Pengaruh Penambahan Senyawa Thiophenone terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Larva udang galah yang Diujitantang dengan Bakteri Vibrio harveyi
on
Current Trends in Aquatic Science VI(1), 66-72 (2023)
Pengaruh Penambahan Senyawa Thiophenone terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Larva udang galah yang Diujitantang dengan Bakteri Vibrio harveyi
Maulana Ilham Pratama a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, I Ketut Wija Negara a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-899-557-0421
Alamat e-mail: maulanailhampratama@mail.com
Diterima (received) 26 Januari 2022; disetujui (accepted) 21 Agustus 2022; tersedia secara online (available online) 28 Februari 2023
Abstract
Giant prawns are one of the freshwater aquaculture commodities with high economic value. The high demand for giant prawns is constrained by the low quality of larvae, which affect the prawn growth to reach consumption sizes. Conventional efforts have been made to treat the bacterial diseases in the prawn cultivation using antibiotics. However, it has risk of causing pathogenic bacteria to become resistant to antibiotics. Such issue can be overcome by using inhibiting quorum sensing from pathogenic bacteria, especially thiophenone compounds. This study aimed to determine the effect of adding thiophenone compounds on the survival and growth of giant prawn larvae from Center for Giant Prawns (BBUG) Klungkung, Bali tested with Vibrio harveyi. A completely randomized design of 4 treatments (A: control, B: Larvae and Vibrio harveyi (105 CFU/ml), C: Larvae and thiophenone (10µM), D: Larvae, thiophenone (10µM) and Vibrio harveyi (105 CFU/ml)) and 3 repetitions was done in laboratory. A total of 12 experimental units containing 20 larvae with 0.2liter seawater media at 28oC. The results showed that the survival rate of giant prawn larvae was significantly higher when the larvae challenged with Vibrio harveyi compared to un challenged larvae. Furthermore, there was no difference in prawn larvae growth between the treatments indicated by similar value of Larvae Stage Index (LSI). This study has demonstrated the benefit of employing thiophenone compounds to improve the quality of giant prawn larvae. Further study in challenging the thiophenone compounds with other bacteria that might threat the giant prawn growth is still needed.
Keywords: giant prawn larvae; Vibrio harveyi; Thiophenone.
Abstrak
Udang galah merupakan salah satu komoditas budidaya air tawar yang bernilai ekonomis tinggi. Pemenuhan akan kebutuhan udang galah yang sangat besar tersebut sayangnya terkendala oleh terbatasnya larva yang berkualitas untuk bisa dibudidayakan mencapai ukuran konsumsi. Selama ini, upaya konvensional yang dilakukan untuk mengobati penyakit bakteri dalam budidaya adalah dengan menggunakan antibiotik yang beresiko menyebabkan bakteri patogen menjadi resisten terhadap antibiotik. Salah satu solusi terkini yang potensial untuk mengatasi permasalahan penyakit bakteri pada larva udang galah yaitu dengan metode penghambatan quorum sensing dari bakteri patogen, salah satunya menggunakan senyawa thiophenone. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan senyawa thiophenone terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan larva udang galah dari Balai Benih Udang Galah (BBUG) Klungkung, Bali yang diujitantang dengan Vibrio harveyi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap 4 perlakuan (A: kontrol, B: larva dan Vibrio harveyi (105 CFU/ml), C: larva dan thiophenone (10µM), D: larva, Thiophenone (10µM) dan Vibrio harveyi (105 CFU/ml)) dengan 3 pengulangan. Sehingga terdapat 12 unit percobaan yang berisikan 20 ekor larva dengan media air laut sebanyak 0,2liter dan suhu 28oC. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh penambahan senyawa thiophenone menghasilkan kelulusidupan larva udang galah yang lebih tinggi pada saat diujitantang dengan Vibrio harveyi jika dibandingkan dengan larva udang galah yang tidak diujitantang. Selanjutnya, tidak ditemukan perbedaan dalam pertumbuhan udang yang ditunjukkan oleh nilai Larval Stage Index (LSI). Perlu adanya pengujian tambahan dengan bakteri lain dalam budidaya larva udang galah.
Kata Kunci: Larva udang galah; Vibrio harveyi; Thiophenone.
Udang galah adalah udang air tawar paling populer dikarenakan ukuran tubuhnya yang besar dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi baik di pasar domestik maupun luar negeri (Erlangga, 2015). Data BPS (2012) menyebutkan bahwa nilai ekspor Udang Galah di Indonesia sebesar 33.715 kg. Data KKP (2020) menyebutkan bahwa nilai ekspor udang galah tahun 2015 sebesar 17.152 kg dan di tahun 2018 sebesar 22.995 kg.
Pemenuhan akan permintaan udang galah yang tinggi sayangnya terkendala oleh terbatasnya larva yang berkualitas. Hal ini terjadi karena adanya penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri laut Vibrio harveyi. Bakteri ini menyebabkan kematian larva udang galah saat mencapai 103 CFU/ml (Akbar dan Artari, 2015). Penyakit vibriosis menginfeksi udang galah pada fase pembenihan dan pembesaran yang dilakukan di tambak payau (Chatterjee dan Haldar, 2012).
Salah satu solusi terkini yang potensial untuk mengatasi permasalahan penyakit bakteri pada larva udang galah yaitu dengan metode penghambatan quorum sensing (QSI) dari bakteri pathogen. Salah satu senyawa yang dapat digunakan adalah thiophenone (Pande et al., 2013). Metode QSI adalah metode penghambatan komunikasi antar bakteri Vibrio harveyi sehingga proses pengaktifan infeksi dibatalkan. Senyawa thiophenone berfungsi menghambat ekspresi gen pengatur quorum sensing pada Vibrio harveyi dengan cara menurunkan aktivitas pengikat DNA dari regulator pengatur quorum sensing, yaitu LuxR (Yang et al., 2015).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi senyawa thiophenone dalam kelulushidupan dan pertumbuhan larva udang galah yang diujitantang dengan bakteri Vibrio harveyi.
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2018 di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Larva udang galah stadia ke I yang dijadikan sebagai sampel uji diambil dari Balai Benih Udang Galah (BBUG)
Klungkung, Bali. Isolat bakteri Vibrio harveyi dan senyawa thiophenone (produksi Sigma-aldrich) diperoleh dari koleksi Laboratorium Perikanan Universitas Udayana. Uji tantang dilakukan selama 24 jam. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian dan pengambilan larva
udang galah
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: batang pengaduk, beaker glass, erlenmeyer 250 ml, cawan petri, jarum ose, autoklaf, toples, nampan, selang aerasi, gelas ukur, kapas, tabung reaksi, hot plate, magnetic stirrer, aluminium foil, pH pen, refraktometer, shaking incubator, aerator, heater, micropipette, mikroskop, gloves, timbangan digital, DO meter, styrofoam box, selang aerasi, batu aerasi, dan akuarium. Sedangkan bahan-bahannya meliputi: larva udang galah, akuades, media Luria Bertani, air laut, alkohol 70%, bakteri Vibrio harveyi, senyawa thiophenone, media TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salts Sucrose).
-
2.3 Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan berbeda dan 3 kali ulangan, sehingga terdapat 12 unit percobaan. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva udang galah yang diambil dari BBUG Klungkung, Bali. Pada penelitian ini, larva udang galah diuji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi menggunakan metode perendaman untuk mengetahui ketahanan dan sintasannya.
Uji tantang dilakukan dengan menggunakan wadah toples volume 1 liter dan diisi dengan media
air laut sebanyak 0,2 liter. Larva udang galah stadia ke I yang berjumlah 20 ekor dimasukkan ke dalam toples kaca yang telah berisi 200 ml air media (Nhan et al., 2010). Selanjutnya masing-masing unit percobaan diberikan perlakuan yang berbeda, toples A tidak diberikan perlakuan apapun (kontrol), toples B diberikan perlakuan berupa penambahan bakteri Vibrio harveyi sebanyak 105 CFU/ml, toples C diberikan perlakuan berupa penambahan senyawa thiophenone sebanyak 10µM, dan toples D diberi perlakuan berupa penambahan senyawa Thiophenone sebanyak 10µM dan bakteri Vibrio harveyi sebanyak 105 CFU/ml. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Kemudian toples-toples uji dimasukkan ke dalam akuarium yang dilengkapi dengan heater sehingga suhu di dalam akuarium tetap stabil pada 28oC. Uji tantang dilakukan selama 24 jam dengan aerasi.
-
2.3.1 Prosedur Penelitian
Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian adalah bakteri Vibrio harveyi (isolat koleksi Laboratorium Perikanan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana). Isolat bakteri Vibrio harveyi diambil untuk ditumbuhkan di Media Luria Bertani. Selanjutnya diinkubasi menggunakan shaking incubator dalam suhu 28°C dan kecepatan 100 rpm selama 36 jam. Jumlah bakteri dihitung menggunakan spectrophotometer.
-
2.3.2 Pengukuran Sintasan Larva Udang Galah
Sintasan larva udang galah dihitung di awal dan di akhir penelitian menggunakan rumus Effendie (1997):
SR= — × 100% (1) No
dimana SR adalah sintasan larva udang galah dalam persen (%); Nt adalah jumlah larva yang hidup pada akhir penelitian (ekor); No adalah jumlah larva pada awal penelitian (ekor).
-
2.3.3 Perhitungan Larva Stage Index (LSI)
Perhitungan LSI dilakukan dengan cara menghitung larva yang memiliki tahap pertumbuhan yang sama. Pengamatan pertumbuhan larva menggunakan mikroskop
pembesaran 100 kali (Dewi dan Iswanto, 2007). Rumus untuk menghitung LSI adalah:
LSI _ (n2×a) + (n2×b) + (n3×c)
~ N ' '
dimana a, b, dan c adalah stadium larva, n1, n2, dan n3 adalah jumlah larva yang dilihat pada stadium yang sama, N adalah jumlah total larva.
-
2.4 Analisis Data
Pengamatan pertumbuhan larva udang galah dilakukan pada awal percobaan dan di akhir percobaan. Data hasil pengukuran dinyatakan dalam nilai rata-rata ± Standar deviasi (SD). Sintasan larva terhadap uji tantang bakteri V. harveyi dan senyawa thiophenone dilakukan melalui analisis data-data SR dan pertumbuhan (LSI) yang akan diuji secara statistik menggunakan One Way Anova dan uji Tukey menggunakan SPSS 20. Parameter pendukung dari penelitian ini adalah kualitas air yaitu suhu, pH, DO, dan salinitas.
Selama uji tantang diperoleh rata-rata tingkat sintasan terendah pada perlakuan B yaitu sebesar 41,67±2,89%. Nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan A yaitu sebesar 86,67±2,89%. Nilai rata-rata tertinggi ketiga pada perlakuan yaitu sebesar 83,33±2,89%. Nilai rata-rata tertinggi ketiga pada perlakuan D yaitu sebesar 73.33±2,89%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pande et al. (2013) bahwa Vibrio harveyi mampu menyerang larva udang galah karena menggunakan media hidup yang sama, yaitu air payau. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Defroidt et al. (2012) terhadap artemia yang diuji menggunakan bakteri Vibrio harveyi mengakibatkan kematian sebesar 46% pada konsentrasi OD600. Hal tersebut berarti bahwa konsentrasi bakteri yang ditambahkan berbanding lurus dengan kematian larva udang galah, dimana semakin tinggi konsentrasi Vibrio harveyi yang ditambahkan menyebabkan tingkat sintasan semakin menurun. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan menggunakan One Way Anova diperoleh hasil yang signifikan (p<0.05), dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan Vibrio harveyi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat
sintasan larva udang galah. Respon pakan sama sekali tidak responsif, karena ukuran pakan Artemia salina yang lebih besar dari bukaan mulut larva.
Gambar 2. Tingkat Sintasan Larva Udang Galah
Pada perlakuan B kematian larva udang galah mulai terjadi pada hari pertama pasca infeksi bakteri. Penambahan konsentrasi bakteri ke toples menyebabkan perubahan warna air menjadi agak kuning tetapi hal ini tidak berpengaruh pada nilai pH, salinitas, suhu, dan DO. Menurut Khasani et al. (2010) warna kuning disebabkan oleh bakteri lain yang berasal dari tubuh larva udang galah atau artemia, kemudian bakteri tersebut tumbuh berkoloni di media pemeliharaan. Pola pergerakan larva udang galah tidak beraturan (tidak normal) berakhir dengan diam dan lemah di dasar wadah. Hal ini diduga karena tingginya konsentrasi bakteri Vibrio harveyi sehingga menyebabkan gejala keabnormalan pada udang. Khasani et al. (2015) menyatakan bahwa potensi kematian terjadi saat populasi bakteri dalam tubuh larva udang mencapai 103 CFU/ml. Khasani et al. (2010) menyatakan bahwa ciri-ciri larva udang galah terinfeksi Vibrio harveyi adalah berenang tanpa arah, berenang lemah di dasar dan tidak responsif terhadap pakan.
Pada perlakuan C kematian larva udang galah mulai terjadi pada hari pertama pasca infeksi bakteri. Pergerakan larva udang galah cenderung mendekati aerasi. Kematian larva udang galah pada akhir perlakuan relatif rendah, yaitu 16,67%. Menurut Pande et al. (2013), thiophenone merupakan quorum sensing inhibitor yang tidak bersifat toksik pada pertumbuhan larva.
Pada perlakuan D kematian larva udang galah mulai terjadi pada hari pertama pasca infeksi bakteri. Penambahan konsentrasi bakteri ke toples
menyebabkan perubahan warna air menjadi agak kuning tetapi hal ini tidak berpengaruh pada nilai pH, salinitas, suhu, dan DO. Susianingsih dan Atmomarsono (2014) mengatakan bahwa bakteri Vibrio menghasilkan koloni berwarna kuning dan hijau. Kematian larva udang galah diakhir perlakuan yaitu 26,67%. Kematian larva udang galah tidak sebesar Perlakuan B, diduga senyawa thiophenone mampu menekan kematian larva udang galah. Pande et al. (2013) mengatakan bahwa thiophenone mampu menghambat virulensi Vibrio harveyi pada kepadatan 105 CFU/ml.
Pada perlakuan A (kontrol) kematian larva udang galah mulai terjadi pada hari kedua pasca infeksi bakteri. Tidak ada tanda atau gejala klinis yang menunjukkan bahwa larva udang galah terserang vibriosis. Pada pengamatan awal sampai akhir, larva udang galah berenang normal sehingga kondisi seperti ini sangat mampu ditoleransi dengan baik.
-
3.2 Kelimpahan Bakteri Vibrio harveyi pada Air Media Larva udang galah
Hasil perhitungan kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada air media larva udang galah diperoleh jumlah tertinggi pada perlakuan D yaitu sebesar 1,39 × 102 CFU/ml sedangkan pada perlakuan A dan perlakuan C tidak terdapat kelimpahan bakteri Vibrio harveyi. Berdasarkan analisis menggunakan One Way Anova untuk menguji perlakuan terhadap kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada air media diperoleh hasil yang signifikan (p<0.05), dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Hasil kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada air media dapat dilihat pada Tabel 1.
Kelimpahan bakteri menunjukkan peningkatan pada setiap perlakuan dan berdasarkan analisis menggunakan One Way Anova menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan bakteri Vibrio harveyi pada larva udang galah memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kelimpahan bakteri dalam air media. Tingginya kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada air media menyebabkan larva udang galah stres dan mengalami kematian. Berdasarkan perlakuan D, kelimpahan bakteri pada air media lebih tinggi dibandingkan kelimpahan bakteri pada tubuh larva udang galah. Hal ini diduga karena senyawa thiophenone mampu menghambat quorum sensing Vibrio harveyi sehingga infeksi larva udang galah
menurun. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa senyawa thiophenone mampu menghambat infeksi Vibrio harveyi dari larva udang galah (Pande et al., 2013) dan Artemia salina (Defroidt et al., 2012).
CFU/ml merupakan jumlah (quorum) minimal yang dibutuhkan untuk mengekspresikan faktor-faktor virulensinya sehingga dapat menyebabkan kematian pada larva udang galah.
Tabel 1. Rata-rata kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada air media
Perlakuan |
Log Kelimpahan Total Vibrio harveyi (CFU/ml) |
Rataan±SD |
A1 |
0,00 | |
A A2 |
0,00 |
0,00±0,00a |
A3 |
0,00 | |
B1 |
1,08 | |
B B2 |
0,78 |
0,88±1,73b |
B3 |
0,78 | |
C1 |
0,00 | |
C C2 |
0,00 |
0,00±0,00a |
C3 |
0,00 | |
D1 |
1,72 | |
D D2 |
0,90 |
1,39±0,43b |
D3 |
1,54 |
* Notasi statistik yang berbeda menunjukkan pengaruh yang signifikan antar perlakuan.
Tabel 2. Rata-rata kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada tubuh larva udang.
Perlakuan |
Log Kelimpahan Total Vibrio harveyi (CFU/ml) |
Rataan±S D |
A1 |
0 | |
A A2 |
0 |
0±0a |
A3 |
0 | |
B1 |
1,36 | |
1,28±0,54 | ||
B B2 |
1,78 |
b |
B3 |
0,70 | |
C1 |
0 | |
C C2 |
0 |
0±0a |
C3 |
0 | |
D1 |
0,78 | |
0,36±0,39 | ||
D D2 |
0 | |
a | ||
D3 |
0,30 |
3.3 Kelimpahan Bakteri Vibrio harveyi pada Tubuh Larva Udang
Hasil perhitungan kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada tubuh larva udang galah diperoleh jumlah tertinggi pada perlakuan B yaitu sebesar 1,28 x 102 CFU/ml. Sedangkan pada perlakuan A dan perlakuan C tidak terdapat kelimpahan bakteri Vibrio harveyi. Berdasarkan analisis menggunakan One Way Anova untuk menguji perlakuan terhadap kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada air media diperoleh hasil yang signifikan (p<0.05), dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Hasil kelimpahan bakteri Vibrio harveyi pada tubuh larva udang dapat dilihat pada Tabel 2. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan bakteri Vibrio harveyi pada larva udang galah memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kelimpahan bakteri Vibrio harveyi dalam tubuh udang. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada perlakuan B, kelimpahan bakteri pada air media lebih rendah dibandingkan kelimpahan bakteri pada tubuh larva udang galah. Hal ini diduga karena bakteri berhasil mendominasi infeksi terhadap tubuh larva udang galah melalui mekanisme quorum sensing. Khasani et al. (2010) mengatakan bahwa Vibrio harveyi 105
3.4 Larva Stage Index (LSI)
Perhitungan Larvae Stage Index dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Besarnya perhitungan disajikan dalam Gambar 3. Pengamatan LSI dilakukan dengan cara menghitung larva dengan berstadium sama. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop pembesaran 10× dan 40×. Hasil pengamatan menunjukkan LSI larva udang galah stadia ke-3. Pada tahap ke-3 ini memiliki ciri-ciri mata mulai membesar dan uropods mulai terbentuk. Aini et al. (2018) mengatakan bahwa larva udang galah stadia ke-3 memiliki ciri-ciri uropods terbentuk dan berumur 3-4 hari.
4
X3
C ω2 OD
m1
A
B
C
D
Perlakuan
Gambar 3. Larva Stage Index Udang Galah
-
3.5 Hasil Pengukuran Paramater Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pengukuran dilakukan untuk memonitoring kualitas air selama penelitian agar tetap optimal dan untuk memastikan bahwa larva udang galah tidak mengalami kematian akibat lingkungan atau kualitas air yang buruk. Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH dan DO dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil pengukuran parameter kualitas air selama penelitian berada pada kisaran optimal bagi larva udang galah, sehingga secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap kematian larva. Kematian larva udang galah selama penelitian berlangsung diduga disebabkan karena penambahan bakteri Vibrio harveyi. Nilai suhu diawal perlakuan yaitu 29,27-29,97°C dan nilai suhu diakhir perlakuan yaitu 29,67-30,43°C. Suhu optimum pertumbuhan larva udang galah yaitu 25-32°C (Fatagar, 2014). Nilai pH diawal perlakuan yaitu 7,87-7,93 dan nilai pH diakhir perlakuan yaitu 8,23-8,40. Nilai pH ini tergolong baik bagi pertumbuhan larva udang galah (Zikri et al., 2013). Nilai DO diawal perlakuan yaitu 5,20-5,43 mg/l dan nilai DO diakhir perlakuan yaitu 4,87-5,13 mg/l. Nilai DO minimum untuk larva udang galah yaitu 5mg/l (Pande et al., 2013). Nilai salinitas diawal perlakuan yaitu 12 ppt dan nilai salinitas diakhir perlakuan yaitu 11,67-12 ppt. Nilai standar salinitas yaitu 12 ppt (Krettiawan et al., 2014).
Tabel 3 Parameter kualitas air selama penelitian.
Perlakuan |
Suhu (°C) |
Salinitas (ppt) |
pH |
DO (mg/l) |
A | ||||
(Kontrol) |
29,97–30,43 |
12–11,67 |
7,87–8,23 |
5,43–5,13 |
B |
29,53–29,87 |
12 |
7,93–8,40 |
5,20–4,93 |
C |
29,27–29,67 |
12–11,67 |
7,90–8,27 |
5,23–4,87 |
D |
29,37–29,67 |
12–11,67 |
7,93–8,40 |
5,30–5 |
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penambahan senyawa thiophenone memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kelulushidupan larva udang galah yang diuji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi. Penambahan senyawa thiophenone tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam pertumbuhan larva udang galah yang diuji tantang dengan bakteri Vibrio harveyi. Penelitian
selanjutnya perlu menggunakan jenis patogen yang berbeda untuk menguji ketahanan larva udang galah ketika diberi perlakuan dengan suatu senyawa penghambat quorum sensing.
Daftar Pustaka
Aini N.I., Tarsim, Wisnu Sujatmiko (2018). Perkembangan Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Hasil Persilangan Populasi Aceh dan Strain Siratu. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 : 55-63.
Akbar A.A. dan Artati D. (2015). Pengaruh Infeksi Bakteri Vibrio harveyi Terhadap Performa Pasca Larva dan Sintasan Larva Udang Galah Gimacro II (Macrobrachium rosenbergii II). Bul. Tek. Lit.
Akuakultur Vol. 13 No. 1 Tahun 2015: 27-31.
[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2012. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditi, Provinsi Dan Pelabuhan Asal Ekspor 2012. Jakarta: Pusat Data, Statistik, dan Informasi Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 1329 hal.
Chatterjee, S, Haldar S. 2012. Vibrio related diseases in aquaculture and development of rapid and accurate identification methods. J Marine Sci Res Dev S1:002. Halaman: 1-7.
Dewi, R. R. S. P. S., & Iswanto, B. (2007). Persentase Post Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii)
dengan Pemberian L-Ascorbyl-2-Monophosphate-Magnesium dalam Air. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 9(2), 307-312.
Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal.
Erlangga. 2015. Distribusi Induk Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Di Pantai Timur Aceh. Berkala Perikanan Terubuk, hlm 56 – 68 Vol. 44. No.1 ISSN 0126 - 4265
Fatagar, S H. 2014. Jumlah konsumsi pakan Udang Galah Macrobrachium rosenbergii yang diberi pakan dengan jenis atraktan berbeda [tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 16 hal.
Krettiawan H., Anggraeni F dan Sopian A (2014). Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Calon Induk Unggul Udang Galah GI Macro II. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan.
Khasani I., Alimuddin, Junior M.Z., Lusiastuti A.M. dan Sopian A. (2015). Resistensi udang galah keturunan pertama terhadap infeksi Vibrio harveyi. Jurnal Riset Akuakultur Vol. 10 : 2.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan (2020). Statistik EKspor Hasil Perikanan Tahun 2015 - 2019. Jakarta.
Nhan, D. T., Cam, D. T. V., Wille, M., Defoirdt, T., Bossier, P., & Sorgeloos, P. (2010). Quorum quenching bacteria protect Macrobrachium rosenbergii larvae from Vibrio harveyi infection. Journal of applied microbiology, 109(3), 1007-1016.
Pande, G. S. J., Scheie, A. A., Benneche, T., Wille, M., Sorgeloos, P., Bossier, P., & Defoirdt, T. (2013).
Quorum sensing-disrupting compounds protect larvae of the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii from Vibrio harveyi infection. Aquaculture, 406, 121-124.
Sobirin, M. (2016). Pengaruh penambahan cod liver oil (CLO) pada pakan komersial terhadap laju pertumbuhan, rasio konversi pakan dan efisiensi pakan udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
(Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Susianingsih, E., & Atmomarsono, M. (2014, December). Variasi warna bakteri Vibrio sp. pada budidaya udang vaname sistem tradisional plus dengan aplikasi pergiliran probiotik. In Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros, Sulawesi Selatan (pp. 1019-1023).
Yang, Q., A.A. Scheie, Benneche T., Defoirdt T. (2015). Specific quorum sensing-disrupting activity (AQSI) of thiophenones and their therapeutic potential. Scientific Reports 5: 18033.
Zikri O, Ferdinand HT, Marsi (2013). Penentuan Pola Perubahan Salinitas Pada Penetasan dan Pemeliharaan Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) asal Sumatera Selatan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56.
Curr.Trends Aq. Sci. VI(1): 66-72 (2023)
Discussion and feedback