Fluktuasi Kualitas Air Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Beberapa Variasi Sistem Resirkulasi
on
Current Trends in Aquatic Science IV(1), 102-107 (2021)
Fluktuasi Kualitas Air Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Beberapa Variasi Sistem Resirkulasi
Muhammad Alfian Pratamaa*, I Wayan Arthanaa, Gde Raka Angga Kartikaa
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan. Universitas Udayana. Bukit Jimbaran. Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62 888-703-9229
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 6 Agustus 2020; disetujui (accepted) 18 Oktober 2020; tersedia secara online (available online) 15 Februari 2021
Abstract
Water quality has considerable influence on the survival rate and growth of Tilapia in aquaculture waters. Good environment is required for fish growth and survival rate. Recirculation aquaculture system can be used to maintain the optimal quality of water during fish maintenance. The working principle of this recirculation system is to reuse water repeatedly so that the distribution of temperature, oxygen and others becomes more even. This research aimed to determine the water quality fluctuation that occurs in the aquaculture of Tilapia with unfiltered recirculation system (control), biofilters system (bioball) and aquaculture system (using water spinach and pakchoy). The measured water quality parameters were: temperature, potential hidrogen (pH), dissolved oxygen (DO), turbidity and total dissolved solids (TDS). The results of six repetitions on A treatment, B treatment and C treatment showed pH values range from 7-8, dissolved oxygen from 6-8.5 ppm, temperature from 28-30°C, total dissolved solid from 250-500 ppm, and turbidity values range from 0.5-6.0 NTU. The statistic result showed significant differences (P<0,05), between parameters for temperature, pH, dissolved oxygen, and turbidity, while parameter total dissolved solids was no significant differences (P>0,05). The best water quality results was showed by aquaponic treatment because values of water quality tend to be stable for fish growth.
Keywords: Oreochromis niloticus; recirculation; water quality;
Abstrak
Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan Ikan Nila di perairan budidaya. Lingkungan yang baik diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Budidaya sistem resirkulasi merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menjaga kualitas air tetap optimal selama pemeliharaan ikan. Prinsip kerja dari sistem resirkulasi ini ialah menggunakan kembali air secara berulang sehingga distribusi suhu, oksigen dan lainnya menjadi lebih merata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fluktuasi kualitas air yang terjadi pada budidaya ikan nila dengan sistem resirkulasi tanpa filter (kontrol), sistem biofilter (bioball dan jaring) dan sistem akuaponik (menggunakan tanaman kangkung dan pakcoy). Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), kekeruhan dan padatan terlarut (TDS). Hasil penelitian selama 6 pengulangan pada perlakuan A, perlakuan B, dan perlakuan C menujukkan nilai pH berkisar 7-8, nilai oksigen terlarut berkisar 6-8,5 ppm, nilai suhu berkisar 28-30°C, nilai total padatan terlarut berkisar 250-500 ppm, dan nilai kekeruhan berkisar 0,5-6 NTU. Hasil uji stastitik menujukkan perbedaan nyata (P<0,05) pada parameter suhu, pH, oksigen terlarut, dan kekeruhan, sedangkan parameter TDS menujukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05). Hasil kualitas terbaik ditunjukkan pada perlakuan akuaponik dikarenakan nilai kualitas air cenderung stabil selama penelitian dalam menunjang pertumbuhan ikan.
Kata Kunci: ikan nila; resirkulasi; kualitas air;
Budidaya |
Ikan |
Nila |
(Oreochromis niloticus) | |
1. Pendahuluan |
memiliki |
potensi |
untuk |
dikembangkan secara |
intensif (Rosadi dan Amir, 2012). Menurut KKP
(2018) total produksi budidaya Ikan Nila di
Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2015-2017 sebesar 13,13%, dan diketahui tahun 2017 produksi ikan nila sebesar 12,6 juta ton. Namun, produksi budidaya ikan nila di Provinsi Bali mengalami penurunan, dimana pada tahun 2016 sebesar 118,5 ton, dan pada tahun 2017 menjadi 17,5 ton. Untuk memenuhi kebutuhan ikan nila, baik kebutuhan benih maupun kebutuhan konsumsi, diperlukan pola pengembangan yang betul-betul terarah. Pola pengembangan tersebut meliputi beberapa subsistem budidaya Ikan Nila dari hulu sampai hilir, ini ditujukan untuk mengurangi dampak negatif agar dapat dicapai target produksi optimal (Afriansyah, 2016). Oleh karena itu, itu diperlukan cara paling tepat guna mengatasi permasalahan budidaya Ikan Nila saat ini, diantaranya pemantauan kualitas air dalam budidaya agar menghasilkan ikan nila yang berkualitas tinggi (Effendi et al., 2015).
Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan ikan nila di perairan budidaya. Lingkungan yang baik, bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Minggawati dan Lukas, 2012). Salah satu upaya pengelolaan untuk meningkatkan kualitas air dan mengoptimalkan pemanfaatan air budidaya dilakukan dengan cara resirkulasi. Prinsip sistem resirkulasi adalah memanfaatkan kembali air yang digunakan (Wahyuningsih et al., 2015). Keuntungan sistem resirkulasi, yaitu dapat meminimalisir penggunaan air, buffer pH dan mereduksi bahan organik. Akuaponik merupakan sistem resirkulasi dengan menggunakan intregasi tanaman sayur atau hias. Setijaningsih (2015) menyebutkan bahwa sistem ini memanfaatkan simbiosis mutualisme antara tanaman dan ikan berdasarkan pemanfaatan buangan hasil metabolisme ikan pada tanaman, dan efisiensi pemanfaatan air.
Hasil pemantauan kualitas air budidaya dapat dijadikan dasar atau acuan dalam menentukan tindakan yang tepat dalam pengelolaan budidaya, khususnya budidaya Ikan Nila. Terjaminnya mutu air yang memenuhi syarat bagi kehidupan dan pertumbuhan Ikan Nila selama pemeliharaan menjadi satu faktor keberhasilan dalam budidaya perikanan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui fluktuasi kualitas air yang terjadi pada perlakuan sistem resirkulasi yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Januari sampai bulan Maret 2020. Penelitian ini dilaksanakan di Kolam Percobaan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.
-
2.2 Rancangan Percobaan
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan sistem plot. Jumlah kolam yang digunakan ada 9 kolam dengan ukuran 190×110×130 cm. Bahan uji yang digunakan adalah benih Ikan Nila (O. niloticus). Penelitian menggunakan tiga perlakuan, yaitu perlakuan A (kontrol), perlakuan B (biofilter), dan perlakuan C (akuaponik), yang dimana masing-masing perlakuan terdiri dari tiga pengulangan yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi Resirkulasi pada Kolam
-
2.3 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air seperti suhu, oksigen terlarut, pH, TDS dan kekeruhan diukur secara in situ di lokasi penelitian. Suhu air diukur dengan menggunakan alat thermometer raksa. Thermometer dicelupkan pada air sampai antara 1015 cm, kemudian angka yang ditunjukkan pada skala Thermometer dicatat sebagai data. konsentrasi Oksigen terlarut diukur menggunakan DO meter digital, Tingkat keasaman (pH) air diukur dengan menggunakan pH meter digital, dan total padatan terlarut diukur menggunakan TDS meter digital, dengan cara dicelupkan sensor ke air dan ditunggu nilai yang muncul pada layar. Kekeruhan diukur menggunakan Turbidity meter. Sampel air diambil dan dimasukkan kedalam botol
sampel kemudian ditekan tombol on dan Test Call, maka nilai kekeruhan akan muncul pada layar.
-
2.4 Analisis Data
Data pengukuran kualitas air terhadap tiga sistem resirkulasi, kemudian diolah menggunakan analisis One Way Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%. Uji lanjutan yang digunakan ialah uji Duncan. Data disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik, selanjutnya data diinterpretasi untuk menjelaskan hubungan parameter-parameter kualitas air yang terukur.
Suhu selama penelitian pada setiap perlakuan memiliki nilai yang berfluktuatif berkisar 28-31°C (Gambar 2), Hal ini masih sesuai dengan pernyataan Mas’ud (2014), bahwa suhu optimal dalam budidaya ikan air tawar adalah 28-32°C. Hasil uji statistik pada setiap perlakuan menujukan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap parameter suhu (P > 0,05). Suhu pada kolam fluktuatif menurun dikarenakan selama penelitian yang memasuki musim penghujan menyebabkan intensitas cahaya matahari selama penelitian cenderung sangat rendah, hal tersebut karena cuaca pada saat penelitian curah hujan cukup tinggi sehingga sangat mempengaruhi suhu air media budidaya Ikan Nila. Suhu air bagi kelangsungan hidup ikan dapat mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti tingkat respirasi, efisiensi pakan, pertumbuhan, tingkah laku dan reproduksi ikan yang dibudidayakan (Syamsundari, 2013).
-
3.2 Oksigen terlarut
Konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian pada perlakuan A berkisar 6,8-7,5 ppm, perlakuan B berkisar 6,8-7,7 ppm, dan perlakuan C berkisar 6,8-8,5 ppm (Gambar 3), hal ini dapat dikatakan pada setiap perlakuan memiliki nilai konsentrasi oksigen terlarut yang mampu mendorong pertumbuhan Ikan Nila, sesuai dengan pernyataan De Long et al. (2009) bahwa konsentrasi oksigen terlarut yang optimum untuk pertumbuhan ikan nila yaitu >5 ppm. Sarjito (2014) menyatakan, bahwa pada kandungan 1-5 ppm cukup mendukung kehidupan ikan tetapi pertumbuhan ikan menjadi lambat. Konsentrasi oksigen terlarut pada semua perlakuan yang cenderung stabil mengindikasikan kualitas lingkungan yang baik, sejalan dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian Dauhan et al. (2014), bahwa sistem resirkulasi yang mengindikasi parameter kualitas air yang baik yaitu memiliki tingkat yang stabil.
Oksigen terlarut menjadi parameter penting karena dibutuhkan pada proses oksidasi amonia dan menjadi faktor pembatas utama bagi kelangsungan hidup ikan (Ajitama, 2017). Tingkat konsumsi oksigen ikan bervariasi tergantung pada suhu, konsentrasi oksigen terlarut, ukuran ikan, tingkat aktivitas, dan tingkat metabolisme juga bervariasi antar individu, karena dibatasi oleh kandungan oksigen yang tersedia (Syamsudari, 2013). Hasil uji statistik pada setiap perlakuan tidak memberikan yang signifikan terhadap parameter oksigen terlarut (P > 0,05). Perlakuan C diketahui memiliki konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi karena adanya pengaruh sintesa tanaman akuaponik pada sistem resirkulasi terhadap kandungan oksigen terlarut dalam air. Selain itu, perlakuan A dan perlakun B memiliki nilai oksigen terlarut yang lebih rendah
Gambar 2. Hasil pengukuran suhu
Gambar 3. Hasil pengukuran oksigen terlarut
disebabkan adanya pengaruh partikel-partikel terlarut dalam air, dimana perlakuan A dan B memiliki kelarutan partikel tinggi, dan aktivitas bakteri yang memanfaatkan oksigen untuk mendekomposisi bahan organik (Mas’ud, 2014).
-
3.3 pH
Nilai pH mengindikasikan intensitas asam maupun basa dalam suatu perairan. Selama penelitian, diketahui nilai pH pada perlakuan A dan perlakuan B cenderung stabil, dan pada perlakuan C cenderung mengalami penurunan disetiap waktu pengamatan, dengan nilai pH pada semua perlakuan berkisar 7,2-8 (Gambar 4), nilai pH tersebut masih sesuai dengan pernyataan Mas’ud (2014), bahwa ikan dan biota lain di air dapat tumbuh dengan baik dan menunjang kelulushidupan ikan air tawar pada pH 6-9. Hasil pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang signikan terhadap nilai pH (P < 0,05), seperti pada perlakuan C yang memiliki nilai pH cenderung rendah, karena tanaman melakukan proses penyerapan unsur hara seperti amonium dari air sehingga menyebabkan nilai pH rendah (Lestari, 2013). Hal ini didukung pernyataan Azhari dan Aprilia (2018), bahwa nutrien lebih mudah terserap oleh tanaman pada pH yang lebih rendah.
Nilai pH perairan dipengaruhi oleh oksigen terlarut, dimana semakin kecil oksigen terlarut kencenderungan pH akan bersifat basa dan kondisi sebaliknya apabila oksigen terlarut ketika dalam jumlah besar (Dauhan et al., 2014). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh, dimana konsentrasi oksigen terlarut pada perlakuan A lebih rendah dibadingkan perlakuan lainnya, tetapi nilai pH pada perlakuan A cenderung lebih tinggi daripada perlakuan yang
Gambar 4. Hasil pengukuran pH
lainnya.
-
3.4 Total padatan terlarut (TDS)
Nilai TDS selama penelitian pada tiap perlakuan cenderung mengalami penurunan tiap pengamatannya (Gambar 5), Hasil uji stastistik pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap parameter TDS (P < 0,05). Hal ini dikarenakan pengaruh sistem resirkulasi dan media filter, sesuai dengan pernyataan Sulastri dan Nurhayati, (2014) bahwa media filtrasi dapat menurunkan kadar TDS. Tingginya nilai TDS dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas ikan yang semakin mengalami pertumbuhan perkembangan, dan pengaruh sisa pakan, serta hasil metabolisme ikan.
Total padatan terlarut adalah padatan terlarut yang terkandung pada larutan dimana dipengaruhi oleh jumlah ion yang terkandung pada perairan tersebut (Airlindia dan Afdal, 2015). Nilai TDS pada tiap perlakuan masih berkisar <1000 ppm, yang dapat dikatakan masih layak dalam kegiatan budidaya. Hal tersebut berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001, bahwa batas maksimal kadar TDS untuk perairan kelas III adalah <1000 ppm, batas tersebut dapat digunakan sebagai acuan standar TDS pada perairan untuk kegiatan budidaya (Effendi et al., 2015).
Gambar 5. Hasil pengukuran TDS
-
3.5 Kekeruhan
Kekeruhan yang diukur selama peneltian pada perlakuan A berkisar 2,5-6 NTU, pada perlakuan B nilai kekeruhan berkisar 0,7-4 NTU, dan pada perlakuan C berkisar 0,5-1,75 NTU (Gambar 6). Hal ini dapat dikatakan pada semua perlakuan, nilai kekeruhan masih dalam batas wajar <30 NTU dikarenakan kadar oksigen yang diperlukan untuk kelulushidupan hidup ikan masih tercukupi, hal
ini sesuai dengan pernyataan Kuo dan Humprey, (2008) bahwa biota air tawar mampu bertahan hidup pada air dengan kekeruhan <30 NTU.
Hasil uji statistik pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekeruhan (P < 0,05). Nilai kekeruhan pada perlakuan A yang tinggi menunjukkan bahwa partikel tersuspensi alam air banyak, hal ini akan mengakibatkan konsentrasi oksigen di dalam air menurun. Hubungan antara oksigen terlarut dengan kekeruhan dalam air adalah berbanding terbalik, semakin tinggi konsentrasi oksigen terlarut dalam air, nilai kekeruhan cenderung rendah (Kuo dan Humprey, 2008). Faktor yang mempengaruhi tingginya kekeruhan disebabkan adanya partikel anorganik, koloid organik (seperti mikroorganisme), dan kadar pakan di dalam air yang semakin banyak akan semakin meningkat pula kekeruhan air (Zularisam, 2007). Oleh karena itu, jika kekeruhan air tinggi harus dilakukan proses separasi untuk memisahkan partikulat yang tersuspensi dalam air sehingga kadar kekeruhan masih dapat diterima oleh biota air (Fauzia, 2013).
Gambar 6. Hasil pengukuran kekeruhan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran parameter kualitas pada ketiga perlakuan sistem resirkulasi yang cenderung menunjukkan hasil yang fluktuatif, diketahui bahwa nilai kekeruhan cenderung mengalami peningkatan, dan pada parameter suhu dan TDS cenderung mengalami penurunan selama pengamatan. Sedangkan nilai parameter oksigen terlarut, dan pH memiliki perubahan nilai yang berbeda pada tiap perlakuan. Hasil uji stastitik menujukkan bahwa parameter suhu, dan oksigen tidak memberikan perubahan yang signifikan (P > 0,05), sedangkan parameter pH, TDS, dan kekeruhan menujukkan
perbedaan nyata pada tiap perlakuan (P > 0,05). Hasil kualitas terbaik ditunjukkan pada perlakuan akuaponik dikarenakan nilai kualitas air cenderung stabil selama penelitian dalam menunjang pertumbuhan ikan.
Ucapan terimakasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa Bidikmisi sehingga penulis dapat menempuh pendidikan tinggi, dan semua pihak yang telah banyak membantu baik dalam bentuk dukungan maupun kritik dan saran yang membangun sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Daftar Pustaka
Afriansyah. (2016). Keragaman Nitrogen dan T-Phosfat pada pemanfaatan limbah budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) oleh Ikan Peres (Osteochilus kappeni) dengan Sistem Resirkulasi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1), 252-261
Airlindia, I., & Afdal. (2015). Analisis Pencemaran Danau Maninjau dari Nilai TDS dan Konduktivitas Listrik. Jurnal Fisika Unand, 4(4), 325-331.
Ajitama, P. (2017). Pemanfaatan Selada Kepala Mentega (Lactuca sativa) untuk Memperbaiki Kualitas Air dari Limbah Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dengan Sistem Akuaponik. Tesis. Bogor, Indonesia: Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor.
Azhari, D. & Aprilia, M. T. (2018). Kajian Kualitas Air Dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Yang Dibudidayakan Dengan Sistem Akuaponik. Jurnal Akuatika Indonesia, 3(2). 84-90
Dauhan, R.E.S., Efendi, E., & Suparmono. (2014).
Efektifitas Sistem Akuaponik Dalam Mereduksi Konsentrasi Amonia Pada Sistem Budidaya Ikan. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 2(1), 297-302.
De Long, D.P., Losordo, T.M., & Rakocy, J.E. (2009). Tank Culture of tilapia. Southern Regional Aquaculture Center Publication, 282,1-8.
Effendi, H., Utomo, B.A., & Darmawangsa, G.M. (2015). Phytoremediation of freshwater Crayfish (Cherax quadricaarinatus) culture wastewater with spinach (Ipomoea aquatica) in aquaponic system.
Aquaculture, Aquarium, Conservation and Legislation International. Journal of the Bioflux Society, 8(3), 421-430
Fauzia, M., Rahmawati, I., & Sudiarsa N., (2013).
Penyisihan Amoniak dan Kekeruhan Pada Sistem Resirkulasi Budidaya Kepiting Dengan Teknologi Membran Biofilter. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2), 155-161.
Kuo, C. & Humprey, J. 2008. Monitoring the Health of Prawns, Barramudi and Mud Crabs on Aquaculture Farms in the Northern Territory. Darwin, Australia: Darwin Aquaculture Centre, Fisheries.
KKP. (2018). Laporan KKP Tahunan 2018. Jakarta, Indonesia: Kementrian Kelauatan dan Perikanan.
Lestari, W. (2013). Penggunaan Ipomoea aquatica Forsk. untuk fitoremediasi limbah rumah tangga. Dalam Prosiding Seminar Semirata FMIPA Universitas Lampung 2013. Bandar Lampung, Indonesia. 1012 Mei 2013. (pp. 441– 446)
Mas’ud, F. (2014). Pengaruh Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.) di
Kolam Beton dan Terpal. Grouper Jurnal Ilmiah Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan. 5(1), 1-6.
Minggawati, I. & Lukas. (2012). Studi Kualitas Air untuk budidaya Ikan Karamba di Sungai Kahayan. Jurnal Media Sains, 4(1), 87-91.
Rosadi, T. & Amir, S. (2012). Pengaruh Pembatasan Konsumsi Pakan terhadap Bobot Tubuh Ikan Nila (Oreochromis sp.) Siap Panen. Jurnal Perikanan Unram, 1(1), 8-13.
Sarjito. (2014). Pengaruh Bakteri Kandidat Probiotik terhadap Perubahan Kandungan Nutrien C, N, P, dan K, Media Kultur Lele Dumbo (Clarias
gariepinus). Journal Aquaculture Management and Technology. 3(4), 247-256.
Setijaningsih, L. (2015). Pemanfaatan Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias batrachus) untuk Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Sistem Resirkulasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati, 14(3), 287-293.
Sulastri, & Nurhayati, I. (2014). Pengaruh Media Filtrasi Arang Aktif terhadap Kekeruhan, Warna dan TDS pada Air Telaga di Desa Balongpanggang. Jurnal Teknik Waktu, 12(1), 43-47.
Syamsundari, S. (2013). Analisis Penerapan Biofilter dalam Sistem Sirkulasi terhadap Mutu Kualitas Air Budidaya Ikan Sidat (Anguila bicolor). Jurnal GAMMA, 8(2), 86-97.
Wahyuningsih, S., Effendi, H., & Wardiatno, Y. (2015). Nitrogen removal of aquaculture wastewater in aquaponic recirculation system. AACL Bioflux, 8(4), 491-499.
Zularisam, A.W. (2007). The Effect of Natural Organic Mater (NOM) Fractions on Fouling Characteristic and Flux Recovery of Ultrafiltratrion Membranes University Teknology Malaysia. Desalination, 212, 191-208.
Curr.Trends Aq. Sci. IV(1): 102-107 (2021)
Discussion and feedback