Current Trends in Aquatic Science Volume II(2): 56-62 (2019)

Analisa Usaha Penangkapan Ikan Dengan Longline Pada Km. Hiroyoshi 6 Milik PT. Intimas Surya Di Benoa, Bali

Diah Ayu Safitri a*, I Wayan Restu a, I Ketut Wija Negara a

aProgram Studi Manajemen Sumberdaya perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia

  • *Penulis Responden. Tel.:+62-812-3994-9053

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 11 Juni 2019; disetujui (accepted) 9 Agustus 2019

Abstract

This study was purposed to analyze longline fisheries business, by analyzing business feasibility aspects and operational costs and business income. The method used is descriptive quantitative, and determining respondent by purposive sampling. The data collection process is carried out for 3 months. MS. Hiroyoshi 6 which is based in Benoa Harbor which is a wooden ship measuring 120 GT, with longline fishing gear. In one year the ship can make 6 trips. The composition of the catch consists of 9 types of fish, which are dominated by tuna. The investment costs incurred are Rp. 2,750,000,000, and operating costs are Rp. 805,410,000 in one year. The average boat production yield is 73,407 kg, with revenues of Rp 4,157,275,000 and profits of Rp 1,559,465,000. The results of the business feasibility analysis, payback period 1.7, B / C ratio 1.6, and Break Even Point units of 25,000 kg and Break Even Point sales of Rp 1,415,852,000. Based on the results of the analysis, the longline fisheries business is feasible to continue.

Keywords: business conditions, analysis payback period, b/c ratio, break even point

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa usaha perikanan longline di KM. Hiroyoshi 6, dengan menganalisa aspek kelayakan usaha dan biaya operasional serta pendapatan usaha. Metode yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif, dan penentuan responden secara purposive sampling. Proses pengambilan data dilakukan selama 3 bulan. Kapal KM. Hiroyoshi 6 yang berpangkalan di Pelabuhan Benoa merupakan kapal kayu berukuran 120 GT, dengan alat tangkap longline. Dalam satu tahun kapal bisa melakukan 6 kali trip. Komposisi hasil tangkapan terdiri atas 9 jenis ikan, yang didominasi oleh ikan tuna. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 2.750.000.000, dan biaya operasional sebesar Rp 805.410.000 dalam satu tahun. Hasil produksi kapal rata-rata 73.407 kg, dengan pendapatan sebesar Rp 4.157.275.000 dan keuntungan sebesar Rp 1.559.465.000. Hasil analisis kelayakan usaha, nilai payback period 1,7, B/C ratio 1,6, dan Break Even Point unit 25.000 kg dan Break Even Point penjualan Rp 1.415.852.000. Berdasarkan pada hasil analisa tersebut, maka usaha perikanan longline layak untuk dilanjutkan.

Kata kunci: kondisi usaha, analisis payback period, b/c ratio, break even point

  • 1.    Pendahuluan

Perikanan tuna Indonesia mendominasi produksi tuna dunia. Produksi perikanan tuna di Indonesia adalah yang terbesar diantara negara-negara dikawasan timur Samudera Hindia. Total hasil tangkapan perikanan tuna Indonesia tercatat mencapai 15% dari total tangkapan di Samudera Hindia, dengan estimasi pendaratan sebanyak

185.675 ton yang terdiri dari madidihang (65.686 ton), tuna mata besar (34.400 ton), cakalang (79.999 ton) dan albakora (5.590 ton) (DGCF, 2014).

Perikanan tuna longline di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1972 oleh perusahaan BUMN perikanan, yaitu PT. Perikanan Samodra Besar (sekarang PT. Perikanan Nusantara) yang telah membangun cold storage di Sabang (Aceh) dan

Benoa (Bali). Terdapat 39 kapal tuna longline di Indonesia, 20 kapal diantaranya dioperasikan oleh perusahaan negara yang berbasis di Bali, sedangkan yang lainnya beroperasi di Ambon dan Aertembaga yang dioperasikan di Laut Banda (Nugraha dan Hufiadi, 2012).

Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2010), tuna longline yang melakukan penangkapan di Samudera Hindia dan terdaftar sebagai anggota Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) berjumlah 1.188 unit dengan basis pendaratan di Muara Baru, Pelabuhan Ratu, Cilacap dan Benoa. Data jumlah kapal di Benoa menurut Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) di Benoa, kapal yang tercatat menjadi anggota ATLI di Benoa pada tahun 2018 berjumlah 246 kapal, dari total kapal sebelumnya berjumlah 699 pada tahun 2013. Pada tahun 2015 dan 2016 jumlah kapal berkurang karena adanya moratorium kapal eks asing, menjadi 401 kapal (ATLI, 2019).

Sejak tahun 2005-2015 nelayan Indonesia mendapatkan tuna rata-rata sekitar 571,479 ton per tahun, dengan estimasi pasar ekspor sekitar USD 500 juta per tahun. Tahun 2014 jumlah total tangkapan tuna sekitar 810.535 ton dan tahun 2015 sekitar 665.275 ton (KKP, 2017). IOTC menyatakan bahwa stok tuna mata besar di Samudera Hindia masih dalam kondisi aman, namun stok madidihang di Samudra Hindia mengalami lebih tangkap (IOTC, 2015).

Ekspor perikanan dalam tiga tahun terakhir sempat mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2015. Namun demikian, kinerja nilai ekspor kembali meningkat pada tahun 2016 dan 2017. Nilai ekspor komoditas perikanan pada periode 20162017 yang naik 8,18 persen (KKP, 2018). Bahkan saat ini neraca perdagangan perikanan Indonesia merupakan nomor satu di Asia tenggara. Sementara ekspor ikan Indonesia naik 10-12 persen setiap tahunnya.

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti (Herman, 2019), penurunan hasil tangkapan yang signifikan dari tahun ke tahun disebabkan oleh terbatasnya tangkapan ikan yang ada di laut dan banyak nelayan yang berhenti berlayar. Selain itu, masifnya 10.000 kapal asing berbendera Indonesia yang hilir mudik setiap hari menangkap ikan di perairan Indonesia juga menjadi penyebab jumlah ikan dan nelayan terus menurun. Kondisi tersebut juga menyebabkan 115 perusahaan eksportir tutup.

Fluktuasi jumlah hasil tangkapan perikanan tersebut berdampak pada seluruh wilayah di Indonesia, tanpa terkecuali pelabuhan Umum Benoa Bali. Kapal yang berbasis di Benoa juga banyak, baik kapal asing maupun lokal. Berdasarkan pada beberapa fakta di atas, ada banyak armada kapal penangkapan yang berkurang dan perusahaan yang terancam bangkrut. Salah satu kapal penangkap ikan yang mengurangi armadanya adalah longline. Jumlah tangkapan yang tidak menentu dan lokasi penangkapan yang jauh membuat beberapa kapal longline mengubah alat tangkapnya menjadi pancing cumi, karena hasil tangkapannya lebih menjajikan dan biaya operasional lebih rendah. Ada juga kapal longline yang dulunya berbasis di Pelabuhan umum Benoa, dipindahkan izin pangkalannya ke daerah timur Indonesia seperti NTT dan NTB karena lokasinya yang lebih dekat dengan fishing ground.

Besar kecilnya produktivitas penangkapan dari usaha perikanan akan menentukan tingkat kelayakan dan keberlangsungan usaha. Di samping itu, kelayakan usaha juga ditentukan oleh biaya produksi. Nelayan atau pelaku industri harus dapat mengatur pengeluaran dan penerimaan dengan baik untuk memastikan keberlanjutan usaha industri penangkapan dan kemajuan usaha. Maka perlu dilakukan analisis usaha penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap longline di Pelabuhan Perikanan Samudera Benoa.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai dengan Februari 2019. Waktu penelitian ini berlangsung kurang lebih selama 3 bulan. Lokasi penelitian bertempat di PT. Intimas Surya pada kapal KM. Hiroyoshi 6, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan Pos Pelabuhan Benoa, Bali.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian tentang kelayakan usaha antara lain alat tulis, kuisioner, alat perekam, kamera. Responden diambil dari ABK, Kapten, dan pemilik kapal.

  • 2.3    Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif, yang bertujuan menjelaskan keadaan yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik sampel individu atau populasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik kapal, kapten, dan anak buah kapal. Responden pertama dalam penelitian ini diperoleh dengan cara bertanya kepada pengelola pelabuhan, kemudian responden pertama menunjukkan responden kedua dan begitu seterusnya hingga reponden terakhir.

  • 2.4    Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data dari penelitian yaitu: hasil tangkapan ikan per trip selama satu tahun, investasi, biaya tetap dan tidak tetap, pendapatan. Data penunjang yang digunakan dalam sebagai literatur diperoleh dari PSDKP, ATLI, SHTI, BPS, PT. Intimas Surya yaitu: data jumlah armada penangkapan, data produksi kapal, data penerimaan perusahaan.

  • 2.5    Analisis Data

    • 2.5.1    Pendapatan

Perhitungan pendapatan usaha dapat dilakukan dengan rumus: (Wijayanti et al., 2015)

TR = Q.P                                   (1)

dimana TR adalah total pendapatan (Rp); Q adalah hasil tangkapan (kg); P adalah harga jual (Rp). Semakin banyak jumlah hasil tangkapan, dengan komposisi ikan hasil tangkapan yang memiliki nilai jual tinggi maka semakin besar juga pendapatan total yang didapatkan.

  • 2.5.2    Penyusutan

Perhitungan penyusutan usaha dapat dilakukan dengan rumus: (Setiawan et al., 2013)

  • 2.5.3    Keuntungan

Perhitungan keuntungan usaha dapat dilakukan dengan rumus: (Wijayanti et al., 2015)

π = TR – TC                              (3)

dimana π adalah keuntungan (Rp/trip); TR adalah total pendapatan (Rp/trip), TC adalah total pengeluaran (Rp/trip). Keuntungan akan maksimal jika selisih antara penerimaan dan biaya juga maksimal.

  • 2.5.4    Payback Period

Perhitungan payback period dilakukan dengan rumus: (Riyanto, 2010)

PP =


n i. I a i. Inve s t as i.

nilai keuntungan

× 1 tahun


(4)


Kriteria: Apabila nilai payback period lebih kecil dari umur investasi, maka usaha tersebut dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan. Selain itu, usaha dapat dikatakan layak jika nilai PP lebih pendek dari yang disyaratkan oleh industri sejenis.

  • 2.5.5    Benefit Cost of Ratio (BCR)

Perhitungan benefit cost of ratio dilakukan dengan rumus: (Rahardja dan Manurung, 2008)

„            total penerimaan

B/C Ratio = —     ----- (5)

total biaya                       ' '

Kriteria: B/C ratio >1, berarti usaha menghasilkan keuntungan sehingga layak untuk dijalankan, =1, berarti usaha tidak untung dan tidak rugi (impas), <1, berarti usaha mengalami kerugian sehingga tidak layak untuk dijalankan.

  • 2.5.6    Break Event Point (BEP)

Perhitungan analisis break event point dilakukan dengan 2 rumus, BEP atas dasar penjualan dan BEP atas dasar unit: (Riyanto, 2010)

FC

BEP unit = —                         (6)

Biaya depresiasi =


biaya aktiva tetap-nilai sisa umur manfaat aset (tahun)


(2)


BEP penjualan =


FC


1


VC S


(7)


Keterangan: nilai sisa didapatkan dari 10% biaya aktiva tetap. Umur ekonomis aset yang lebih singkat menyebabkan biaya penyusutan lebih besar. Semakin besar umur ekonomis maka biaya penyusutan semakin sedikit.

dimana P adalah harga jual per unit; S adalah jumlah penerimaan; V adalah biaya variabel per unit; FC adalah biaya tetap; dan VC adalah biaya variabel.

Suatu usaha dikatakan dalam keadaan break event apabila penghasilannya tepat sama besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian. Jadi kondisi usaha yang hasilnya berada dibawah nilai BEP atau titik impas, maka usaha mengalami kerugian. Dan sebaliknya akan memperoleh keuntungan jika usaha melampaui nilai BEP.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Profil Kapal KM. Hiroyoshi 6

KM. Hiroyoshi 6 merupakan kapal penangkap ikan dengan alat tangkap longline yang berbasis di pelabuhan umum Benoa, Bali milik PT. Intimas Surya. Tanda panggilan kapal yaitu YEA 5335, dan tanda selar Benoa/GT.120 No.1748/Pd. Pelabuhan pangkalan di Pelabuhan Umum Benoa, dan DPI/ singgah di High Seas of Indian Ocean. Kapal KM. Hiroyoshi 6 memiliki ukuran tonase kotor sebesar 120 GT, dan tonase bersih sebesar 58 NT.

Gambar 1. Kapal KM. Hiroyoshi 6

KM. Hiroyoshi 6 memiliki izin wilayah tangkapan di laut lepas Samudera Hindia. Dengan daerah terlarang wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. KM. Hiroyoshi 6 dibangun di kota Bagansiapiapi pada tahun 1995, tempat pendaftaran di Semarang dengan tanda pendaftaran 1998 Ga No. 3867/N. Kapal Hiroyoshi 6 hingga saat ini sudah berumur 24 tahun. Nomor sipi (Surat Izin Penangkapan Ikan) 26.18.0001.70.40051 berlaku sampai dengan 09 Oktober 2019.

  • 3.2    Investasi

Investasi pada usaha perikanan tangkap longline digunakan untuk pembelian kapal, alat tangkap, mesin dan peralatan penunjang lainnya. Tabel investasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1

Komponen investasi

Jenis Investasi

Harga (Rp)

Ket

Kapal 120 GT

2.000.000.000

Kapal bekas

Mesin Kapal

200.000.000

420 PK

Mesin Pendingin

200.000.000

Carrier

Alat Tangkap

200.000.000

Longline

Alat Bantu

150.000.000

GPS, kompas

Total investasi

2.750.000.000

Biaya untuk membeli investasi usaha perikanan longline menghabiskan biaya sebesar Rp 2.750.000.000. Biaya terbesar dikeluarkan untuk pembelian kapal yaitu Rp 2.000.000.000, dan biaya terkecil untuk pembelian alat bantu penangkapan yaitu Rp 150.000.000. Harga kapal KM. Hiroyoshi 6 masih tinggi meskipun sudah berumur 24 tahun, karena ukuran GT yang besar dan masih layak untuk digunakan.

  • 3.3    Biaya

Biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh kapal KM. Hiroyoshi 6 per tahunnya sebesar Rp 2.597.810.000. Biaya tersebut terdiri atas biaya tetap sebesar Rp 805.410.000 dan biaya tidak tetap sebesar Rp 1.792.400.000. Dalam satu tahun kapal KM. Hiroyoshi 6 melakukan trip sebanyak 6 kali. Rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 2.

Biaya perijinan kapal (sipi) sebagai tanda pelunasan pungutan perikanan selama 1 tahun sebesar Rp 132.660.000. Biaya penyusutan investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 111.750.000. Biaya perawatan investasi sebesar Rp 47.000.000 per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk gaji kapten dan ABK merupakan biaya terbesar dalam biaya tetap karena dibayarkan setiap bulan meskipun kapal tidak berlayar, yaitu sebesar Rp 514.000.000 selama satu tahun.

Biaya tidak tetap yang paling besar adalah biaya pembelian solar sebesar Rp 989.000.000. dalam hari saat melakukan trip, kapal membutuhkan solar sebanyak 500 liter solar. Biaya terbesar kedua yaitu untuk pembelian umpan sebesar Rp 648.000.000. Perbekalan makanan menghabiskan biaya sebesar Rp 113.400.000 dalam setahun, untuk sekali trip jika dirata-ratakan menghabiskan biaya sebesar Rp 18.900.000 yang terdiri atas sayuran dan bahan makanan kering.

Tabel 2

Biaya Operasional per Tahun Usaha Perikanan Longline

Uraian

Jumlah

Satuan

Harga

Total

Biaya Tetap

Gaji

- Kapten

1

Tahun

Rp7.000.000

Rp84.000.000

- ABK

13

Tahun

Rp3.000.000

Rp430.00.00

Perijinan

1

Tahun

Rp132.660.000

Rp132.660.000

Perawatan

- Kapal

1

Tahun

Rp20.000.000

Rp20.000.000

- Mesin

1

Tahun

Rp10.000.000

Rp10.000.000

- Alat Tangkap

1

Tahun

Rp12.000.000

Rp12.000.000

- Alat Bantu Penangkapan

1

Tahun

Rp5.000.000

Rp5.000.000

Penyusutan

- Kapal

1

Tahun

Rp60.00.000

Rp60.00.000

- Mesin

1

Tahun

Rp6.750.000

Rp6.750.000

- Alat Tangkap

1

Tahun

Rp18.00.000

Rp18.00.000

-Alat Bantu Penangkapan

1

Tahun

Rp27.000.000

Rp27.000.000

Total Biaya Tetap

Rp805.410.000

Biaya Tidak Tetap

Solar

107.500

Liter

Rp9.200

Rp989.000.000

Oli

1200,75

Liter

Rp7.000.000

Rp42.000.000

Umpan

3.600

Dus

Rp180.000

Rp648.000.000

Makanan

79

Orang

Rp40.000

Rp113.400.000

Total Biaya Tidak Tetap

Rp1.792.400.000

TOTAL BIAYA

Rp2.597.810.000


  • 3.4    Pendapatan

Pendapatan usaha penangkapan dengan longline memiliki jumlah total Rp 4.157.275.000 dalam satu tahun yang terdiri atas 9 komposisi ikan hasil tangkapan yang berbeda. Hasil tangkapan tertinggi didapat pada trip bulan maret, dengan hasil tangkapan sebanyak 17.638 kg. Dan trip terendah ada pada bulan mei, dengan hasil tangkapan hanya sebesar 7.035 kg. Trip ketiga ke trip keempat mengalami penurunan, dari 15.307 kg turun menjadi 7.035 kg. Setelah trip ketiga, mengalami kenaikan yang signifikan pada trip kelima dan keenam menjadi 16.137 kg. Pendapatan setiap tripnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Total Penerimaan Usaha Longline

Trip Kapal

Hasil Tangkapan (Kg)

Pendapatan (Rp)

17/01/2018

8.592

490.358.000

10/03/2018

17.638

938.448.000

20/04/2018

15.307

875.148.000

30/05/2018

7.035

386.443.000

14/07/2018

8.698

501.684.000

26/11/2018

16.137

965.194.000

TOTAL

73.407

4.157.275.000

Pada trip bulan November mendapatkan jumlah pendapatan terbanyak. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan trip bulan November didominasi oleh ikan dengan harga penjualan yang lebih tinggi. Sedangkan pada trip bulan Mei usaha longline mengalami kerugian, dikarenakan hasil tangkapan yang didapatkan sedikit dengan waktu trip yang lama sehingga tidak dapat menutup biaya yang dikeluarkan.

  • 3.5    Keuntungan

Keuntungan per trip didapatkan dari hasil pengurangan pendapatan per trip secara total dengan biaya total per trip yang dikeluarkan. Keuntungan usaha longline yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Keuntungan Usaha Longline

Biaya (Rp)    Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp)

2.597.810.000       4.157.275.000       1.559.465.000

Keuntungan yang diperoleh berdasarkan pada tabel di atas sebesar Rp 1.559.465.000. Hasil keuntungan tersebut merupakan keuntungan dalam satu tahun. Tidak semua trip memberikan keuntungan yang besar, ada juga trip yang menderita kerugian. Tetapi pada trip lainnya

mendapatkan keuntungan yang besar. Sehingga kerugian sebelumnya bisa tertutupi.

  • 3.6    Payback Period

Periode pengembalian investasi diperlukan untuk mengetahui periode waktu pengembalian investasi. Sehingga dapat menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan untuk mengembalikan biaya modal yang telah dikeluarkan. Perhitungan payback period dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5

Perhitungan Payback Period

Payback Period

Investasi                                Rp2.750.000.000

Keuntungan                         Rp1.559.465.000

PP                                                1,7

  • 3.8    Break Even Point

Break even point digunakan untuk mengetahui hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan volume kegiatan. Dalam analisa break event point ada 2 cara, yaitu break event point unit dan break event point penjualan. Perhitungan break event point dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7

Perhitungan Break Even Point

Break Even Point

Biaya Tetap

Rp805.410.000

Biaya Variabel

Rp1.792.400.000

Biaya Variable per Unit

Rp24.417

Volume Penjualan

Rp4.157.275.000

Harga Jual per Unit

Rp56.633

BEP Unit

25.000kg

BEP Penjualan

Rp1.415.852.000

Payback period usaha perikanan longline diperoleh nilai sebesar 1,7 tahun. Hal ini berarti bahwa pengembalian biaya investasi yang telah dikeluarkan untuk usaha perikanan longline akan kembali dalam waktu 1 tahun 7 bulan. Usaha ini dapat dikatakan layak, karena jangka waktu pengembalian modal kurang dari 3 tahun.

  • 3.7    Benefit-Cost Ratio

Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) digunakan untuk kelayakan usaha perikanan dengan melihat perimbangan antara penerimaan usaha perikanan tersebut dengan pembiayaan yang dikeluarkan untuk mengoperasikan usaha perikanan tersebut. Perhitungan B/C ratio dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6

Perhitungan B/C ratio

B/C ratio

Total Pendapatan

Rp4.157.275.000

Total Biaya

Rp2.597.810.000

BCR

1,6

Nilai B/C Ratio yang didapatkan dari usaha perikanan longline sebesar 1.6, hal ini berarti bahwa usaha perikanan ini layak untuk dilanjutkan karena lebih besar dari satu. Berdasarkan penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C ratio, apabila nilai yang didapatkan >1 maka proyek layak atau dapat dilaksanakan.

Nilai BEP unit usaha perikanan longline sebesar 25.000 kg dan BEP penjualan senilai Rp 1.415.852.000. Hal ini berarti bahwa usaha perikanan longline harus menangkap ikan sebanyak lebih dari 25.000 kg atau Rp 1.415.852.000 setiap tahunnya, sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan.

Usaha perikanan longline akan terus mendatangkan keuntungan dengan meningkatkan produksi dan harus melebihi nilai minimal yang harus dipenuhi. Biaya operasional terutama biaya perbekalan melaut dapat meningkat setiap tahunnya, akan tetapi jumlah produksi tidak dapat dipastikan. Usaha perikanan longline dengan komoditas hasil tangkapan utama ikan tuna masih menjadi komoditas unggulan di berbagai negara. Dengan pengolahan hasil tangkapan yang baik untuk mencapai harga jual yang tinggi, maka kerugian dapat dihindari. Sehingga prospek usaha perikanan longline kedepan masih layak untuk dilanjutkan.

  • 4.    Simpulan

Usaha perikanan longline masih sangat layak untuk dilanjutkan dan dikembangkan. Dengan keuntungan per tahunnya sebesar Rp 1.559.465.000. Berdasarkan analisis kelayakan usaha perikanan longline didapatkan nilai payback period selama 1,7 atau 1 tahun 8 bulan 12 hari, B/C

ratio sebesar 1,6, BEP unit 25.000 kg dan BEP penjualan Rp 1.415.852.000.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih diberikan kepada PT. Intimas Surya di Pelabuhan Umum Benoa Bali yang telah membantu dalam menyediakan data penelitian dan tempat untuk melaksanakan penelitian selama proses penelitian berlangsung, PSDKP dan ATLI yang telah membantu dengan memberikan data-data penunjang untuk penyusunan skripsi.

Daftar Pustaka

[ATLI] Asosisasi Tuna Longline Indonesia. (2019). Perubahan Jumlah Kapal Longline Anggota ATLI. Benoa, Bali.

[DGCF] Directorate General of Capture Fisheries. (2014). Statistics of Marine Capture Fisheries 2014. Directorate General of Capture Fisheries, MMAF. Jakarta.

[IOTC] Indian Ocean Tuna Commission. (2015). Report of the 17th Session of the IOTC Working Party on Tropical Tunas. Montpellier: France.

[KKP] Kemeterian Kelautan dan Perikanan. (2017). Produksi Tuna Menurun, KKP: Kita sedang Adaptasi Kebijakan Demi Perikanan Berkelanjutan. https://kkp.go.id/artikel/1542-produksi-tuna-menurun-kkp-kita-sedang-ada ptasi-kebijakan-demi-perikanan-berkelanjuta n. [diakses: 12 Oktober 2018]

[KKP] Kemeterian Kelautan dan Perikanan. (2018). Produktivitas Perikanan Indonesia Pada:  Forum

Merdeka Barat 9 Kementerian Komunikasi Dan

Informatika.file:///E:/PROPOSAL%20SKRIPSI/ref erensi/BOOK%20Referensi/KKP-Dirjen-PDS PKP-FMB-Kominfo-19-Januari-2018.pdf.

[diakses: 7 November 2018]

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. (2010). Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Tahun 20042009. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Herman. (2019). Ekspor Perikanan Indonesia Naik 12% Setiap           Tahun.           https://www.

beritasatu.com/ekonomi/537685/ekspor-peri kanan-indonesia-naik-12-setiap-tahun. [diakses: 8 Maret 2019]

Nugraha, B., & Hufiadi. (2012). Produktivitas

Perikanan Tuna Longline di Benoa. Marine Fisheries, 3 (2): 135-140.

Rahardja, Pratama., & Manurung, Mandala. (2008). Teori Ekonomi Makro. (4th ed). Lembaga Penerbit FE UI.

Riyanto, B. (2010). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. (4th ed), Cetakan Kesepuluh, Yogyakarta: YBPFE UGM.

Setiawan, R., Wibowo, B. A., & Wibowo, P. (2013). Analisis Usaha Perikanan Pada Alat Tangkap Bubu di Perairan Rawapening Desa Lopait Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 2(3), 131-141.

Wijayanti, A. C. W., Boesono H., & Bambang A. N. (2015). Analisis Ekonomi Rawai Dasar Dengan J Hook dan Circle Hook di PPI Ujungbatu Jepara Jawa Tengah. Semarang: Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 4(4): 179-187.

Curr.Trends Aq. Sci. II(2): II(2): 57-62 (2019)