Current Trends in Aquatic Science III(1), 39-46 (2020)

Kajian Kualitas Air, Potensi Karang dan Ikan Karang untuk Pengembangan Wisata Selam di Desa Bondalem, Buleleng, Bali

Evrina Cahyani Sinaga a*, I Wayan Restu a, Rani Ekawaty a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana dan Badung, Bali

* Penulis koresponden. Tel.: +62-895-360-255-672

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 26 November 2019; disetujui (accepted) 24 Februari 2020

Abstract

Bondalem Village is located in Tejakula District, Buleleng Regency, north of the Bali Island. This village is directly adjacent to the Bali Sea in the north, this condition makes tourism can develop especially diving tourism and activity. This purpose of this study was to examine the suitability of water quality in order to support the development plan of diving tourism in the waters of Bondalem Village, Tejakula District, Buleleng Regency. Data colection was carried out every once a month within 3 months in November, December 2018 and March 2019. This study used the method of field observation and secondary data from the results of the literature study. In this study the method of data collection was done by direct measurement in the field for observations of the environmental conditions at the study site. The results of data collection in the form of data that supports the acquisition of environmental parameter data in regional and physical environmental suitability assessment. This study was carried out by analyzing the suitability of diving tourism, coral identification was assessed using the LIT (Line Intercept Transect) method while the abundance of reef fish species was studied using the UVC (Underwater Visual Census) method. Analysis of the data used was an analysis of the potential of coral reefs and land suitability. Determination of the level of land suitability as a diving tourism area using regional suitability matrix analysis considering ecological parameters and water quality. The live coral community cover in Bondalem waters ranged from 65.93% to 81.33% with a variety of reef fish species ranging from 16 families. Travel suitability index diving category is included in the very appropriate category (S1).

Keywords: diving; Travel suitability; waters of Bondalem; coral; reef fish

Abstrak

Desa Bondalem terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng bagian utara Pulau Dewata. Desa ini berbatasan langsung dengan Laut Bali pada bagian utara, kondisi ini menjadikan pariwisata dapat berkembang khususnya wisata selam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian kualitas perairan dalam rangka mendukung pembangunan wisata selam di kawasan perairan Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Pengambilan data dilakukan setiap sebulan sekali dalam waktu 3 bulan pada bulan November, Desember 2018 dan Maret 2019. Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dan data sekunder hasil studi pustaka. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran langsung di lapangan untuk pengamatan terhadap kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Hasil pengumpulan data berupa data yang mendukung perolehan data-data parameter lingkungan dalam penilaian kesesuaian kawasan dan fisik lingkungan. Kajian ini dilakukan dengan menganilisis kesesuaian wisata selam, identifikasi karang dikaji menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) sedangkan kelimpahan jenis ikan karang dikaji menggunakan metode UVC (Underwater Visual Census). Analisis data yang digunakan adalah analisis potensi terumbu karang dan kesusaian wisata. Penentuan tingkat kesesuaian lahan sebagai kawasan wisata selam menggunakan analisis matriks kesesuaian kawasan mempertimbangkan parameter ekologis dan kualitas perairan. Nilai komunitas karang hidup di Perairan Bondalem berkisar antara 65,93% sampai dengan 81,33% dengan keragaman jenis ikan karang berkisar 16 famili. Indeks kesesuaian wisata (IKW) kategori selam termasuk kedalam kategori sangat sesuai (S1).

Kata Kunci: Kesesuaian wisata; perairan Bondalem; selam; karang; ikan karang

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara dengan beberapa daerah yang mampu berkembang dalam bidang pariwisata salah satunya pulau Bali sehingga Bali disebut sebagai etalase Indonesia (Picard, 2006). Bali memiliki banyak daya tarik baik dalam keindahan budaya maupun keindahan alam pada setiap daerahnya. Perkembangan wisata di Bali berfokus pada wilayah bagian selatan, hal ini mebuat Bali bagian utara masih urang dalam perkembangan di bidang usaha wisata. Kawasan Bali Utara yang berbatasan langsung dengan Laut Bali yang menyimpan banyak potensi mulai dari keberadaan lumba-lumba maupun arkeologi maritim (Sumerata et al., 2017). Keindahan laut yang dimiliki Bali Utara menjadi salah satu peluang dalam perkembangan wisata.

Wisata merupakan kegiatan perjalanan atau kunjungan yang dilakukan seseorang atau perkelompok orang untuk sebuah tujuan (Undang-undang RI No. 10 tahun 2009). Wisata bahari merupakan suatu bentuk dari pemanfaatan lingkungan laut sebagai pariwisata baik melalui kegiatan berperahu, menyelam ataupun berenang (Sudjud et al., 2018). Menyelam merupakan aktivitas bawah laut yang dilakukan dengan bantuan alat serta memanfaatkan nilai estetika bawah laut dalam jangka waktu dan standar keselamatan tertentu. Wisata selam dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain kualitas perairan dan kondisi biologi perairan yang dapat menunjuang kegiatan selam.

Berdasarkan uraian tersebut maka untuk pembangunan wisata selam dalam pembangunan sektor pariwisata di bagian Bali Utara, perlunya mengetahui kesesuaian kondisi lingkungan berdasarkan aspek kesesuaian sumberdaya yang ada. Hal tersebut dapat di dukung dengan penilaian kesesuaian dan kualitas perairan guna mendukung pembangunan wisata selam di Desa Bondalem Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan November, Desember 2018 dan Maret 2019. Penelitian ini bertempat di Perairan Desa

Bondalem. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 24 November 2018, 17 Desember 2018 dan 17 Maret 2019. Pengamatan dilakukan pada 3 stasiun dengan berbeda kedalaman. Kedalaman 4 meter (Stasiun 1), kedalaman 7 meter (Stasiun 2), kedalaman 10 meter (Stasiun 3). Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Desa Bondalem

  • 2.2    Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain SCUBA set, GPS (GARMIN, eTrex 10), secchi disk, refraktometer (ATAGO, Master-S/MiIIM Cat. 2493), D.O meter (LUTRON, DO-5509), pH pen (VIVOSUN), turbidity meter (LUTRON, TU-2016), current meter (GLOBAL WATER, FP111), kamera (SONY, A600), alat tulis bawah air, botol 1.5L, pita berskala (roll meter), water sampler, buku panduan pengamatan ikan (Reef Fish Identification - Tropical Pacific Fishes, 2003)

  • 2.3    Teknik Pengumpulan Data

Metode data dilakukan melalui observasi lapangan dan data sekunder hasil studi pustaka. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui pengukuran dan pengamatan meliputi persentase terumbu karang, jenis ikan karang dan parameter kualitas air. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari laporan hasil penelitian dan kegiatan yang sama dengan data dari instansi terkait meliputi Peraturan Gubernur Bali, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam menurut Yulianda.

  • 2.3.1    Parameter Kualitas Lingkungan Perairan

Data parameter kualitas perairan diukur secara insitu (kecepatan arus, kecerahan, kedalaman, suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas, BOD, TSS dan kekeruhan) dan ex-situ (Coliform) yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Denpasar Bali. Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan bottle sampler yang dilakukan langsung di atas kapal setelah pengambilan sampel air. Kecepatan arus diukur menggunakan Current meter. Kecerahan diukur dengan menggunakan secchi disk.

  • 2.3.2    Persentase Tutupan Terumbu Karang

Metode    pengukuran    tutupan    karang

menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect). Metode ini dilihat berdasarkan bentuk pertumbuhan terumbu karang. Data didapat dengan cara merentangkan roll meter di atas ekosistem karang sepanjang 50 meter dan bergerak dimulai pada titik pertama kali ditemukan karang (titik nol) untuk mencatat transisi (cm) dan lifeform (kategori) yang berada tepat dibawah transek. Karang-karang yang dijumpai, diamati bentuk pertumbuhannya kemudian disesuaikan dengan data identifikasi bentuk pertumbuhan terumbu karang menurut versi AIMS (Australian Institute of Marine Science).

  • 2.3.3    Jenis dan Jumlah Ikan Karang

Pengukuran jenis dan jumlah ikan karang menggunakan metode underwater visual census (UVC) sesuai dengan metode yang digunakan oleh Dartnall dan Jones (1986) dan English et al. (1997) dengan modifikasi. Pengambilan data dilakukan dengan menarik roll meter sepanjang 50 meter pada kedalaman yang sama dengan pengambilan data tutupan karang. Peletakan transek yang dibuat sejajar dengan garis pantai. Jarak pengamatan memakai garis khayal sejauh 2,5 meter kiri dan kanan dari garis transek. Ikan-ikan yang dijumpai, diamati jenisnya dan dilakukan pengambilan gambar untuk dokumentasi.

  • 2.4    Analisis Data

    • 2.4.1    Indeks Kesesuaian Wisata Kategori Selam

Kesesuaian wisata selam diukur dengan menghitung nilai Indeks kesesuaian wisata yang

meliputi tutupan terumbu karang, jenis pertumbuhan karang, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman, kemudian dianalisis menggunakan Yulianda (2007);

IKW = (∑ -i^--}x0%% Nmaks/

(1)


dimana IKW adalah Indeks kesesuaian wisata; Ni adalah nilai parameter ke-i (bobot × skor); Nmaks adalah nilai maksimum dari kategori wisata. Hasil perhitungan dari rumus tersebut dapat disusaikan dengan klasifikasi penilaian berdasarkan IKW (Yulianda, 2007). Klasifikasi penilaian IKW dibagi dalam 4 kelas kesesuaian yaitu: Kategori sangat sesuai (S1) memiliki kisaran nilai 44,82 – 54.

Kategori sesuai (S2) memiliki kisaran nilai 27 -<44,82. Kategori sesuai bersyarat (S3) memiliki kisaran nilai 9,18 – 27. Kategori tidak sesuai (TS) memiliki kisaran nilai kurang dari 9,18.

  • 2.4.2    Persentase Tutupan Terumbu Karang

Presentase penutupan karang hidup dari data hasil pengamatan dianalisis menggunakan rumus (English et al., 1997) :

Li

L = -x 100 %                             (2)

dimana L adalah persentase tutupan karang (%); Li adalah panjang bentuk pertumbuhan jenis kategori ke-I (m); N adalah panjang transek (m). Hasil perhitungan dibandingkan dengan ketentuan kriteria penutupan komunitas karang berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.4 tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang dengan kategori tutupan 0 –

24,9 % (kategori rusak), 25 – 49,9 % (kategori

sedang), 50 – 74,9 % (kategori baik), 75 – 100 % (kategori baik sekali).

  • 2.4.3    Kecerahan Perairan

Kecerahan perairan dianalis dengan menggunakan secchi disk menggunakan rumus:

N = dl + d2                                (2)

dimana N adalah kecerahan perairan (cm); D1 menunjukkan kedalaman pada saat secchi disk tidak tampak (cm); dan D2 adalah kedalaman saat secchi disk mulai tampak pertama kali (cm).

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Kondisi Parameter Lingkungan

Nilai arus pada setiap waktu pengambilan sampel berkisar 0,3 – 1,3 m/s. Nilai kecerahan pada setiap waktu pengambilan sampel lebih dari >25m. Nilai kekeruhan pada setiap pengambilan sampel berkisar 0,0 NTU. Nilai pH pada setiap waktu pengambilan sampel berkisar antara 8.,4 – 8.,5. Nilai salinitas pada stasiun 3 memiliki nilai tertinggi 33,3, sedangkan pada Stasiun 1 memiliki nilai rendah 29,3. Nilai oksigen terlarut pada setiap waktu pengambilan sampel berkisar antara 9,2 – 13,4 mg/L. Nilai BOD pada setiap waktu pengambilan sampel berkisar antara 9,0 – 10,0 mg/L. Nilai coliform pada setiap waktu pengambilan sampel berkisar antara 2 – 130,0 MPN/100 ml. Nilai padatan tersuspensi pada setiap waktu pengambilan sampel berkisar antara 8,5 – 8,6 mg/L.

  • 3.2    Kondisi Ekologi Tutupan Karang

Persentase tutupan karang hidup pada stasiun di perairan Bondalem berkisar antara 65,93% sampai dengan 81,33%. Persentase tutupan karang hidup terbesar pada Stasiun 1 dengan presentase sebesar 81,33% sedangkan persentase tutupan karang terkecil terdapat pada Stasiun 2 dengan presentase sebesar 65.,93%. Adapun hasil pengamatan persentase tutupan karang di perairan Bondalem terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Persentase Tutupan Karang pada Stasiun 1 (JS): Stasiun 2 (M): Stasiun 3 ( ).

Hasil pengamatan jenis bentuk pertumbuhan karang pada setiap stasiun di perairan Bondalem ditemukan 18 lifeform. Coral massive (CM) merupakan lifeform yang dominan ditemui di setiap stasiun. Jumlah lifeform yang terdapat pada Stasiun 1 adalah 9 lifeform. Pada Stasiun 2 terdapat

9 lifeform dengan nilai tertinggi adalah coral massive (CM) dengan nilai sebesar 23,6%. Pada Stasiun 3 terdapat 14 lifeform dengan nilai tertinggi adalah coral massive (CM) dengan nilai sebesar 26,2%.

  • 3.3    Kondisi Jenis Ikan Karang

Terdapat 16 famili ikan karang yang ditemukan pada 3 titik stasiun pengamatan. Jumlah spesies yang didapatkan pada Stasiun 1 sebanyak 45 spesies, Stasiun 2 sebanyak 39 spesies dan Stasiun 3 sebanyak 22 spesies ikan karang.

Persentase kelimpahan famili ikan karang pada stasiun pengamatan di Bondalem menggambarkan perbandingan jumlah individu spesies pada setiap famili ikan karang. Famili ikan karang Pomacentridae merupakan famili ikan karang yang memiliki persentase terbesar pada stasiun pengamatan di Perairan Bondalem dengan nilai sebesar 73%.

Hasil kepadatan individu ikan karang pada Perairan Bondalem memiliki nilai yang berbeda pada setiap stasiun. Stasiun memiliki nilai kepadatan individu ikan karang terbesar yaitu sebesar 1,36 individu/m2. Stasiun 3 merupakan stasiun pengamatan dengan kepadatan individu ikan karang terkecil yaitu sebesar 0,49 ind/m2.

Gambar 3. Hasil Kepadatan Individu Ikan Karang pada Stasiun 1 (SI): Stasiun 2 (M): Stasiun 3 (^).

  • 3.4    Indeks Kesesuaian Wisata Bahari Katagori Selam

Kecepatan arus pada Stasiun 3 memiliki nilai yang tinggi dari pada stasiun lainnya dengan nilai sebesar 1,3 m/s , sedangkan kecepatan arus pada stasiun 1 memilki nilai terendah dengan nilai sebesar 0,3 m/s. Kecerahan perairan di Bondalem memiliki nilai lebih dari 25 meter. Jumlah lifeform terbanyak ditemukan pada stasiun 3 dengan jumlah 14 lifeform, sedangkan lifeform pada stasiun

1 dan stasiun 2 menunjukkan nilai yang sama (Tabel 1).

Tabel 1

Penilaian Parameter Kesesuaian Wisata Selam

Stasiun

Kcccpatan arus (m/s)

Kecerahan

Tutupan Komunitas Karang (%)

Jcnis

IifefotTn

Jcnis Lkan karang

Kedalaman karang (m)

1

0.3

4

81.33

9

45

4.0

2

0.8

7

65.93

9

39

7.0

3

1.3

10

76.72

14

22

10.0

Kategori kesesuaian wisata selam di Bondalem termasuk kategori sangat sesuai (S1). Persentase kategori sangat sesuai (S1) pada stasiun 1 memiliki nilai IKW sebesar 83%. Persentase kategori sangat sesuai (S1) terdapat pada stasiun 2 memiliki nilai IKW sebesar 74%. Persentase kategori sangat sesuai (S1) terdapat pada stasiun 3 memiliki nilai IKW sebesar 89%. Ketiga stasiun pengamatan berpotensi untuk dijadikan lokasi wisata selam. Adapun hasil pengamatan nilai Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) pada Tabel 2.

Tabel 2

Nilai Indeks Kesesuaian Wisata Selam

Stasiun

Latitude

Longitude

Indeks Kesesuaian Wisata (IKW)

Keterangan

1

0S°06.478'S

115o19.3O3 E

83%

Sangat Sesuai (Sl)

2

O8oO6.356'S

115019.311E

74%

Sangat Sesuai (Sl)

3

08o06.280,S

115o19.130E

89%

SangatScsuai (Sl)

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Kondisi Parameter Kualitas Perairan

Hasil pengukuran oksigen terlarut (D.O) didapatkan berkisar 9.2 – 13.4 mg/L pada Stasiun 1, Stasiun 2 dan Stasiun 3 yang menunjukkan kondisi sesuai menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016. Barus (2004) menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut yang optimal adalah lebih dari 3 mg/L sehingga kondisi oksigen terlarut yang di dapatkan dapat mendukung pertumbuhan ikan karang. Pertumbuhan ikan karang yang baik akan mempengaruhi jumlah ikan karang yang dapat menambah nilai estetika pada suatu perairan.

Salinitas didapatkan berkisar antara 29,3 – 33,3 ‰ di Perairan Bondalem, hal ini menunjukkan nilai yang normal dan sesuai dengan nilai salinitas untuk perairan laut Indonesia dengan nilai berkisar 32 - 34 ‰. Nilai salinitas yang mencapai

angka dibawah 32 ‰ diduga karena adanya buangan limbah rumah tangga yang bersifat air tawar melalui aliran sungai. Richmond 1993 dalam Wibawa 2017 menyatakan bahwa perubahan salinitas air laut dapat berdampak terhadap fisiologi karang. Zamani (2016) menambahkan bahwa salinitas berpengaruh pada rusaknya sel-sel penting yang berkembang secara fisiologis dari sistem perkembangan organisme karang.

Hasil pengukuran arus didapatkan berkisar 0,3 – 1,3 m/s pada Stasiun 1, Stasiun 2 dan Stasiun 3. Nilai arus tegolong arus sedang sampai arus kuat. Stasiun 3 memiliki nilai arus yang tertinggi (arus kuat) hal ini diduga karna dasar perairan yang memiliki cekungan dengan perbedaan kedalaman berkisar 2-4 meter. Menurut Erwandi (2005) dalam Raharjo (2017) kecepatan arus dapat dipengaruhi oleh bentuk morfologi bawah laut pada suatu perairan. Kecepatan arus dapat meningkat pada bentuk morfologi dasar perairan seperti celah-celah antar lembah maupun palung dibandingkan dasar perairan yang landau. Menurut Supriharyono, 2000 arus yang mengalir kuat secara teratur dapat mempengaruhi perubahan bentuk terumbu karang lebih kearah pertumbuhan mengerak (encrusting).

Tingkat derajat keasaman (pH) didapatkan berkisar 8,4 – 8,5 yang menunjukkan nilai sesuai menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016. Tomascik et al. (1997) dalam Zamani (2016) menyatakan bahwa nilai pH yang baik untuk pertumbuhan karang berkisar 8,2 – 8,5. Zamani (2016) menambahkan bahwa pH perairan yang buruk dapat merusak organisme karang.

Kondisi nilai BOD didapatkan berkisar 9,0 – 10,0 mg/L yang menunjukkan kondisi yang sesuai menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016. Kondisi BOD yang baik dapat menunjukkan bahwa tercukupinya oksigen untuk penguraian bahan organik pada makhluk hidup atau organisme dalam Perairan Bondalem (Salmin, 2005).

Nilai coliform didapatkan berkisar antara <2 – 14000 MPN/100ml yang menunjukkan nilai yang tidak sesuai dengan ambang batas Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2016. Hal ini terjadi akibat adanya saluran pembuangan dari aktivitas masyarakat yang masuk melalui aliran sungai dekat dengan lokasi pengamatan (Stasiun 2). Bakteri coliform terdapat didalam aperture akan

menganggu metabolisme pembentukan cangkang dan sekresi CaCO3 pada karang.

Kondisi padatan tersuspensi didapatkan nilai berkisar antara 8,5 – 8,6 mg/L yang menunjukkan keadaan yang sesuai menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2016. Padatan tersuspensi yang melebihi ambang batas dapat memberi pengaruh yang berbahaya pada ikan, zooplankton, dan makhluk hidup lainnya pada prinsipnya adalah penyumbatan insang oleh partikel (Tarigan, 2003).

Kondisi kecerahan berturut-turut 4, 7 dan 10 sesuai dengan kedalaman pada masing-masing stasiun. Nilai kecerahan maksimum yang diperoleh >25 meter yang menunjukkan keadaan yang sesuai bagi kegiatan pariwisata dan rekreasi (selam) dengan nilai berkisar ≥ 30 meter (Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016). Kecerahan perairan merupakan faktor penting selain kondisi ekosistem terumbu karang dan ikan karang. Kecerahan perairan dapat menggambarkan tingkat sedimentasi yang terjadi di sekitar kawasan (Ketjulan, 2010). Semakin cerah suatu perairan, semakin jelas keindahan yang dapat dinikmati (Yudasmara, 2010).

Hasil kekeruhan menunjukkan nilai 0.00 NTU. Menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2016, nilai baku mutu yang baik bagi parameter kekeruhan yaitu ≤ 10 NTU maka perairan ini berada dalam kondisi sesuai. Nilai kekeruhan dapat mempengaruhi pengelihatan serta kenyamanan pada kegiatan selam.

Menurut Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2016 menyatakan tingkat kondisi mutu air dapat menunjukkan kondisi cemar atau baiknya suatu sumber air pada waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan. Sebagian besar nilai kualitas perairan pada Perairan Bondalem menunjukkan nilai yang baik atau sesuai untuk kegiatan selam. Beberapa parameter kualitas Perairan di Perairan Bondalem bernilai tidak baik atau tidak sesuai, salah satunya yaitu parameter coliform. Parameter coliform menjadi salah satu parameter yang perlu ditinjau kembali dikarenakan dapat memicu kerusakan pada karang serta berdampak secara langsung pada kondisi ikan karang.

Parameter kualitas lingkungan dan ekosistem terumbu karang diperlukan dalam menganalisis kesesuaian suatu wilayah untuk kegiatan ekowisata bahari, khususnya wisata selam. Menurut Yulianda (2007), parameter kualitas

perairan secara fisik yang menjadi aspek penting adalah kecerahan, kecepatan arus dan kedalaman, ketiga nilai kualitas perairan tersebut menunjukkan nilai yang baik pada Perairan Bondalem sehingga dapat mendukung kegiatan wisata selam. Parameter kualitas perairan secara biologi yang menjadi aspek penting adalah tutupan karang, lifeform, jumlah ikan karang, dan analisa penilaian lokasi untuk penentuan kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam.

  • 4.2    Kondisi Terumbu Karang

Menurut Nontji (2009), terumbu karang yang utuh memiliki nilai estetika yang jarang dapat ditandingi oleh ekosistem lain. Terumbu karang pada stasiun pengamatan memiliki jumlah 16 lifeform. Hasil bentuk pertumbuhan karang yang didapat pada penelitian ini menunjukkan nilai karang masif (CM) yang dominan pada perairan Bondalem. Karang masif merupakan kelompok karang konservatif yang sebagian besar hidup selama puluhan hingga ratusan tahun (Sunarto 2006 dalam Widikurnia 2016). English et al. (1997), mengklasifikasi pertumbuhan karang ke dalam enam kategori yaitu acropora, non-acropora, dead coral, abiotic, soft coral dan lainnya. Dead coral dapat ditemukan di Stasiun 2 pada lokasi pengamatan Perairan Bondalem. Kerusakan karang tersebut diindikasikan karena terjadinya aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya patahan-patahan karang pada Stasiun 2.

Persentase nilai jenis karang keras (hardcoral) dapat menambah minat bagi penyelam dalam kegiatan ekowisata selam (Williams, 2000 dalam Darmansyah, 2010). Hasil yang didapat pada ketiga stasiun pengamatan memiliki tutupan karang berkisar antara 65.,93% - 81,33%. Hasil pengamatan ini berbeda dengan yang di dapat oleh Sari, 2017 dengan nilai berkisar 16,26% -52,48%. Hal ini diduga disebabkan oleh lokasi pengamatan yang masih asri dengan kualitas perairan yang sesuai dengan baku mutu sehingga pertumbuhan terumbu karang optimal. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2001, kondisi persentase tutupan karang yang ada pada stasiun pengamatan di Bondalem termasuk dalam kategori baik hingga baik sekali.

  • 4.3    Kondisi Ikan Karang

Ekosistem terumbu karang dan keanekaragaman jenis ikan karang merupakan kesatuan ekosistem dalam pengembangan ekowisata bahari, untuk menentukan kelas kesesuaian kegiatan wisata selam. Ikan karang adalah salah satu indikator dalam penentuan kawasan ekowisata (Widikurnia, 2016). Jumlah famili ikan karang pada stasiun pengamatan sebanyak 16 famili dengan total spesies 80 yang ditemukan di perairan Bondalem.

Jenis yang paling banyak ditemukan pada setiap stasiun pengamatan adalah Pomacentridae. Famili Pomacentridae dominan ditemukan di setiap stasiun pengamatan memiliki nilai total kelimpahan sebesar 73%. Famili Pomacentridae memiliki 43 jumlah spesies pada pengamatan di Bondalem. Hal ini menunjukkan bahwa famili Pomacentridae merupakan kelompok ikan yang dapat bersosiasi kuat dengan menjadikan terumbu karang sebagai habitat dan tempat mencari makan serta kondisi perairan yang sesuai.

Famili Chaetodontidae juga dapat ditemukan pada stasiun pengamatan di perairan Bondalem. Menurut Adrim et al. (2012), kelompok ikan famili Chaetodontidae memiliki asosiasi yang sangat kuat dengan ekosistem terumbu karang dan dapat digunakan sebagai ikan indikator kesehatan karang. Keberadaan ikan famili Chaetodontidae mengindikasi bahwa kondisi kesehatan terumbu karang di perairan Bondalem masih tergolong dalam kondisi baik.

  • 4.4    Indeks Kesesuaian Wisata Selam

Kesesuaian wisata bahari kategori selam ditentukan oleh penentuan kelas kesesuaian kawasan untuk pemanfaatan ekowisata bahari sebagai kegiatan wisata selam. Menurut Yulianda, 2007 terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kelas kesesuaian wisata bahari kategori selam yaitu kecerahan, kedalaman, tutupan komunitas terumbu karang, bentuk pertumbuhan terumbu karang dan jenis ikan karang dengan bobot dan skor tertentu. Menurut data pengamatan yang di dapat di Perairan Bondalem, didapat nilai kecerahan dan kedalaman yang sesuai dengan batas yang ditentukan. Kedalaman dan kecerahan perairan mempengaruhi penyelam secara visual maupun kenyamanan dalam kegiatan selam.

Hasil analisis terumbu karang menyatakan nilai tutupan karang tegolong kategori baik hingga sangat baik sesuai dengan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2001. Hasil analisis ikan karang ditemukan 16 famili dengan total 80 spesies yang terdapat pada Perairan Bondalem. Famili yang dominan pada Perairan Bondalem adalah Pomacentridae dan memiliki 43 jumlah spesies. Hasil analisis ikan karang yang didapat pada Perairan Bondalem tergolong dalam kategori sesuai bersyarat (S3).

Secara keseluruhan hasil analisis data indeks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam pada Perairan Bondalem, didapat bahwa ketiga titik termasuk dalam kategori sangat sesuai (S1). Hal ini berbeda dengan nilai yang didapat oleh Sari, 2017 dengan nilai IKW termasuk kategori tidak sesuai (N) hingga sesuai bersyarat (S2). Hal ini diduga disebabkan oleh parameter pendukung kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam pada Perairan Bondalem menunjukkan kondisi yang baik hingga sangat baik sehingga mendukung kesesuaian wisata. Perbedaan kategori tersebut yang didapatkan juga diduga karena nilai kesusaian dari setiap potensi sumberdaya berbeda untuk kegiatan wisata selam..

  • 5    Simpulan

Dari hasil penelitian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain; Kondisi kalitas perairan di kawasan Perairan Bondalem termasuk dalam kategori yang sesuai dimana secara keseluruhan parameter yang didapat menunjukkan nilai sesuai dengan baku mutu Peraturan Gubernur Bali No. 16 tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup untuk Pariwisata dan Rekreasi (Mandi, Renang dan Selam). Kondisi terumbu karang di kawasan Perairan Bondalem termasuk dalam kategori sangat baik dimana persentase tutupan terumbu karang berkisar sebesar 65,93% sampai dengan 81,33%. Ditemukan 16 famili ikan karang di Perairan Bondalem dengan total spesies sebanyak 80 spesies; Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam menunjukkan, dari ketiga titik pengamatan, ketiga titik termasuk dalam kategori Sangat Sesuai (S1) dengan nilai berturut-turut sebesar Titik 1 83% ; Titik 2 74% ; Titik 3 89%.

Ucapan terimakasih

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Wayan (Dive Center Bondalem), Laboratorium

Kesehatan Denpasar dan semua pihak yang telah membantu penelitian ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Daftar Pustaka

Adrim, M., Harahap, S. A., & Wibowo, K. (2012).

Struktur Komunitas Ikan Karang di Perairan Kendari (Community Structure of Coral Reef Fishes at Kendari Waters). Ilmu Kelautan: Indonesian Journal of Marine Sciences, 17(3), 154-163.

Agus, R., Rifardi, R., & Ghalib, M. (2016). Studi

Penyebaran Sedimen Tersuspensi di Perairan Laut Paya Kundur Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 4(1), 1-11.

Askar, A. T., Agung, M. U. K., Andriani, Y., & Yuliadi, L. P. (2018). Kelimpahan Bakteri Coliform pada Air Laut, Sedimen dan Foraminifera Jenis Calcarina di Ekosistem  Terumbu Karang Pulau  Pramuka,

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Akuatika Indonesia, 3(1), 36-41.

BPS Kabupaten Buleleng. 2010. Data Statistik Kabupaten Buleleng Dalam Angka 2010. Buleleng, Indonesia: Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng.

Barus, T. A. (2004). Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem Air Daratan. Medan, Indonesia: Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Darmansyah, S. (2010). Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang untuk Wisata Bahari di Perairan Pulau Biawak dan Sekitarnya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tesis. Bogor, Indonesia: Institut Pertanian Bogor.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta,

Indonesia: Kanisius.

English, S. S., Wilkinson, C. C., & Baker, V. V. (1997). Survey manual for tropical marine resources. Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science.

Jen, V. (2000). Corals of the World. Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science.

Ketjulan, R. (2010). Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawa Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis. Bogor, Indonesia: Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Program Magister Sains, Institut Pertanian Bogor.

MNLH. (2001). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.  Jakarta,  Indonesia:

Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Nontji, A. (2009). Laut Nusantara. Jakarta, Indonesia: Djambatan.

Pergub. Bali. (2016). Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup

untuk Pariwisata dan Rekreasi. Denpasar, Indonesia: Sekretaris Daerah Provinsi Bali.

Picard, M. (2006). Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta, Indonesia: Kepustakaan Populer Gramedia.

Raharjo, P.,  & Mario, D. P. (2017). Karakteristik

Morfologi Dasar Laut dan Hubungannya dengan Kecepatan Arus di Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau. Jurnal Geologi Kelautan, 15(1), 51-62.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Bab 1 Pasal 1 Tentang Kepariwisataan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11. Jakarta, Indonesia: Presiden Republik Indonesia.

Sari, N. A. P., Nurweda, P., & Putra, D. (2017). Kajian Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkling di Perairan Tulamben, Karangasem, Bali. Journal of Marine and Aquatic Science. 3 (1), 99-114.

Sudjud, F. R., Prihadi, D. J., Yuliadi, L. P. S., & Harahap, S. A. (2018). Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pariwisata Selam di Perairan Batu Layar, Pangandaran. Jurnal Perikanan Kelautan, 9 (1), 49-54.

Sumerata, W., Keling, G., & Hidayah, A. R. 2017. Potensi Sumberdaya Arkeologi Maritim di Pesisir Pantai Tejakula, Buleleng, Bali. Berkala Arkeologi Sangkhakala, 20(1), 66-78.

Supriharyono. (2000). Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar.

Wibawa, I. G. N. A., & Luthfi, O. M. (2017). Kualitas Air Pada Ekosistem Terumbu Karang di Selat Sempu, Sendang Biru, Malang. Jurnal Segara, 13(1), 25-35.

Widikurnia, P. (2016). Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang untuk Kegiatan Ekowisata Selam di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Bogor, Indonesia: Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Yudasmara, G. A. Pengelolaan Kawasan Pesisir Kabupaten Buleleng Melalui Pengembangan Mina Wisata Bahari (Management of Buleleng Coastal Areas Through the Marine Fisheries Tourism Development). Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(3), 381-389.

Yulianda, F. (2007). Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains 2007, Bogor, Indonesia, 21 Februari 2007.

Zamani, N. P., & Arifin, T. (2016). Hubungan Parameter Lingkungan Terhadap Gangguan Kesehatan Karang Di Pulau Tunda Banten. Jurnal Kelautan Nasional. 11(2), 105-118.

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 39-46 (2020)