Current Trends in Aquatic Science V(1), 48-56 (2022)

Penilaian Kondisi Teknik Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Pendekatan EAFM di PPI

Kedonganan, Bali

Atanasius Jenarut a*, Nyoman Dati Pertamia, Made Ayu Pratiwia

a Study (Program of Aquatic Resource ManagementFaculty of Marine Science and Fisheries, Udayana University) Denpasar, Bali, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6281246582136

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 13 Agustus 2021; disetujui (accepted) 4 Oktober 2021; tersedia secara online (available online) 17 Februari 2022

Abstract

Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) is a management concept through an integrated and ecosystembased approach. This study aimed to describe the condition of Bali Sardinella (Sardinella lemuru) at Kedonganan Fish Port and assess the management of this species based on the EAFM fishing technique domain. The assessment method refers to the methodology used by the National Working Group on EAFM, Directorate of Fish Resources, Ministry of Marine Affairs and Fisheries of Republic Indonesia, 2014. Data analysis used a Likert score based on ordinal 1, 2, 3 against indicators such as destructive/illegal fishing methods, modification of fishing gear, fishery capacity and fishing effort, fishing selectivity. Then, function suitability indicators and size of the ship is fishing boat crew certification adjusted to the status of Kedonganan fish port. Kedonganan fish port was a small- scale fishery. The scores obtained for each indicator was destructive/illegal fishing methods get a score of 2, modification of fishing gear get a score of 1, while indicators of fishery capacity and fishing effort and fishing selectivity get a score of 3. Lemuru fisheries management at Kedonganan fish port technical classified as good with the composite value of 69.

Keywords: EAFM, management, PPI Kedonganan, fishing techniques, Bali Sardinella

Abstrak

Ecosystem Appraoch to Fisheries Management (EAFM) adalah sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan dimensi-dimensi pengelolaan melalui pendekatan yang terintegrasi dan berbasis ekosistem. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi perikanan lemuru di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kedonganan serta menilai pengelolaan perikanan Lemuru di PPI Kedonganan berdasarkan domain teknik penangkapan ikan EAFM. Metode penilaian mengacu pada metode yang digunakan oleh National Working Group on EAFM, Direktorat Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Analisis data menggunakan skor likert berbasis ordinal 1, 2, 3 terhadap indikator yang telah ditetapkan pada modul NWG EAFM seperti, metode penangkapan ikan yang merusak/ilegal, modifikasi alat penangkapan ikan, kapasitas perikanan dan upaya penangkapan, selektifitas penangkapan, kecuali indikator kesesuaian fungsi dan ukuran kapal, serta sertifikasi awak kapal perikanan yang disesuaikan dengan status PPI Kedonganan yang merupakan perikanan skala keci. Skor yang diperoleh pada setiap indikator bervariasi, metode penangkapan ikan yang merusak/ilegal memperoleh skor 2, modifikasi alat penangkapan ikan memperoleh skor 1, sedangkan untuk indikator kapasitas perikanan dan upaya penangkapan, selektifvitas penangkapan memperoleh skor 3. Pengelolaan perikanan Lemuru di PPI Kedonganan dari segi teknis tergolong baik dengan perolehan nilai komposit sebesar 69.

Kata Kunci: EAFM; pengelolaan; PPI Kedonganan; teknik penangkapan ikan; Lemuru

1. Pendahuluan


Sumberdaya perikanan pelagis merupakan sumberdaya yang memberikan kontribusi terhadap produksi dan ekonomi yang cukup besar bagi

nelayan dan pelaku kegiatan yang bergerak di bidang perikanan. Kondisi tersebut didukung oleh melimpahnya sumberdaya perikanan pelagis serta nilai ekonomi yang tinggi. Ikan pelagis didefinisikan sebagai ikan yang hidup di permukaan laut, serta memiliki kemampuan berenang yang baik. Cushing (2019), menyatakan bahwa ikan pelagis menghabiskan hidup mereka di daerah lapisan permukaan lautan. Ikan lemuru merupakan salah satu contoh ikan pelagis yang memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan perekonomian masyarakat pesisir. Ikan lemuru merupakan ikan pelagis kecil yang mendiami perairan laut dangkal, hidup bergerombol serta merupakan spesies permukaan, habitat dari ikan lemuru adalah perairan pantai, namun terkadang juga ke perairan oseanik dengan salinitas yang tinggi. Kelimpahan ikan lemuru yang paling besar di Indonesia ditemukan di perairan Selat Bali sampai ke Nusa Tenggara Timur (Wujdi et al., 2012).

PPI Kedonganan merupakan salah satu kawasan pesisir bali yang memiliki potensi yang cukup besar dibidang perikanan tangkap, tak terkecuali untuk jenis perikanan lemuru, berdasarkan data UPT PPI Kedonganan dalam kurun waktu lima tahun terakhir pada bulan November sampai Januari jumlah hasil tangkapan lemuru di PPI Kedonganan mencapai 837.226 kg. Usaha perikanan tangkap seringkali dilakukan dengan tidak bertanggung jawab seperti fenomena tangkap lebih, penggunaan alat tangkap yang destruktif (bom, pukat harimau, racun), serta penggunaan mata jaring yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan aktivitas penangkapan yang tidak memperhatikan ekosistem sebagai wadah keberlanjutan sumberdaya ikan. Maka diperlukan berbagai upaya pengelolaan untuk memperbaiki persoalan tersebut.

Pengelolaan perikanan memiliki tiga dimensi yang saling terkait yaitu: (1) dimensi pemanfaatan sumber daya perikanan dan ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumber daya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi; dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri (Mulyana, 2018), maka dari itu pengelolaan perikanan memerlukan keseimbangan ketiga dimensi tersebut. Salah satu pendekatan pengelolaan yang dapat digunakan adalah Ecosystem Approach Fisheries Management (EAFM). Secara sederhana EAFM adalah sebuah konsep untuk mengelola potensi sumberdaya perikanan, tetapi tetap memperhatikan

keseimbangan ekosistem dari potensi sumberdaya (FAO, 2003). Pendekatan pengelolaan perikanan dalam EAFM adalah dengan melakukan evaluasi pengelolaan perikanan yang sedang berjalan dengan menggunakan perangkat indikator yang tergabung dalam enam domain EAFM (sumber daya ikan, habitat, teknik penangkapan ikan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan). Penelitian ini menggunakan domain teknik penangkapan ikan untuk menilai kondisi teknik penangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) di PPI Kedonganan Bali. Domain teknik penangkapan ikan ini terdiri dari beberapa indikator yang digunakan sebagai acuan dalam menilai pengelolaan perikanan di suatu kawasan tertentu , seperti metode penangkapan yang bersifat destruktif atau illegal, modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, usaha penangkapan (fishing capacity) dan effort, selekti vitas alat tangkap kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkap ikan dengan dokumen legal, sertifikasi awak kapal perikanan sesuai peraturan (NWG EAFM II, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi perikanan tangkap khususnya jenis ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) di PPI Kedonganan Bali, agar potensi sumberdaya yang ada tetap berkelanjutan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai Maret 2021. Rentang waktu pengambilan data selama berlangsungnnya penelitian yaitu 1 minggu sekali sebanyak delapan kali pengamatan. Lokasi pengambilan sampel di Pantai Kedonganan, Provinsi Bali.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1

Data Indikator Domain Metode Penangkapan Ikan

No

Indikator                                     Pengumpulan Data

1

Metode penangkapan ikan yang destruktif  Survey dan pengamatan langsung dengan ikut melaut bersama

dan/atau illegal                               nelayan, serta mencatat koordinatnya, survey laporan hasil

pengawasan intansi perikanan setempat.

2

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat  Survey dan pengamatan langsung saat ikut melaut serta melakukan

bantu penangkapan                      wawancara

3

Kapasitas    perikanan    dan    upaya  Mencari data sekunder di Dinas Perikanan setempat dan wawancara

penangkapan                             terhadap nelayan

4

Selektifitas alat tangkap                     Survey dan pengukuran ikan dengan purposive sampling

Sumber: NWG EAFM, 2014


  • 2.2 . Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Proses pengambilan data dalam penelitian ini dengan melakukan observasi serta berpartisipasi secara langsung dengan nelayan di PPI Kedonganan. Kemudian teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan teknik pengumpulan data gabungan atau simultan seperti wawancara, berpartisipasi secara langung dengan aktivitas nelayan serta dokumentasi.

  • 2.3 .Analisis Data

    • 2.3.1    Indikator Metode Penangkapan Ikan yang Destruktif dan/ Ilegal.

Data indikator metode penangkapan ikan yang destruktif dan/ ilegal didapatkan secara langsung dari laporan hasil pengawasan serta melihat secara langsung pelanggaran yang terjadi selama melakukan operasi penangkapan. Indikator ini memiliki bobot yang paling besar dalam domain teknik penangkapan ikan.

  • 2.3.1    Indikator Modifikasi Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan

Data indikator modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan didapatkan dengan cara mengamati alat tangkap yang digunakan serta distribusi ukuran ikan. Data yang diambil berupa data primer hasil pengukuran panjang ikan. Mengukur panjang total ikan yang dilakukan dengan mengukur jarak dari ujung terminal (mulut) sampai ujung ekor. Data tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan selang kelas yang dibuat untuk melihat ukuran ikan yang dominan. Penentuan selang kelas menggunakan rumus berikut (Walpole, 1995):

k = 1 + 3.32 logn

(1)


c = w/k

  • 2.3.3    Indikator Kapasitas Perikanan dan Upaya Penangkapan (Analisis Fishing Capacity)

Indikator kapasitas perikanan (fishing capacity) dan upaya penangkapan (effort) diukur dengan membandingkan fishing capacity pada tahun dasar (sebelumnya) dengan fishing capacity pada tahun tersebut. Adapun data fishing capacity dihasilkan dengan cara menghitung perkalian antara jumlah kapal (unit) dengan hasil tangkapan maksimum

Tabel 2

Data yang diperlukan

No

Indikator                                             Data

1

Metode penangkapan ikan yang destruktif  Jumlah pelanggaran yang dilakukan pada nelayan dalam 1x trip/ data

dan/atau illegal                             pengawas perikanan

2

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat  •  Panjang ikan saat pertama kali matang gonad (Lm)

bantu penangkapan                       •  Panjang ikan yang dominan tertangkap dalam satu trip

3

Kapasitas    perikanan    dan    upaya  •  Jumlah hasil tangkapan ikan

penangkapan                             •  Jumlah kapal penangkap ikan

•  Jumlah trip kapal penangkap ikan

4

Selektifitas alat tangkap                     Jumlah dan jenis alat penangkapan ikan

Sumber: NWG EAFM, 2014


Tabel 3

Penilaian bobot pada indikator domain teknik penangkapan ikan di PPI Kedonganan

No           Indikator

Kriteria                                Bobot

1   Metode  penangkapan ikan

yang   destruktif   dan/atau

illegal

1 = frek. pelanggaran > 3 kasus/trip                            35,29

  • 2    = frek. pelanggaran 1- 3 kasus/trip

  • 3    = frek. pelanggaran 0 kasus/trip

2   Modifikasi alat penangkapan

ikan    dan    alat   bantu

penangkapan

1 = >50% ukuran target spesies <Lm                          29,41

2 = 25–50% ukuran target spesies <Lm

3 = <25% ukuran target spesies<Lm

3   Kapasitas   perikanan   dan

upaya penangkapan

1   = rasio < 1 (overcapacity)                               17,65

  • 2    = rasio = 1

  • 3    = rasio > 1 (undercapacity)

4    Selektifitas alat tangkap

1 = rendah (<50% alat tangkap selektif)                        17,65

2 = sedang (50-75% alat tangkap selektif)

3 = tinggi (>75% alat tangkap selektif)

Sumber: NWG EAFM, 2014


(ton) dan jumlah effort (trip) setiap tahun selama 6 tahun terakhir (NWG EAFM, 2014).

Fishing Capacity, FC = V × C × E                 (1)

Keterangan:

V = Jumlah kapal (unit)

C = Jumlah hasil tangkapan (ton)

E = Jumlah effort (trip)

Untuk mengetahui jumlah trip nelayan pada setiap tahunnya digunakan rumus interpolasi berdasarkan data hasil wawancara. Metode wawancara dilakukan terhadap 20 nelayan kedonganan mengenai jumlah trip yang dilakukan perhari, perbulan, serta pertahun, kemudian jumlah trip nelayan dijumlahkan setelah itu dicari rata- ratanya. Nilai rata-rata ini kemudian dikalikan dengan data alat tangkap dari tahun dasar dan tahun akhir yang didapat dari data dinas kelautan dan perikanan. Selanjutnya melakukan interpolasi dari data yang ada telah di dapatkan yaitu data trip berdasarkan hasil waancara serta data alat tangkap yang didapat dari dinas kelautan dan perikanan. Interpolasi sendiri merupakan sebuah metode atau fungsi matematika yang mengestimasi nilai pada lokasi yang tidak memiliki nilai (Pasaribu dan Haryani, 2012)

X-X1/X2-X1=Y-Y1/Y2-Y1                     (3)

  • 2.3.4    Indikator Selektifitas Penangkapan

Untuk indikator selektifitas penangkapan dianalisis dengan melihat jumlah penggunaan alat tangkap yang digunakan sesuai dengan daftar penggolongan selektifitas alat tangkap yang ada. Karena keberlanjutan ekosistem dipengaruhi juga oleh selektifitas alat tangkap yang digunakan pada saat berlayar.

  • 2.4    Penilaian EAFM

Penilaian menggunakan skor likert ordinal 1, 2, 3 sesuai dengan kriteria penilaian masing–masing indikator. Kriteria penilaian telah ditetapkan dengan mengacu pada modul NWG EAFM Dit. SDI KKP RI (2014) serta disesuaikan dengan lokasi penelitian yang tergolong perikanan skala kecil (small scale fisheries) yaitu seperti pada Tabel 3. Nilai indeks diperoleh dengan cara mengalikan nilai skor dengan bobot setiap indikator. Pembagian bobot untuk setiap indikator ditentukan berdasarkan derajat pengaruh (tingkat kepentingan) indikator tersebut dalam domain. Indikator yang memiliki pengaruh langsung atau pengaruh yang besar dalam domain maka indikator tersebut memiliki bobot yang besar pula (NWG EAFM, 2014).

Cat-i = Sat-i x Wat-I                                (4)

Keterangan:

Cat-I= Nilai indeks atribut/indikator ke-i

Sat-i = skor atribut/indikator ke-i

Wat-I= bobot atribut/indikator ke-i

Total nilai indeks yang diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang kemudian ditampilkan dalam bentuk model bendera (flag model) dengan kriteria seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Penilaian komposit dengan flag modelling

Rentang Nilai Komposit

Model Bendera

Deskripsi

1 – 20

Buruk

21 – 40

Kurang

41 – 60

Sedang

61 – 80

Baik

81 – 100

Baik Sekali

Nilai komposit ini merupakan konsversi nilai dari total semua indikator.

Nilai Komposit, NK = (Cat / Cat-max) x 100       (5)

Dimana

Cat = Nilai indeks total semua atribut atau indikator, Cat-max = Nilai indeks total maksimum

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1    Indikator Metode Penangkapan Ikan yang Destruktif dan/ ilegal

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dilapangan, tidak ditemukan penggunaan alat tangkap yang bersifat destruktif dan/ ilegal yang termasuk kedalam kategori pelanggaran yang dimaksud pada indikator ini. Adapun kasus yang ditemukan yaitu nelayan kedonganan seringkali membuang puntung rokok serta plastik di laut, hal ini merupakan contoh tindakan destruktif yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Inidikator metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau ilegal memperoleh skor 2 dengan frekuensi 1-2 pelanggaran dalam proses penangkapan ikan.

  • 3.1.2    Indikator Modifikasi Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan

Penangkapan dinilai secara tidak langsung yaitu dengan mencermati ukuran ikan target (target species) lalu dibandingkan dengan ukaran pertama kali ikan matang gonad (length at first maturity/Lm), untuk ukaran Lm ikan dapat ditinjau dari hasil-

hasil penelitian yang ada. Jumlah ikan Lemuru yang diukur adalah 543 ekor. Hasil pengukuran ikan menunjukan bahwa ikan yang tertangkap berukuran diantara 10-14 cm. Berdasarkan hasil penelitian Arief Wuidji dan Wudianto (2015) dijelaskan bahwa rata-rata ukuran matang gonad ikan lemuru minimal 16,8 cm dan dinilai berumur 16,5 bulan. Untuk memperkuat argumen tersebut dilakukan pembedahan ikan yang ditangkap di PPI Kedonganan dengan ukuran beragam (12-14 cm) dan hasilnya menunjukan ikan-ikan tersebut belum matang gonad dan masih dikategorikan sebagai ikan lemuru kecil. Berdasarkan hasil tersebut, maka indikator modifikasi alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan memperoleh skor 1 dikarenakan lebih dari 50% ukuran target spesies berukuran kurang dari Lm ikan lemuru.

  • 3.1.3    Indikator Kapasitas Perikanan (Fishing Capacity) dan Upaya Penangkapan (Effort)

Dikarenakan nilai ratio yang diperoleh tidak seragam maka penilian indikator ini menggunakan rata-rata modus nilai ratio fishing capacity (tahun 2018, tahun 2020) yaitu sebesar 1,1748. Berdasarkan modul NWG EAFM memperoleh skor 3 dengan ratio lebih dari 1 (undercapacity).

Tabel 5. Fishing capacity

Tahun

Fishing capacity (V x C x E)

Rasio

2016

88.059.305.552

0

2017

3.473.485.927

25,3518

2018

1.947.693.666

1,7833

2019

17.498.917.630

0,1113

2020

10.735.225.301

1,6300

Rata – rata

5,7757

Sumber: Diolah dari data statistik perikanan tangkap (Dinas Perikanan Kabupaten Badung)

  • 3.1.4    Indikator Selektifitas alat tangkap

Mengacu pada daftar selektifvitas alat penangkapan dalam NWG EAFM, maka perikanan lemuru di PPI Kedonganan memiliki selektivitas penangkapan yang baik dengan penggunaan alat tangkap yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Selain itu juga dilakukan perbandingan proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dari operasi penangkapan dihitung dalam bentuk presentase.

Tabel 6

Penilaian Domain Teknik Penangkapan Ikan di PPI Kedonganan

No

Indikator

Hasilnya

Skor

Bobot

Nilai Indeks

1

Metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau illegal

2 = frek. pelanggaran 1-3 kasus/trip

2

35,29

70,58

2

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

1 = >50% ukuran target spesies <Lm

1

29,41

29,41

3

Kapasitas perikanan dan upaya penangkapan

3= rasio > 1 (undercapacity)

3

17,65

52,95

4

Selektifitas alat tangkap

3 = tinggi (>75% alat tangkap selektif)

3

17,65

52,95

Total

205,89


IKAN LEMURU IKAN TARGET

1

jumlah

0


543


200         400         600


Gambar 2. Proporsi hasil tangkapan

Hasil perhitungan tersebut didapatkan perbandingan proporsi ha sil tangkapan utama dan sampingan menggunakan alat tangkap jaring insang adalah 100%. Berdasarkan hasil diatas indikator ini memperoleh skor 3 berdasarkan modul NWG EAFM.

  • 3.2    Penilaian EAFM Domain Teknik Penangkapan Ikan di PPI Kedonganan

Berdasarkan hasil dan skor yang diperoleh dari masing-masing indikator maka penilaian EAFM domain teknik penangkapan ikan di PPI Kedonganan dapat dilihat pada tabel 6. Adapun nilai komposit yang diperoleh pada penilaian EAFM domain teknik penangkapan ikan di PPI Kedonganan adalah sebagai berikut

Tabel 7. Nilai Komposit

Domain

Nilai

Komposit

Model

Bendera

Deskripsi

Teknik

Penangkapan Ikan

69

Baik

3.2 Pembahasan

Pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia sudah menjadi prioritas nasional, dalam Pasal 1 dan 6 UU Nomor 31 Tahun 2004 menyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah amanat rakyat yang harus dilaksanakan agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara keberlanjutan untuk kemakmuran rakyat. Maka dari itu perlu disadari sumberdaya perikanan memiliki sifat dapat diperbaharui tetapi perlu adanya sikap tanggung jawab dalam pemfaatannya untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan itu sendiri (Cochrane, 2002).

EAFM adalah proses pengelolaan yang menitikberatkan pada keterkaitan antara sumberdaya dan ekosistem sebagai sebuah wadah penting dari proses keberlanjutan sumberdaya tersebut, dalam implementasinya EAFM memerlukan perencanaan kebijakan (policy planning), perencanaan strategi (strategic planning), dan perencanaan operasional (operational management planning) (Die, 2009). Status pengelolaan perikanan lemuru di PPI Kedonganan dinilai baik berdasarkan kriteria EAFM domain teknik penangkapan ikan. Domain teknik penangkapan ikan terdiri dari enam indikator yaitu, metode penangkapan ikan yang destruktif dan/atau illegal, modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, kapasitas perikanan dan upaya penangkapan, selektifitas penangkapan, kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan dengan dokumen legal, sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan. Namun berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (selanjutnya disebut Undang-Undang Pemerintah Daerah).

  • 3.2.1    Indikator Metode Penangkapan Ikan yang Destruktif dan Ilegal

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, nelayan di PPI Kedonganan pada umumnya menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan namun adapun kasus yang sering terjadi yaitu pembungan sampah berupa puntung rokok serta plastik bungkusan makanan yang dibuang kelaut pada setiap kali melaut hal ini merupakan salah satu contoh aktivitas destruktif yang dapat merusak ekosistem perairan. Plastik yang secara tidak sengaja maupun sengaja dibuang ke laut dengan bantuan cahaya matahari akan terdegaradasi (fotodegradasi), oksidasi, dan abrasi mekanik sehingga membentuk partikel partikel plastik yang sering disebut mikroplastik (Thompson et al, 2004), Hal ini tidak termasuk dalam kategori pelanggaran dalam indikator ini, namun jika hal ini terus berlangsung akan merugikan ekosistem peraian dan juga menurunkan kualitas hasil tangkapan terutama lemuru yang merupakan salah satu komoditas utama selat bali dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi (Ridha et al, 2013), hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yudhantari et al, (2019) yang menyatakan bahwa ikan lemuru di PPI Kedonganan sudah terkontaminasi mikroplastik dan hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hasil tangkapan lemuru di PPI Kedonganan, disamping itu juga mikroplastik dapat menyebabkan dampak buruk bagi ekosistem perairan selain itu Sutton et al. (2016) menyatakan bahwa mikroplastik menimbulkan dampak buruk bagi organisme perairan karena dapat menimbulkan rendahnya tingkat pertumbuhan, produksi enzim yang tersumbat, komplikasi pada sismtem reproduksi serta dapat menimbulkan stress. Puntung rokok yang dibuang di laut juga berpotensi merusak ekosistem lautan, hal ini sesuai dengan pernyataan Aji et al. (2015) yang menjelaskan racun pada tiap puntung yang terlarut dalam satu liter air dapat membunuh satu ekor ikan dilautan hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap hasil produksi perikanan lemuru serta keberlanjutan dari ekosistem lautan lainnya.

  • 3.2.2    Indikator Modifikasi Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan

Dalam operasi penangkapan ikan lemuru nelayan kedonganan menggunakan alat tangkap jaring insang (gillnet), adapun kontruksi dari dari jaring insang (gillnet) yang digunakan belum sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Dalam PERMEN-KP Nomor 71 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa strandar ukuran mata jaring insang yang digunakan nelayan dengan ukuran kapal kurang dari 5 GT adalah lebih dari 1,5 inch. Dalam hal ini, ukuran mata jaring gilnnet nelayan kedonganan yaitu berukuran 1 inch, adapun ukuran mata jaring ini disesuaikan dengan ukuran ikan target pada setiap musim penangkapan (Pratiwi et al, 2020) dampak dari penggunaan alat tangkap ini adalah hasil tangkapan lemuru nelayan kedonganan dinilai belum matang gonad. Selain itu berdasarkan modul NWG EAFM untuk indikator modifikasi alat penagkapan dan alat bantu penangkapan dinilai secara tidak langsung dengan membandingkan ukuran ikan yang tertangkap dengan ukuran ikan saat pertama kali matang gonad. Untuk itu dilakukan pengukuran dan pembedahan terhadap sampling ikan untuk mengetahui kondisi tingkat kematangan gonad dari ikan tersebut. Hasil analisis data menunjukan bahwa ikan lemuru yang ditangkap oleh nelayan di PPI Kedonganan belum matang gonad dikarenakan ikan yang ditangkap memiliki panjang kurang dari ukuran Lm ikan tersebut hasil penelitian Wujdi dan Wudianto, 2015 menyatakan standar ukuran matang gonad ikan lemuru yaitu 16,8 cm (berumur 16,5 bulan) sedangkan ukuran ikan yang tertangkap di PPI Kedonganan berkisar 10-14cm. Semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap mengindikasikan adanya kondisi lebih tangkap yang diakibatkan oleh banyaknya ukuran ikan kecil yang tertangkap sehingga ikan belum memiliki kesempatan untuk bertumbuh (Growth overfishing) (Widodo dan Suadi, 2008)

  • 3.2.3    Indikator Kapasitas Perikanan (Fishing Capacity) dan Upaya Penangkapan (Effort)

Rata-rata modus rasio fishing capacity ikan lemuru di PPI Kedonganan (tahun 2016-tahun 2020) sebesar 1,1748, yang berarti aktivitas penangkapan perikanan lemuru di PPI Kedonganan dinilai undercapacity. Dinamika stok perikanan sangat bergantung dari hasil tangkapan setiap tahun, selain itu juga yang perlu diperhatikan adalah upaya penangkapan yang berlebih dapat mempengaruhi stok perikanan (Susilo, 2009). Besarnya upaya penangkapan di Indonesia bersifat dinamis setiap tahunnya, oleh karena itu stok ikan diperairan Indonesia bersifat dinamis juga. Menurut Kusherawanti (2016), peran multi

lembaga dan juga masyarakat sangat diperlukan untuk mengendalikan kegiatan perikanan agar tidak terjadi overfishing serta mengendalikan pelanggaran dalam penangkapan ikan.

  • 3.2.4    Indikator Selektifitas alat tangkap

Alat penangkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan perikanan lemuru yaitu, jaring insang berdasarkan modul NWG EAFM jaring insang tergolong dalam alat tangkap dengan selektifvitas penangkapan tinggi selain itu juga komposisi hasil tangkapan ikan selama berlangsungnya penelitian yaitu 100% sehingga alat tangkap yang digunakan dapat dinilai selektif dari segi komposisi jenis hal ini sesuai dengan pernyataan Idzhar et al. (2019) yang menyatakan bila proporsi hasil tangkapan sasaran utama >60% maka suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan.

Menurut perhitungan nilai komposit dari pengelolaan perikanan Lemuru di PPI Kedonganan adalah 69 dengan deskripsi baik. Sedangkan penilaian status domain teknik penangkapan ikan EAFM (Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011), WPP 573 termasuk kategori kurang baik dengan warna kuning muda dan pada WPP 713 termasuk dalam kategori sedang yaitu berwarna kuning, hal ini dikarenakan penilaian domainnya dilakukan secara menyeluruh dikawasan bali, serta keseluruhan jenis ikan. Nilai komposit ini menunjukan secara teknis pengelolaan perikanan di PPI Kedonganan perlu ditingkatkan lagi dari berbagai aspek pendukung pengelolaan. Oleh karena itu diperlukan berbagai tindakan tegas untuk mengurangi fenomena modifikasi alat tangkap di PPI Kedonganan seperti memperbesar ukuran mata jaring yang digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku serta dimungkinkan pemberlakuan pembatasan upaya penangkapan pada musim dan area tertentu.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perikanan lemuru (Sardinella lemuru) di PPI Kedonganan merupakan salah satu komoditas tangkapan utama nelayan. Alat tangkap yang digunakan yaitu jaring insang (Gillnet) dengan menggunakan perahu motor tempel yang kurang dari 10 GT. Sistem penangkapannya bersifat one day

fishing dan beroperasi disekitar perairan pantai kedonganan. Nelayan di PPI Kedonganan dikategorikan kedalam nelayan skala kecil, yang melaut hanya untuk kehidupan sehari-hari. Pengelolaan Perikanan lemuru (Sardinella lemuru) di Pangkalan Pendaratan Ikan Kedonganan berdasarkan kriteria EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management), pada teknik penangkapan ikan dikategorikan “baik” dengan perolehan nilai komposit 69.

Ucapan terimakasih

Terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh pembimbing dan penguji yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini. Serta semua pihak yang terlibat penulis ucapkan terimakasih.

Daftar Pustaka

Aji, A., Maulinda, L., & Amin, S. (2015). Isolasi Nikotin dari Puntung Rokok sebagai Insektisida. Jurnal Teknologi Kimia, 4(1), 100 – 120.

Pratiwi, M. A., Ernawati, N. M., Wijayanti, N. P. P. (2020). Penilaian Status Sumberdaya Ikan Hasil Tangkapan Dominan yang Didaratkan di PPI Kedonganan dengan Pendekatan Multi-Criteria Analysis (MCA). Journal of Marine and Aquatic Sciences, 6(2), 152–160.

Die, D. J. (2009). Fisheries management plans. In Cochrane, K. L., & Garcia, S. M (Eds). A Fishery Manager’s Guidebook. Italy: Willey-Blackwell, pp. 425444.

Cushing, D. H., Oliver, N. S., & Siskey, M. R. (2019). Pelagic Fishes. New York, USA: Stony Brook University.

Dit. SDI KKP RI. (2011). Penentuan Indikator Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Bogor, Indonesia: Direktorat Sumber Daya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

FAO. (2003). Fisheries management - 4. Rome, Italy: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Rofiqo, I. S., Zahidah., Kurniawati, N., & Dewanti, L. P.

  • (2019) . Tingkat Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Ethynnuss Sp) di Perairan Pekalongan. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 10(1), 64-69.

Kusherawanti, S. (2016). Implementasi Kemitraan Dalam Pemolisian Komunitas Untuk Pencegahan Praktik Destructive Fishing (Studi Kasus Perairan Laut Maluku Utara). Jurnal Kriminologi Indonesia, 1(1), 53-65.

National Working Group on Ecosystem Approach to Fishery Management (2014). Modul Penilaian

Indikator untuk Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem. Jakarta, Indonesia: National Working Group on Ecosystem Approach to Fishery Management.

Pasaribu, J. M., & Haryani, N. S. (2012). Perbandingan Teknik Interpolasi DEM SRTM dengan Metode Inverse Distance Weighted (IDW), Natural Neighbor dan Spline (Comparison of DEM SRTM Interpolation Techniques Using Inverse Distance Weighted (IDW), Natural Neighbor and Spline Method). Jurnal Penginderaan Jauh, 9(2), 126–139.

Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2. Jakarta, Indonesia: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Ridha, U., Muskananfola, M. R., & Hartoko, A. (2013). Analisa Sebaran Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan

Laut dan Klorofil-A di Perairan Selat Bali. Diponegoro Journal of Maquares, 2 (4), 53-60.

Sutton, R., Mason, S. A., Stanek, S. K, Willis-Norton, E., Wren, I. F., Box, C. (2016). Microplastic Contamination in the San Francisco Bay, California, USA. Marine Pollution Bulletin, 109(1), 230-235.

Thompson, R. C, Olsen, Y., Mitchell, R. P., Davis, A., Rowland, S.J., John, A. W. G., McGonigle, D., & Russel, A. E. (2004). Lost at sea: where is all the plastic?. Science, 304(5627), 838.

Walpole, R. E. (1995). Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.

Wujdi, A., & Wudianto. (2015). Status Stok Sumberdaya Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Bali. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 21(4), 253–260.

Wujdi, A., Suwarso, & Wudianto. (2012). Beberapa Parameter Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Bali. Bawal: Widya Riset Perikanan Tangkap, 4(3), 177–184.

Curr.Trends Aq. Sci. V(1): 48- (2022)