Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Tumbuhan Air di Danau Tamblingan, Bali
on
Current Trends in Aquatic Science V(2), 118-126 (2022)
Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Tumbuhan Air di Danau Tamblingan
I Kadek Tobing Ascahya a*, I Wayan Arthana a, Ni Putu Putri Wijayanthi a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-821-465-695-61
Alamat e-mail: tobingascahya@gmail.com
Diterima (received) 14November 2021; disetujui (accepted) 27 Januari 2022; tersedia secara online (available online) 19 Agustus 2022
Abstract
This research aimed to know the diversity abudance and water quality conditions of the life of aquatic plants in Lake Tamblingan. Sampling used methods of observation and purposive sampling. Analysis method used value of diversity indices and abudance. Aquatic plants discovered in Lake Tamblingan were 5 types, divided into 3 types of habitat, namely the type of free floating, floating leaved and emergent. Free float type (free floating) consists of Salvinia molesta, floating-leaved plants (floating leaved) consists of Myriophyllum aquaticum, Nymphoides indica plants sticking out (emergent) consists of Alternanthera philoxeroides, Persicaria decipiens. The highest diversity index value was in stations 3 (far from setlement) of 1,41. The highest species abundance was Nymphoides indica at station 1 of 89 ind/m2. The dominance index value ranges from 0.26 to 0.34. Water quality of DO, pH, Temperature, brightness, depth, nitrate and phosphate showed that the waters of Tamblingan Lake was still on the threshold for the growth of aquatic plants and the diversity was in the medium category.
Keywords: Diversity, Abundance, Water Quality, Lake, Water Plants
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan, keanekaragaman tumbuhan air dan kondisi kualitas air terhadap kehidupan tumbuhan air yang ada di Danau Tamblingan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode observasi dan purposive sampling. Analisis menggunakan indeks keanekaragaman dan nilai kelimpahan. Tumbuhan air yang terdapat di Danau Tamblingan 5 jenis. Terbagi menjadi tiga tipe habitat yaitu tipe free floating, floating leaved, dan emergent. Tipe mengapung bebas (free floating) terdiri dari jenis Salvinia molesta, tumbuhan berdaun mengambang (floating leaved) terdiri dari jenis Myriophyllum aquaticum, Nymphoides indica dan tumbuhan mencuat (emergent) terdiri dari jenis Alternanthera philoxeroides, Persicaria decipiens. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 (jauh dari permukiman penduduk) sebesar 1,41. Kelimpahan spesies tertinggi yaitu Nymphoides indica pada stasiun 1 sebesar 89 ind/m2. Nilai indeks dominansi berkisar 0.26-0.34. Hasil pengukuran kualitas air dari DO, pH, suhu, kecerahan, kedalaman, nitrat dan fosfat menunjukan perairan Danau Tamblingan masih di ambang batas untuk kehidupan tumbuhan air dan keanekaragaman yang termasuk kategori sedang.
Kata Kunci: Keanekaragaman, Kelimpahan, Kualitas Air, Danau, Tumbuhan Air
menjadi dua berdasarkan pada proses terjadinya, yaitu danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi dan danau tektonik yang terjadi akibat gempa (Barus, 2004). Provinsi Bali memiliki empat buah danau yaitu Danau Batur di Kabupaten Bangli, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan, Danau Buyan dan Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng. Danau Tamblingan yang terletak di Kecamatan Sukasada Kabupaten
Buleleng merupakan danau dataran tinggi di Bali yang menjadi cadangan air penting bagi daerah Bali Utara. Air danau biasanya bersifat jernih dan di sekitar daerah pinggir danau terdapat tumbuhan air (Effendi, 2003). Tumbuhan air merupakan salah satu komunitas yang memiliki peranan penting dan terdapat di sekeliling danau. Tumbuhan air termasuk salah satu komponen biologi dalam ekosistem danau yang sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Pada ekosistem danau, tumbuhan air berfungsi sebagai sumber makanan bagi organisme perairan (feeding ground), tempat bertelur ikan (spawning ground), tempat memijah ikan (nursery ground), sekaligus tempat berlindung bagi ikan dan hewan-hewan invertebrata perairan (shelter ground). Selain itu, beberapa tumbuhan air juga di antaranya mampu menyerap unsur logam berat, sehingga dapat mengurangi pencemaran (Sunanisari et al., 2008).
Tumbuhan air sering disebut pula tumbuhan akuatik yang berfungsi sebagai produsen penghasil energi dalam suatu ekosistem (Odum dan Barrett, 2005). Uno et al. (2001) menyatakan bahwa tumbuhan air adalah tumbuhan yang hidup di dalam air dan memiliki organ yang teradaptasi dengan lingkungan perairan, atau tumbuh di dekat badan air, terendam sebagian atau seluruhnya. Kehadiran tumbuhan air ini penting selama populasinya terkendali.
Danau Tamblingan memiliki peran ekonomis bagi masyarakat di sekitar kawasan danau. Berbagai aktivitas masyarakat yang dilakukan di danau antara lain penangkapan ikan, pariwisata, rekreasi serta transportasi. Keberadaan tumbuhan air yang bersifat gulma akan menimbulkan masalah besar pada kelangsungan produktivitas danau sehingga perlu dikontrol. Penelitian tentang keanekaragaman dan kelimpahan tumbuhan air di Danau Tamblingan hingga saat ini masih belum banyak dilakukan, maka dari itu diperlukan penelitian untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan air dan mengetahui seberapa besar kelimpahan tumbuhan air, yang terdapat di Danau Tamblingan.
Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode observasi, yaitu teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Metode penentuan
stasiun penelitian menggunakan metode Purposive yaitu metode penentuan stasiun dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah ditentukan.
-
2.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2018 di perairan Danau Tamblingan, Bali. Pengambilan sampel dilakukan 2 minggu sekali. Peta penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian di Danau Tamblingan
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi Transek Kuadrat 1×1 m2, GPS, pH meter, DO meter, Termometer, Kamera, Secchi disk, Botol sampel, Kertas label, Tisu, Cool Box, Akuades, Alat tulis, Buku identifikasi tumbuhan air, Tali rafia, dan Kantong plastik
-
2.3 Pengumpulan Data
-
2.3.1 Pengambilan Data Sampel Tumbuhan Air
-
Pengambilan sampel tumbuhan air dilakukan pada tiga stasiun. Setiap stasiun ditetapkan 3 titik sampling dengan jarak 10 m antar titik. Pengambilan sampel menggunakan transek kuadrat ukuran 1 x 1m2. Data tumbuhan air dianalisis untuk mendapatkan data berupa jenis, kelimpahannya.
-
2.3.2 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran parameter lingkungan perairan diukur sebanyak 3 kali. Parameter yang diukur meliputi suhu, pH, DO, kecerahan, kedalaman, nitrat dan fosfat
Tabel 1
Klasifikasi Tumbuhan Air yang Ditemukan di Danau Tamblingan
Kelas |
Ordo |
Famili |
Genus |
Spesies |
Pterophyta |
Salviniales |
Salviniaceae |
Salvinia |
Salvinia molesta |
Dicotyledoneae |
Haloragidales |
Haloragidaceae |
Myriophyllum |
Myriophyllum aquaticum |
Dicotyledoneae |
Caryophyllales |
Polygonaceae |
Persicaria |
Persicaria decipiens |
Monocotyledoneae |
Carophyllales |
Amaranthaceae |
Alternanthera |
Alternanthera philoxeroides |
Monocotyledoneae |
Solanales |
Menyanthaceae |
Nymphoides |
Nymphoides indica |
-
2.4 Analisis Data
-
2.4.1 Indeks Kelimpahan
-
Kelimpahan merupakan jumlah individu yang menempati wilayah tertentu per satuan luas atau per satuan volume. Mencatat semua jenis dalam bentuk individu maupun koloni dan menghitung kelimpahan jenis dalam satu komunitas dengan rumus (Brower dan Zar, 1977) yaitu:
ni
Ki=A
(1)
Dimana K adalah kelimpahan jenis tumbuhan air (Individu/m2); N adalah jumlah koloni setiap spesies tumbuhan air (Individu); dan A adalah luas transek (m2).
-
2.4.2 Indeks Keanekaragaman
Keanekaragaman dihitung menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Odum, 1996):
H' = -Σ (ni/N) ln (ni/N)
(2)
dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; N adalah jumlah total individu; dan ni adalah jumlah individu.
-
2.4.3 Indeks Dominansi
Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus (Fachrul, 2007):
n
D = ∑(pi)2
(3)
Keterangan:
dimana D adalah indeks dominansi; Pi = Proporsi jumlah ke-i terhadap jumlah total; N = Jumlah spesies.
D < 0,4 : Dominansi rendah
0,4 < D < 0,6 : Domiansi sedang
D > 0,6 : Dominansi tinggi
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 5 spesies tumbuhan air yang termasuk ke dalam 5 famili di seluruh stasiun pengamatan (Tabel 1). Tidak semua jenis tumbuhan air yang ada di Danau Tamblingan terdapat di setiap stasiunnya. Pada stasiun 1 ditemukan 4 spesies tumbuhan air yaitu Myriophyllum aquaticum, Persicaria decipiens, Alternanthera philoxeroides dan Nymphoides indica, pada stasiun 2 hanya ditemukan 3 spesies yaitu Myriophyllum aquaticum, Alternanthera philoxeroides dan Nymphoides indica, sedangkan pada stasiun 3 terdapat 5 spesies tumbuhan air yaitu Salvinia molesta, Myriophyllum aquaticum, Persicaria decipiens, Alternanthera philoxeroides dan Nymphoides indica. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Perbedaan jumlah spesies dan jumlah individu tumbuhan air yang ditemukan di setiap stasiun penelitian diduga karena faktor lingkungan dan parameter fisika kimia perairan dan juga berhubungan dengan tipe habitat tumbuhan air itu sendiri.
Dari Tabel 2 dapat dilihat jenis tumbuhan air Alternanthera philoxeroides, Myriophyllum aquaticum dan Nymphoides indica merupakan jenis tumbuhan air yang paling banyak ditemukan di Danau Tamblingan. Jenis tumbuhan air Alternanthera philoxeroides ini memiliki tipe habitat emergent. Secara morfologi, tipe emergent lebih mudah bertahan hidup pada air yang berarus dibandingkan tipe yang lain, karena akarnya menjadi penahan untuk tetap berada di posisi semula, sedangkan batang dan daunnya yang mencuat di atas permukaan air tidak akan terlalu dipengaruhi oleh arus (Paramitha dan Kurniawan, 2014). Banyaknya jenis tumbuhan air dari tipe habitat ini mungkin karena tanaman berakar dengan daun timbul (emergent) memiliki pola adaptasi yang baik pada daerah perairan tergenang
Tabel 2
Jenis dan Keberadaan Tumbuhan Air pada setiap Stasiun
No |
Jenis Tumbuhan Air |
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
Stasiun 3 |
1 |
Salvinia molesta |
- |
- |
√ |
2 |
Myriophyllum aquaticum |
√ |
√ |
√ |
3 |
Persicaria decipiens |
√ |
- |
√ |
4 |
Alternanthera philoxeroides |
√ |
√ |
√ |
5 |
Nymphoides indica |
√ |
√ |
√ |
Alternathera philoxeroides yang ditemukan di Danau Tamblingan juga sangat banyak ditemukan pada tempat-tempat dengan kelembaban udara yang konstan. Alternathera philoxeroides ini dapat ditemui dipinggir jalan, taman, rawa, danau, sawah, hingga perkebunan teh pada ketinggian mencapai 1800 mdpl (Grubben, 2004). Alternathera philoxeroides ini seringkali dimanfaatkan sebagai obat berbagai penyakit sederhana seperti sakit perut, diare, dan penurunan demam (Grubben, 2004). Lebih lanjut dikatakan bahwa Alternathera philoxeroides ini di berbagai belahan dunia dilaporkan sebagai jenis invasif. Alternathera philoxeroides berasal dari Amerika Selatan, dan saat ini sudah tersebar ke Eropa, Asia dan Oceania. Spesies ini dilaporkan mampu menekan pertumbuhan jenis tumbuhan air lainnya sehingga menjadi dominan (Wang et al., 2016).
Jenis tumbuhan air Myriophyllum aquaticum dan Nymphoides indica yang teramati di Danau Tamblingan memiliki tipe habitat floating leaves. Tipe floating leaves ini menggunakan bagian permukaan daun untuk melakukan fotosintesis secara horizontal, hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan. Myriophyllum aquaticum ini tumbuhan asli dari Amerika Selatan dan tersebar ke Brasil, Chili dan Asia. Myriophyllum aquaticum ini juga ditetapkan sebagai jenis tumbuhan air paling invasif di Jepang pada tahun 2004 (Muranaka et al., 2005). Myriophyllum aquaticum ini sering dijumpai tumbuh di parit-parit, kolam, danau dan sawah, pada ketinggian 400-500 mdpl. Umumnya tumbuhan ini banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Masa berbunga dari jenis Myriophyllum aquaticum ini sepanjang tahun (Irawanto, 2010). Nymphoides indica ini tumbuh di berbagai belahan dunia mulai dari Amerika, Eropa, hingga Asia termasuk Indonesia. Banyaknya jenis Nymphoides indica ini diduga karena nilai kandungan fosfat di Danau Tamblingan mendukung untuk pertumbuhan Nymphoides indica
dimana nilai kandungan fosfat di Danau Tamblingan di semua stasiun tidak lebih dari lebih dari 0,032 mg/L, Hal ini sesuai dengan pendapat Padmaningrum et al. (2014) yang menyatakan bahwa Nymphoides indica tidak mampu hidup pada kadar fosfat lebih dari 0,032 mg/L, sementara kadar fosfat di Danau Tamblingan Bali berkisar antara 0,04-0,09 mg/L. Nymphoides indica ini di Bali biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan juga sebagai sarana upacara keagamaan, sedangkan di Papua New Guinea, tanaman ini digunakan untuk merangsang kehamilan, di Vietnam tanaman ini digunakan untuk menurunkan demam, menyegarkan badan, serta meredakan masuk angin dan perut kembung (Wiart, 2006). Nymphoides indica muncul setiap hari dan mekar pada pagi hari dan akan layu pada sore hari secara bergantian bunga-bunga tersebut akan mekar, sehingga seolah-seolah tak pernah berhenti berbunga (Irawanto, 2013).
-
3.2 Indeks Kelimpahan Tumbuhan Air
Tingginya nilai kelimpahan pada spesies Nymphoides indica di stasiun 1 dibandingkan dengan stasiun lainnya diduga disebabkan karena pada area stasiun 1 ini berada dekat dengan permukiman penduduk (Gambar 2). Aktivitas penduduk sangat mempengaruhi keberadaan dan kelimpahan tumbuhan air seperti di bidang pertanian yaitu keberadaan kebun serta masukan limbah rumah tangga yang membawa bahan
60
¾ 5°
J 40
I 30
I 10
M
0
Nymphoides Altemanthera Myriophyllum Persicaria Salviriiamolesta
Indica philoxeroides aquaticum decipiens
Jenis Tumbnhan Air
■ Stasiun. 1 ■ Stasiun 2 ■ Stasiun 3
Gambar 2. Nilai Kelimpahan Jenis Tumbuhan Air.
organik dan dapat menyuburkan perairan (Pereira, 2012). Bahan organik tersebut banyak mengandung nitrat. Diketahui bahwa di danau Tamblingan nilai kandungan nitrat pada tiap stasiun berkisar antara 0,09-0,40 mg/L, dimana nilai kandungan nitrat paling rendah terdapat pada stasiun 1.
Terbatasnya nitrat lebih umum terjadi dibanding fosfat. Hal ini disebabkan karena nitrat cenderung hilang secara internal karena suhu yang relatif tinggi. Nitrat dalam perairan dapat hilang melalui sedimentasi dan denitrifikasi (Wetzel, 2001). Kandungan nitrat yang berasal dari aktivitas penduduk dan limbah rumah tangga dalam perairan akan dimanfaatkan sebagai unsur hara untuk kepentingan pertumbuhan tumbuhan air. Selain itu, kelimpahan tumbuhan air pada suatu badan perairan dipengaruhi juga oleh faktor fisika kimia perairan dan juga kemampuan tumbuhan air dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Ramulu dan Benarjee, 2016). Sehingga diperkirakan jenis tumbuhan air Nymphoides indica yang dijumpai tumbuh di Danau Tamblingan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan perairan tersebut.
-
3.3 Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Air
Berdasarkan pengamatan di Danau Tamblingan stasiun 3 merupakan stasiun dengan nilai indeks keanekaragaman yang tertinggi (H’= 1,41) sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 2 (H’= 1,08) (Gambar 3). Nilai indeks keanekaragaman dari seluruh stasiun termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan kriteria tersebut kondisi tumbuhan air di Danau Tamblingan masih dikatakan baik sehingga komunitas tumbuhan air yang ada di Danau Tamblingan masih stabil. Keanekaragaman
Gambar 3. Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Air.
tumbuhan air di Danau Tamblingan merata berdasarkan indeks keanekaragaman nilai yang didapat yang berkisar diantara 1,08-1,41, sehingga tingkat keanekaragaman tiap stasiun tidak ada yang dominan. Populasi tumbuhan air yang di Danau Tamblingan dapat berkembang secara terkendali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurniawan (2012) bahwa kehadiran tumbuhan air pada suatu ekosistem perairan darat adalah penting selama populasinya masih terkendali.
-
3.4 Indeks Dominansi
Nilai indeks dominansi di Danau Tamblingan berkisar antara 0.26 -0.34 (Gambar 4). Menurut Dewi et al., (2018) indeks dominansi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta keseimbangan jumlah individu setiap spesies dalam ekosistem. Hal ini juga didukung penelitian Marfi (2018) yang menyatakan dominansi merupakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan. Berdasarkan kriteria (Fachrul, 2007) nilai indeks dominansi di Danau Tamblingan berkisar antara 0.26-0.34. Dimana jika D<0,4 berarti dominansi rendah, tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
Gambar 4. Indeks Dominansi Tumbuhan Air.
-
3.5 Kualitas Air
Nilai parameter kualitas air di danau Tamblingan yaitu suhu sebesar 26,4 - 28,9°C, kecerahan yaitu 5770,33 cm, kedalaman yaitu 64,7-87,3 cm, pH yaitu sebesar 7,3-7,9, oksigen terlarut (DO) yaitu 4,7-6,8 mg/L, nilai nitrat yaitu sebesar 0,09-0,40 mg/L dan nilai fosfat yaitu sebesar 0,04-0,09 mg/L (Tabel 3).
Tabel 3
Parameter Kualitas Air
Kualitas Air |
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
Stasiun 3 |
Kimia | |||
pH |
7,9 |
7,3 |
7,5 |
DO |
5,5 |
4,7 |
6,8 |
Nitrat |
0,09 |
0,38 |
0,40 |
Fosfat |
0,09 |
0,08 |
0,04 |
Fisika | |||
Suhu |
28,9 |
28,8 |
26,4 |
Kedalaman |
64,7 |
76,3 |
87,3 |
Kecerahan |
57,3 |
57,0 |
70,3 |
Nilai pH air pada ketiga lokasi stasiun pengamatan di Danau Tamblingan memiliki kisaran yang berbeda-beda, nilai pH yang relatif tinggi terdapat pada lokasi stasiun 1 yaitu 7,9 dan nilai pH yang relatif rendah terdapat pada lokasi stasiun 2 yaitu 7,3. Nilai derajat keasaman (pH) dipengaruhi oleh berbagai aktivitas di perairan seperti proses fotosintesis dan metabolisme. Organisme air memiliki nilai toleransi terhadap pH yang berbeda-beda.
Tingginya nilai pH pada stasiun 1 diduga dikarenakan nilai kelimpahan tumbuhan air yang tinggi terdapat pada stasiun 1. Menurut Mazidah et al. (2013) kandungan bahan organik yang masuk dan mengendap di badan perairan danau secara langsung dapat mempengaruhi perbedaan nilai kandungan pH air serta tumbuhan air yang tumbuh dan membusuk di perairan tersebut juga dapat meningkatkan kandungan pH dalam air. Menurut Mazidah et al (2013) menyatakan bahwa kondisi perairan yang ditemukan sampah dedaunan, tunggul kayu, ranting-ranting pohon yang jatuh di sekitar danau dapat berpengaruh pada pH perairan. Hal ini diduga karena proses dekomposisi bahan organik dan aktifitas mikroorganisme dalam proses pelapukan, pembusukan kayu-kayu yang mengendap di dasar perairan. Berdasarkan nilai pH yang diperoleh pada lokasi penelitian masih dapat mendukung pertumbuhan tumbuhan air tersebut. Hal ini sesuai pendapat Ghufran et al. (2009) yang menyatakan bahwa nilai derajat keasaman (pH) yang ideal untuk pertumbuhan tumbuhan air adalah antara 4-9.
Nilai suhu terendah terdapat pada stasiun stasiun 3 yaitu 26,4°C dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 28,9°C. Nilai Suhu yang tinggi di stasiun 1 dikarenakan adanya aktivitas masyarakat seperti pertanian, perkebunan, limbah rumah tangga serta berada di dekat permukiman
penduduk. Pengambilan sampel yang dilakukan pada waktu pagi menjelang siang hari dimana keadaan suhu dan intensitas cahaya yang cukup tinggi juga dapat mempengaruhi hasil suhu yang diukur. Rendahnya nilai suhu pada stasiun 3 dikarenakan berada di areal yang masih alami, banyak vegetasi pohon-pohon yang tinggi sehingga membuat suhu permukaan air lebih rendah. Tinggi rendahnya suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas permukaan dan kedalaman yang langsung mendapat sinar matahari (Oktaviandora, 2013). Suhu pada perairan banyak dipengaruhi oleh sinar matahari. Pengaruh suhu pada perairan menimbulkan adanya sirkulasi zat hara di dalam air yang diperlukan oleh tumbuhan air yang hidup di permukaan perairan. Menurut Hidayat (2001), suhu yang optimum untuk mendukung kehidupan tumbuhan air diperairan daerah tropis berkisar antara 25-31°C. Sehingga nilai suhu di Danau Tamblingan masih termasuk kisaran yang relatif optimum untuk kehidupan tumbuhan air.
Oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 6,8 mg/L sementara nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 1 dan 2 yaitu 4,7-5,5 mg/L. Nilai oksigen terlarut di stasiun 3 lebih tinggi dikarenakan daerah ini terdapat tumbuhan air yang tidak cukup luas, sehingga matahari dapat langsung masuk ke dalam perairan secara maksimal sehingga proses fotosintesis yang dilakukan oleh organisme di dalam perairan pun menjadi lebih maksimal dan oksigen yang dihasilkan pun semakin bertambah.Oksigen terlarut terendah pada stasiun 1 dan 2, dikarenakan pada stasiun ini banyak terdapat tumbuhan air yang menutupi perairan, sehingga menghalangi cahaya matahari masuk ke dalam perairan. Hal ini akan menghambat proses fotosintesis oleh fitoplankton yang menghasilkan oksigen dalam perairan. Effendi (2003) menyatakan bahwa sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktivitas fotosintesis tumbuhan air. Proses respirasi tumbuhan air dan proses dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan hilangnya oksigen dalam suatu perairan. Nilai oksigen terlarut di Danau Tamblingan ini yaitu 4,7-6,8 mg/L, hasil tersebut berdasarkan perbandingan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan, kadar oksigen terlarut di perairan tidak boleh kurang dari 4 mg/L.
Kedalaman terendah yaitu 64,7 cm pada stasiun
-
1, sedangkan kedalaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 87,3 cm. Rendahnya kedalaman pada stasiun ini dipengaruhi oleh banyaknya tumbuhan air yang hidup, sehingga saat tumbuhan air tersebut mati diduga akan menyebabkan tumbuhan air tersebut membusuk dan mengendap di dasar perairan, sehingga menyebabkan sedimentasi ataupun pendangkalan yang menyebabkan nilai kedalaman pada stasiun ini rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) bahwa sedimentasi atau pendangkalan perairan dapat terjadi karena adanya penumpukan partikel-partikel halus yang berasal dari organisme hidup seperti hewan maupun tumbuhan.
Nilai kecerahan yang tertinggi pada stasiun 3 yaitu 70,3 cm dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 57 cm. Pada Stasiun 1 nilai kecerahan lebih rendah karena banyaknya padatan terlarut dan padatan tersuspensi yang berasal dari limbah aktivitas manusia, sedangkan di stasiun 3 kecerahan lebih tinggi karena sedikit partikel terlarut dan partikel tersuspensi sehingga warna air lebih jernih. Kecerahan yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masih tergolong layak bagi kehidupan organisme. Bijaksana (2010) menyatakan bahwa nilai kecerahan 30-60 cm cukup baik untuk produksi perikanan, kurang dari 30 cm akan mengurangi kandungan oksigen terlarut, sedangkan lebih dari 60 cm akan mengakibatkan sinar matahari akan menembus ke bagian yang lebih dalam dan mendorong pertumbuhan tumbuhan air. Oleh karena itu, cahaya yang masuk ke perairan masih dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan air untuk melakukan proses fotosintesis, sehingga kecerahan di Danau Tamblingan masih mendukung untuk kehidupan tumbuhan air.
Kandungan nitrat (NO3) yang didapatkan selama penelitian di Danau Tamblingan yaitu 0,090,40 mg/L, kisaran tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan terendah terdapat pada stasiun. Nitrat merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan air. Berbagai jenis tumbuhan air ini menyerap nitrat secara terus menerus untuk kebutuhan metabolismenya dalam jumlah banyak. Tumbuhan air yang hidup di perairan stasiun 1 sangat melimpah. Kandungan nitrat pada stasiun 1 rendah, diduga nitrat banyak diserap oleh tumbuhan air untuk proses pertumbuhannya. Brahmana et al. (2010) menyatakan bahwa senyawa nitrat banyak diserap oleh tumbuhan air dan ganggang untuk proses
pertumbuhan.
Melimpahnya tumbuhan air pada stasiun 1 maka penyerapan nitrat menjadi maksimum sehingga kadar nitrat dalam perairan stasiun 1 menjadi rendah. Sedikitnya jumlah vegetasi tumbuhan air yang terdapat pada stasiun 3 mengakibatkan kadar nitrat dalam perairan stasiun 3 tidak maksimum dimanfaatkan oleh tumbuhan air karena pada stasiun ini sedikit ditemukan tumbuhan air sehingga mengakibatkan kandungan nitrat di stasiun 3 lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nugroho, et al. (2014) yang menyatakan bahwa rendahnya kandungan nitrat dalam air danau ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1) sifat nitrat yang tidak stabil, 2) penyerapan nitrat yang tinggi/dalam jumlah banyak oleh makrofita maupun tumbuhan air lainnya seperti makroalga dan fitoplankton. Apabila dihubungkan dengan nilai baku mutu air golongan I (Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2016 Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup), kandungan nitrat di Danau Tamblingan tergolong cukup rendah namun masih diambang batas diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/l. Menurut Arizuna et al. (2014) normalitas
kandungan nitrat dalam perairan pada setiap lapisan adalah masing-masing berkisar dari 0-4 mg/L. Samanna (2006) menyatakan bahwa kisaran nitrat 0,9-3,5 mg/l merupakan konsentrasi optimum untuk pertumbuhan tumbuhan air. Hal ini berarti Danau Tamblingan masih tergolong perairan alami.
Tingginya konsentrasi fosfat pada stasiun 1 disebabkan karena berasal dari proses daur biogeokimia di dalam perairan danau Tamblingan sendiri. Sumber utama fosfat adalah hasil pelapukan mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh-tumbuhan. Penggunaan pupuk buatan yang mengandung N dan P dapat menyuburkan perairan dan mendorong pertumbuhan ganggang serta tumbuhan air lainnya. Jika tumbuhan air tersebut mati maka akan terdegradasi dan mengeluarkan fosfat (Nugroho et al., 2014). Selain hal tersebut, masukan senyawa yang mengandung fosfat dari kegiatan lainnya oleh masyarakat di areal danau sendiri dan limbah domestik khususnya detergen juga dapat meningkatkan kadar fosfat karena ion fosfat merupakan salah satu komposisi penyusun deterjen (Tungka et al., 2016). Stasiun 3 kandungan fosfat lebih rendah karena pada stasiun ini jauh berada dari permukiman dan aktivitas penduduk.
Berdasarkan baku mutu air golongan I, nilai kandungan fosfat yang dimiliki Danau Tamblingan masih tergolong layak. Dalam hal ini nilai yang layak untuk fosfat adalah 0,2 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup konsentrasi fosfat yang baik adalah 0,2 mg/L, dapat diketahui bahwa kadar fosfat di Danau Tamblingan masih tergolong alami.
Keanekaragaman yang didapatkan di Danau Tamblingan Bali tergolong dalam kategori sedang yang artinya ekosistem tersebut sudah tercemar sedang tetapi masih mendukung untuk kehidupan tumbuhan air. Spesies tumbuhan air Nymphoides indica memiliki nilai kelimpahan tertinggi yaitu 89 ind/m² pada stasiun 1 dan spesies Salvinia molesta memiliki nilai kelimpahan terendah yaitu 5 ind/ m². Nilai indeks dominansi di Danau Tamblingan berkisar antara 0.26-0.34. Dimana jika D < 0,4 berarti dominansi rendah, tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil. Secara keseluruhan semua parameter fisika dan kimia perairan di Danau Tamblingan masih mendukung untuk kehidupan tumbuhan air.
Daftar Pustaka
Anggraini, K. (2007). Mengenal Ekosistem Perairan. Jakarta, Indonesia: Grasindo.
Barus. (2004). Pengantar Limnologi. Medan, Indonesia: Universitas Sumatra Utara Press.
Brower, J. E., Zar, J. H. (1977). Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. USA, New York: Brown Company Publisher.
Bijaksana. (2010). Kualitas Air dalam Distribusi Tumbuhan Air di Hulu Sungai Code Yogyakarta. Jurnal Bioma, 9(2), 34-47.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Kanisius.
Hidayat, Y. (2001). Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara N dan P Serta Struktur Komunitas Fitoplankton di Situ Tonjong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Kurniawan, R. (2012). Keragaman Jenis dan Penutupan Tumbuhan Air di Ekosistem Danau Tempe, Sulawesi
Selatan. Bogor, Indonesia: Pusat Penelitian Limnologi LIPI.
Ghufran, H., Kordi, & Tancung, A. B. (2009). Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta.
Litaay, M., Priosambodo, D., Asmus, H., & Saleh, A.
-
(2007) . Makrozoobentos yang berasosiasi dengan padang lamun diperairan pulau Barrang Lompo, Makassar, Sulawesi Selatan. Berita Biologi, 8(4), 299-306.
Mazidah, R., Aras, M., & Syafruddin, N. (2013). Tingkat Pencemaran Perairan Danau Buatan Pekanbaru Ditinjau dari Parameter Fisika, Kimia dan Biologi. Riau, Indonesia: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Riau, Pekanbaru.
Nugroho, A. S, Tanjung, S. D, Hendrarto, B. (2014). Distribusi serta Kandungan Nitrat dan Fosfat di Perairan Danau Rawa Pening. Jurnal Bioma, 3(1), 21-40
Odum, E. P, Barrett, G. W. (2005). Fundamentals of Ecology. 5th Edition. USA: Thomson Learning.
Odum, E. P. (1996). Fundamentals of Ecology. diterjemahkan oleh: Tjahjono Samingan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oktaviandora. (2013). Kualitas Perairan Bandar Kayangan Lembah Sari di Tinjau dari Karakteristik Fisika dan Kimia serta Koefesien Saprobik. Skripsi. Riau, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universita Riau.
Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kuaalitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta, Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup. Jakarta, Indonesia: Pemerintah Republik Indonesia.
Amaral, S., Trindade, C. R. T., Albertoni, A. F., & Palma-Sliva, C. (2012). Aquatic macrophytes as indicators of water quality in subtropical shallow lakes, Southern Brazil. Acta Limnologica Brasiliensia, 24(1), 52-63.
Ramulu, K. N., & Benarjee, G. (2016). Diversity and distribution of macrophytes in Nagaram tank of Warangal district, Telangana state. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 4(1), 270-275.
Rinawati., Supriyanto, R., Dewi, W. S. (2008). Profil logam Berat (Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Mn, Pb, dan Zn) di Perairan Sungai Kuripan Menggunakan ICP-OES. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008. Lampung, Indonesia, 17-18 November 2008.
Sunanisari, B., Santoso, E., & Mulyana, S. (2008).
Penyebaran Populasi Tumbuhan Air di Danau
Singkarak. Jurnal Limnotek, 15(2), 112–119.
Tungka., Anggita, W., Haeruddin., Ain, C. (2016), Konsentrasi Nitrat dan Ortofosfat di Muara Sungai Banjir Kanal Barat dan Kaitannya dengan Kelimpahan
Fitoplanton Harmful Alga Blooms (HABs). Journal of Fisheries Science and Technology, 12(1), 40-46.
Uno, G., Storey, R., & Moore, R. (2001). Principles of Botany. New York, USA: McGraw-Hill.
Wulandari, N. (2013). Kajian Nilai Ekonomis dan Persepsi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Eceng Gondok di Desa Rowoboni Kabupaten Semarang Tahun 2013. Skripsi. Yogyakarta, Indonesia: Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Curr.Trends Aq. Sci. V(2): 118-126 (2022)
Discussion and feedback