

Pendekatan Ekosistem pada Pengelolaan Perikanan Lemuru Skala Besar Melalui Penilaian Domain Teknik Penangkapan Ikan di Perairan Selat Bali

Arip a*, I Wayan Restu a, Made Ayu Pratiwi a a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-812-1063-7241

Alamat e-mail: stwn521@gmail.com

Diterima (received) 24 Maret 2023; disetujui (accepted) 13 Juli 2023; tersedia secara online (available online) 14 Agustus 2023

Abstract

Fishery activities Sardinella lemuru in the waters of the Bali Strait are the largest source of economy for fishermen in Pengambengan, Jembrana Regency, Bali. The purpose of this study was to determine the condition of the lemuru fishery in the Pengambengan Fishing Port by assessing the domain of fishing techniques in fisheries management using an ecosystem approach (EAFM). The results of the assessment of the indicators of destructive and/or illegal fishing methods get a score of 3, the indicator of modification and fishing aids gets a score of 1, the indicator of fishing capacity and fishing effort gets a score of 3, the selectivity of fishing gets a score of 3, the suitability of functions and the size of the vessel according to legal documents get a score of 1 and fishing boat crew certification following regulations gets a score of 1. Based on the results of the composite score, the value obtained is 73.33 which means that the lemuru fishery in Pengambengan Fishing Port based on the fishing technique domain is good with a colored flag model light green.

Keywords: EAFM; Pengambengan Fishing Port; Fisheries Management; Bali Strait; Lemuru

Abstrak

Kegiatan perikanan lemuru (Sardinella lemuru) di perairan Selat Bali merupakan sumber perekonomian terbesar bagi nelayan yang ada di Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi perikanan lemuru di PPN Pengambengan dengan penilaian domain teknik penangkapan ikan pada pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif kualitatif dengan pengambilan data yang dilakukan yaitu berpartisipasi langsung bersama nelayan serta melakukan wawancara dan survei untuk memperoleh data lainnya. Hasil penilaian indikator metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau ilegal mendapatkan skor 3, indikator modifikasi dan alat bantu penangkapan memperoleh skor 1, indikator kapasitas perikanan dan upaya penangkapan memperoleh skor 3, selektivitas penangkapan memperoleh skor 3, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal sesuai dengan dokumen legal memperoleh skor 1 dan sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan memperoleh skor 1. Berdasarkan hasil perhitungan nilai komposit, nilai yang diperoleh adalah 73,33 yang berarti kondisi perikanan lemuru di PPN Pengambengan berdasarkan domain teknik penangkapan ikan adalah baik dengan model bendera berwarna hijau muda.

Kata Kunci: EAFM; PPN Pengambengan; Pengelolaan Perikanan; Selat Bali; Lemuru

  • 1.    Pendahuluan

Selat Bali merupakan sebuah wilayah perairan yang memisahkan dua pulau yaitu Pulau Jawa dan Pulau Bali yang secara geografis terletak antara

114°20'-115°10' BT dan 8 °10'-8 °50' LS dengan luas sekitar 2.500 km2 dan berbatasan langsung di bagian barat dengan daratan Pulau Jawa, Pulau Bali di bagian timur, Laut Bali di bagian utara dan Samudera Hindia di bagian selatan (Ridha et al.,

2013). Perairan Selat Bali merupakan wilayah perairan dengan sumberdaya perikanan yang cukup melimpah. Lemuru merupakan komoditas sumberdaya perikanan yang dominan di perairan Selat Bali yang bernilai ekonomis tinggi dan paling banyak ditangkap oleh nelayan (Ridha et al., 2013).

Potensi perikanan lemuru di perairan Selat Bali yang sangat melimpah membuat intensitas penangkapan yang dilakukan sangat besar. Hal ini dapat menimbulkan adanya kecenderungan penurunan produksi lemuru di perairan Selat Bali terutama yang didaratkan di PPN Pengambengan, Jembrana, Bali. Permintaan komoditas Ikan lemuru yang tinggi di Indonesia menyebabkan penangkapan ikan ini terus gencar dilakukan oleh nelayan akan menyebabkan jumlah populasinya menurun (Hendiari et al., 2020). Penurunan produksi perikanan lemuru di Perairan Bali Barat yang signifikan yang diduga disebabkan karena adanya penangkapan berlebih (Overfishing) dan juga perubahan lingkungan (Susilo, 2015).

Penjelasan di atas menunjukan bahwa potensi perikanan lemuru yang ada di perairan Selat Bali sangat besar sehingga diperlukan pengelolaan sumberdaya ikan yang ada sehingga dapat tercipta kegiatan perikanan yang berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem atau Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dari bulan April 2022 hingga Mei 2022 yang berlokasi di PPN

Pengambengan (Gambar 1) tepatnya terletak pada koordinat 080 23’ 46” Lintang Selatan dan 1140 34’

Gambar 1. Lokasi Penelitian

47” Bujur Timur, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali.

  • 2.2    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitiatif. Pengambilan data dilakukan dengan ikut berpartisipasi secara langsung dengan nelayan di PPN Pengambengan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Kemudian data yang lain menggunakan gabungan dari beberapa metode/simultan seperti survei, observasi dan wawancara kepada nelayan dan stakeholder terkait.

  • 2.2.1 . Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan

Data wilayah penangkapan ditentukan melalui alur penangkapan yang dilakukan di setiap titik penangkapan kemudian ditentukan titik koordinat yang tercatat di GPS tracker. Titik koordinat yang dicatat merupakan titik dimana alat tangkap diturunkan saat akan melakukan proses penangkapan. Setiap alat tangkap diturunkan, maka dihitung satu titik penangkapan.

  • 2.2.2    Teknik Pengoperasian Alat Tangkap

Untuk mengetahui teknik pengoperasian alat tangkap ikan yang digunakan dilakukan dengan metode partisipatif yaitu dengan mengikuti kegiatan penangkapan secara langsung bersama nelayan.

  • 2.2.3    Penilaian Status Domain Penangkapan Ikan pada EAFM

Pengambilan data dilakukan dengan metode survei dan random sampling dimana untuk metode wawancara digunakan untuk melakukan pengamatan dan pengumpulan data tentang indikator-indikator        pada        Domain

PenangkapanIkan. Kegiatan wawancara dilakukan kepada 6 (enam) kapten/nahkoda kapal. Data yang diambil per indikator dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

  • 2.3    Analisis Data

    • 2.3.1    Penilaian Indikator EAFM Domain Teknik Penangkapan Ikan

Tabel 1

Data Indikator Domain Teknik Penangkapan Ikan

No

Indikator

Jenis Data Yang Diambil

1

Metode  penangkapan  ikan

ang  bersifat Jumlah pelanggaran yang dilakukan pada nelayan dalam

destruktif dan atau ilegal

1x trip, hasil wawancara dan survey terhadap nelayan dan Pengawas Perikanan

2

Modifikasi alat penangkapan ikan

dan alat bantu -Panjang ikan saat pertama kali matang gonad (Lm)

penangkapan

-Panjang ikan yang dominan tertangkap dalam satu trip dan hasil wawancara terhadap responden.

3

Fishing capacity dan Effort

-Jumlah hasil tangkapan ikan

-Jumlah kapal penangkap ikan

-Jumlah trip kapal penangkap ikan

4

Selektivitas penangkapan

-Jumlah dan jenis alat penangkapan ikan -Hasil pengukuran ikan yang tertangkap

5

Kesesuaian   fungsi   dan   ukuran   kapal Data ukuran kapal dan surat izin yang diperlukan untuk

penangkapan ikan dengan dokumen legal       melakukan kegiatan penangkapan ikan

6

Sertifikasi awak kapal perikanan

sesuai dengan -Data awak kapal yang memiliki sertifikat melalut melalui

peraturan.

kegiatan wawncara

-Data kesyahbandaran di PPN Pengambengan

Sumber: NWG EAFM (2014)

Indikator EAFM Domain teknik penangkapan ikan   penilaian   EAFM   pada   Domain   Teknik

ini

dinilai berdasarkan beberapa aspek yang telah   Penangkapan telah ditetapkan yang kemudian

dipertimbangkan antara lain aspek sumberdaya   dituangkan dalam modul National Working Group

ikan, habitat, teknis penangkapan,

ekonomi, sosial   Ecosystem Approach to Fisheries Management (NWG

dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk menilai   EAFM) Direktorat Jendral SDI-KKP RI Tahun 2014

keberhasilan  pengelolaan  perikanan  dengan   (Tabel 2).

pendekatan ekosistem (DJPT-KKP, 2014). Kriteria

Tabel 2

Penilaian Bobot Indikator Domain Teknik Penangkapan

No

Indikator

Kriteria                             Bobot

1

Metode penangkapan ikan yang

1=frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun;                    30

bersifat destruktif dan atau ilegal

2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun;

3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

2

Modifikasi  alat  penangkapan

1 = lebih dari 50% ukuran target spesies < Lm;                     25

ikan dan alat bantu penangkapan

2 = 25-50% ukuran target spesies < Lm

3 = <25% ukuran target spesies < Lm

3

Fishing capacity dan Effort

1 = Rasio kapasitas penangkapan < 1;                             15

  • 2    = Rasio kapasitas penangkapan = 1;

  • 3    = Rasio kapasitas penangkapan > 1

4

Selektivitas penangkapan

1 = rendah (> 75%);                                                 15

2 = sedang (50-75%);

3 = tinggi (kurang dari 50%) penggunaan alat tangkap yang

tidak selektif)

5

Kesesuaian fungsi dan ukuran

1 = kesesuaiannya rendah (lebih dari 50% sampel tidak       10

kapal penangkapan ikan dengan

sesuai dengan dokumen legal);

dokumen legal

2 = kesesuaiannya sedang (30-50% sampel tidak sesuai dengan dokumen legal);

3 = kesesuaiannya tinggi (kurang dari 30%) sampel tidak sesuai dengan dokumen legal

6

Sertifikasi awak kapal perikanan

1 = Kepemilikan sertifikat <50%;                                    5

sesuai dengan peraturan.

2= Kepemilikan sertifikat 50-75%;

3= Kepemilikan sertifikat >75%

Sumber: NWG EAFM (2014)

Pada Indikator kapasitas perikanan dan upaya penangkapan dihitung dengan membandingkan fishing capacity pada tahun dasar (sebelumnya) dengan fishing capacity pada tahun tersebut. Perhitungan fishing capacity ditentukan dengan cara menghitung perkalian antara jumlah kapal (unit) dengan hasil tangkapan maksimum (ton) dan jumlah effort (trip) setiap tahun selama 6 tahun terakhir (NWG EAFM, 2014).

FC = V ×C ×E (1)

dimana V adalah Jumlah kapal (unit); C adalah jumlah hasil tangkapan (ton) dan E adalah jumlah effort (trip).

Nilai indeks diperoleh dengan cara mengalikan nilai skor dengan bobot setiap indikator. Pembagian bobot untuk setiap indikator ditentukan berdasarkan derajat pengaruh (tingkat kepentingan) indikator tersebut di dalam domain. Indikator yang memiliki pengaruh langsung atau pengaruh yang besar dalam domain, maka indikator tersebut memiliki bobot yang besar pula (NWG EAFM, 2014).

Cat - i = Sat - i × Wat - i (2)

dimana Cat-I adalah Nilai indeks atribut/indikator ke-I; Sat-I adalah Skor atribut/indikator ke-I, dan; Wat-I adalah Bobot atribut/indikator ke-i.

Setelah total nilai indeks didapatkan, kemudian dilakukan analisis komposit sederhana dengan berbasis rataan artimetik yang disajikan dalam bentuk model bendera (Flag model) seperti pada Tabel 3. Nilai komposit ini merupakan konversi nilai nilai semua indikator secara total.

Nilai Komposit, NK = (Cat / Cat-max) × 100 (2) dimana Cat = Nilai indeks total semua atribut/indikator, dan; Cat-max = Nilai indeks

total maksimum.

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Gambaran Umum Kondisi Perikanan di PPN Pengambengan

Pengambengan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Pelabuhan    Perikanan    Nusantara    (PPN)

Pengambengan merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar yang ada di Provinsi Bali dan menjadi salah satu pusat perikanan lemuru (Sardinella lemuru) terbesar dengan hasil produksi ikan lemuru yang cukup melimpah setiap tahunnya. Nelayan Pengambengan umumnya nelayan di PPN Pengambengan menggunakan armada kapal dengan alat tangkap jaring slerek atau pukat cincin dengan sistem dua kapal atau two boat system dengan ukuran kapal 32 GT (Gross tonnage).

Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan slerek di Pengambengan dilakukan saat malam hari dengan sistem one day   fishing,   dimulai

keberangkatan pada sekitar pukul 17.00 hingga Kembali ke Pelabuhan pada sekitar pukul 08.00. Produksi hasil tangkapan lemuru yang didaratkan di PPN Pengambengan mengalami fluktuasi yang cukup besar selama 6 tahun terakhir terhitung dari tahun 2016 sampai tahun 2021 (Tabel 4). Produksi hasil tangkapan lemuru di PPN Pengambengan mengalami puncak penurunan pada tahun 2017 dengan total produksi hanya mencapai 76,5 ton. Hal tersebut dikarenakan karena musim paceklik yang melanda antara tahun 2016 sampai tahun 2017 (Nugraha et al., 2018). Sedangkan peningkatan produksi lemuru terjadi pada tahun 2020 yang mencapai 18.101 ton. Sejak tahun 2017, produksi penangkapan ikan lemuru di PPN Pengambengan terus mengalami peningkatan yang signifikan walaupun pada tahun 2021 kembali mengalami penurunan.

Tabel 3

Penilaian Komposit dengan Model Bendera

Nilai Komposit

Model Bendera

Deskripsi

1-20

Buruk

21-40

Kurang Baik

41-60

Sedang

61-80

Baik

81-100

Baik Sekali

Tabel 4

Kelimpahan Hasil Tangkapan

Pengamataii Ke

Hasil Tangkapan

“ (Kg)

Luas Jaring

(m2) ^

Kelimpaliaii (Kg/m2)

1

5054

26.000

0,1944

2

2210

26.000

0,0850

3

1515

26.000

0,0583

4

1011

26.000

0,0389

5

1525

26.000

0,0586

6

1865

26.000

0,0717

  • 3.2    Kelimpahan Hasil Tangkapan

Kelimpahan ikan yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata jumlah ikan yang diperoleh oleh nelayan selama pengamatan adalah sebanyak 2100 kg dengan hasil tangkapan terbanyak terjadi pada pengamatan trip pertama dengan jumlah tangkapan sebanyak 5.054 kg dengan kelimpahan yang mencapai 0,1944 kg/m2. Sedangkan hasil tangkapan terkecil terjadi pada pengamatan ke-4 yang hanya memperoleh 1.011 kg dengan kelimpahan ikan sebesar 0,0389 kg/m2 dalam satu trip.

  • 3.3    Pengoperasian Alat Tangkap

Armada kapal yang digunakan adalah KM. Berlian yang merupakan kapal dengan armada berukuran Panjang 19,87 m, lebar 4,54 m dan dalam 1,5 m. Karena menggunakan dua kapal saat melakukan kegiatan penangkapan, ukuran GT masing-masing kapal berukuran 16 GT sehingga jika digabungkan menjadi 32 GT dari 2 armada kapal. KM. Berlian memiliki 4 mesin penggerak dengan ukuran 23 PK. Sistem pengoperasian alat tangkap dilakukan dengan menggunakan 2 kapal atau two boat system, dimana kapal utama membawa jaring alat tangkap dan kapal kedua berfungsi untuk menarik jaring saat proses setting alat tangkap serta menjadi palka utama saat menaikan ikan ke atas kapal. Proses setting alat tangkap dimulai ketika kapten kapal sudah menentukan lokasi penangkapan berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Saat melakukan setting, kapal utama akan memberikan tali ris atas kepada kapal kedua untuk kemudian ditarik dengan arah melingkari kerumunan ikan dengan jaring tersebut hingga tali ris tersebut kembali diberikan kepada kapal yang pertama. Saat proses hauling, kedua kapal akan berdekatan sembari kapal slerek menarik tali ris bawah hingga bagian bawah jaring alat tangkap mengerucut. Sedangkan kapal utama akan menarik jaring hingga ikan terkumpul dan diangkat keatas geladak kapal dengan menggunakan serok jaring yang sudah di desain sedemikian rupa agar mempermudah proses pengangkatan ikan.

Daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan slerek di Pengambengan meliputi seluruh perairan Bali Barat dan Selat Bali, mulai dari

wilayah perairan Kabupaten Jembrana hingga perairan Kabupaten Badung yang berada di selatan Pulau Bali. Wilayah penangkapan ini masih termasuk kedalam WPP-RI 573 yang mencakup wilayah laut selatan Jawa hingga perairan selatan Nusa Tenggara. Berikut merupakan peta penangkapan lemuru di PPN Pengambengan berdasarkan titik koordinat yang didapatkan saat melakukan penelitian.

  • 3.4    Penilaian Indikator EAFM

    • 3.4.1    Indikator Metode Penangkapan Ikan yang Destruktif dan/atau Ilegal

Hasil pengamatan terhadap indikator metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau ilegal terhadap nelayan slerek di Pengambengan tidak ditemukan pelanggaran sebagaimana yang disebutkan pada indikator diatas. Penangkapan ikan dilakukan sesuai dengan daerah yang telah ditentukan dan penggunaan alat tangkap hanya menggunakan alat tangkap Purse Seine atau pukat cincin. Pada indikator metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau ilegal memperoleh nilai skor 2 dengan frekuensi pelanggaran 1-3 atau tidak terdapat pelanggaran yang ditemukan saat pengamatan di laut.

  • 3.4.2    Indikator Modifikasi dan Alat Bantu Penangkapan

Hasil pengamatan Indikator modifikasi dan alat bantu penangkapan ikan diketahui bahwa nelayan slerek di Pengambengan menggunakan jaring dengan ukuran atau mesh size 3/4 inci atau 0,75 inci dan 1 inci pada bagian bawah jaring dengan Panjang jaring 400 m serta lebar 65 m. Hal tersebut tidak sesuai dengan PERMEN KP No. 71 Tahun 2016 pasal 23 ayat 3 bahwa untuk ukuran mata jaring pukat cincin grup adalah ≥1 inci dan Panjang tali ris atas ≤600 m. Berdasarkan modul NWG EAFM (2014), indikator modifikasi dan alat bantu penangkapan dinilai secara tidak langsung dengan mengkomparasikan ukuran ikan target dengan ukuran Lm (ukuran Panjang ikan saat pertama kali matang gonad) ikan tersebut. jumlah ikan lemuru yang diukur adalah sebanyak 600 ekor. Hasil sampling ukuran ikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Sebaran Panjang Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)

Hasil analisis pengukuran panjang ikan lemuru diatas menunjukan bahwa sekitar 59% ikan memiliki ukuran panjang 18,6-21 cm, 27% ikan berukuran panjang 16,6-18,5 cm, sementara 14% sisanya memiliki ukuran 0-16,5 cm. Arief Wujdi dan Wudianto (2015) pada penelitiannya menyatakan bahwa ukuran matang gonad lemuru di perairan Selat Bali berada pada ukuran 16,8 cm yang berarti sebanyak 446 ekor ikan sampel atau sekitar 74,6% ikan lemuru yang tertangkap pada penelitian ini sudah matang gonad dan sisanya sebanyak 154 ekor ikan sampel atau 25,4% belum matang gonad. Berdasarkan modul NWG EAFM, indikator modifikasi dan alat bantu penangkapan ikan memperoleh skor 2 yakni hanya 25% - 50% ikan yang belum matang gonad (<Lm) namun adanya modifikasi ukuran mesh size yang tidak sesuai dengan peraturan membuat skor yang didapatkan indikator modifikasi dan alat bantu penangkapan menjadi 1.

.4.3 Indikator Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan

Hasil nilai rasio fishing capacity yang tidak seragam dikarenakan musim paceklik yang melanda pada tahun 2017 sehingga hasil produksi dan rasio menjadi timpang (Tabel 5), maka dilakukan penilaian dengan menggunakan modus nilai rata-rata rasio fishing capacity empat tahun terakhir dari tahun 2018 hingga tahun 2021 dengan perolehan nilai rasio 1,111. Berdasarkan modul NWG EAFM, maka untuk indikator Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan diberikan skor 3 dengan rasio >1 (undercapacity).

  • 3.4.4    Indikator Selektivitas Penangkapan

Tabel 5

Kapasitas Perikanan Upaya Penangkapan Ikan Lemuru

TAHUN

FISHING CAPACITY (VXCXE)

RASIO

2016

190.170.323.200

0

2017

1.510.255.044

125,919

2018

61.687.838.339,4

3,083

2019

286.566.426.752,4

0,664

2020

410.661.007.200

0,463

2021

826.710.056.326,4

0,230

RATA-RATA

21,7265

Alat tangkap pukat cincin didalam modul NWG EAFM dikategorikan sebagai alat tangkap yang memiliki tingkat selektivitas yang tinggi. Indikator selektivitas alat tangkap juga ditentukan berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh saat kegiatan penangkapan ikan. Data selektivitas ikan tangkapan disajikan dalam bentuk persentase (Gambar 3).

Gambar 3. Proporsi Hasil Tangkapan Purse Seine Slerek

  • 3.4.5    Indikator Kesesuaian Fungsi dan Ukuran Kapal dengan Dokumen Legal

Indikator Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal diperoleh dengan melakukan sampling terhadap kapal dan juga wawancara serta survei langsung ke kantor sayahbandar PPN Pengambengan. Berdasarkan hasil wawancara dan survei, diketahui bahwa untuk saat ini semua kapal belum ada yang memiliki SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) karena terkendala perizinan dalam proses pembuatan SIPI tersebut. Dengan tidak adanya dokumen kapal maka otomatis indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal mendapatkan nilai skor 1 karena 100% kapal slerek di PPN Pengambengan belum memiliki dokumen legal (SIPI) sehingga fungsi dan ukuran kapal yang ada di lapangan menjadi tidak sesuai karena tidak adanya dokumen yang legal dari setiap kapal.

  • 3.4.6    Indikator Sertifikasi Awak Kapal Perikanan Sesuai dengan Peraturan

Hasil sampling kepemilikan sertifikat awak kapal Ankapin/Atkapin yang dilakukan terhadap 5 kapal yang berbeda tidak ada satu nelayan pun yang memiliki sertifikat Ankapin/Atkapin. Sedangkan untuk kepemilikan buku pelaut, dari 5 kapal yang diwawancarai, hanya 1 awak kapal yang memiliki buku pelaut yaitu nahkoda KM. Berlian. Dari hasil pengamatan tersebut, diketahui bahwa indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan menurut modul NWG EAFM maka skor yang diberikan adalah 1 karena memperoleh nilai persentase kurang dari 50% yaitu 99% awak kapal tidak memiliki sertifikat.

  • 3.5    Analisis EAFM

Setelah didapatkan nilai skor pada setiap indikator, maka dilakukan penilian indeks dan juga nilai komposit yang telah disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8 yang merupakan nilai komposit EAFM Domain Teknik Penangkapan Ikan di PPN Pengambengan.

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Aktivitas Perikanan Tangkap Lemuru di PPN Pengambengan

Kegiatan perikanan tangkap lemuru yang dilakukan oleh nelayan di PPN Pengambengan merupakan kegiatan perikanan yang memiliki skala besar karena banyak melibatkan komponen masyarakat serta stakeholder dibidang perikanan. Aktivitas penangkapan ikan lemuru oleh nelayan PPN Pengambengan dilakukan di wilayah WPP-RI 573 dan termasuk kedalam kategori one day fishing karena kegiatan penangkapan ini dilakukan umumnya dimulai pada sore hari pukul 16.00 hingga pukul 09.00 pagi. Kapal yang digunakan merupakan kapal berukuran >10 GT - 30 GT dengan alat tangkap yang digunakan adalah pukat cincin atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan jaring slerek. Menurut Nugraha et al. (2018), kapal purse seine yang ada di PPN Pengambengan hanya memiliki GT 10-30 yang di dominasi oleh kapal berukuran 29 dan 30 GT.

Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan komoditas utama kegiatan perikanan tangkap di PPN Pengambengan. Ikan lemuru merupakan ikan pelagis kecil dan memiliki sifat peruaya, sifat inilah yang erat kaitannya dengan cara ikan mencari makan (Himelda et al., 2011). Hasil produksi lemuru di PPN Pengambengan mengalami fluktuasi yang cukup signifikan selama beberapa tahun terakhir. Menurut data produksi perikanan tangkap tahunan PPN Pengambengan (tahun 2016-2021), puncak peningkatan produksi dalam enam tahun terakhir terjadi pada tahun

Tabel 7

Penilaian EAFM

No

Indikator

Hasil

Skor

Bobot

Nilai Indeks

1

Metode penangkapan ikan

frek. pelanggaran 1-3 kasus/trip

3

30

90

yang destruktif dan/atau

25,4% ukuran target spesies <Lm

illegal

serta adanya modifikasi ukuran mesh size yang tidak sesuai peraturan

2

Metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau illegal

frek. pelanggaran 1-3 kasus/trip

1

25

25

3

Kapasitas perikanan dan upaya penangkapan

rasio 1,111 (undercapacity)

3

15

45

4

Selektivitas alat tangkap

90%   ikan   yang   tertangkap

merupakan ikan target

3

15

45

5

Kesesuaian  fungsi  dan

Seluruh   sampel   kapal   tidak

1

10

10

ukuran   kapal   dengan

dokumen legal

memiliki dokumen legal. .

6

Sertifikasi   awak   kapal

99% awak kapal tidak memiliki

1

5

5

perikanan sesuai dengan peraturan

sertifikat keterampilan

TOTAL

220


Tabel 8

Nilai komposit domain teknik penangkapan ikan EAFM perikanan lemuru di PPN Pengambengan, Jembrana, Bali.

Domain

Nilai Komposit

Model Bendera

Deskripsi

Teknik Penangkapan Ikan

73,33

Baik


2019. EAFM merupakan salah satu pendekatan yang paling mungkin untuk dilakukan pada saat ini. Hal tersebut juga berkaitan dengan prinsip dasar FAO (2003) yang menyatakan bahwa pengelolaan perikanan berkelanjutan perlu dilakukan untuk menjamin kesehatan pada ekosistem, kesejahteraan pelaku usaha perikanan, dan tata kelola yang harmonis.

  • 4.2    Penilaian Indikator Domain Teknik Penangkapan Ikan di PPN Pengambengan

    • 4.2.1    Indikator Metode Penangkapan Ikan yang Destruktif dan/atau Ilegal

Indikator metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau ilegal berdasarkan penilaian EAFM termasuk kedalam kondisi yang baik. Hal tersebut dikarenakan alat tangkap yang digunakan adalah pukat cincin atau purse seine yang bukan merupakan alat tangkap yang destruktif dan/atau ilegal. Selain alat tangkap yang merusak, metode penangkapan yang bersifat ilegal juga mengacu pada wilayah penangkapan. Berdasarkan hasil survei dan pengamatan langsung dengan cara ikut melaut, kegiatan penangkapan masih dilakukan di perairan Selat Bali yang termasuk kedalam WPP-RI 573. Dahuri (2001) menyatakan bahwa bom, racun ataupun alat tangkap yang dilarang menjadi salah satu faktor berkurangnya sumberdaya ikan di laut.

  • 4.2.2    Indikator Modifikasi dan Alat Bantu Penangkapan

Berdasarkan PERMEN-KP Nomor 71 Tahun 2016 pasal 23 ayat 3, standar untuk ukuran mata jaring pukat cincin grup adalah ≥ 1 inci dengan ukuran tali ris atas ≤ 600 meter. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa ukuran mata jaring yang digunakan oleh nelayan di PPN Pengambengan adalah atau 0,75 inci, hal tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan modul NWG EAFM, indikator modifikasi dan alat bantu penangkapan dapat dinilai secara tidak langsung

dengan membandingkan ukuran ikan target yang ditangkap dengan ukuran Lm ikan target tersebut. Ukuran ikan yang tertangkap oleh nelayan di PPN Pengambengan sangat bervariasi dengan ukuran rata-rata yang dominan adalah 18,6 cm – 21 cm. Arief Wudji dan Wudianto (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ukuran Lm ikan lemuru di perairan Selat Bali adalah 16,8 cm, sehingga 25% - 50% ikan yang tertangkap belum mencapai matang gonad.

Daerah penangkapan ikan juga mempengaruhi ukuran ikan yang tertangkap. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Himelda et. al. (2011) yang menyatakan bahwa lemuru kucing yang berukuran panjang 17,9 – 19 cm lebih banyak tertangkap di wilayah perairan Jimbaran dan lemuru yang berukuran panjang 15 – 17,5 cm banyak tertangkap di wilayah perairan Seseh yang berada di paparan Bali.

  • 4.2.3    Indikator Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan

Rasio yang diperoleh dari hasil penilian indikator kapasitas perikanan dan upaya penangkapan yang dihitung sejak tahun 2018 – 2021 adalah 1,111 yang berarti kegiatan perikanan lemuru di PPN Pengambengan dinilai Undercapacity. Menurut Kusherawanti (2016), peran multi Lembaga, stakeholder terkait dan juga masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengendalikan kegiatan perikanan agar tidak terjadi overfishing atau kegiatan penangkapan yang berlebih serta dapat mengendalikan pelanggaran dalam penangkapan ikan.

  • 4.2.4    Indikator Selektivitas Penangkapan

Kegiatan perikanan tangkap lemuru di PPN Pengambengan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap purse seine yang menurut modul NWG EAFM 2014 dikatetogorikan sebagai alat tangkap yang memiliki tingkat selektivitas yang tinggi. Komposisi hasil tangkapan utama dengan

hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah 90% berbanding 10%. Hasil analisa tersebut menunjukan bahwa alat tangkap purse seine slerek merupakan alat tangkap yang selektif dan ramah lingkungan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Setyasmoko et al., (2015) bahwa alat tangkap purse seine yang memiliki target tangkapan ikan pelagis dioperasikan pada kolom permukaan air, sehingga tidak menyebabkan kerusakan habitat wilayah perairan yang luas maupun sempit, maupun habitat terumbu karang didasar perairan.

  • 4.2.5    Indikator Kesesuaian Fungsi dan Ukuran Kapal dengan Dokumen Legal

Saat pengamatan survei dan wawancara, diketahui bahwa seluruh kapal slerek yang ada di PPN Pengambengan tidak memiliki dokumen legal yang aktif karena sulitnya mendapatkan izin pembuatan mengajukan SIPI (Surat Izin Usaha Perikanan). Dalam hal ini, kapal masih bisa melaut karena pihak syahbandar masih mengeluarkan izin berlayar kepada kapal setelah melalui pengawasan dan pengecekan serta melengkapi persyaratan administrasi untuk menjamin keselamatan seluruh awak kapal oleh nahkoda.

Menurut PERMEN KP No. 14 Tahun 2011 disebutkan bahwa setiap kapal wajib memiliki SIPI yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP). Berdasarkan hasil tersebut, maka otomatis indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal mendapat skor 1 karena 100% kapal slerek di PPN Pengambengan tidak/belum memiliki dokumen yang legal untuk menyatakan bahwa kapal telah sesuai dengan dokumen legal yang aktif.

  • 4.2.6    Indikator Sertifikasi Awak Kapal Sesuai dengan Peraturan

Saat pengamatan, diketahui bahwa hampir seluruh awak kapal tidak memiliki sertifikat keterampilan pelaut seperti buku pelaut, Ankapin/Atkapin, dan sertifikat keterampilan lainnya. Hanya satu nahkoda kapal yang memiliki satu sertifikat yaitu buku pelaut. Hal tersebut tentu melanggar ketentuan yang sudah tercantum dalam PERMEN KP No. 33 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa setiap awak kapal yang akan bekerja dikapal harus memiliki buku pelaut perikanan. Berdasarkan modul NWG EAFM, jika

<50% awak kapal tidak memiliki sertifikat awak kapal, makan diberikan nilai skor 1 yang artinya indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan dalam kondisi buruk. Santara et al. (2014) juga menegaskan bahwa pemilik kapal harus memperhatikan usulan yang telah dterapkan oleh pihak yang berwenang atau ketetapan pemerintah untuk memenuhi peraturan kelautan kapal seperti sertifikat awak kapal, jumlah ABK, surat izin berlayar dan dokumen kapal.

  • 4.3    Penilaian Kondisi Status Domain Teknik Penangkapan Ikan di PPN Pengambengan

Hasil perhitungan nilai komposit status domain Teknik penangkapan ikan menunjukan bahwa status EAFM domain Teknik penangkapan ikan di perairan Selat Bali yang didaratkan di PPN Pengambengan berada pada kondisi yang baik dengan nilai yang diperoleh 73,33 dan warna model bendera Hijau muda. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jenarut (2021) yang juga dilakukan di perairan Selat Bali (PPI Kedonganan) memperoleh nilai kondisi baik dengan nilai komposit 69. Selain itu, penelitian tentang EAFM lain di perairan Bali juga dilakukan di Perairan Kusamba, Klungkung dan di Seraya Timur, Karangasem. Pratama et al. (2020) pada penelitiannya yang dilakukan di Perairan Kusamba, kondisi perikanan tongkol krai (Auxis thazard) di perairan tersebut masih tergolong baik dengan total nilai komposit 80,4. Sedangkan pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Roni et al. (2021) dengan komoditas yang sama yaitu ikan tongkol krai (Auxis thazard) yang dilakukan di Seraya timur, Karangasem memperoleh nilai komposit 68,62 dengan deskripsi baik. Namun pada penelitian tersebut hanya menggunakan empat indikator dari total enam indikator pada domain Teknik Penangkapan Ikan EAFM. Hal tersebut dikarenakan perikanan lemuru di PPI Kedonganan, Pantai Kusamba dan Pantai Seraya Timur masih berstatus skala kecil atau small scale fisheries.

Meskipun kondisi keseluruhannya terbilang baik, namun tiga dari enam indikator domain Teknik penangkapan ikan yaitu indikator modifikiasi dan alat bantu penangkapan, indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal dengan dokumen legal, dan indikator sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan yang

masih terbilang buruk dengan warna bendera merah. Hal tersebut dikarenakan adanya modifikasi pada ukuran mata jaring yang harus segera ditindak oleh pihak yang berwenang karena jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya overfishing. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wudji dan Wudianto (2015), agar stok sumberdaya ikan lemuru tetap terjaga dan meningkat, maka perlu dilakukan pengelolaan secara mutlak dengan pelaksaan yang tegas. Kemudian tidak adanya dokumen legal yang menyatakan bahwa kapal tersebut sudah sesuai dengan bentuk dan ukurannya dan juga <50% awak kapal tidak memiliki sertifikat awak kapal perikanan.

Berdasarkan KepMen No. 19 Tahun 2022, wilayah WPP RI 573 yang termasuk wilayah perairan Selat Bali, kondisi perikanan lemuru yang ada di WPP-RI 73 mengalami penurunan tingkat pemanfaatan yang sebelumnya dari yang sebelumnya 1,50 (Kepmen No. 50 Tahun 2017) menjadi 0,6. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan jumlah armada penangkapan dengan alat tangkap purse seine yang ada di PPN Pengambengan (DIRJEN-PT PPN Pengambengan, 2021). Dengan adanya penurunan tingkat pemanfaatan tersebut, maka bisa menjadi titik balik keberhasilan pengelolaan perikanan lemuru di PPN Pengambengan.

4. Simpulan dan Saran

Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan salah satu komoditas utama bagi nelayan Pengambengan yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan Selat Bali. Alat tangkap yang digunakan adalah purse seine slerek dengan dua kapal (Two boat system) dengan ukuran kapal 10-30 GT. Kegiatan penangkapan ini melibatkan banyak ABK namun hanya bersifat one day fishing atau penangkapan satu hari untuk satu trip-nya.

Hasil penilian EAFM domain teknik penangkapan ikan yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan dari enam indikator yang dinilai antara lain metode penangkapan ikan yang destruktif dan atau illegal memperoleh nilai skor 3, modifikasi alat tangkap dan alat bantu penangkapan memperoleh nilai skor 1, fishing capacity dan effort memperoleh nilai skor 3, selektivitas penangkapan memperoleh nilai skor 3, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal

memperoleh nilai skor 1, dan indikator terkahir yaitu sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan memperoleh nilai  skor 1.

Berdasarkan penilaian tersebut, maka status EAFM domain Teknik Penangkapan Ikan di

Perairan Selat Bali yang didaratkan di PPN

Pengambengan dinilai baik dengan memperoleh nilai komposit 73,33 dengan model bendera (flag modelling) berwarna hijau muda.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada nelayan slerek Pengambengan dan petugas PPN Pengambengan yang telah membantu penulis mendapatkan data yang diperlukan, serta seluruh stakeholder perikanan di PPN Pengambengan yang telah membantu penulis sehingga terciptanya tulisan ini.

Daftar Pustaka

Food and Agriculture Organization. (2003). Ecosystem Approach to Fisheries. FAO Technical Paper.

Hendiari, I. G. A. D., Sartimbul, A., Arthana, I. W., & Kartika, G. R. A. (2020). Keragaman genetik ikan lemuru (Sardinella lemuru) di wilayah perairan Indonesia. Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 7(1), 28-36.

Himelda, H., Wiyono, E. S., Purbayanto, A.,  &

Mustaruddin, M. (2011). Analisis Sumberdaya Perikanan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali (Analysis of the Sardine Oil (Sardinella lemuru Bleeker 1853) Resources in Bali Strait). Marine Fisheries: Journal of Marine Fisheries Technology and Management, 2(2), 165-176.

Jenarut, A. (2021). Penilaian Kondisi Teknik Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Pendekatan EAFM di PPI Kedonganan, Bali. Skripsi. Badung, Indonesia: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Udayana.

KKP. (2021). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Log book penangkapan ikan, pemantauan di atas kapal, penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan, inspeksi, pengujian, dan penandaan kapal perikanan, serta tata Kelola pengawakan kapal perikanan. Jakarta, Indonesia; Menteri Kelautan dan Perikanan.

KKP. (2022). Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun  2022  tentang Estimasi Potensi

Sumberdaya Ikan, Jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta, Indonesia: Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kusherawanti, S. (2018). Implementasi Kemitraan dalam Pemolisian Komunitas untuk Pencegahan Praktik Destructive Fishing (Studi Kasus Perairan Laut Maluku Utara). Jurnal Kriminologi Indonesia, 1(1), 5365.

NWG EAFM. (2014). Modul Penilian Indikator untuk Perikanan dengan Pendekatan  Ekosistem.  National

Working Group on Ecosystem Approach to Fisheries Management. Direktorat Sumberdaya Ikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Pratama, I. G. A. B. A. P., Arthana, I. W., & Pratiwi, M. A. (2020). An Ecosystem Approach to Small-Scale Cob Fishery Management through the Assessment of the Fishing Domain in Bali's Kusamba Waters. Journal of Tropical Fisheries Management, 4(2), 38-48.

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64. Jakarta, Indonesia: Presiden Republik Indonesia.

Ridha U., Hartoko, A., & Rudolf M. M. (2013). Analisa sebaran tangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) berdasarkan data satelit suhu permukaan laut dan klorofil-A di perairan Selat Bali." Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES), 2(4), 53-60.

Santara, A. G., Purwangka, F., & Iskandar, B. H. (2014). Peralatan keselamatan kerja pada perahu slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, 1(1), 53-68.

Roni, R. A. S., Watiniasih, N. L., & Pratiwi, M. A. (2021). Pendekatan Ekosistem Pada Pengelolaan Perikanan Tongkol Skala Kecil Melalui Penilaian Domain

Teknik Penangkapan Ikan Di Perairan Bali Timur. Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis (Journal of Tropical Fisheries Management), 5(2), 100-113.

Setyasmoko, T. B., Fitri, A. D. P., & Gautama, S. D. (2016). Kesesuaian teknis rasio gaya apung (buoyance force) dan gaya tenggelam (sinking force) pada purse seine tipe waring Di Tpi Sendang Sikucing, Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 5(1), 118-127.

Setyohadi, D. (2009). Studi potensi dan dinamika stok ikan lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali serta alternatif penangkapannya. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 11(1), 78-86.

Susilo, E. (2015). Variabilitas faktor lingkungan pada habitat ikan lemuru di Selat Bali menggunakan data satelit oseanografi dan pengukuran insitu. Omni-Akuatika, 14(20), 13-22.

Wiyono, B. (2011). Model dinamis perikanan lemuru (Sardinela  lemuru) di  Selat Bali. Tesis.  Bogor,

Indonesia: Institut Pertanian Bogor.

Wiyono, E.  S. (2012).  Analisis efisiensi  teknis

penangkapan ikan menggunakan alat tangkap purse seine di Muncar, Jawa Timur. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 22(3), 164-172.

Wujdi, A.,  & Wudianto, W. (2015). Status Stok

Sumberdaya Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 21(4), 253-260.

Wujdi, A., Suwarso, S., & Wudianto, W. (2016). Beberapa parameter populasi ikan lemuru (Sardinella Lemuru Bleeker, 1853) di perairan Selat Bali. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 4(3), 177-184.

Curr.Trends Aq. Sci. VI(2): 80-90 (2023)