Tingkat Kesuburan Muara Tukad Aya, Jembrana Bali Berdasarkan Kelimpahan Plankton dan Ketersediaan Nutrien
on
Current Trends in Aquatic Science II(2), 72-78 (2019)
Tingkat Kesuburan Muara Tukad Aya, Jembrana Bali Berdasarkan Kelimpahan Plankton dan Ketersediaan Nutrien
Josua Siagian a*, I Wayan Arthana a, Dewa Ayu Angga Pebriani a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana , Badung, Bali
* Penulis koresponden. Tel.: +62-815-581-614-74
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 10 Juni 2019; disetujui (accepted) 9 Agustus 2019
Abstract
River estuaries have characteristics that were directly related to the sea, resulting of mixing water which resulting in an unique in terms of complex and dynamic environment and community structure of biota that was different from other waters. The purpose of this study was to determine the prosperity level estuary of Tukad Aya base on the abundance of plankton. This research was conducted in February-March 2019 using descriptive quantitative methods. The average value of water quality in the three stations, namely turbidity ranges from 11.5 to 12.48 NTU, temperature 27.61-31.20C, current speed 0-0.2 m/s, brightness 72.32-86.8 cm, salinity 16.0-17.94 ppt, pH 8.02-8.14, Nitrate 0.5-1.05 mg/l, Phosphate 0.08-0.2 mg/l, DO 7.7- 8.8 (mg/l). The abundance of phytoplankton was found in 37 genera, the total abundance at station I (upstream of the estuary) was 1501 cells/l, at station II (open area of estuary) was 1322 cells/l and station III (close area of the estuary) with an abundance of 833 cells/l. Zooplankton abundance was 6 genera, where total abundance at station I was 9 ind/l, station II was 11 ind/l while station III was 10 ind/l . Water quality parameter values at estuary Tukad are still good and optimum except phosphate levels , The abundance of phytoplankton with nitrate and fosfat has a close relationship with the correlation coefficient -0.9014 and 0.8994.
Keywords: estuary; plankton abundance ; water prosperity
Abstrak
Muara sungai memiliki karateristik yang berhubungan langsung dengan laut sehingga terjadi pencampuran air, yang menghasilkan suatu kondisi lingkungan dengan struktur komunitas biota yang khas, komplek dan dinamis yang berbeda dengan perairan lainnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesuburan Muara Tukad Aya berdasarkan kelimpahan plankton. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2019 dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Nilai rata-rata kualitas air pada ketiga stasiun yaitu kekeruhan berkisar 11,50-12,48 NTU, suhu 27,61-31,200C, kecepatan arus 0-0,20 m/s, kecerahan 72,32-86,8 cm, salinitas 16,00-17,94 ppt, pH 8,02-8,14, Nitrat 0,50-1,05 mg/l, Fosfat 0,08-0,20 mg/l, DO 7,70-8,80 (mg/l). Kelimpahan fitoplankton ditemukan sebanyak 37 genus, kelimpahan total pada stasiun I (hulu muara) sebesar 1501 sel/l, pada stasiun II (area muara terbuka) sebesar 1322 sel/l dan stasiun III (area muara tertutup) dengan nilai kelimpahan sebesar 833 sel/l. Kelimpahan zooplankton sebanyak 6 genus, dimana kelimpahan total pada stasiun I sebesar 9 ind/l, stasiun II sebesar 11 ind/l sedangkan stasiun III sebesar 10 ind/l. Nilai parameter kualitas air di muara Tukad masih dalam kondisi baik dan optimum kecuali kadar fosfat, Kelimpahan fitoplankton dengan nitrat dan fosfat memiliki hubungan yang erat dengan koefisien korelasi -0,9014 dan 0,8994.
Kata Kunci: muara; kelimpahan plankton, kesuburan perairan
Muara sungai adalah perairan terbuka yang merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan laut sehingga terbentuk ekosistem dengan
karakteristik dan ciri khusus yang tidak sama dengan habitat lainnya (Zahid et al., 2011). Muara sungai secara langsung berhubungan dengan laut, sehingga terjadi pencampuran air yang menghasilkan kondisi lingkungan yang dinamis,
hal ini terkait dengan karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) dari hulu hingga ke hilir sungai, sirkulasi air, topografi, kedalaman dan pasang surut. Kondisi ini menghasilkan struktur komunitas biota yang khas, kompleks dan dinamis yang berbeda dengan perairan lainnya. Perubahan ini tentunya disebabkan oleh karakteristik penyusun ekosistem yang meliputi pola distribusi salinitas, kekuatan arus, pasang-surut, kekuatan ombak, pengendapan sedimen, suhu, oksigen terlarut serta bahan organik yang tersedia (Rupawan, 2017).
Aktivitas manusia di sekitar muara mempengaruhi ekosistem muara dikarenakan beban bahan organik yang terbawa oleh arus sungai dapat menyebabkan pengkayaan nutrien. Masuknya bahan organik ke muara sunagai cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem yang terbentuk, yang selanjutnya berdampak pada organisme perairan, khususnya plankton sebagai organisme yang pertama kali merespon perubahan kualitas perairan. Hamuna (2017) menyatakan fosfat merupakan zat hara yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan organisme laut lainnya. Fitoplankton dalam kaitannya dengan rantai makanan, dimanfaatkan oleh zooplankton sebagai sumber makanan. Rendahnya kelimpahan zooplankton dapat disebabkan oleh perkembangan zooplankton yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan fitoplankton (Indriyawati et al., 2012).
Plankton dalam kaitannya dengan kualitas perairan dapat dijadikan sebagai indikator biologi dalam menilai kondisi suatu perairan. Elfenurfajri (2009) mengemukakan fitoplankton merupakan indikator biologis yang dapat digunakan dalam menentukan tingkat kesuburan perairan. Sampai sekarang ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai distribusi kelimpahan plankton serta kondisi nutrien di Muara Tukad Aya Jembrana, Bali sehingga evaluasi kondisi muara sangat terbatas dan sulit ditemukan, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesuburan muara Tukad Aya.
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2019. Penelitian ini bertempat di Muara Tukad Aya, Desa Tuwed,
Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali yaitu tanggal 01 Februari 2019, 24 Februari 2019, 13 Maret 2019. Pengambilan data dilakukan pada tiga stasiun penelitian yang terdiri dari bagian hulu muara (stasiun 1), muara terbuka (stasiun 2), muara tertutup (stasiun 3). Peta lokasi masing-masing stasiun penelitian ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi penelitian di Muara Tukad Aya Jembrana, Bali
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan saat penelitian adalah plankton net (fitoplankton 40 µm dan zooplankton 125 µm), alat tulis, GPS (GARMIN, eTrex 10), secchi disk, refraktometer (ATAGO, Master-S/MiIIM Cat. 2493), DO meter (LUTRON, DO-5509), pH pen (VIVOSUN), optic lab, mikroskop binokuler (OLYMPUS CORPORATION, CX-21FS1),
Turbidity meter (LUTRON, TU-2016), Current meter (GLOBAL WATER, FP111), botol sampel, Sedgewick rafter, pipet tetes, kamera (SONY, A600), buku identifikasi plankton, botol sampel, ember (10L), pipet tetes, dan laptop. Bahan yang digunakan yaitu aquedest, formalin 4%, lugol 4%, sampel air.
-
2.2 Metode Penelitian
-
2.2.1. Metode Pengambilan Sampel Plankton
-
Pengambilan sampel fitoplankton menggunakan metode purposive sampling yaitu dilakukan pada titik yang telah ditentukan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode tuang. Air muara diambil dengan menggunakan ember dengan volume 10 liter dan disaring menggunakan plankton net sebanyak 10 kali. Air hasil saringan kemudian dipindahkan ke dalam botol sampel,
selanjutnya diberi 20 tetes lugol 4% dan 7 tetes formalin 4%. Botol sampel diberi label sesuai dengan stasiun kemudian dimasukkan ke dalam cool box dan diberi es.
-
2.2.2. Metode Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan pada titik lokasi yang telah ditentukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali, parameter kualitas air yang diukur secara in situ (kekeruhan, suhu, kecepatan arus, salinitas, pH, dan DO) dan ex situ (nitrat dan fosfat) dilakukan di Laboratorium Kesehatan Denpasar, Bali.
-
2.2.3. Identifikasi Plankton
Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana. Botol sampel diaduk terlebih dahulu, selanjutnya diambil 1 ml dengan menggunakan pipet tetes ke dalam Sedgewick rafter, selanjutnya sampel diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler pembesaran 100×. Pengamatan fitoplankton menggunakan metode sapu bersih dengan pengulangan sebanyak 2 kali. Identifikasi dilakukan pada tingkat genus. Panduan identifikasi menggunakan buku plankton Marine Plankton a Practical Guide (G.E. Newell and R.C. Newell, 1977), Zooplankton of the Atlantic and Gulf Coasts (W.S. Johnson and D.M. Allen, 2012), Guide to the Coastal and Surface Zooplankton of The South-Western Indian Ocean (David. VP.C, Rowena G. W., Joanna H.DC., Christopher P.G., David B.R, 2003), Easy Identification of the Most Common Fresh water algae A Guide for the Identification of Microscopic Algae in South African Freswaters (S.J. Van Vuuren, J.Taiylor, C. Van Ginkel, A.Gerber, 2006).
-
2.3 Analisis Data
-
2.3.1 Analisis Kelimpahan plankton
-
Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah sel/liter. Dihitung berdasarkan rumus (Fachrul, 2008).
N=n x (^) × (⅛) (1)
dimana N adalah jumlah sel/l; n adalah jumlah sel atau individu yang ditemukan; Vr adalah volume sampel (100 ml); Vo adalah volume air yang diamati (1 ml); Vs adalah volume air tersaring (100 liter).
-
2.3.2 Analisis Kualitas
Hasil pengukuran kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan nilai parameter yang terukur dengan baku mutu kualitas air, nilai parameter nitrat dan fosfat dikorelasikan dengan kelimpahan fitoplankton dengan menggunakan rumus:
-
_ n ∑XiYi - ∑Xi ∑Yi
r = √(n ∑xi2 - (∑xi)2)√(n ∑Yi2 - (∑Yi)2) (2)
dimana r adalah koefisien korelasi kelimpahan fitoplankton terhadap nitrat dan fosfat, n adalah jumlah keseluruhan data, X adalah nilai (nitrat dan fosfat), Y adalah kelimpahan fitoplankton. Interpretasi koefisien korelasi dapat diketahui hubungannya menggunakan acuan nilai korelasi pada tabel 1.
Tabel 1
Interpretasi koefisien korelasi (Sugiyono, 2005)
No |
Nilai korelasi |
Intrepetasi |
1 |
0.00-0.199 |
Sangat lemah |
2 |
0.20-0.399 |
Lemah |
3 |
0.40-0.599 |
Sedang |
4 |
0.60-0.799 |
Kuat |
5 0.80-1.00 Sangat Kuat
Kelimpahan fitoplankton di muara Tukad Aya pada periode Februari-Maret sebanyak 37 genus fitoplankton yang terdiri dari 5 kelas yaitu Chlorophyceae (7 genus), Bacillariophycheae (21 genus), Cyanophyceae (4 genus), Chrysophyceae (2 genus) dan Euglenophyceae (2 genus) (Tabel 2) sedangkan kelimpahan zooplankton sebanyak 6 genus yaitu Brachionus, Naupli, Filina, Copepoda, Cyclops, Diaptomus yang dikelompokkan pada kelas Monogononta, Maxilopoda dan Eutatoria. Tabel 2 menunjukkan nilai kelimpahan rata-rata fitoplankton pada stasiun I dengan nilai kelimpahan 1501 sel/l, pada stasiun II didapat nilai kelimpahan sebesar 1322 sel/l sedangkan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai kelimpahan sebesar 833 sel/l. Nilai kelimpahan total zooplankton pada stasiun I sebesar 9 ind/l, stasiun II sebesar 11 ind/l sedangkan kelimpahan di stasiun III sebesar 10 ind/l.
-
3.2 Kualitas Air Muara Tukad Aya
Nilai korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan nutrien (nitrat dan fosfat) ditunjukkan pada Gambar 2. Nilai korelasi fitoplankton dengan nitrat sebesar -0,9014 sedangkan fosfat sebesar 0,8994. Nilai parameter kualitas air di muara Tukad Aya menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap stasiunnya. Hasil pengukuran kualitas air setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil pengukuran kualitas air di muara Tukad aya
Parameter |
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
Stasiun 3 |
Kekeruhan (NTU) |
11,50 |
12,48 |
12,48 |
Suhu (0C) |
31,20 |
29,33 |
27,61 |
Kecepatan arus (m/s) |
0,20 |
0,07 |
0 |
Kecerahan (cm) |
86,80 |
72,32 |
81,36 |
Salinitas (ppt) |
16,00 |
17,94 |
16,33 |
pH |
8,10 |
8,02 |
8,14 |
Nitrat (mg/L) |
0,50 |
0,39 |
0,95 |
Fosfat (mg/L) |
0,20 |
0,12 |
0,08 |
Do (mg/L) |
8,80 |
7,70 |
7,99 |
Kelimpahan fitoplankton di muara Tukad Aya pada periode februari-maret sebanyak 37 genus yang terdiri dari 5 kelas, Bacillariophyceae memiliki kelimpahan tertinggi di muara Tukad Aya (Tabel 2). Menurut Baytut (2013) fitoplankton kelas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan yang tinggi di lingkungan perairan karena fitoplankton kelas ini memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan, bersifat kosmopolit dan memiliki daya tahan yang kuat terhadap kondisi yang ekstrim serta memiliki daya produksi yang tinggi.
Kelimpahan rata-rata fitoplankton pada stasiun I sebesar 1501 sel/l, stasiun II sebesar 1322 sel/l, stasiun III sebesar 833 sel/l. Nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun I, hal ini diduga karena sekitar stasiun tersebut memiliki struktur ekologis yang kompleks, stasiun ini terdapat vegetasi manggrove di tepi muara, kegiatan pertanian dan budidaya perikanan (tambak) yang diperkirakan dapat menambah masukan beban unsur hara yang diperlukan
fitoplankton untuk proses pertumbuhannya. Meningkatnya komposisi unsur hara dalam perairan dipengaruhi oleh masuknya limbah domestik atau pertanian yang didalamnya terkandung bahan nitrat dan fosfat. Hal ini didukung dengan hasil pengukuran fosfat tertinggi terdapat pada stasiun I dengan konsentrasi sebesar 0,20 mg/l. Hutabarat (2000) menyebutkan bahwa komunitas fitoplankton mampu bertahan hidup dengan baik dalam suatu perairan apabila kandungan unsur hara yang diperlukan tersedia dalam komposisi yang cukup.
Kelimpahan zooplankton di muara Tukad Aya sebanyak 6 genus yang dikelompokkan ke dalam 3 kelas (Tabel 3). Hasil identifikasi zooplankton pada setiap stasiun menunjukkan bahwa nilai kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat pada stasiun II dan terendah berdapat pada stasiun I. Kelimpahan zooplankton berbanding terbalik dengan kelimpahan fitoplankton, hal ini diduga karena pengambilan sampel dilakukan pada siang hari, diketahui bahwa fitoplankton melakukan migrasi pada kolom perairan pada siang hari sehingga saat pengambilan sampel air, jumlah zooplankton yang tersaring relatif lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambaru et al. (2016) yang menyatakan bahwa zooplankton bermigrasi secara vertikal ke kolom perairan untuk menghindari cahaya matahari secara langsunng. Rendahnya kelimpahan zooplankton juga disebabkan oleh perkembangan fitoplankton yang lebih cepat dibandingkan dengan zooplankton, hal ini sejalan dengan Indriyawati et al. (2012) mengatakan rendahnya kelimpahan zooplankton juga diduga disebabkan oleh produksi zooplankton yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan produksi fitoplankton.
Tingkat kesuburan perairan dapat dilihat melalui kelimpahan plankton, Goldman dan Horne (1994) membagi perairan menjadi 3 bagian, yaitu: Oligotrofik dengan (fitoplankton 0 – 2000 sel/l dan zooplankton 1 ind/l), mesotrofik (fitoplankton 200015.000 sel/l dan zooplankton 1-500 ind/l), serta eutrofik dengan (fitoplankton >15.000 sel/l dan zooplankton >500 ind/l). Berdasarkan klasifikasi tersebut, Muara Tukad Aya memiliki kelimpahan fitoplankton sebesar 3656 ind/l tergolong dalam kesuburan perairan mesotrofik atau tingkat kesuburan yang sedang sedangkan kelimpahan zooplankton mempunyai nilai sebesar 30 ind/l merupakan perairan oligotrofik dengan tingkat kesuburan yang sedang. Kandungan unsur hara di
suatu perairan pada umumnya berkaitan dengan kelimpahan fitoplankton. Berdasarkan analisis korelasi kelimpahan fitoplankton dengan nitrat sebesar -0,9014 dan fosfat sebesar 0,8994, interpretasi koefisien korelasi menurut Sugiyono (2005)
Kandungan unsur hara di suatu perairan pada umumnya berkaitan dengan kelimpahan fitoplankton. Berdasarkan analisis korelasi kelimpahan fitoplankton dengan nitrat sebesar -0,9014 dan fosfat sebesar 0,8994, interpretasi koefisien korelasi menurut Sugiyono (2005)
menunjukkan hubungan yang sangat kuat pada kedua parameter. Berdasarkan hasil Uji R2 didapat
koefisien determinasi 0,809 pada fosfat dan 0,8125 pada nitrat, yang menunjukkan keberadaan fitoplankton di Muara Tukad Aya dipengaruhi oleh fosfat sebesar 80,96% dan nitrat sebesar 82,11% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini diduga karena nitrat dan fosfat merupakan sumber nutrient bagi fitoplankton, Sidaningrat et al. (2018) mengemukakan dalam suatu perairan konsentrasi nitrat dan fosfat sangat diperlukan untuk memenuhi nutrisi bagi fitoplankton sehingga dapat menghasilkan energi. Hal ini sejalan dengan Warman (2015) bahwa konsentrasi nitrat di perairan alami dalam bentuk nitrogen merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga,
Tabel 2.
Kelimpahan plankton di Muara Tukad Aya
Kelimpahan fitoplankton di Muara Tukad Aya
No |
Kelas |
Genus |
Kelimpahan per stasiun (sel/l) |
Jumlah | ||
I |
II |
III | ||||
1 |
Chlorophyceae |
Gloeocystis, Surilella, Chlorella, Skeletonema, Oocystis, Tetraselmis, Tetraedron, Pediastrum |
211 |
222 |
112 |
544 |
Synedra, Nitzschia, leptocylindrus Navicula, Scenedesmus Climascosphenia, Pleurosigma, Coscinodiscus, Cocconeis | ||||||
2 |
Bacillariophyceae |
Achnanthes, Chaetoceros, Aulacoseira, Cymbella Rhizosolenia, Diploneis, Triceratium, Actinocyclus Asterionella, Thalasionema Thallasiosira, Pinnularia |
1258 |
1074 |
699 |
3031 |
3 |
Cyanophyceae |
Anabaena, Synochocystis, Oscilatoria |
30 |
26 |
22 |
78 |
4 |
Chrysophyceae |
Uroglena, Lithodesmiun |
2 |
0 |
0 |
2 |
5 |
Euglenophyceae |
Phacus, Euglena |
1 |
1 |
0 |
2 |
Kelimpahan total |
1501 |
1322 |
833 |
3656 | ||
Kelimpahan zooplankton di Muara Tukad Aya | ||||||
Kelimpahan per stasiun | ||||||
No |
Kelas |
Genus |
(ind/l) |
Jumlah | ||
I |
II |
III | ||||
1 |
Monogononta |
Brachionus |
2 |
3 |
3 |
8 |
2 |
Maxilopoda |
Naupli, Copepoda Cyclops, Diaptomus |
6 |
6 |
6 |
18 |
3 |
Eurotatoria |
Filina |
1 |
2 |
1 |
4 |
Kelimpahan total |
9 |
11 |
10 |
30 |
-
4.2 Kualitas Air Muara Tukad Aya
Kualitas air mempengaruhi struktur ekologis dari suatu lingkungan. Faktor lingkungan berperan dalam proses metabolisme organisme dalam perairan (Rochmady et al., 2016). Organisme yang langsung berhubungan dengan air sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan. Hasil pengukuran kekeruhan di muara Tukad Aya diperoleh hasil pada stasiun I sebesar 11,5 sedangkan pada stasiun II dan III sebesar 12,48. Kekeruhan tertinggi di stasiun II dan III diduga karena padatan tersuspensi seperti pasir, tanah liat, bahan-bahan organik yang dibawa oleh arus sungai. Hal ini sesuai dengan Asrini et al. (2017) bahwa tingginya nilai kekeruhan diakibatkan oleh tingginya padatan terlarut dalam air seperti pasir, tanah liat, bahan-bahan organik yang tersuspensi dalam air. Irianto (2017) menyebutkan nilai maksimum kekeruhan yang sesuai untuk baku mutu air adalah 25 NTU, sehingga nilai kekeruhan yang terukur masih dalam batas normal.
Kekeruhan juga dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air dari hulu yang memungkinkan terjadinya pengikisan substrat sehingga terjadinya pencampuran. Kecepatan arus muara Tukad Aya yang terukur selama penelitian yaitu 0-0,20 m/s. Sari et al. (2012) menggolongkan kecepatan arus menjadi empat kategori yaitu arus lambat 0-0,25 m/s, arus sedang 0,25-0,50 m/s, arus cepat 0,50-1,00 m/s dan arus sangat cepat di atas 1,00 m/s. Melalui pendekatan tersebut maka kategori kecepatan arus dimuara Tukad Aya tergolong lambat.
Nilai nilai suhu yang terukur di Tukad Aya dengan kisaran 27,61-31,25°C. Menurut Nontji (2003) menyatakan umumnya suhu permukaan perairan berkisar antara 28,00-31,00°C. Sehingga nilai suhu yang terukur masih dalam kondisi optimum. Suhu perairan yang berbeda dapat mengakibatkan pengelompokan lapisan perairan, perubahan suhu permukaan mempengaruhi proses fisik, kimia, dan biologi perairan (Kusumaingtyas et al., 2014).
Kecerahan dikaitkan dengan ukuran transparansi dalam suatu perairan yang menunjukkan lapisan mana yang dapat ditembus oleh cahaya matahari, nilai kecerahan yang diperoleh muara Tukad Aya pada stasiun I sebesar 86,80 cm, pada stasiun II sebesar 72,32 cm dan 81,36 cm pada stasiun III. Barus (2001) menyatakan bahwa kecerahan perairan akan berdampak pada
produktivitas primer, apabila kecerahan dalam taraf yang rendah maka akan menghambat proses fotosintesis sehingga produksi oksigen menjadi terbatas.
Salinitas di muara Tukad Aya berkisar 16,0017,94 ppt. Dari hasil pengukuran salinitas pada stasiun I lebih rendah, diduga karena letaknya yang berdekatan dengan mulut sungai dan menerima beban air tawar lebih besar, kondisi ini dapat mengakibatkan percampuran air tawar dan air laut yang dapat menurunkan kadar salinitas. Variasi interval nilai pH di muara Tukad Aya yaitu 8,028,14. Penelitian yang sama oleh Erari et al. (2012) di perairan teluk Youtefa nilai pH berkisar antara 7,257,76 di dekat muara sungai. Silalahi et al. (2017) mendapatkan nilai pH sebesar 7,00-8,30 di perairan Maruni Monokwari, sehingga nilai pH yang terukur berada pada interval yang sama.
Menurut Yuliastuti (2011) nilai pH berfluktuasi diakibatkan oleh masukan limbah organik dan anorganik badan air. Diduga perbedaan nilai pH di muara Tukad Aya diakibatkan limbah tambak dan pertanian yang terdapat di sekitar muara memberi pengaruh masukan bahan organik, hal ini dijelaskan dalam Irianto (2017) bahwa aktivitas rumah tangga dan industri di sekitar pinggir sungai berdampak pada penurunan kualitas air dan lingkungan sekitarnya. Effendi (2003) menyatakan bahwa kandungan pH yang ideal bagi kehidupan biota akuatik berkisar 6,50-8,50. Nilai pH terukur di Muara Tukad Aya masih ideal dalam mendukung kehidupan organisme perairan.
Fosfat merupakan salah satu faktor pembatas dan senyawa nutrien yang sangat penting di perairan, muara sungai Tukad Aya mengalami peningkatan nilai fosfat di setiap stasiun. Nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun I dengan konsentrasi sebesar 0,20 mg/l sedangkan terendah terdapat pada stasiun 3 dengan konsentrasi sebesar 0,08 mg/l. Menurut Anhwange (2012) bahwa konsentrasi optimum fosfat yang dianjurkan untuk sungai dan perairan lainnya adalah 0,10 mg/l. Berdasarkan baku mutu kelas III PPRI No.82 Tahun 2001, nilai fosfat yang diperbolehkan dalam perairan adalah 1,00 mg/l yang mengindikasikan nilai yang terukur di muara Tukad Aya masih dalam kondisi baik.
Nitrat merupakan unsur hara pengontrol produktivitas primer suatu perairan pada lapisan eufotik. Kadar nitrat di stasiun I menunjukkan hasil pengukuran sebesar 0,50 mg/l, stasiun II sebesar
0,39 mg/l dan pada stasiun III sebesar 0,095 mg/l. Putri (2017) mendapat hasil nitrat di Muara Sungai Batang Arau adalah 0,001-0,144 hal ini menunjukkan bahwa nilai nitrat di Tukad Aya lebih besar. Berdasarkan PPRI No 82 Tahun 2001 kelas II, nilai ambang batas nitrat di perairan adalah 10 mg/l, artinya kadar nitrat muara Tukad Aya masih optimum.
Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan oleh semua organisme hidup untuk proses respirasi dan proses metabolisme (Suwoyo, 2017). Pengukuran oksigen terlarut (DO) di muara Tukad Aya pada di stasiun I sebesar 8,82 mg/l, di stasiun II sebesar 7,70 mg/l dan pada stasiun III sebesar 7,99 mg/l. Oksigen terlarut mengalami penurunan pada masing-masing stasiun. Menurut Kadim et al (2017) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang ideal diperairan adalah antara 3-7 sehingga kadungan oksigen terlarut yang terukur pada perairan muara Tukad Aya masih baik.
Tingkat kesuburan perairan muara Tukad Aya digolongkan dalam dua kategori yaitu perairan mesotrofik berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan oligotrofik berdasarkan kelimpahan zooplankton. Kandungan nitrat dan fosfat memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kelimpahan fitoplankton. Secara keseluruhan nilai parameter kualitas air terukur di muara Tukad Aya masih optimum dalam mendukung kehidupan organisme perairan.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemenristekdikti yang telah memberikan bantuan dana beasiswa Bidikmisi sehingga penelitian ini dapat terlaksanakan.
Daftar Pustaka
Anhwange, B. A., Agbaji, E. B., & Gimba, E. C. (2012).
Impact Assessment of Human Activities and Seasonal Variation on River Benue, within Makurdi Metropolis. Journal of Science and Technology, 2(5), 248-254.
Asrini, N. K., Adnyana, I. W. S., & Rai, I. N. (2017). Studi Analisis Kualitas Air di Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali. Ecotrophic, 11(2), 101-107.
Barus, T. A. (2001). Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Medan, Sumatera Utara: Program Studi Biologi USU FMIPA.
Baytut, O. (2013). A Study on The Phylogeny and
Phylogeography of A Marine Cosmopolite Diatom From The Southern Black Sea. Oceanological And Hydrobiological Studies, 42(4), 406-411.
Conway, D. V. P., White, R. G., Hugues D. C. J., Gallienne, C. P., & Robins. (2003). (1st ed.). Guide to The Coastal And Surface Zooplankton of The South Western Indian Ocean. United Kingdom: Marine Biological Association.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta, Indonesia: Kanisius.
Elfinurfajri, F. (2009). Struktur Komunitas Fitoplankton serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di Lingkungan Tambak Udang Intensif. Skripsi. Bogor, Indonesia: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Erari, S. S., Mangimbulude, J., & Lewerissa, K. (2012). Pencemaran Organik di Perairaan Pesisir Pantai Teluk Youtefa Kota Jayapura, Papua. Dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012. Surabaya, Indonesia, 25 Februari 2012 (pp. 327-340).
Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta, Indonesia: PT Bumi Aksara.
Goldman, C. R., & Horne, A. J. (1994). Limnology. New York, USA: Mc. Graw Hill Book Co.
Hamuna, B., Tanjung, R. H. R., Suwito, Maury, H. K., Alianto. (2018). Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre Jayapura. Jurnal Ilmu lingkungan, 16(1), 35-43.
Hutabarat, S., & Evans, S. M. (2000). Kunci Identifikasi Zooplankton. Jakarta, Indonesia: Universitas Indonesia Press.
Irianto, I. K. (2017). Kualitas Air Sungai Badung Dalam Menunjang Pengembangan Pariwisata Air Ditinjau Dari Sifat Fisik Perairan. Logic: Jurnal Rancang Bangun dan Teknologi, 17(2), 114-117.
Johnson, W. S., Allen, D. M. (2012). Zooplankton of the Atlantic and Gulf Coasts. Secon Edition. USA: The Johns Hopkins University Press.
Kadim, M. K., Pasisingi, N., & Pramata, A. R. (2017). Kajian Kualitas Perairan Teluk Gorontalo denagn menggunakan metode STORET. DEPIK: Jurnal Ilmu-ilmu Peraian, Pesisir dan Perikanan, 6(3), 223-241.
Kusumaningtyas, M. A., Bramawanto, R., Daulat, A., & Pranowo, W. S. (2014). Kualitas Perairan Natuna pada musim transisi. DEPIK: Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 3(1), 10-20.
Newell, G. E. & Newell, R. C. (1977). Marine Plankton a Practical Guide. London, United Kingdom:
Departement of Zoology, Queen Mary Collage University.
Nontji, A. (2005). Laut Nusantara. Jakarta, Indonesia: Penerbit Jambatani.
Putri, W. A. E. (2017). Kualitas Air Muara Sungai Batang Arau (Muara Padang) Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Sains, 11(2), 511-519.
Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161. Jakarta, Indonesia: Presiden Republik Indonesia.
Rochmady, R., Omar, S. B. A., & Tandipayuk, L. S. (2016). Kepadatan kerang lumpur Anodontia edentula Linnaeus, 1758 kaitannya dengan parameter lingkungan di Kabupaten Muna. Dalam Prosiding Simposium
Nasional Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin, Makassar, 7 Mei 2016 (pp. 149-159).
Rumanti, M., Rudiyanti, S., & Nitisupardjo, M. (2014). Hubungan Antara Kandungan Nitrat dan Fosfat Dengan Kelimpahan Fitoplankton di Sungai Bremi Kabupaten Pekalongan. Diponegoro Journal of Management of Aquatic Resources, 3(1), 168-178.
Rupawan. (2017). Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Gumbang Modifikasi di Muara Selat Panjang Provinsi Riau. Maspari Journal, 9(2), 131-138
Sari, T. E. Y & Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 17(1):88-100
Sidaningrat, I. G. A. N., Arthana, I. W., & Suryaningtyas, E. W. (2018). Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan
Kelimpahan Fitoplankton di Danau Batur, Kintamani, Bali. Jurnal Metamorfosa 5(1), 79-84
Silalahi, H. N., Manaf, M., & Alianto. (2017). Status Baku mutu kualitas air laut Pantai Maruni kabupaten Monokwari. Jurnal Sumberdaya akuatik Indopasifik, 1(1), 33-42
Sugiyono, P. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. (8th
ed.). Bandung, Indonesia: Alfabeta.
Suharto, I. (2011). Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan Udara. Yogyakarta, Indonesia: CV. Andi Offset
Suwoyo, H. S., Undu, M. C., & Rachmansyah, R. (2017). Tingkat Konsumsi Oksigen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Ukuran Bobot Yang Berbeda. Dalam Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Sulawesi Selatan, February 2017 (pp. 135-142).
Tambaru, R., Muhiddin, A. H., & Malida, H. S. (2016). Analisis Perubahan Kepadatan Zooplankton Berdasarkan Kelimpahan Fitoplankton Pada Berbagai Waktu dan Kedalaman di Perairan Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Torani: Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, 24(3), 40-48
Van Vuuren, S. J., Taylor, J., Van Ginkel, C., & Gerber, A. (2006). Easy Identification of the Most Common Freswater Algae. Pretoria, South Africa: Resource Quality
Services (RQS).
Warman, I. (2015). Uji Kualitas Air Muara Sungai Lais Untuk Perikanan di Bengkulu Utara. Jurnal Agroqua, 13(2), 24-33.
Yuliastuti, E. (2011). Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Semarang, Indonesia: Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Curr.Trends Aq. Sci. II(2): 72-78 (2019)
Discussion and feedback