Current Trends in Aquatic Science V(1), 7-11 (2022)

Studi Perubahan Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) pada Kondisi Suhu Ruang/Terbuka

Wafi Ayodhya Satyadharma a, Ima Yudha Perwira a*, I Wayan Darya Kartika a

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-361-702802 Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 18 Mei 2021; disetujui (accepted) 22 Januari 2022; tersedia secara online (available online) 17 Februari 2022

Abstract

Examination the quality of freshness of fish is important to increase the level of fish consumption (protein consumption) of Indonesian society. If the handling is not correct, the protein contained in fish will be used by microorganisms to reproduce and reduce the quality of the fish and the formation of histamine content. The purpose of this study is to determine the histamine content in sardine fish and the relationship between the histamine content in sardine fish that were left at room temperature. This research is conducted by taking sardine fish samples at PPN Kedonganan, then leaving them on a 2 hour time scale. After settling the sardine fish, the histamine content testing using the ELISA method. Histamine content in sardines (Sardinella lemuru) left for 2 hours ranges from 3.1-39.9 ppm, histamine content in sardines (Sardinella lemuru) which is left for 4 hours ranges from 30,0-40,5 ppm, and histamine content in sardines (Sardinella lemuru) which were left for 6 hours ranged from 42.1-100 ppm.The increase in histamine content in sardine fish (Sardinella lemuru) can be affected by room temperature, the longer the sardine fish is left at room temperature, the histamine content in sardine fish can increase.

Keywords: Histamine; Sardine; room temperature

Abstrak

Pengujian mutu kesegaran ikan penting untuk meningkatkan tingkat konsumsi ikan (konsumsi protein) masyarakat Indonesia. Jika penanganannya kurang tepat, protein yang terkandung dalam ikan akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak dan menjadikan kualitas ikan menurun serta dapat terbentuknya kandungan histamin. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kandungan histamin pada ikan lemuru dan hubungan kandungan histamin pada ikan lemuru yang didiamkan pada suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel ikan lemuru pada PPI Kedonganan, lalu didiamkan pada selama skala waktu 2 jam. Setelah didiamkan ikan lemuru diuji kandungan histaminnya menggunakan metode ELISA. Kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang didiamkan selama 2 jam memiliki kisaran 3,1-39,9 mg/kg, pada kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang didiamkan selama 4 jam memiliki kisaran 30-40,5 mg/kg, dan pada kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang didiamkan selama 6 jam memiliki kisaran 42,1-100,0 mg/kg. Kenaikan kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) dapat dipengaruhi oleh suhu ruang, semakin lama ikan lemuru didiamkan pada suhu ruang maka kandungan histamin pada ikan lemuru dapat meningkat.

Kata Kunci: Histamin; Lemuru; suhu ruang

  • 1.    Pendahuluan

Ikan lemuru merupakan sumber daya ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis penting. Jenis ikan lemuru yang tertangkap di perairan Indonesia diantaranya adalah Sardinella longiceps, Sardinella aurita, Sardinella leiogaster, Sardinella sirm, dan

Sardinella clupeoide. Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting di perairan Selat Bali, selain ikan tongkol dan ikan layang. Menurut Susilo (2015), lemuru tergolong ikan pelagis kecil dalam famili Clupeidae, pemakan penyaring (filter feeder) dengan makanan utama berupa fitoplankton dan

zooplankton. Ikan lemuru merupakan jenis ikan yang tergolong mudah rusak (perishable food) karena tubuh ikan mengandung kadar air yang tinggi (6084%) dan pH tubuh ikan mendekati netral. Pada ikan lemuru terdapat bakteri merugikan yang menyebabkan turunnya kualitas ikan. Berdasarkan kepada penyebab penurunan mutu kesegaran ikan tersebut, tahapan penurunan mutu kesegaran ikan digolongkan menjadi 3 tahapan, yaitu pre rigor, rigor mortis, dan post rigor (Irianto, 2014).

Pengujian mutu kesegaran ikan penting untuk meningkatkan tingkat konsumsi ikan (konsumsi protein) masyarakat Indonesia. Ikan yang akan dikonsumsi harus dalam keadaan segar. Jika penanganannya kurang tepat, protein yang terkandung dalam ikan akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak dan menjadikan kualitas ikan menurun serta dapat terbentuknya kandungan histamin. Histamin merupakan salah satu bahan kimia bersifat toksik jika ditemukan dalam jumlah banyak dalam tubuh. Senyawa ini juga merupakan suatu amino histidin (Hattu et al., 2014).

Ikan lemuru yang sudah siap dipasarkan seharusnya disimpan di bawah 7°C atau diatas 60°C, karena suhu antara itu merupakan suhu optimum untuk terjadinya kenaikan kadar histamin pada daging ikan. Oleh karena itu, penelitian tentang studi perubahan kadar histamin ikan lemuru (Sardinella lemuru) pada kondisi suhu ruang/terbuka penting untuk dilakukan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober tahun 2020. Pengambilan sampel ikan lemuru (Sardinela lemuru) di PPI Kedonganan Pengambilan Sampel dan pengecekan kandungan histamin bertempat di Laboratorium Seafood Inspection Lab.

  • 2.2    Metode Penelitian

Pengambilan sampel ikan lemuru (Sardinela Lemuru) di PPI Kedonganan sebanyak 15 ekor. Ikan lemuru yang telah di ambil dari nelayan mulai didiamkan selama skala waktu 2 jam. Pada setiap skala terdapat 5 ikan lemuru dan terdapat 3 skala, skala 1 yaitu 0-2 jam, skala 2 yaitu 0-4 jam, dan skala 3 yaitu 0-6 jam. Setelah melewati skala waktu yang ditentukan ikan lemuru diambil dagingnya lalu di

blender, lalu hasil blender ikan lemuru diambil 10 g sampel untuk di cek kandungan histaminnya menggunakan kit Ridascreen® Histamin R-Biopharm Art No. R1604 Lot. 12404. Larutan baku dan sampel diderivatisasi dengan Acylation Reagen dan Acylation Buffer kemudian ditambahkan AntiHistamin Antibody, dan dicuci dengan Washing Buffer. Kemudian Conjugate ditambahkan dan dicuci dengan Washing Buffer kembali. Substrate/Chromogen dan Stop Solution ditambahkan kemudian diukur serapannya pada 450 nm.

  • 2.3    Analisa Data

Hasil dari pengukuran kandungan histamin pada ikan lemuru diolah menggunakan program Microsoft Excel dengan mengunakan metode statistik deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Kandungan Histamin Pada Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru)

Hasil uji kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella Lemuru) dibagi menjadi 3 skala berdasarkan waktu didiamkan di ruangan terbuka/ruangan, didiamkan mulai dari 0-2 jam, didamkan mulai dari 0-4 jam, dan didiamkan mulai dari 0-6 jam. Menurut Jannatin et al. (2019), standar kadar histamin kualitas bagus jika lebih rendah dari 10 mg/kg, 30 mg/kg jika mulai terjadi penurunan kualitas dan lebih tinggi dari 50 mg/kg merupakan bukti kuat telah terjadinya kerusakan pada daging ikan dan batas maksimum kadar histamin pada ikan yaitu 100 mg/kg.

  • 3.1.1    Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) yang Didiamkan Selama 2 Jam

Kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella

lemuru) yang didiamkan selama 2 jam dapat dilihat

pada Gambar 1 di bawah memiliki kandungan


  • ■    Sampel 1

  • ■    Sanipel2

  • ■    Sampel 3

Sampel 4

  • ■    Sampel 5

Gambar 1. Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella

Lemuru) yang Didiamkan Selama 2 Jam

histamin yang masih sedikit. Dari hasil penelitian terlihat perbandingan ketika ikan didiamkan selama 2 jam kandungan histamin pada ikan lemuru sebesar 3,1, 19,4, 39,4, 38,7, 5,0 ppm.

  • 3.1.2    Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) yang Didiamkan Selama 4 Jam

Ikan lemuru (Sardinella Lemuru) yang didiamkan selama 4 jam memiliki kandungan histamin yang sudah mulai meningkat, adapun kandungan histamin pada ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dapat dilihat pada Gambar 2. Pada ikan lemuru yang didiamkan selama 4 jam memiliki kandungan histamin 39,8, 37,8, 40,5, 39, 37,3 ppm.

IOO

  • ■    Sampel 1

  • ■    Sampel 2

  • ■    Sampel 3

I Sampel 4

  • ■    Sanapel 5

    c 50   39.8 37.8-10.5 39 37.3


    SKALA 2 (4 Tana)


Gambar 2. Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didiamkan Selama 4 Jam

  • 3.1.3    Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru) yang Didiamkan Selama 6 Jam

Pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang didiamkan semala 6 jam, memiliki kandungan histamin yang sudah melewati batas standar layak dikonsumsi. Kandungan histamin ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dapat dilihat pada Gambar 3. Pada ikan lemuru yang didiamkan selama 6 jam memiliki kenaikan yang sangat tinggi yaitu 71,3, 46,2, >100, 42,1, >100 ppm.

Gambar 3. Kandungan Histamin Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didiamkan Selama 6 Jam

  • 3.2    Pembahasan

    • 3.2.1    Kandungan Histamin Ikan Lemuru (S. lemuru) yang Didiamkan selama 2 jam

Dari hasil data penelitian diatas, kandungan kandungan histamin ikan lemuru (sardinella lemuru) yang didiamkan selama 2 jam memiliki kandungan histamin yang kecil. Pada sampel 1, 2, dan 5 memiliki kandungan histamin dibawah 20 ppm sedangkan pada sampel 3 dan 4 memiliki kandungan histamin di atas 30 ppm, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan ukuran antara sampel 1, 2, dan 5 dengan sampel 3 dan 4, dimana ukuran sampel 1, 2, dan 5 memiliki panjang <20 cm sedangkan sampel 3 dan 4 memiliki ukuran panjang > 20 cm yang menyebabkan perubahan asam amino histdin menjadi histamin lebih cepat dikarenakan perbedaan ukuran panjang ikan. Dijelaskan oleh Pertami et al. (2018) bahwa ukuran panjang ikan mempengaruhi perubahan kualitas mutu ikan yang didiamkan selama suhu tertentu, semakin panjang ikan maka semakin cepat perubahan kualitas mutu ikan.

  • 3.2.2    Kandungan Histamin Ikan Lemuru (S. lemuru) yang Didiamkan selama 4 jam

Kandungan histamin pada ikan lemuru yang didiamkan selama 4 jam memiliki kadar histamin yang masih cukup rendah yaitu sekitar 30-40,5 ppm. Jika kandungan histamin pada ikan memiliki kadar histamin <50 ppm menandakan bahwa ikan lemuru masih memiliki mutu ikan yang baik dan masih layak untuk dikonsumsi. Dilihat dari hasil data kandungan histamin pada ikan lemuru yang didiamkan selama 4 jam menandakan adanya kenaikan pada kandungan histamin jika didiamkan lebih lama dari 2 jam.

  • 3.2.3    Kandungan Histamin Ikan Lemuru (S. lemuru) yang Didiamkan selama 6 jam

Kandungan histamin pada ikan lemuru yang didiamkan selama 6 jam memiliki kadar histamin yang cukup tinggi hingga mencapai maksimum. Pada sampel 2 dan 4 memiliki kandungan histamin yang masih cukup baik yaitu kurang dari 50 ppm, sedangkan pada sampel 1 memiliki kandungan histmain sebesar 71,3 ppm, hal ini menandakan bahwa ikan lemuru pada sampel 1 sudah mulai terjadi fase pembusukan. Pada sampel 3 dan 5 memiliki kandungan histamin yang sudah melebihi 100 ppm, yang menandakan bahwa ikan lemuru pada sampel 3 dan 5 sudah tidak layak untuk dikonsumsi kembali dan sudah dalam keadaan busuk. Sama halnya dengan sampel pada ikan yang didiamkan pada 2 jam, ikan yang didiamkan

selama 6 jam pada sampel 3 dan 5 juga memiliki ukuran yang lebih panjang daripada sampel lainnya yang menyebabkan perubahan asam amino histdin menjadi histamin lebih cepat dikarenakan perbedaan ukuran panjang ikan.

  • 3.2.4    Pengaruh Suhu Ruang terhadap Perubahan Kandungan Histamin pada Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)

Pembentukan histamin dipengaruhi oleh faktor waktu, suhu, dan banyaknya bakteri penghasil histidin dekarboksilase dalam daging dan jaringan ikan. Penelitian terhadap ikan lemuru yang didiamkan selama 2 jam memiliki kandungan histamin yang lebih kecil yaitu berkisar 3,1-39,9 ppm, sedangkan ikan lemuru yang didiamkan selama 4 dan 6 jam memiliki kandungan histamin yang lebih tinggi yaitu berkisar 30-40,5 ppm dan 42.1-100 ppm. Dilihat dari data penelitian di atas menunjukkan bahwa kandungan histamin pada ikan lemuru meningkat, hal ini dikarena waktu didiamkan ikan lemuru mengalami fase pembusukan yang disebabkan oleh bakteri yang mulai bekerja pada tubuh ikan. Menurut Irianto (2014), faktor suhu dapat menyebabkan ikan cepat mengalami pembusukan, tanpa penganganan yang baik hanya dalam kurun waktu 10-12 jam ikan akan mengalami pembusukan. Semakin lama ikan terpapar dengan suhu ruang sebesar 20-25°C maka bakteri yang terdapat pada ikan akan terur membelah diri dan mengubah asam histidin menjadi histamin. Suhu penyimpanan ikan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri pembusuk. Menurut Nafisyah (2014), temperatur ideal pertumbuhan bagi bakteri yaitu -10 dan 70°C. Pada suhu 37°C beberapa bakteri dapat memperbanyak diri mulai 1.000 hingga 10.000.000 individu dalam tujuh jam.

Paparan suhu ruang pada waktu tertentu meningkatkan aktivitas konversi histidin ke histamin dengan kecepatan perubahan yang relatif sama meskipun kadar histamin nya berbeda. Kecepatan perubahan didapat dari pembagian kadar histamine dengan waktu papar yang berbeda. Pada penelitian ini terjadi fluktuasi kandungan histamin pada waktu penyimpanan yang sama hal ini terjadi karena ikan yang digunakan pada penelitian ini memiliki ukuran yang berbeda. Ikan yang memiliki ukuran (volume tubuh) yang lebih besar akan mengalami kemunduran mutu lebih cepat. Penurunan mutu ini bisa diketahui dengan

kadar histamine yang terukur pada jam berbeda. Perbedaan ukuran tubuh memberikan pengaruh nyata terhadap kadar histamin yang terbentuk. Pembentukan histamin pada setiap bagian tubuh berbeda dan tidak merata (Nento et al., 2014). Menurut Nafisyah (2014), peristiwa pembusukan memiliki beberapa faktor, yaitu jenis ikan, ukuran ikan dan lain lain.

Kandungan histamin juga akan terus meningkat jika disimpan pada cooler yang terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2011), kandungan histamin yang didiamkan pada suhu 45°C yang disimpan selama 7 hari memiliki kenaikan kandungan histamin menjadi 71,3 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa waktu penyimpanan dapat menyebabkan naiknya kandungan histamin pada ikan, dan juga pada penelitian Wodi et al., (2018). pada suhu 4°C dengan lama penyimpanan 9 hari tercatat telah menghasilkan 68,8 ppm pada ikan. Dilihat dari penelitian diatas kandungan histamin pada ikan dapat dipengaruhi pada suhu penyimpanan, dimana jika suhu penyimpanan tinggi maka kandungan histamin akan meningkan dengat pesat. Hal ini juga dinyatakan oleh Mitchell et al., (2013) bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap peningkatan kadar histamin pada ikan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka semakin tinggi pula peningkatan kadar histamin, sebaliknya semakin rendah suhu penyimpanan maka semakin rendah pula peningkatan kandungan histamin.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella Lemuru) yang didiamkan selama 2 jam memiliki kisaran 3,1-39,9 mg/kg, pada kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella Lemuru) yang didiamkan selama 4 jam memiliki kisaran 30-40,5 mg/kg, dan pada kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella Lemuru) yang didiamkan selama 6 jam memiliki kisaran 42,1-100 mg/kg. Adapun hubungan antara kenaikan kandungan histamin pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) terhadap waktu didiamkan pada suhu ruang yaitu semakin lama ikan lemuru didiamkan pada suhu ruang maka kandungan histamin pada ikan lemuru semakin tinggi.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih disampaikan kepada rekan Manajemen Sumberdaya Perairan Angkatan 2016 dan rekan basecamp yang telah membantu berjalannya proses penelitian ini.

Daftar Pustaka

Fatuni, Y.S., Suwandi, R., & Jaecob, A.M. (2014).

Identifikasi Kadar Histamin Dan Bakteri Pembentuk Histamin Dari Pindang Badeng Tongkol. JPHPI, 17 (2), 112-118.

Hattu, N., Telussa, I., dan Paiss, S. (2014). Kandungan Histamin dalam Olahan Ikan Komu   (Auxis

thazard) yang Direbus dengan Variasi Konsentrasi NaCl. Ind. J. Chem, 2 (1), 147-154.

Irianto, H.E., dan Giyatmi, S. (2014). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Dalam: Prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas Terbuka, Jakarta, pp. 1-53.

Jannatin, M., Latjuba, A.N.I., Wahyuni, S., Supriyanto, G., & Ibrahim, W.A.N. (2019). Rapid Spectrophotometric Method For Histamine Determination In Fish Using Alizarin Red S nd Metal. Malaysian Journal of Analytical Sciences, 23 (3), 505-515.

Mitchell, L.S., Hiola, R., & Prasetya, E. (2013). Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Peningkatan Kadar Histamin pada Ikan Tongkol. [Skripsi] Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Nafisyah, A.L. (2014). Pengaruh Alga Merah (Kappaphycus alvarezii) Terhadap mutu ikan kembung (Rastrellinger sp.). [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Pertami, N.D., Rahardjo, M.F., Damar, A., Nurjaya, I.W. (2018). Morphoregression and length-weight relationship of Bali sardinella, Sardinella lemuru Bleeker 1853 in Bali Strait Waters. Jurnal Iktiologi Indonesia, 18(3), 275-283.

Susilo, E. (2015). Variabilitas Faktor Lingkungan pada Habitat Ikan Lemuru di Selat Bali Menggunakan Data Satelit Oseanografi dan Pengukuran Insitu. Omni Akuatika, 14(20), 13-22.

Wahyuni, S., Trilaksani, W., dan Riyanto, B. (2011). Histamin Tuna (Thunnus Sp.) dan Identifikasi Bakteri Pembentuknya pada Kondisi Suhu Penyimpanan Standar. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wodi, S.I.M., Trilaksani, W., & Nurilmala, M. (2018). Histamin dan Identifikasi Bakteri Pembentuk Histamin Pada Tuna Mata Besar (Thunnus obesus). Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 9(2), 185-192.

Curr.Trends Aq. Sci. V(1): 7-11 (2022)