Current Trends in Aquatic Science III(1), 23-29 (2020)

Tingkat Reduksi Kromium Heksavalen (Cr6+) pada Air dengan Menggunakan Kombinasi Kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp.

Anisa Oka Dinaa*, I Wayan Darya Kartikaa, Ima Yudha Perwiraa*

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

*Penulis koresponden. Tel.: 085338368208

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 28 November 2019; disetujui (accepted) 20 Februari 2020

Abstract

This study aimed to determine the ability of Chlorella sp. and Spirulina sp. in combination cultures in reducing heavy metal of chromium hexavalent (Cr6+) in water. This research was conducted at BBPBAP Jepara. This research used a Completely Randomized Design (CRD), which consisted of three treatments and three repetitions, namely treatment A (Chlorella sp.), treatment B (Spirulina sp.), and treatment C (combination). Based on the results of the study it was found that the combination culture of Chlorella sp. and Spirulina sp. showed the highest level of reduction heavy metal ofchromium hexavalent (20%) compared to the culture of each individual (from 6,0 ppm to 4,8 ppm). There was no effect by heavy metal of chromium hexavalent on the density of phytoplankton during the culture process. Water quality measured during the study was salinity with a value of 15 ppt, DO values ranged from 6,9-7,3 mg/L, temperature values were 21-22,5˚C, and pH values ranged from 7,4-7,9.

Keywords: reduction; chromium hexavalent; combination; Chlorella sp.; Spirulina sp.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dari Chlorella sp. dan Spirulina sp. pada kultur kombinasi dalam mereduksi logam berat kromium heksavalen (Cr6+) dalam air. Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara dari bulan Desember 2018 sampai Februari 2019. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari tiga perlakuan dan tiga kali pengulangan yaitu perlakuan A (Chlorella sp.), perlakuan B (Spirulina sp.), dan perlakuan C (kombinasi).Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kultur kombinasi Chlorella sp.dan Spirulina sp. menunjukkan tingkat reduksi logam berat kromium heksavalen yang paling tinggi (20%) dibandingkan dengan kultur dari masing-masing secara individu (dari 6,0 ppm menjadi 4,8 ppm). Tidak ada pengaruh dari logam berat kromium heksavalen pada kepadatan fitoplankton selama proses kultur. Kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu salinitas dengan nilai 15 ppt, nilai DO berkisar 6,9-7,3 mg/L, nilai suhu 21-22,5˚C, dan nilai pH berkisar 7,4-7,9.

Kata kunci: reduksi; kromium heksavalen; kombinasi; Chlorella sp; Spirulina sp.

  • 1.    Pendahuluan

Logam kromium heksavalen (Cr6+) merupakan salah satu jenis logam berat yang dapat bersifat akumulatif di dalam tubuh biota perairan dan pada akhirnya jika terjadi pada jangka waktu yang lama (kronis) maka dapat menyebabkan kematian

(Palar, 2008). Berbeda dengan jenis logam berat kromium lain (Cr3+, Cr2+, dan lain sebagainya). Kromium heksavalen (Cr6+) memiliki tingkat toksisitas yang paling tinggi di lingkungan perairan dikarenakan tingkat kelarutannya yang sangat tinggi dibandingkan dengan kromium trivalen (Cr3+) (Yefrida, 2007). Menurut Effendi

(2003), mekanisme toksisitas kromium heksavalen diketahui terjadi pada manusia yaitu melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan kulit. Makanan yang tercemar kromium heksavalen bisa berasal dari dalam tanah, air dan udara. Konsentrasi logam kromium heksavalen yang masuk ke dalam tubuh manusia dalam kadar yang tinggi dapat merusak sistem pencernaan karena toksisitasnya yang tinggi.

Penanganan masalah pencemaran logam berat di lingkungan perairan telah banyak dilakukan, salah satu cara yang digunakan yaitu dengan menggunakan mikroalga sebagai bioakumulator. Bioakumulasi yang dilakukan dengan menggunakan mikroalga yaitu untuk memonitoring pencemaran yang terjadi di lingkungan perairan. Sesuai dengan pendapat Hala (2012), mikroalga banyak digunakan sebagai biosorben untuk penanganan pencemaran logam berat di perairan karena di dalam tubuh mikroalga mampu mengakumulasi logam berat. Keuntungan yang diperoleh melalui cara ini adalah biaya yang dikeluarkan cenderung relatif lebih murah dan mudah untuk dibudidayakan. Beberapa jenis mikroalga yang dapat dimanfaatkan antara lain Chlorella sp. dan Spirulina sp. (Afrizi, 2002).

Menurut Soeprobowati dan Hariyati (2012), kemampuan Chlorella sp. dan Spirulina sp. dalam menyerap logam berat didukung dengan adanya kemampuan kedua jenis mikroalga tersebut untuk beradaptasi dan tumbuh dalam menurunkan konsentrasi logam berat di lingkungan tercemar. Beberapa penelitian diketahui menggunakan mikroalga jenis Chlorella sp. dan Spirulina sp. melalui kultur secara individu untuk mengatasi masalah pencemaran logam berat. Akan tetapi masih sedikit informasi tentang kombinasi kultur antara Chlorella sp. dan Spirulina sp. dalam menyerap logam berat kromium heksavalen (Cr6+). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Chlorella sp. dan Spirulina sp. untuk menurunkan kandungan kromium heksavalen dalam air melalui kultur keduanya secara kombinasi.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan tersebut adalah perlakuan A (Chlorella sp.), perlakuan B (Spirulina

sp.), dan perlakuan C (kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp.). Konsentrasi logam berat kromium heksavalen pada tiap perlakuan diberikan sebanyak 6 ppm.

  • 2.1    Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 bulan yang terhitung dari bulan Desember 2018 hingga Februari 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pakan Hidup, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP), Jepara, Jawa Tengah. Analisa kandungan kromium heksavalen pada air media kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau, Jepara, Jawa Tengah.

  • 2.    2 Kultur Mikroalga

Proses kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. diawali dengan penebaran biakan fitoplankton ke dalam wadah kultur yang sudah berisi media (Air laut dengan salinitas 15 ppt sebanyak 2 Liter/wadah, pupuk walne sebanyak 0,5 mL/L dan logam berat K2Cr2O7 6 mg/L). Proses kultur ini dilakukan selama 7 hari, dan selama proses tersebut diberikan aerasi pada kultur agar tidak terjadi pembentukan koloni.

  • 2.3    Pengukuran Kandungan Kromium Heksavalen pada Air Media Kultur

Pengukuran kandungan kromium heksavalen pada media kultur diuji dengan menggunakan metode diphenylcarbazida (Gardner, 2002). Reagent yang digunakan pada penelitian ini adalah reagent dari Hanna Instrument (HI-749 Chromium VI Low range). Sebelum dilakukan pengukuran, dibuat kurva standar kromium heksavalen dengan konsentrasi: 0,00; 0,05; 0,10; 0,20; dan 0,50 mg/L. Sampel (atau larutan standar) sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 0,12 mg reagent Hanna HI-749. Setelah itu ditunggu selama 3 menit untuk color development. Absorbansi dibaca pada spektrofotometer UV vis (Genesys 10S UV-Vis) dengan panjang gelombang 525 nm. Kandungan kromium heksavalen diketahui melalui persamaan linier Y = 0,0006x+0,074.

  • 2.4    Estimasi Kemampuan Penyerapan Kromium Heksavalen oleh Mikroalga

Tingkat penyerapan kromium heksavalen oleh mikroalga diestimasikan dengan mengukur penurunan (reduksi) kandungan kromium heksavalen di awal dan akhir penelitian. Proses perhitungan tingkat reduksi kandungan kromium heksavalen dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

Ko-Kt

Tingkat reduksi (%)=      ×100%              (1)

dimana Ko adalah konsentrasi awal; Kt adalah konsentrasi akhir.

  • 2.5    Penghitungan Kepadatan Mikroalga

Penghitungan kepadatan Chlorella sp. dilakukan dengan menggunakan haemocytometer, sedangkan kepadatan Spirulina sp. dihitung dengan menggunakan sedgewick rafter. Data kepadatan mikroalga ini digunakan untuk mengetahui pengaruh paparan kromium heksavalen terhadap Chlorella sp. dan Spirulina sp. selama proses kulturnya.

  • 2.6    Analisis Data

Data ditampilkan dalam bentuk rata-rata ± standar deviasi, dan dianalisa secara statistik dengan menggunakan one way analysis of variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan analisa lanjut Least Significant Difference (LSD) atau Uji Beda Nyata Terkecil untuk mengetahui tingkat signifikansi perbedaan antar perlakuan.

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Tingkat Reduksi Kromium Heksavalen oleh Chlorella sp., Spirulina sp., dan Kombinasinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi kromium heksavalen pada semua perlakuan di akhir penelitian (Gambar 1). Perlakuan C (Kultur kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp.) memiliki tingkat reduki yang paling besar (20%) dibandingkan perlakuan A (3%) dan perlakuan B (12%) (Tabel 1). Selama 7 hari proses kultur kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp. mampu menurunkan kromium heksavalen secara signifikan (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kultur kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp. memiliki tingkat efisiensi yang tinggi untuk menyerap logam berat kromium heksavalen.

Tabel 1.

Tingkat Reduksi Kromium Heksavalen (Cr6+) oleh Setiap Perlakuan

Perlakuan

Konsentrasi Logam Cr6+ (ppm)

Tingkat

Reduksi (%)

Awal

Akhir

A

6,0 ± 0,0a1

5,8 ± 0,4a1

3

B

6,0 ± 0,0a1

5,5 ± 0,3a1

12

C

6,0 ± 0,0a1

4,8 ± 0,1b2

20

Keterangan : (A) Chlorella sp., (B) Spirulina sp., (C) Kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp.: Perbedaan notasi huruf dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan konsentrasi antar perlakuan, sedangkan perbedaan notasi angka dalam baris yang sama menunjukkan penurunan konsentrasi secara signifikan.

Perlaku»»

Gambar 1. Grafik Konsentrasi Kromium Heksavalen Awal dan Akhir

  • 3.2    Tingkat Kepadatan Fitoplankton Selama Proses Kultur

Pengamatan pada kepadatan Chlorella sp. dan Spirulina sp. menunjukkan bahwa kedua mikroalga (Chlorella sp. dan Spirulina sp.) baik pada kultur individu maupun kombinasi menunjukkan pola pertumbuhan dan tingkat kepadatan yang normal. Semua perlakuan menunjukkan adanya fase pertumbuhan yang lengkap (fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian). Kepadatan tertinggi pada semua perlakuan masing-masing mengalami fase puncak di hari kelima masa kultur. Kepadatan perlakuan A pada masa akhir kultur memiliki nilai kepadatan sebesar 517 × 104 sel/ml. Perlakuan B pada masa akhir kultur memiliki kepadatan rata-rata sebesar 9,0 × 104 sel/ml. Perlakuan C (Chlorella sp.) memiliki nilai kepadatan rata-rata yaitu sebesar 520 × 104 sel/ml dan Spirulina sp. sebesar

  • 6, 6 × 104 sel/ml pada akhir masa kultur (Tabel 2). pemeliharaan tidak memberikan dampak negatif Hasil ini mengindikasikan bahwa penambahan terhadap tingkat pertumbuhan Chlorella sp. dan logam berat kromium heksavalen ke dalam media Spirulina sp.

Tabel 2.

Pertumbuhan Rata-Rata Kultur Plankton

Kepadatan Kultur Plankton (×104 sel/ml)

Hari

A

C

Fase       B        Fase

Chlorella sp.        Fase        Spirulina sp.        Fase

1     305

Adaptasi     3,2     Adaptasi        355         Adaptasi         3,4         Adaptasi

2     440

3     351

4     604

5     782

6     512

7     517

Adaptasi     4,4     Adaptasi        484        Adaptasi         3,3         Adaptasi

Adaptasi     6,1     Adaptasi        392        Adaptasi         4,0         Adaptasi

Adaptasi     6,7     Adaptasi        480        Adaptasi         6,5         Adaptasi

Eksponensial  12,1  Eksponensial      550       Eksponensial       9,1       Eksponensial

Stasioner    10,1     Stasioner         537         Stasioner          8,4         Stasioner

Kematian    9,0    Kematian       520        Kematian        6,6        Kematian

Keterangan : (A) Chlorella sp. 6 ppm, (B) Spirulina sp. 6 ppm, (C) Kombinasi 6 ppm

  • 3.    3 Kualitas Air Media Selama Kultur

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa rata-rata salinitas pada media kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. yaitu sebesar 15 ppt. Nilai DO pada media kultur yaitu berkisar 6,9-7,7 mg/L. Hasil pengukuran suhu pada air media yaitu berkisar antara 21,0-22,5°C. Rata-rata pengukuran pH pada air media kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. yaitu sebesar 7,4-7,9 (Tabel 3). Secara keseluruhan nilai parameter kualitas air tersebut tidak menunjukkan perubahan yang signifikan selama masa kultur (7 hari). Hal ini mengindikasikan bahwa proses remediasi oleh Chlorella sp. dan Spirulina sp. tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas air (Tabel 3).

Tabel 3.

Parameter Kualitas Air Semua Perlakuan Kultur

Parameter

A

B

C

DO

(mg/L)

7,2*

7,3**

7,0*

6,9**

7,0*

6,9**

Salinitas

(ppt)

15*

15**

15*

15**

15*

15**

Ph

7,7*

7,5**

7,8*

7,7**

7,4*

7,4**

Suhu (”C)

21*

21,6**

22,5*

21,6**

21,9*

21,6**

Keterangan: (*) Awal; (**) Akhir

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Kemampuan Penyerapan Kromium Heksavalen oleh Chlorella sp., Spirulina sp., serta Kombinasinya

Hasil  pengamatan  pada tingkat reduksi

kromium  heksavalen  oleh  Chlorella  sp. dan

Spirulina sp. mengindikasikan bahwa kedua jenis fitoplankton tersebut memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat kromium heksavalen di perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudiyanti (2011) yang menyatakan bahwa fitoplankton efektif menyerap beberapa senyawa beracun dengan kemampuan desorpsi sebagai bentuk dari pertahanan diri untuk tumbuh di lingkungan tercemar. Menurut Triani (2006), desorpsi adalah proses gugus aktif yang berikatan dengan ion atau molekul pada adsorben pada proses pelepasan ion atau molekul. Terjadinya penurunan secara drastis konsentrasi logam berat pada paparan awal karena adanya perbedaan afinitas antara ion logam dan gugus fungsi yang ada pada permukaan sel mikroalga akan menimbulkan gaya tarik hingga terbentuk ikatan yang cenderung berlangsung dalam waktu yang singkat dan terjadi pada permukaan sel mikroalga (Mehta et al., 2002).

Perlakuan kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp. menunjukkan hasil kemampuan serapan kromium heksavalen yang paling baik dibandingkan dengan kultur pada masing-masing fitoplankton tersebut secara individu. Hal tersebut diindikasikan dengan tingginya tingkat reduksi kromium heksavalen pada air media selama proses kultur (Tabel 1). Hal ini diduga terkait dengan adanya kemampuan daya serap logam berat pada perlakuan kombinasi yang diserap oleh masing-masing plankton pada media kultur yang dikombinasikan yaitu Chlorella sp. dan Spirulina sp..

Menurut Nacorda (2007), mikroalga dalam menyerap logam berat dan mengakumulasi logam berat akan berbeda-beda tergantung jenis mikroalga itu sendiri dan jenis logam yang diserap ataupun diakumulasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wetipo et al. (2013) yang mendapatkan hasil daya serap logam berat kromium oleh Chlorella sp. berkisar 33%. Pernyataan dari Soeprobowati dan Hariyati (2013) mendapatkan bahwa Spirulina sp. yang di kultur dalam media yang berisi logam berat kromium mampu menurunkan konsentrasi sebesar 0,682 mg/L dengan penyerapan hingga 88%. Sehingga hal tersebut memungkinkan tingginya tingkat reduksi pada kultur kombinasi dibandingkan kultur individu.

Chlorella sp. dan Spirulina sp., kedua plankton ini bisa menyerap logam berat di perairan. Jika dibandingkan dengan kedua jenis plankton tersebut, Spirulina sp. memiliki daya adsorbsi yang lebih tinggi terhadap logam berat di perairan dan sering digunakan untuk menghilangkan logam berat di suatu perairan (Darmono, 2006). Penelitian tentang penyerapan logam berat oleh Spirulina sp. juga sudah banyak digunakan seperti yang dilakukan oleh Afandi (2014) dengan memanfaatkan Spirulina sp. sebagai fikoremediator logam berat kromium dengan konsentrasi 1 mg/l yang dapat menyerap logam berat kromium sebanyak 35%.

Kemampuan desorpsi yang tidak terlalu besar yang dimiliki oleh Chlorella sp. dalam mekanisme resistensi terhadap paparan logam berat digunakan sebagai upaya pertahanan diri di perairan yang tercemar. Besar kecilnya daya serap logam berat pada Chlorella sp. dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: pH, lama paparan, konsentrasi logam, dan luas permukaan sel Chlorella sp. (Triyatno, 2004).

Mengkombinasikan dua jenis plankton (Chlorella sp. dan Spirulina sp.) dalam satu wadah kultur diduga dapat meningkatkan daya reduksi logam berat yang terdapat pada media air. Hal tersebut diduga karena adanya reaksi antara kromium dan selulosa yang melapisi dinding sel dari Chlorella sp. dan Spirulina sp., sehingga pada selulosa terdapat gugus hidroksil yang akan beriteraksi dengan kromium dan mengakibatkan meningkatnya kemampuan mekanisme detoksifikasi ekstraseluler. Walaupun belum ada informasi mengenai mekanisme detail dari penyebab adanya peningkatan kemampuan

penyerapan kromium heksavalen oleh keduanya, namun hal itu diduga terkait dengan adanya mekanisme perlindungan dan toleransi terhadap paparan logam berat, sehingga pada konsentrasi paparan yang begitu tinggi kedua fitoplankton dapat dikatakan resistensi dan kemampuan penyerapan logam berat kromium heksavalen dapat terus terjadi. Hal tersebut juga dikuatkan dengan pendapat Hala (2012) yang mengatakan bahwa fitoplankton umumnya memiliki kemampuan ataupun mekanisme perlindungan terhadap lingkungan yang beracun untuk mempertahankan hidupnya.

  • 4.2    Pengaruh Paparan Kromium Heksavalen terhadap Kepadatan Chlorella sp. dan Spirulina sp.

Pengamatan pada pertumbuhan Chlorella sp. dan Spirulina sp. selama tujuh hari tidak menunjukkan adanya penurunan kepadata n secara signifikan pasca puncak pertumbuhannya. Hal ini mengindikasikan bahwa paparan logam berat kromium heksavalen tidak memberikan dampak negatif secara signifikan terhadap pertumbuhan kedua jenis fitoplankton tersebut. Hal tersebut diduga terkait dengan paparan logam kromium heksavalen pada penelitian ini masih belum melewati batas kemampuan Chlorella sp. dan Spirulina sp. dalam mentolerir keberadaan logam berat kromium heksavalen di dalam media kultur (Hala, 2012). Batas toleransi paparan logam berat kromium pada Chlorella vulgaris dan Chlorella miniata menurut penelitian Gokhale et al. (2008) mampu menyerap logam berat kromium secara optimal dengan konsentrasi kromium sampai 50 mg/L pada suhu air media sebesar 25°C dan pH sebesar 1,5-4,5. Menurut Afandi (2014), kemampuan pertumbuhan Spirulina sp. dalam penyerapan kromium heksavalen yaitu lebih dari 5 ppm. Namun pertumbuhan sel Spirulina sp. dapat terhambat bila paparan logam berat pada kosentrasi tertentu tidak bisa lagi mengimbangi efek toksiksitas logam berat (Hala, 2012). Tetapi pola pertumbuhan kedua jenis fitoplankton ini menunjukkan pola pertumbuhan yang normal.

  • 4.3    Pengaruh Kromium Heksavalen Terhadap Kualitas Air Selama Masa Kultur

Hasil pengukuran kualitas air pada kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang tidak terlalu berbeda jauh pada kualitas air selama proses kultur kedua jenis

fitoplankton tersebut dengan paparan kromium heksavalen (Tabel 3). Penurunan jumlah oksigen terlarut (DO) yang terkandung dalam air media masih dapat dikatakan dalam kisaran DO yang sesuai untuk pertumbuhan kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp.. Menurut Weiner (2008), perairan dapat dikatakan dalam kondisi bagus jika parameter DO di perairan tersebut di atas 8,0 mg/L sedangkan perairan digolongkan kondisi yang tercemar berat jika parameter DO sebesar 4,0 mg/L. Kisaran DO yang sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton yaitu sekitar 3-10 ppm (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Sehingga pada kultur kedua plankton tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan plankton walaupun media pertumbuhannya mengandung logam berat kromium heksavalen.

Begitu pula dengan parameter kualitas air lainnya yaitu salinitas yang digunakan dalam media kultur menunjukkan nilai yang cukup sesuai dengan salinitas yang diperlukan oleh kedua fitoplankton. Salinitas yang digunakan dalam media kultur yaitu sebesar 15 ppt, yang menurut Hariyati (2008) salinitas yang optimal bagi pertumbuhan Spirulina sp. yaitu sebesar 15-30 ppt. Sama halnya dengan pendapat Prabowo (2009) yang menyatakan kisaran salinitas yang normal untuk pertumbuhan Chlorella sp. yang optimum pada salinitas 15-35 ppt. Sehingga pada kultur Chlorella sp., Spirulina sp. dan kombinasi kedua jenis tersebut pertumbuhan plankton masih dapat dikatakan bagus.

Pengukuran nilai pH dalam penelitian ini berkisar 7,4-7,8. Nilai tersebut dapat dikatakan sebagai nilai yang normal untuk pertumbuhan Chlorella sp., Spirulina sp. dan kombinasi kedua jenis plankton. Walaupun terjadi penurunan pada nilai pH di akhir masa penelitian, hal ini mengindikasi nilai pH akan semakin menurun sesuai dengan bertambahnya nilai konsentrasi logam pada media kultur. Sesuai dengan pendapat Yefrida (2007) bahwa logam kromium heksavalen pada senyawa kalium dikromat (K2Cr2O7) merupakan senyawa yang bersifat asam, maka nilai pH pun turun menuju pH asam sesuai pertambahan kromium heksavalen.

Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dari aktivitas metabolisme maupun pertumbuhan organisme perairan seperti fitoplankton. Parameter suhu yang dilakukan selama penelitian yaitu berkisar 21-22˚C. Suhu tersebut dapat digolongkan suhu yang normal

untuk pertumbuhan fitoplankton, sesuai dengan pernyataan Putra (2014) bahwa suhu optimal bagi fitoplankton untuk dapat tumbuh selama proses kultivasi ialah antara 20-24˚C. Secara umum laju pertumbuhan dari fitoplankton meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Rizky, 2010). Penambahan logam berat yang terkandung dalam media kultur tersebut hal tersebut juga tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan dari Chlorella sp., Spirulina sp. dan kombinasinya.

  • 5.    Simpulan

Kultur kombinasi Chlorella sp. dan Spirulina sp. menunjukkan kemampuan penyerapan logam berat kromium heksavalen yang lebih baik dibandingkan dengan kultur kedua jenis fitoplankton tersebut secara individu. Paparan logam berat kromium heksavalen pada kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. serta kombinasinya tidak memberikan dampak negatif terhadap tingkat pertumbuhannya. Paparan logam berat kromium heksavalen pada kultur Chlorella sp. dan Spirulina sp. serta kombinasinya tidak memberikan dampak negatif terhadap kualitas air medianya.

Ucapan terimakasih

Terimakasih saya ucapkan kepada Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara yang telah membantu dan memfasilitasi selama penelitian. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang telah memberikan beasiswa Bidikmisi selama masa perkuliahan.

Daftar Pustaka

Afandi, A. Y. (2014). Pengaruh Perbedaan Kadar Logam Berat Kromium (Cr) terhadap Pertumbuhan Populasi Spirulina platensis (Gomont) Geitler dalam Skala Laboratorium. Skripsi. Semarang, Indonesia: Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.

Afrizi, I. (2002). Pengaruh Warna dan Lapis Cahaya Merah, Biru, Hijau dan Putih terhadap Pertumbuhan Scenedesmus. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Darmono. (2006). Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Logam. (Edisi Pertama). Jakarta, Indonesia: UI-Press.

Gokhale M.K., Agte V.V, & Chiplonkar, S.A. (2008). Kinetic and equilibrium modeling of Chromium (VI) biosorption on fresh and spent Spirulina platensis/Chlorella   vulgaris   biomass.   Bioresource

Technology, 99(9), 3600-3608.

Hala, Y., Suryati, E.,  & Taba, P. (2012). Biosorpsi

Campuran Logam Pb2+ dan Zn2+ oleh Chaetoceros calcitrans.  Skripsi. Makassar, Indonesia:  Kimia

FMIPA, Universitas Hassanudin.

Hariyati, R. (2008). Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina sp. dalam Skala Laboratoris. Bioma : Berkala Ilmiah Biologi, 10(1), 19-22.

Isnansetyo, A., & Kurniastuty. (1995). Teknik Kultur

Phytoplankton dan Zooplankton: Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut (Edisi   pertama).

Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.

Gardner, M & Comber, S. (2002). Determination of trace concentrations of Hexavalent Chromium. Analyst: National Center for Biotechnology Information, 127(1), 153–156.

Mehta, S. K., Singh, A., & Gaur, J. P. (2002). Kinetics of adsorption and uptake of Cu2+ by Chlorella vulgaris influence of pH, temperature, culture age, and cations. Journal of Environmental Science and Health, 37(3), 399-414.

Nacorda, J. O., Martines, M. R., Torreta, N. K. & Merca, F. E. (2007). Metal resistance and removal by two strains of the Green Alga, Chlorella vulgaris Beijerinck, isolated from Laguna de Bay, Philippines. Journal of Biological Sciences, University of Los Bunos, 22, 342-347.

Palar, H. (2008). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. (Cetakan ketiga). Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta.

Prabowo, D. A. (2009). Optimal Pengembangan Media untuk Pertumbuhan Chlorella  sp.   pada Skala

Laboratorium. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program

Studi Ilmu  dan Teknologi Kelautan.  Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institusi Pertanian Bogor.

Putra, I. K. R. W., Anggreni, D., Arnata, I. W. (2014). Pengaruh Jenis Media terhadap Konsentrasi Biomassa dan Klorofil Mikroalga Tetraselmis chuii.

Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 3(2), 4044.

Rizky, N. M. (2010). Optimasi Kultivasi Mikroalga Laut Nannochloropsis oculata dengan Perlakuan Pupuk Urea untuk Produksi Lemak Nabati. Tesis. Malang, Indonesia: Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.

Rudiyanti, S. (2011). Pertumbuhan Skeletonema costatum pada Berbagai Tingkat Salinitas Media. Jurnal Saintek Perikanan, 6(2), 69-76.

Rusmin. (2005). Pengaruh Beberapa Konsentrasi Kadmium (Cd) pada Medium Basal Bold (MBB) Terhadap Kerapatan Sel Mikroalga Scenedesmus. Skripsi. Jakarta, Indonesia: Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Soeprobowati, T. R. & Hariyati, R. (2013). Bioaccumulation of Pb, Cd, Cu, and Cr by Porphyridium cruentum (S. F. Gray) Nägeli. International Journal of Marine Science, 3(27), 212-218.

Soeprobowati, T.R & Hariyati, R. (2012). The potensial used of microalgae for heavy metals remediation. Dalam Proceding the 2nd International Seminar on New Paradigm and Innovation on Natural Sciences and its Application (iSNPiNSA) 2012. Semarang, Indonesia, 4 Oktober 2012 (pp. 72-87).

Triani, Lies. (2006). Desorpsi Ion Logam Tembaga (II) dari Biomassa Chlorella sp. yang Terimobilisasi dalam Silika Gel. Skripsi. Semarang, Indonesia:   FMIPA

Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Triyatno. (2004). Kapasitas Adsorbsi Alga Chlorella sp. yang Diimobilisasi dalam Silika Gel Terhadap Ion Logam Cu dalam Limbah Kuningan. Tugas Akhir. Semarang, Indonesia: Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Negeri Semarang.

Weiner, E. R. (2008). Applications of environmental aquatic chemistry, A practical guide (2nd Ed). Boca Raton, USA: CRC Press.

Wetipo, Y. S., Mangimbulude, J. C., & Rondonuwe, F. S. (2013). Potensi Chlorella sp. sebagai Agen Bioremediasi Logam Berat di Air. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan V. Surakarta, Indonesia, 6 Juli 2013 (pp. 3-4).

Yefrida. (2007). Regenerasi dan Pemanfaatan Kembali Serbuk Gergaji Sebagai Penyerap Ion Logam Cd, Cu dan Cr dalam Air. Laporan Akhir BBI. Padang, Indonesia: Universitas Andalas.

Curr.Trends Aq. Sci. III(1): 23-29 (2020)