Pemberian Pelet FF-999 dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan, Rasio Konversi Pakan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) pada Sistem Batch
on
Current Trends in Aquatic Science V(1x), 25-33 (2022)
Pemberian Pelet FF-999 dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan, Rasio Konversi Pakan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) pada Sistem Batch
Jefri Boy Pratama a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Ni Putu Putri Wijayanti a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia
*Penulis koresponden. Tel.: +62-877-1092-6663
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 2 Agustus 2021; disetujui (accepted) 12 Oktober 2021; tersedia secara online (available online) 17 Februari 2022
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of giving FF-999 pellets with different doses on growth, feed conversion ratio (FCR), survival rate (SR) and water quality of tilapia seeds. This research was conducted at the Fisheries Laboratory, Faculty of Marine Affairs and Fisheries, Udayana University from January-February 2021. Fish samples tested were tilapia seeds (Oreochromis niloticus) obtained from UD. Mina Karya Jaya, Karangasem, Bali. Feed used in this study was FF-999 pellets. Method used is an experimental using a completely randomized design with 5 treatments and 3 repetitions. Doses of feed given in this study were in treatment A was 1%, treatment B was 2%, treatment C was 3%, treatment D was 4%, and treatment E was 5%. Results of observations for 8 weeks showed the highest absolute length and weight growth was found in treatment E, was 4.50 cm and 4.34 g. Lowest feed conversion ratio was found in treatment C was 0.81. Highest survival rate was found in treatments C and D, was 73.33%. Results of statistical analysis One-Way ANOVAwith Duncan's follow-up test showed different treatments had significant effect on absolute length and absolute weight growth, survival rate tilapia (P<0.05) and had no significant effect on feed conversion ratio tilapia (P>0, 05). Water quality parameters measured include temperature, pH, Dissolved Oxygen (DO), ammonia, nitrate, nitrite, and phosphate in all treatments was still considered feasible for growth and survival of tilapia seeds (O. niloticus).
Keywords: Pellet FF-999; Tilapia Seeds; Feed Dose; Growth; FCR; SR
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet FF-999 dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan, rasio konversi pakan (FCR), kelulushidupan (SR) dan kualitas air pemeliharaan benih ikan nila. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perikanan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana dari bulan Januari-Februari 2021. Sampel ikan uji adalah benih ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diperoleh dari UD. Mina Karya Jaya, Karangasem, Bali. Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah Pelet FF-999. Metode yang digunakan adalah metode ekperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 pengulangan. Dosis pakan yang diberikan pada penelitian ini adalah pada perlakuan A yaitu 1%, perlakuan B yaitu 2%, perlakuan C yaitu 3%, perlakuan D yaitu 4%, dan perlakuan E yaitu 5%. Hasil pengamatan selama 8 minggu menunjukkan pertumbuhan panjang dan berat mutlak yang tertinggi terdapat pada perlakuan E yaitu 4,50 cm dan 4,34 g. Rasio konversi pakan yang terendah terdapat pada perlakuan C yaitu 0,81. Kelulushidupan yang tertinggi terdapat pada perlakuan C dan D yaitu 73,33%. Hasil analisis statistik One-Way ANOVA dengan uji lanjutan Duncan menunjukkan perlakuan berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak dan berat mutlak, kelulushidupan ikan nila (P<0,05) dan tidak berpengaruh nyata terhadap rasio konversi pakan ikan nila (P>0,05). Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, oksigen terlarut (DO), amoniak, nitrat, nitrit, dan fosfat pada semua perlakuan masih tergolong layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan nila (O. niloticus).
Kata Kunci: Pelet FF-999; Benih Nila;Dosis Pakan; Pertumbuhan; FCR; SR
-
1. Pendahuluan
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang paling banyak diminati oleh berbagai kalangan baik masyarakat lokal maupun mancanegara karena ikan nila mengandung sumber protein hewani yang dapat meningkatkan nilai gizi masyarakat Indonesia (Fadri dkk., 2016). Ikan nila memiliki nilai ekonomis penting dan termasuk komoditas unggulan air tawar di Indonesia. Produksi ikan nila secara nasional terus mengalami peningkatan, produksi tahun 2016 sebesar 1.114.156 ton, sedangkan tahun 2017 meningkat menjadi 1.265.201 ton. Produksi tahun 2018 tercatat 1.546.675 ton (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2018). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi adalah dengan meningkatkan laju pertumbuhan. Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal diantaranya adalah faktor keturunan, jenis kelamin, dan usia. Faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol yang terdiri dari faktor kualitas air dan pakan. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan akuakultur (Benedictus, 2013).
Keberhasilan usaha budidaya ikan nila dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah cara pemberian pakan yang berkualitas agar pertumbuhan ikan menjadi lebih cepat. Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan budidaya ikan (Apriani, 2019). Pakan adalah sumber energi untuk menopang kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan, namun di sisi lain pakan merupakan komponen terbesar (50-70%) dari biaya produksi. Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan selain faktor lingkungan dan genetik.
Pakan yang sering digunakan dalam budidaya ikan terdiri dari dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami biasanya digunakan dalam keadaan hidup seperti (cacing, larva, ulat, dan lain sebagainya). Sedangkan pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pakan buatan yang biasa diberikan untuk benih ikan nila adalah berupa pelet. Salah satu pakan buatan yang biasa digunakan pada pemeliharaan benih ikan nila adalah FF-999. Kandungan nutrisi yang terdapat pada pelet FF-999 yaitu protein kasar 35%, lemak kasar 2%, serat kasar 3%, kadar air 12%, dan karbohidrat 45%. Feed convertion ratio adalah rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan daging ikan. Semakin kecil nilai FCR,
maka menunjukkan indikasi baik dari pakan berkualitas tinggi (USAID, 2011). Pemberian pakan dalam jumlah berlebihan akan meningkatkan biaya biaya produksi bilamana ditinjau dari segi ekonomi, dan dari segi lingkungan mengakibatkan menurunnya kualitas akibat pencemaran (Ulfatul dkk., 2018).
Upaya pemberian pakan dengan jumlah yang optimum terus dilakukan agar dapat mengurangi biaya produksi. Salah satu cara untuk menekan biaya pakan adalah dengan penggunaan pakan secara efisien baik dalam pemilihan jenis, jumlah, jadwal dan cara pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan ikan. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dosis pakan yang paling efektif dan efisien untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan nila.
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada Bulan Januari-Februari Tahun 2021 di Laboratorium Perikanan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.
-
2.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali pengulangan. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu. Rancangan acak lengkap merupakan jenis rancangan percobaan dimana perlakuan diberikan secara acak kepada seluruh unit percobaan. Hal ini dapat dilakukan karena lingkungan tempat percobaan diadakan relatif homogen sehingga media atau tempat percobaan tidak memberikan pengaruh berarti pada respon yang diamati (Sastrosupadi, 2000). Masing-masing perlakuan pada penelitian ini yaitu pemberian pakan dengan dosis 1% (Perlakuan A), dosis 2% (Perlakuan B), dosis 3% (Perlakuan C), dosis 4% (Perlakuan D), dan dosis 5% (Perlakuan E).
Parameter yang diamati selama penelitian adalah pengamatan pertumbuhan panjang, berat, Survival Rate (SR), Feed Convertion Ratio (FCR), dan kualitas air. Pengambilan data dilakukan dari awal
hingga akhir pemeliharaan ikan yaitu dalam setiap minggu selama 8 minggu. Pengukuran kualitas air yang meliputi suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO) dilakukan setiap minggu, dan pengukuran amoniak, nitrat, nitrit, dan fosfat dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Pertumbuhan panjang dan berat mutlak, rasio konversi pakan (FCR), dan kelulushidupan (SR), dapat ditentukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan rumus Zonneveld et al. (1991):
L = LtLO
(1)
dimana L adalah pertumbuhan panjang mutlak (cm); Lt adalah panjang tubuh ikan pada akhir penelitian (cm); Lo adalah panjang tubuh ikan pada awal penelitian (cm)
Pertumbuhan berat mutlak dihitung dengan rumus Effendie (1997):
W = WtWO
(2)
dimana W adalah pertumbuhan berat mutlak (g); Wt adalah berat biomassa pada akhir penelitian (g); dan Wo adalah berat biomassa pada awal penelitian (g).
Menurut Effendie (1997), rasio konversi pakan atau Feed Convertion Ratio (FCR) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
FCR =
F
(,Wt+D) W0
(3)
dimana FCR adalah rasio konversi pakan; F adalah berat pakan yang diberikan (g); Wt adalah biomassa hewan uji pada akhir pemeliharaan (g); D adalah bobot ikan mati (g); dan Wo adalah biomassa hewan uji pada awal pemeliharaan (g).
Perhitungan SR dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu:
SR=-× 100%
NO
(4)
dimana SR adalah kelulushidupan (SR) %; Nt adalah jumlah ikan saat akhir pemeliharaan; dan No adalah jumlah ikan pada saat awal tebar.
-
2.3 Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa sidik ragam (ANOVA) dengan tujuan mengetahui pengaruh perlakuan yang dicobakan. Data yang dianalisa secara statistik meliputi data pertumbuhan, kelulushidupan dan konversi pakan ikan nila. Apabila dalam analisa
ragam diperoleh pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) maka perlu dilakukan uji lanjutan Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata pengaruh perlakuan pemberian pakan dengan dosis yang berbeda (Srigandono, 1989).
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran, panjang, maupun berat dalam satu waktu (Riani, 2012). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni, keturunan, pakan, umur dan kualitas air. Pakan merupakan salah satu penunjang yang berperan meningkatkan pertumbuhan organisme, sehingga sangat penting memperhatikan kualitas dan kuantitas pakan yang akan diberikan kepada ikan nila. Bila kualitas pakan sudah baik maka yang harus diperhatikan kuantitas dalam pemberian pakan, dosis yang tepat akan mempengaruhi pertumbuhan ikan nila, penggunaan dosis yang tepat juga akan berdampak pada hasil dari kegiatan usaha budidaya perikanan.
Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian pelet dengan dosis yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak benih ikan nila. Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA dengan uji lanjutan Duncan bahwa perlakuan C tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan D, tetapi berpengaruh nyata terhadap perlakuan A, B, dan E. Pertumbuhan panjang mutlak yang tertinggi terdapat pada perlakuan E yaitu sebesar 4,50 cm (Gambar 1). Pertumbuhan panjang yang tinggi pada perlakuan E diikuti perlakuan D dan C dikarenakan jumlah pakan pada perlakuan ini seimbang, sehingga ikan memiliki nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk melakukan pertumbuhan dan proses metabolisme. Dosis pakan yang semakin tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang ikan nila. Hal ini sesuai dengan pernyataan Damayanti dkk. (2012), bahwa ikan akan mengkonsumsi pakan hingga kebutuhan energinya terpenuhi, sebagian besar pakan digunakan untuk proses metabolisme dan sisanya digunakan untuk beraktivitas lain seperti pertumbuhan.
Sedangkan hasil pertumbuhan panjang mutlak terendah pada penelitian ini terdapat pada
perlakuan A yaitu sebesar 0,27 cm dan diikuti perlakuan B sebesar 0,97 cm. Hal ini disebabkan karena jumlah pakan yang tersedia pada perlakuan ini sangat sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan ikan. Ikan nila membutuhkan nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan serat yang tersedia dalam pakan untuk dapat tumbuh secara optimal dan proses metabolisme. Zulkhasyni dkk. (2017), mengatakan bahwa protein sangat dibutuhkan oleh ikan untuk membentuk dan memperbaiki jaringan dalam tubuh ikan dan pertumbuhan juga merupakan proses bertambahnya berat dan panjang suatu organisme. Ikan nila setidaknya membutuhkan dosis pakan 3% dari bobot tubuhnya untuk dapat melakukan pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan Salsabila dan Suprapto (2018) yang menyatakan pertumbuhan ikan akan optimal jika diberi pakan sebanyak 2,5-4% dari berat tubuh ikan.
Gambar 1. Pertumbuhan panjang mutak ikan nila yang diberi pakan pelet dengan dosis berbeda. Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji statistik ANOVA.
-
3.1.2. Berat Mutlak
Pemberian pakan dengan dosis yang berbeda pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan berat benih ikan nila. Ikan mengalami peningkatan bobot yang beragam pada setiap perlakuan. Bobot rata-rata awal pemeliharaan sebesar 0,67 g dan pada akhir penelitian meningkat antara 0,20-4,34 g. Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA dengan uji lanjutan Duncan bahwa perlakuan C tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan D, tetapi berpengaruh nyata terhadap perlakuan A, B, dan E.
Pertumbuhan berat mutlak yang tertinggi terdapat pada perlakuan E dibandingkan perlakuan lainnya yaitu sebesar 2,84 g (Gambar 2).
Dosis yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan berat mutlak ikan. Hal ini disebabkan karena komposisi pakan yang tersedia pada pelakuan ini cukup seimbang sehingga pertumbuhan berat mutlak pada perlakuan ini cukup signifikan. Sesuai dengan pernyataan Cahyoko (2011), pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan selain dapat menjamin kehidupan ikan juga dapat mempercepat pertumbuhannya. Diperkuat pernyataan Mulqan dkk. (2017), protein sangat dibutuhkan oleh ikan untuk membentuk dan memperbaiki jaringan dalam tubuh ikan dan pertumbuhan juga merupakan proses pertambahan berat dan panjang suatu organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran berat dan panjang dalam satuan waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat kelebihan energi setelah energi yang tersedia digunakan untuk metabolisme standar, pencernaan, dan aktivitas (Pratiwi dkk., 2011).
Gambar 2. Pertumbuhan Berat Mutak ikan nila yang diberi pakan pelet dengan dosis berbeda. Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji statistik ANOVA.
Sedangkan pertumbuhan berat mutlak yang terendah terdapat pada perlakuan A sebesar 0,20 g dan pelakuan B sebesar 0,67 g. Pertumbuhan ikan pada perlakuan A dan B tergolong sangat lambat. Pertumbuhan ikan yang lambat dikarena jumlah pakan yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan ikan sehingga sulit untuk melakukan pertumbuhan. Pertumbuhan memiliki hubungan yang erat dengan pakan, karena di dalam pakan terdapat nutrisi dan energi yang akan membantu pertumbuhan ikan. Sesuai dengan pernyataan Nugroho dkk. (2020), bahwa sering di jumpai pertumbuhan ikan nila yang lambat juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kualitas benih yang kurang baik, lingkungan yang
tidak mendukung dan pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan. Jumlah dosis pakan yang dibutuhkan untuk ikan nila berkisar 3-7% dari berat biomassa, karena pemberian dosis pakan adalah merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam kegiatan budidaya ikan Nila (Sunarto dan Sabariah, 2009).
-
3.2 Rasio Konversi Pakan (FCR)
Rasio Konversi Pakan merupakan perbandingan jumlah antara pakan yang diberikan dengan bobot ikan yang dihasilkan. Nilai FCR yang semakin kecil menunjukkan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik dan nilai FCR yang tinggi menujukkan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan yang kurang baik. Sesuai dengan pernyataan Andriani et al., (2019) konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah berat ikan yang dihasilkan.
Menurut DKPD (2010) nilai FCR yang baik berkisar antara 0,8-1,6 yang artinya 1 kilogram ikan nila konsumsi dihasilkan dari 0,8-1,6 kg pakan. Nilai Feed Convertion Ratio pada penelitian ini masih tergolong baik, kecuali perlakuan A yang bernilai 2,52. Hal ini sesuai dengan penelitian Ihsanudin dkk. (2014), yang memiliki nilai FCR lebih kecil dari 1,3. Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA pemberian pakan dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap Feed Convertion Ratio ikan nila (O. niloticus).
Nilai FCR yang tertinggi pada penelitian ini terdapat pada perlakuan A sebesar 2,52 (Gambar 3) yang berarti pada perlakuan A memiliki FCR yang paling buruk, hal ini terjadi karena komposisi pakan pada perlakuan ini tidak efektif untuk pertumbuhan panjang dan berat ikan nila. Sedangkan nilai konversi pakan yang terendah terdapat pada perlakuan C sebesar 0,81 yang berarti nilai konversi pakan pada perlakuan C terhitung yang paling baik jika dibandingkan dengan pemberian pakan dengan dosis 1%, 2%, 4%, dan 5%. Hal ini dikarenakan pemberian pakan pelet komersil dengan feeding rate 3% dengan frekuensi 3 kali sehari mempengaruhi ikan untuk dapat mencerna pakan secara efisien sehingga efektif untuk pertumbuhan benih ikan nila. Hal ini sejalan dengan pernyataan Handajani (2016) yang menyatakan bahwa tingkat efisiensi penggunaan pakan yang terbaik akan dicapai pada nilai perhitungan konversi pakan terendah, dimana
pada perlakuan tersebut kondisi kualitas pakan lebih baik dari perlakuan yang lain.
Gambar 3. Feed Convertion Ratio ikan nila yang diberi pakan pelet dengan dosis berbeda. Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji statistik ANOVA.
-
3.3 Kelulushidupan (SR)
Kelulushidupan atau survival rate merupakan persentase jumlah ikan yang hidup pada awal tebar hingga akhir penelitian. Berdasakan penelitian pemberian pakan berpengaruh terhadap nilai SR yang bervariasi. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi SR, yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik terdiri dari umur dan kemampuan ikan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, sedangkan faktor abiotik terdiri dari ketersediaan makanan dan kualitas tempat hidup (Gita dkk., 2015).
Berdasarkan hasil uji statistik One-Way ANOVA dengan uji lanjutan Duncan bahwa pemberian pakan dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata terhadap survival rate ikan nila (O. niloticus). Nilai SR teringgi terdapat pada perlakuan C dan D sebesar 73,33% (Gambar 4) yang berarti tergolong tingkat SR yang baik. Tingkat SR yang tergolong baik pada perlakuan C dan D dikarenakan jumlah pakan yang tersedia cukup sehingga tidak terjadi persaingan yang menyebabkan kematian pada wadah pemeliharaan selama penelitian. Sesuai dengan pernyataan Suprayudi dkk. (2011), bahwa tingginya kelangsungan hidup menunjukkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok bahkan dapat meningkatkan pertumbuhan. Nilai kelangsungan hidup ikan selama penelitian cenderung menurun sejalan dengan menurunnya kualitas air. Menurunnya kualitas air dikarenakan tidak adanya pergantian air selama penelitian
sehingga meningkatnya amoniak dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang mengendap pada media penelitian. Sesuai dengan pernyataan Wijaya dkk. (2014), bahwa akumulasi amonia pada media budidaya merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas perairan yang dapat berakibat pada kegagalan produksi budidaya ikan.
100
80
b
b
b
60
40
20
0
aa
A (1%) B (2%) C (3%) D (4%) E (5%) Perlakuan
Gambar 4. Survival Rate ikan nila yang diberi pakan pelet dengan dosis berbeda. Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) berdasarkan uji statistik ANOVA.
Sedangkan nilai SR terendah terdapat pada perlakuan A sebesar 49,90% yang berarti kelulushidupan pada perlakuan ini tergolong sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyani (2014), menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup (SR) ≥50% tergolong baik, kelangsungan hidup 30-50% sedang dan kurang dari 31% tidak baik. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan A disebabkan oleh adanya persaingan dalam memperoleh makanan karena pakan yang tersedia pada perlakuan A sangat sedikit.
kualitas air (oksigen terlarut, amonia, suhu, pH), pakan, umur ikan, lingkungan, dan kondisi kesehatan ikan (Adewolu, 2008).
3.4 Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan budidaya ikan. Air sebagai media tempat hidup harus mendukung proses kehidupan dan pertumbuhan dari ikan tersebut. Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu, pH, DO yang diukur seminggu sekali serta amoniak, nitrat, nitrit, fosfat yang di ukur pada saat awal dan akhir penelitian saja.
Berdasarkan penelitian diperoleh nilai kualitas air yang dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai suhu, pH, DO pada setiap perlakuan berada pada kisaran yang hampir sama, dikarenakan pada setiap perlakuan berada pada satu lingkungan dengan kondisi yang sama. Nilai suhu yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 26,4-28,7°C yang masih tergolong baik untuk pemeliharaan ikan. Sesuai dengan pernyataan Effendi dkk. (2015), yang menyatakan suhu optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 25-32ºC.
Nilai pH pada penelitian ini dari awal hingga akhir berkisar 6,21-7,05. Hal ini menunjukkan nilai pH selama penelitian ini masih tergolong stabil untuk pertumbuhan ikan, sesuai dengan pernyataan Amri dan Khairuman (2013), bahwa pH optimal untuk pertumbuhan ikan adalah 6-8. Derajat keasaman (pH) di dalam perairan sangat di
Tabel 1
Hasil Parameter Kualitas Air
Parameter |
Perlakuan | ||||
A (1%) |
B (2%) |
C (3%) |
D (4%) |
E (5%) | |
Suhu (C) |
26,4- 28,4 |
26,5- 28,7 |
26,4- 28,7 |
26,6- 28,5 |
26,5- 28,4 |
pH |
6,23- 6,44 |
6,21- 6,51 |
6,23- 6,82 |
6,24- 6,89 |
6,23- 7,05 |
DO (mg/L) |
5,6- 6,3 |
5,6- 6,5 |
5,5- 6,5 |
5,2- 6,4 |
5,0- 6,4 |
Amoniak (mg/L) |
0,319 |
0,384 |
0,697 |
0,754 |
0,817 |
Nitrat (mg/L) |
0,89 |
0,95 |
1,17 |
1,2 |
1,31 |
Nirit (mg/L) |
0,112 |
0,125 |
0,218 |
0,229 |
0,259 |
Fosfat (mg/L) |
0,15 |
0,18 |
0,22 |
0,37 |
0,48 |
Pemberian pakan dengan jumlah yang optimal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
pengaruhi oleh karbondioksida serta ion yang bersifat basa dan asam di dalam perairan. Derajat keasaman (pH) memegang peranan penting dalam budidaya perikanan karena berhuhungan dengan
kemampuan ikan untuk tumbuh. Nilai pH di atas 10 dapat membunuh ikan, sementara nilai pH dibawah 5 mengakibatkan pertumbuhan ikan terhambat (Dayat, 2013).
Berdasarkan penelitian dari awal hingga akhir, kandungan oksigen terlarut pada setiap perlakuan selama penelitian berkisar 5,0-6,5 yang masih tergolong baik untuk pertumbuhan ikan nila, sesuai dengan pernyataan Kordi (2010) bahwa pertumbuhan optimal ikan nila membutuhkan perairan dengan kandungan oksigen minimal 3 mg/l. Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut dalam air antara lain suhu, salinitas dan pergerakan air (Fajarwati, 2010). Secara
umum, kandungan amoniak pada penelitian ini tergolong tinggi yaitu berkisar 0,319-0,817 mg/L. Hal ini terjadi karena tidak adanya pergantian air ataupun sirkulasi selama penelitian sehingga sisa pakan dan feses ikan mengendap pada wadah pemeliharaan. Kandungan amoniak yang tertinggi terdapat pada perlakuan E sebesar 0,817 mg/L dikarenakan jumlah pakan yang diberikan paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga meningkatkan hasil sisa metabolisme pada wadah pemeliharaan. Suprapto dan Samtamsir (2012) mengatakan kadar amonia yang dianggap cukup aman adalah dalam kegiatan budidaya yaitu di bawah 0,1 mg/L, tetapi pada penelitian ini ikan masih memiliki tingkat kelangsungan hidup yang baik karena nilai suhu, pH, dan DO masih pada batasan optimum untuk kehidupan ikan nila. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitan Panggabean dkk. (2016), yang memiliki kadar amoniak melebihi batas optimum tetapi memiliki nilai Survival Rate >75% karena suhu, pH dan DO pada penelitian tersebut masih tergolong baik yang dapat mendukung kehidupan ikan nila.
Nilai nitrat dan nitrit yang tertinggi pada penelitian ini terdapat pada perlakuan E yaitu sebesar 1,31 mg/L dan 0,259 mg/L. Kandungan nitrat dan nitrit pada penelitian ini masih termasuk stabil. Sesuai dengan pernyatan Vivi dkk. (2016), yang menyatakan bahwa normalnya kandungan nitrat yang baik yaitu 40 mg/L dan kandungan nitrit terlarut di dalam air adalah 0,2 mg/L.
Hasil pengukuran fosfat pada penelitian berkisar antara 0,15-0,48 mg/L. Kandungan fosfat pada penelitian ini masih tergolong normal sesuai dengan pernyatan Afriansyah dkk. (2016), yang
menyatakan bahwa batas maksimum untuk kegiatan budidaya ikan air tawar < 1 mg/L.
Meningkatnya sisa pakan selama penelitian dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi fosfat pada wadah pemeliharaan yang dapat menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut pada perairan.
Pemberian pakan pelet FF-999 dengan dosis 1%, 2%, 3%, 4%, 5% memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak, berat mutlak dan survival rate benih ikan nila (Oreochromis niloticus), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap feed convertion ratio ikan nila. Sedangkan kualitas air yang meliputi suhu, pH, DO, amoniak, nitrat, nitrit, fosfat pada penelitian ini masih tergolong layak untuk kelangsungan benih ikan nila (Oreochromis niloticus). Diharapkan penelitian lebih lanjut
tentang pengaruh pemberian pakan dengan dosis berbeda menggunakan pakan dengan pelet jenis lain.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak UD. Mina Karya Jaya yang membantu menyediakan benih ikan nila.
Daftar Pustaka
[DKPD] Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah. (2010). Petunjuk Teknis Pembenihan dan Pembesaran Ikan Nila. Sulawesi Tengah: Dinas Kelautan dan Perikanan.
[USAID] United States Agency for International Development. (2011). Feed Conversion Ratio (FCR). Phnom Penh: USAID-Harvest.
Adewolu, M.A. (2008). Potentials of sweet potato (Ipomoea batatas) leaf meal as dietary ingredient for Tilapia zillii fingerlings. Pakistan Journal of Nutrition, 7(3), 444-449.
Afriansyah, Dewiyanti, I. & Hasri, I. (2016). Keragaan Nitrogen Dan T-Phosfat Pada Pemanfaatan Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Oleh Ikan Peres (Osteochilus Kappeni) Dengan Sistem Resirkulasi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(2), 252-261.
Amri, K. & Khairuman. (2013). Budidaya Ikan Nila. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Andriani, Y., Anna, Z., Iskandar, Zahidah, S., & Wiyatna, M. F. (2019). The Effectiveness of Commercial Probiotics Appropriation on Feed on Nile Tilapia (Oreochromis Niloticus)’S Growth and Feed Conversion Ratio. Asian Jr. of Microbiol. Biotech. Env. Sc., 21(1), 1-4.
Apriani, P.R. (2019). Pengaruh Pemberian Pakan Alami dan Buatan terhadap Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus Burchell) di Balai Benih Sentral Noekele Kabupaten Kupang. Bioedu, 4(2), 56-62.
Benedictus, J. (2013). Optimalisasi Pertumbuhan pada Pendederan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) melalui Pengaturan Frekuensi Pemberian Pakan. Skripsi. Bogor: Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Cahyoko, Y. (2011). Pengaruh Beberapa Jenis Karbohidrat Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Benih Gurami (Osphronemus Goramy Lac.) yang Berumur Diatas 80 Hari. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(2), 133-138.
Damayanti, A., Amir, S., & Saopadi. (2012). Frekuensi Pemberian Pakan Optimum Menjelang Panen Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Perikanan Unram, 1(1), 14-21.
Dayat., S. 2013. Ternak Ikan Patin: Budidaya Ikan. Create Space Independent Publishing Platform. 420 hlm
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. (2018). Laporan Kinerja (LKj) Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Tahun 2018. Jakarta.
Effendi, H., B.A Utomo, G.M Darmawangsa, & R.E Karo-karo. (2015). Fitoremediasi Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Kangkung (Ipomea aquatica) dan pakcoy (Brassica rapa chinensis) dalam Sistem Resirkulasi. Ecolab, 9(2), 47–104.
Effendie, M.I. (1997). Biologi Perikanan. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama.
Fadri, S., Muchlisin, Z.A., & Sugito. (2016). Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Daya Cerna Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Mengandung
Tepung Daun Jaloh (Salix tetrasperma roxb) dengan Penambahan Probiotik EM-4. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(2), 210-221.
Fajarwati, D. (2010). Pengaruh Perbedaan Salinitas terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Nila BEST. Skripsi. Bandung: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.
Gita. P., Subandiyono., & Pinandoyo. (2015). Pengaruh Protein dan Energi yang Berbeda pada Pakan Buatan terhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Journal of Aquaculture Management and Technology, 4(3), 38-45.
Handajani, H. (2016). Optimalisasi Subtitusi Tepung Azolla Terfermentasi pada Pakan Ikan untuk Meningkatkan Produksi Ikan Nila Gift. Jurnal Teknik Industri, 12(2), 177-181.
Ihsanudin I., Rezeki S., & Tristiana. (2014). Pengaruh Pemberian Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rGH) melalui Metode Oral dengan Interview Waktu yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology, 3(2), 94-102
Kordi, K.M.G.H. (2010). Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mulqan, M., Sayyid, A.E.R., & Irma, D. (2017).
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Gesit (Oreochromis niloticus) pada Sistem
Akuaponik dengan Jenis Tanaman yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1), 183-193.
Mulyani, F. A. M. (2014). Uji Toksisitas dan Perubahan Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Nila (Oreochromis niloticus Var.) yang di Papar Timbal Asetat. Skripsi. Semarang, Indonesia: Universitas Negeri Semarang.
Nugroho, R. A., Sari, N., Aryani, R., Manurung, H., & Rudianto, R. (2020). Growth evaluation of Oreochromis niloticus fed different concentrations of choline and methionine. Aceh Journal of Animal Science, 5(2), 122-128.
Panggabean T,K., Sasanti A,D., & Yulisman. (2016).
Kualitas air, kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan efisiensi pakan nila yang diberi pupuk hayati cair pada air media pemeliharaan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1), 67-79
Pratiwi., Rostika, R. & Dhahiyat, Y. (2011). Pengaruh Tingkat Pemberian Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan dan Deposisi Logam Berat pada Ikan Nilem di Karamba Jaring Apung Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Akuatika, 2(2), 1-11.
Riani, H., Rostika, R., & Lili, W. (2012). Efek Pengurangan Pakan Terhadap Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaues vannamei) PL-21 yang Diberi Bioflok. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3), 207-211.
Salsabila, M. & Suprapto, H. (2018). Teknik pembesaran ikan nila (Oreochromis niloticus) di Instalasi Budidaya Air Tawar Pandaan, Jawa Timur. Journal of
Aquaculture and Fish Health, 7(3), 118-123.
Sastrosupadi, A. (2000). Rancangan percobaan praktis bidang pertanian. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.
Srigandono, B. 1989. Rancangan Percobaan Design. Semarang, Indonesia: Universitas Diponegoro Press.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunarto & Sabariah. (2009). Pemberian pakan buatan dengan dosis berbeda terhadap pertumbuhan dan konsumsi pakan benih ikan semah (Tor douronensis) dalam upaya domestikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1), 67-66.
Suprapto, N. S. & Samtasir, L. S. (2013). Biofloc – 165 Rahasia sukses teknologi bioflok. Depok (ID): Agro 165.
Suprayudi, M. A., Dimahesa, W., Jusadi, D., Setiawati, M., & Ekasari, J. (2011). Suplementasi crude Enzim Cairan Rumen Domba pada Pakan Berbasis Sumber Protein Nabati dalam Memacu Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(2), 177-183.
Ulfatul, K., Istyanto, S., & Pinandoyo. 2018. Performa Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) yang Diberi Jumlah Pakan yang Berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology, 7(1), 128-135.
Vivi, J., Salamah, & Muliani. (2016). Pengaruh Penggunaan Probiotik pada Media Pemeliharaan terhadap Benih Maskoki (Carassius auratus) pada Umur yang Berbeda. Acta Aquatica, 3(2), 66-74
Wijaya, O., R. Setya B., & Prayogo. (2014). Pengaruh Padat Tebar Ikan Lele terhadap Laju Pertumbuhan
dan Survival Rate pada Sistem Akuaponik. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 6(1), 55-58.
Zulkhasyni., Adriyeni, & R. Utami. (2017). Pengaruh Pakan Pelet yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Jurnal Agroqua, 15(2), 35-42.
Zonneveld, N. E., Husiman, A., & Bond, J. H. (1991). Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Curr.Trends Aq. Sci. V(1): 25-33 (2022)
Discussion and feedback