Current Trends in Aquatic Science VI(1), 1-7 (2023)

Pengaruh Penambahan Saccharomyces cerevisiae pada Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

I Made Budiarsana a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Alfi Hermawati Waskita Sari a , I Gusti Ngurah Permana b

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia bBalai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol, Buleleng, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-87750482427

Alamat e-mail: budiarsana027@gmail.com

Diterima (received) 24 Januari 2022; disetujui (accepted) 23 Agustus 2022; tersedia secara online (available online) 28 Februari 2023

Abstract

White snapper (Lates calcarifer) is one of the marine aquaculture commodities in Indonesia, which has high economic value and fast growth. This study aims to investigate the influence of Saccharomyces cerevisiae addition into feed on the growth of white snapper (Lates calcarifer). The growth observed was the absolute length growth, the absolute weight, feed conversion ratio, survival, and specific growth rate. This research used experimental methods with complete randomized design non-factorials. White snapper (size 2-3 cm) was maintained for 30 days at a stocking density of 1500 Ind/m3. There were 2 treatments conducted, K treatment (control) and S treatment (pellet + Saccharomyces cerevisiae 100 ml/kg feed). Data analysis was done using t-test. The result showed that the addition of Saccharomyces cerevisiae resulted in decreasing of feed conversion ratio. The absolute length and weight, specific growth rate and survival were higher than the treatment without the addition of Saccharomyces cerevisiae, but not statistically different (p>0,05). The S treatment resulted in higher value of the feed conversion ratio (2,28), growth (7,21 cm/month), absolute weight growth (13,75 g/ month), the specific growth rate (11,92 % /day) and survival of (84,07 % /month). Water quality values such as temperature ranged from 29-31,6 OC salinity 27-32 ppt, pH 7,11-7,57, and dissolved oxygen 1,74-5,64 ppm.

Keywords: White Snapper , growth Saccharomyses cerevisiae

Abstrak

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu komoditas budidaya laut unggulan di Indonesia, karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan pertumbuhan yang relatif cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan terhadap pertumbuhan ikan kakap putih (Lates calcarifer). Aspek pertumbuhan yang diamati yaitu pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, rasio konversi pakan, kelangsungan hidup, dan laju pertumbuhan spesifik. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Ikan kakap putih dipelihara dengan kepadatan 1500 ekor/m3 dengan ukuran benih 2-3 cm yang dipelihara selama 30 hari dengan 2 perlakuan dan masing-masing perlakuan dilakukan 3 ulangan yaitu perlakuan K (kontrol) dan perlakuan S (pellet + Saccharomyces cerevisiae 100 ml/kg pakan). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis keragaman dengan uji T untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan menghasilkan rasio konversi pakan lebih rendah. Pertumbuhan panjang mutlak, pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan spesifik, dan kelangsungan hidup menunjukkan nilai lebih tinggi daripada perlakuan tanpa menggunakan Saccharomyces cerevisiae namun secara statistik tidak berbeda nyata (p>0,05). Perlakuan S menghasilkan nilai rasio konversi pakan yaitu 2,28, pertumbuhan panjang mutlak 7,21 cm/bulan, pertumbuhan bobot mutlak 13,75 gr/bulan, nilai laju pertumbuhan spesifik 11,91704%/hari dan kelangsungan hidup dengan nilai 84,07% dalam 1 bulan pemeliharaan. Nilai kualitas air selama penelitian yaitu suhu berkisaran antara 29-31,6 OC, salinitas 27-32 ppt, pH 7,11-7,57, dan DO 1,745,64 ppm.

Kata kunci: Ikan kakap putih, pertumbuhan, Saccharomyces cerevisiae

  • 1.    Pendahuluan

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu komoditas budidaya laut unggulan di Indonesia. Permintaan pasar kakap putih di Indonesia tergolong tinggi, termasuk permintaain untuk ekspor. Permintaan ekspor pada tahun 2012 di negara-negara Eropa (Italia, Spanyol dan Perancis) mencapai 14.285 ton, dan pada tahun 2014 lebih dari 18.572 ton (Hardianti et al., 2016).

Ikan kakap putih memiliki pertumbuhan yang relatif cepat. Menurut Rayes et al. (2013), laju pertumbuhan harian ikan kakap putih dapat mencapai 0,51%/hari. Sintasan hidupnya bisa mencapai 86% dan mudah mengikuti keadaan pada lingkungan budidaya (relatif mudah dibudidayakan). Pakan dan kualitas lingkungan air pada budidaya ikan kakap menjadi faktor penting yang menentukan pertumbuhan ikan kakap.

Pakan memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan suatu usaha budidaya ikan, dimana 70% dari total biaya produksi adalah pakan. Komposisi pakan, pola pemberian pakan, waktu pemberian pakan, genetik dan kondisi lingkungan merupakan penentu pertumbuhan dan ketahanan penyakit dalam sistem budidaya (Seto et al., 2019). Kebutuhan nutrisi untuk benih kakap putih harus memiliki kadar protein tidak kurang dari 40%, karena ikan kakap putih tergolong hewan karnivora (Prihaningrum et al., 2015). Dosis pemberian pakan buatan pada fase pendederan/ penggelondongan 7 - 10% dari biomasa dan diberikan 3 – 5 kali/ hari. Dalam produksi bahan pakan, penambahan Saccharomyces cerevisiae (ragi) sering dilakukan. Penambahan Saccharomyces cerevisiae bertujuan untuk menginduksi perubahan tekstur, rasa dan aroma pakan yang diinginkan (Rajagukguk et al., 2017).

Penggunaan imunostimulan merupakan alternatif dari penggunaan antibiotik dan bahan kimia. Saat ini penggunaan imunostimulan untuk mencegah wabah pada budidaya perikanan mendapat perhatian khusus dari para peneliti (Manoppo et al., 2016). Salah satu imunostimulan yang sering digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae telah banyak digunakan pada produk akuakultur dan peternakan. Terdapat beberapa keunggulan Saccharomyces cerevisiae bagi ikan budidaya, yaitu non-patogenisitas, tidak ada plasmid yang mengkode gen resistensi antibiotik, dan mampu bertahan hidup pada kondisi asam dan basa.

Saccharomyces cerevisiae diketahui menghasilkan banyak substrat energi dalam enterosit untuk membuat usus lebih sehat (Hurriyani, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh Saccharomyces cerevisiae pada pakan terhadap pertumbuhan ikan kakap putih (Lates. calcarifer).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dari tanggal 24 Februari hingga 25 Maret 2020. Penelitian ini berlokasi di Balai Besar Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol.

  • 2.2    Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan 6 bak dengan volume 1 m3 yang terbagi dalam 2 perlakuan yakni perlakuan K (tanpa menggunakan Saccharomyces cerevisiae) dan perlakuan S (menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 100 ml/kg pakan). Padat penebaran yang dilakukan yaitu 1500 ekor/m3 dengan ukuran ikan 2-3 cm selama 30 hari pemeliharaan. Saccharomyces cerevisiae yang digunakan diperoleh dari pihak Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol. Pengukuran laju pertumbuhan dan kualitas air diukur dengan pengukuran In situ. Variabel yang diukur meliputi Panjang mutlak, bobot mutlak, Laju pertumbuhan spesifik (SGR), sintasan (SR), Rasio Konversi Pakan (FCR) suhu, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH) dan salinitas.

  • 2.3    Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak adalah perbedaan antara panjang akhir budidaya dan panjang awal budidaya. Pertambahan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (1997) yaitu:

PPM = Lt - Lo                           (1)

dimana PPM merupakan pertumbuhan panjang mutlak (cm); Lt merupakan panjang rata-rata diakhir pemeliharaan (cm); dan Lo merupakan panjang rata-rata diawal pemeliharaan (cm).

  • 2.4    Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot mutlak adalah selisih antara bobot pada akhir fase pemeliharaan dan bobot pada awal fase pemeliharaan. Pertambahan berat badan absolut dihitung dengan menggunakan rumus De Silva dan Anderson (1995).

PM =Wt - Wo                         (2)

dimana PM merupakan pertumbuhan bobot mutlak (g); Wt merupakan bobot rata-rata pada akhir penelitian (g); dan Wo merupakan Bobot rata - rata pada awal penelitian (g).

  • 2.5    Rasio Konversi Pakan (FCR)

Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus dari Djajasewaka (1985) sebagai berikut :

FCR = F/(((Wt + D)- Wo))               (3)

dimana FCR merupakan nilai rasio konversi pakan; F merupakan jumlah total pakan yang diberikan (g); Wt merupakan bobot total ikan di akhir pemeliharaan (g); D merupakan bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan (g); dan Wo merupakan bobot total ikan di awal pemeliharaan (g)

  • 2.6    Sintasan

Sintasan adalah rasio jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan hidup pada awal pemeliharaan. Data kelangsungan hidup ikan uji dikumpulkan pada akhir pemuliaan dan dibandingkan dengan rumus Muchysin et al. (2016).

FSR = (No - Nt)∕No × 100%             (4)

dimana SR merupakan nilai sintasan (%); No merupakan merupakan jumlah ikan hidup pada awal pengumpulan data (ekor); dan Nt merupakan jumlah ikan yang mati selama penelitian (ekor).

  • 2.7    Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik dihitung dengan rumus Takeuchi (1988):

SGR=(Ln Wt-Ln W0)∕t×100%                 (5)

dimana SGR merupakan laju pertumbuhan spesifik (%/hari); Wt merupakan bobot biomassa ikan uji pada akhir penelitian (g); Wo merupakan bobot

biomassa ikan uji pada awal penelitian (g); dan t merupakan lama penelitian (hari)

  • 2.8    Analisa Data

Analisis data dari perhitungan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dilakukan analisis sidik ragam uji t pada parameter pertumbuhan absolut, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, efisiensi pakan dan tingkat kelangsungan hidup dengan interval kepercayaan 95%. Efek atau varians signifikan data observasi ditampilkan dalam format tabel dan grafik.

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Pertumbuhan Panjang mutlak

Berdasarkan grafik (Gambar 1) pertumbuhan rata – rata panjang mutlak dari kedua pengulangan ikan kakap putih selama pengamatan didapatkan hasil perlakuan S memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K. Perlakuan S menghasilkan nilai rata – rata panjang mutlak 7,21 ± 0,247 cm, sedangkan perlakuan K menghasilkan nilai rata – rata panjang mutlak 6,71 ± 0,106 cm. Uji statistik    pertumbuhan    panjang    mutlak

menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan menghasilkan pertumbuhan Panjang mutlak ikan kakap putih yang tidak berbeda nyata (p>0,05).

Gambar 1. Pertumbuhan Panjang Mutlak Ikan Kakap

Putih

  • 3.2    Pertumbuhan Bobot Mutlak

Berdasarkan grafik rata-rata pertumbuhan bobot mutlak ikan kakap putih (Gambar 2) selama pengamatan diketahui bahwa perlakuan S memiliki nilai pertumbuhan bobot mutlak lebih tinggi yaitu 13,75 ± 1,117 g dibandingkan dengan perlakuan K yang menghasilkan nilai, yaitu 12,06 ± 1,124 g. Uji

statistik pertumbuhan bobot mutlak menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan menghasilkan pertumbuhan bobot mutlak ikan kakap putih yang tidak berbeda nyata (p>0,05).

16.00

14.00

12.00

10.00

8.00

6.00

4.00

Perlakuan S

Perlakuan K

Gambar 2. Pertumbuhan Bobot Mutlak Ikan Kakap Putih

  • 3.3    Rasio Konversi Pakan (FCR)

Rata-rata rasio konversi pakan lebih tinggi dihasilkan pada perlakuan S dan terendah pada perlakuan K (Gambar 3). Nilai SR pada perlakuan S, yaitu 2,28 ± 0,212 dan perlakuan K, yaitu 2,47 ± 0,029. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan rasio konversi pakan (FCR) yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap ikan kakap putih.

Gambar 3. Grafik Rasio Konversi Pakan (FCR) Ikan

Kakap Putih.


  • 3.4 . Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik paling tinggi dihasilkan pada perlakuan S dengan nilai sebesar 0,119 ± 0,00429 %/hari sedangkan pada perlakuan K mendapatkan hasil 0,112 ± 0,00794 %/hari. Uji statistik laju pertumbuhan spesifik ikan kakap putih selama 30 hari pemeliharaan menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan menghasilkan laju pertumbuhan harian ikan kakap putih yang tidak berbeda nyata (p>0.05).

Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Kakap Putih.


  • 3.5 . Sintasan (SR)

Berdasarkan grafik sintasan ikan kakap putih (Gambar 5) terlihat bahwa perlakuan S memiliki nilai tertinggi yaitu 84,07 ± 1,226% dibandingkan dengan perlakuan K yaitu 80,50 ± 7,307%. Hasil Uji statistik kelangsungan hidup ikan kakap putih selama 30 hari pemeliharaan menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ikan kakap putih yang tidak berbeda nyata (p>0.05).

88.00

Co' 86.00 Ox

84.00

Fs

82.00

•S 80.00

S 78.00

76.00

84.07 ± 1,226


80.50 ± 7,307


Perlakuan S


Perlakuan K


Gambar 5. Grafik Kelangsungan Hidup (SR) Ikan Kakap Putih.

3.6 Kualitas Air


Berdasarkan tabel 1 nilai rata-rata suhu selama pengamatan pada kolam percobaan yaitu 29,00 -31,93OC. Hasil pengambilan data salinitas berada dikisaran 27-32 ppt yang masih tergolong baik bagi kakap putih. Nilai tertinggi pH pada kolam percobaan berada pada kisaran 7,01 - 7,57. Nilai pengukuran DO dari awal sampai akhir penelitian mengalami perubahan yang cukup signifikan, kisaran nilai DO selama penelitian yang diperoleh pada kisaran 1,74 - 5,64 ppm.

Tabel 1.

Nilai kualitas air pada kolam percobaan selama pengamatan.

No.

Parameter

Perlakuan

K

S

1

Suhu (oC)

29-31,93

29-31,62

2

Salinitas (ppt)

27-32

27-32

3

pH

7,11-7,47

7,01-7,57

4

DO (ppm)

1,74-5,64

1,88-5,27

  • 4.2 Pembahasan

  • 4.1    Pertumbuhan Panjang Mutlak

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil yaitu perlakuan S menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar yaitu 7,21 ± 0,247 cm sedangkan

perlakuan K memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih kecil yaitu 6,71 ± 0,106 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan kakap putih namun tidak berbeda signifikan. Hal tersebut diakibatkan oleh suplai aerator pada hari tersebut menurun dan diiringi dengan penurunan nafsu makan ikan yang mengakibatkan ikan stres dan penggunaan Saccharomyces cerevisiae pada pakan yang tidak bekerja dengan maksimal. Pendapat tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Anshary, (2019) yakni stres disebabkan oleh berbagai faktor selama pemeliharaan, salah satunya adalah faktor lingkungan seperti kadar amonia yang tinggi, kadar salinitas yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan, perubahan pH dan suhu air yang mendadak, kadar oksigen yang rendah dan CO2 yang tinggi.

Penelitian terhadap pertumbuhan panjang mutlak ikan kakap putih juga pernah dilakukan oleh Hartati et al. (2020) dengan memperoleh hasil 0,990 cm dengan dosis Saccharomyces cerevisiae yakni 0,20%. jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan hal tersebut tidak jauh berbeda. Peningkatan tersebut diduga karena pemberian probiotik pada pakan memberikan pengaruh pada proses penyerapan pakan yang menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat. Daniels et al. (2010) menyatakan bahwa probiotik dapat membantu pencernaan di dalam tubuh ikan kakap putih sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan.

  • 4.2    Pertumbuhan Bobot Mutlak

Penambahan Saccharomyces cerevisiae pada pakan terhadap pertumbuhan ikan kakap putih menunjukkan adanya peningkatan kinerja pertumbuhan. Peningkatan tersebut terlihat secara kuantitatif dengan adanya penambahan bobot ikan. Penambahan bobot tersebut menunjukkan bahwa ikan mampu menyerap nutrient yang terkandung pada pakan. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan S menghasilkan rata-rata biomassa akhir yang lebih besar yaitu 13,75 ± 1,117 g dengan perlakuan K dengan rata-rata biomassa sebesar 12,06 ± 1,124 g. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan kakap putih namun tidak berbeda signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutthi et al. (2020) ditemukan bahwa ikan yang diberi pakan yang dicampur dengan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) mengalami peningkatan sistem imun dan nafsu makan. Cokrowati et al. (2020) dari hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa suplementasi Saccharomyces cerevisiae sebesar 0,20% dari berat pakan dapat menghasilkan biomassa akhir lebih besar dibandingkan dengan kontrol pada ikan kakap putih.

  • 4.3    Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)

Laju pertumbuhan spesifik merupakan laju pertumbuhan harian, atau pertambahan bobot ikan dalam 1 hari. Anggraeni dan Abdulgali (2013) menyatakan bahwa laju pertumbuhan dapat dilihat dari laju pertumbuhan dan peningkatan laju pertumbuhan spesifik. Laju pertumbuhan spesifik sangat berhubungan dengan proses pencernaan, semakin baik ikan mencerna pakan makalaju pertumbuhan semakin besar (Rachmawati et al., 2021) Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan harian ikan kakap putih yang diperoleh menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan dosis 100 ml/kg pakan menghasilkan penambahan berat rata-rata 0,119 ± 0,00429%/hari, sedangkan perlakuan kontrol yang tidak menggunakan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan penambahan berat sebesar 0,112 ± 0,00794 %/hari.

Perlakuan S dengan dosis Saccharomyces cerevisiae sebanyak 100 ml/kg pakan memperlihatkan bahwa penambahan Saccharomyces cerevisiae pada pakan ikan memberikan pertumbuhan ikan kakap putih yang

optimal namun tidak berbeda signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Welker et al. (2012), Saccharomyces cerevisiae dalam pakan dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, meningkatkan penyerapan nutrisi dan efisiensi pakan. Laju pertumbuhan spesifik dan pertumbuhan bobot mutlak ikan kakap putih pada waktu pemeliharaan yang tepat adalah 0,51%/hari dan berkisar antara 50-60g (Novriadi et al., 2014)

  • 4.4    Konversi Pakan (FCR)

Hasil analisis statistik menunjukkan pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan menghasilkan rasio konversi pakan (FCR) lebih kecil yaitu dengan nilai 2,28 ± 0,212, namun tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan perlakuan kontrol sebesar 2,47 ± 0,029. Hasil dari rasio konversi pakan rata-rata yang diteliti, kualitas pakan yang diberikan kemungkinan dipengaruhi oleh keberadaan Saccharomyces cerevisiae, yang menekan patogen enterik yang bercampur dengan pakan dan masuk ke saluran pencernaan untuk mendukung pemberian pakan yang optimal. Semakin kecil rasio konversi pakan, maka semakin efisien pakan yang dikonsumsi ikan digunakan untuk pertumbuhannya, dan semakin tinggi rasio konversi pakan maka semakin kurang efisien pakan yang dikonsumsi ikan (Sudaryono et al., 2014). Rasio konversi pakan dan rasio konversi pakan dipengaruhi tidak hanya oleh jumlah pakan yang diberikan, tetapi juga oleh beberapa faktor seperti kepadatan, bobot individu ikan, umur sekolah, suhu air, dan metode pemberian pakan (kualitas pakan, penempatan, frekuensi) (Jariyah et al., 2013).

  • 4.5    Sintasan (SR)

Sintasan adalah perbandingan organisme pada akhir pemuliaan dengan jumlah organisme yang disimpan dalam wadah pada saat awal pemeliharaan. Tingkat sintasan ikan kakap putih yang diteliti dengan nilai terendah yaitu perlakuan K, yaitu sebesar 80,50 ± 7,307%. Hal ini karena seiring meningkatnya persaingan ikan dalam penggunaan oksigen, ikan menjadi stres dan mati. Sisa-sisa metabolisme meningkat, menyebabkan ikan stres atau mati, tetapi tingkat kelangsungan hidup tertinggi terlihat dengan perlakuan S sebesar 84,07 ± 1,226%. Menurut Novriadi et al. (2014), tingkat sintasan ikan kakap hitam putih saat dipelihara adalah 86%. Sintasan yang rendah pada perlakuan K dikarenakan oleh rendahnya kadar

oksigen yang terlarut dalam air dan tingkat kekeruhan yang tinggi yang mengakibatkan kematian ikan sehingga mempengaruhi nilai kelangsungan hidup ikan kakap putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardianti et al. (2016) bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan hidup adalah faktor abiotik dan biotik yaitu kompetisi, kepadatan populasi, umur dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan organisme.

  • 4.6    Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air memperlihatkan bahwa kualitas air pada penelitian ini tergolong baik. Nilai pengukuran suhu juga tergolong baik yakni 29-31,93 OC. Salinitas berada pada kisaran 2732 ppt yang masih tergolong baik bagi kakap putih. pH atau derajat keasaman berada pada kisaran 7,01-7,57 ppm yang dapat digolongkan baik untuk mendukung kehidupan ikan kakap putih. Hal ini serupa dengan pernyataan Rahmi et al. (2017)

bahwa biota laut membutuhkan oksigen terlarut diatas 5 ppm untuk hidup. Hardianti et al. (2016) menyatakan bahwa pH atau keasaman yang sesuai untuk produksi ikan kakap putih adalah pH air laut pada kisaran 7-9. Suhu air berada pada kisaran 28,6 hingga 29,2°C. Salinitas 27-32 ppt sangat cocok untuk ikan kakap putih dewasa. pengukuran DO yang diperoleh berkisar antara 1,74 hingga 5,64 ppm, yang merupakan nilai rendah untuk ikan kakap putih. Nilai DO untuk budidaya ikan air asin harus melebihi 5 ppm (Widyanto, 2019). Didukung oleh pernyataan Shubhi et al.  (2017) bahwa

konsumsi oksigen yang berbeda berbeda seperti kakap merah dan kakap putih membutuhkan DO lebih tinggi daripada ikan demersal lainnya.

  • 4.    Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Saccharomyces cerevisiae pada pakan dengan dosis 100 ml/kg pakan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kakap putih (Lates calcarifer) namun secara statistik tidak berbeda nyata. Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang lebih besar dan dengan pemeliharaan yang lebih lama.

Ucapan terimakasih

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Balai Besar Budidaya Laut dan Penyuluhan

Perikanan (BBBLPP) Gondol yang banyak membantu saat dilapangan.

Daftar Pustaka

Anggraeni, N. M., & Abdulgani, N. (2013). Pengaruh Pemberian Pakan Alami dan Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) pada Skala Laboratorium. Jurnal Sains dan seni POMITS, 2(1), 337-352.

Cokrowati, N., Hartati, I. L., & Lestari, D. P. (2020). Addition of Yeast Bread (Saccharomyces cerevisiae) in Feed to Increase Growth of Barramundi (Lates calcarifer). Jurnal Biologi Tropis, 20(2), 270-278.

Daniels, C L., Merrifield, D.L., Boothroyd, D.P., dan Davies, S.J. (2010). Effect of Dietary Bacillus spp. and Mannan Oligosaccharides (MOS) on Europhean Lobster (Hummarus gammarus L.) Larvae Growth Performance, Gut Morfology and Gut Micobiota. Aquaculture. 30(4), 49-57.

De silva, T. A., J. Anderson. (1995). Fish nutrision in Aquaculture. London, UK: Chapman and hall.

Djajasewaka, H., 1985. Pakan Ikan (Makanan Ikan). Jakarta, Indonesia: CV. Yasaguna.

Effendi, M. I. (1997). Biologi Perikanan. Yogyakarta, Indonesia: Yayasan Pustaka Nusantara.

Hadisudarmo, P. (1985). Mikrobiologi Pertania Jilid I. Surakarta, Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Hardianti, Q., Rusliadi., & Mulyadi. (2016). Effect of Feeding Made with Different Composition on Growth and Survival Seeds of Barramundi (Lates calcarifer, Bloch). Jurnal Online Mahasiswa. 3(2), 1-10.

Hartati, I. K., Cokrowati, N., & Dewi, P. L. (2020).

Addition of Yeast Bread (Saccharomyces cerevisiae) in Feed to Increase Growth of Barramundi (Lates calcarifer). Jurnal Biologis Tropis, 20(2), 270-278

Jariyah, E.S. Tarsim, Y.t. Adiputra, Siti, & Hudaidah. (2013). Pengaruh Penambahan Probiotik pada Pakan dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan, Kelulushidupan, Efisiensi Pakan dan Retensi Protein Ikan Patin (Pangasisus hypophthalmus). Jurnal Rekayasa dan Tekhnologi Budidaya Perairan, 1(2), 151-162.

Muchlisin, Z.A., Afrido, F. T., Murda, N., Fadli, A. A., Muhammadar, Z., Jalil, C., & Yulvizar. (2016). The effectiveness of experimental diet with varying levels of papain on the growth performance, survival rate and feed utilization of keureling fish (Tor tambra). Biosaintifika, 8(2), 172-177.

Novriadi, R., Hermawan T., Ibtisam., Dikrurrahman, M., Kadari., Herault, M., Fournier, V., & Seguin, P. (2014). Kajian Respons Kekebalan Tubuh dan Performa

Pertumbuhan Ikan Kakap Putih Lates calcarifer Bloch melalui Suplementasi Protein Hidrolisis pada Pakan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 13(2), 182-191.

Rachmawati, D., Samidjan, I., & Nurhayati, D. (2021). Pengaruh Penambahan Saccharomyces cerevisiae pada Pakan Komersial terhadap Performan Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Pena Akuatika: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 20(2), 35-45.

Rahmi, R., & Ramses, R. (2017). Aplikasi Kelayakan Kualitas Air Aspek Mikrobiologi pada Sistem Resirkulasi untuk Mendukung Pertumbuhan Benih Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch). SIMBIOSA, 6(1), 31-39.

Rayes, R. D., Sutresna, I. W., Diniarti, N., & Supii, A.I. (2013). Pengaruh Perubahan Salinitas terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch). Jurnal Kelautan. 6(1), 47-56.

Shubhi, M. Z. A., Kusumadewi, Y. S., & Suswati, D. (2017). Study of Suitability and Environmental Carrying Capacity for Barramundi (Lates calcarifer, Bloch) Culture in Waters of Lemukutan Island and Penata Besar Island, Bengkayang Region, West Kalimantan. Aquasains, 5(2), 475-487.

Sudaryono, A., Hermawan, T. E. S. A., Slamet, B. P. (2014). Pengaruh Padat Tebar Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Lele (Clarias gariepinus) dalam Media Bioflok. Journal of Aquaculture Management and Technology, 3(3), 35-42.

Sutthi, N., & Thaimuangphol, W. (2020). Effects of yeast (Saccharomyces cerevisiae) on growth performances, body composition and blood chemistry of Nile tilapia (Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758) under different salinity conditions. Iranian Journal of Fisheries Sciences, 19(3), 1428-1446.

Takeuchi, T. (1988). Laboratory Work-Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. In: Watanabe, T. (Ed.). Fish Nutrition and Mariculture. JICA. Tokyo University Fish. pp. 179-229.

Welker, T. L., C. Lim, M. Yildirim-Aksoy, & P. H. Klesius. (2012). Effect of short-term feeding duration of diets containing commercial whole-cell yeast or yeast subcomponents on immune function and disease resistance in channel catfish, Ictalurus punctatus. Journal of Animal Physiology and Animal Nutrition, 9, 159-171.

Widyanto, A. (2014). Pengaruh Padat Tebar terhadap Pertumbuhan Benih Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Benih Ikan Pantai (BBIP). Skripsi. Gorontalo, Indonesia: Universitas Negeri Gorontalo.

Rajagukguk, B. B., Lumenta, C., & Mokolensang, J. F. (2017). Pemanfaatan ragi (Saccharomyces cerevisiae) pada Formulasi Pakan dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). eJournal Budidaya Perairan, 5(3), 44-49.

Curr.Trends Aq. Sci. VI(1): 1-7 (2023)