Current Trends in Aquatic Science II(1), 101-107 (2019)

Kelimpahan Bakteri Coliform Pada Musim Kemarau di Perairan Laut Celukanbawang, Provinsi Bali

Firda Nurdiana a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Endang Wulandari Suryaningtyas a

a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +6281238777870 Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 20 November 2018; disetujui (accepted) 22 Februari 2019

Abstract

Pollution in marine waters is one of the environmental problems caused by various activities that produce waste. Pollution in a waters is related with the type and number of microorganisms in waters. One group of microorganisms that is often used as an indicator of water pollution is Coliform group bacteria. This study aims to determine the condition of waters by measuring the abundance of Coliform bacteria in waters. This research was conducted in November 2018 by taking data from 3 research stations in the waters of Celukanbawang sea, Bali Province. Sampling is carried out during dry season with 3 repetitions each station. The sampling method used is purposive sampling. Water quality parameters measured in this study include temperature, pH, salinity, DO, and nitrate. The data obtained is then compared with Governor of Bali Regulation Number 16 of 2016 concerning the Standard Criteria for Sea Water Quality for Marine Biota and Sea Water Quality Standards for Tourism and Recreation (Bathing, Swimming and Diving). Coliform abundance test is done by MPN (Most Probably Number) method. The results showed that abundance of Coliform bacteria at station 1 ranged from 3 to 93 MPN / 100 ml, station 2 ranged from 7 to 93 MPN / 100 ml, and station 3 did not find Coliform group bacteria at all . These data indicate that Celukanbawang sea waters are still in good condition in accordance with Pergub Bali Number 16 of 2016.

Keywords: waters; waste; MPN method

Abstrak

Pencemaran pada perairan laut merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh berbagai macam kegiatan yang menghasilkan limbah. Pencemaran dalam suatu perairan mempunyai hubungan dengan jenis dan jumlah mikroorganisme dalam perairan. Salah satu kelompok mikroorganisme yang sering digunakan sebagai indikator pencemaran perairan adalah bakteri kelompok Coliform. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perairan dengan mengukur kelimpahan bakteri Coliform di perairan laut Celukanbawang. Penelitian dilakukan pada bulan November 2018 dengan mengambil data dari 3 stasiun penelitian. Pengambilan sampel dilakukan saat musim kemarau dengan 3 kali pengulangan di setiap stasiun. Metode yang digunakan saat pengambilan sampel, yaitu purposive sampling. Parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu, pH, salinitas, DO, dan nitrat. Data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 mengenai Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut dan Baku Mutu Air Laut Untuk Pariwisata dan Rekreasi (Mandi, Renang, dan Selam). Uji kelimpahan Coliform dilakukan dengan metode MPN (Most Probably Number). Data yang diperoleh di stasiun 1 berkisar antara 3-93 MPN/100 ml, stasiun 2 berkisar antara 7-93 MPN/100 ml, dan stasiun 3 tidak ditemukan bakteri kelompok Coliform sama sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan laut Celukanbawang masih dalam keadaan baik sesuai dengan Pergub Bali No. 16 tahun 2016 tersebut.

Kata Kunci: perairan; limbah; metode MPN

  • 1.    Pendahuluan                                  Lingkungan Hidup pasal 1 ayat (14) menyebutkan

bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah

Menurut Undang-undang No.32 tahun 2009 masuk atau dimasukkanya makhluk hidup, zat, tentang    Perlindungan    dan    Pengelolaan   energi, dan/atau komponen lain ke dalam

lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Salah satu persoalan lingkungan adalah potensi pencemaran pada perairan laut yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan manusia, seperti kegiatan industri maupun rumah tangga yang dapat mempengaruhi kualitas air suatu perairan (Karyadi, 2010). Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Keberadaan parameter biologis perairan tersebut juga dapat bertambah apabila limbah tidak dikelola dan terus dialirkan ke suatu perairan (Manulu, 2011).

Pencemaran dalam suatu perairan mempunyai hubungan   dengan jenis   dan jumlah

mikroorganisme dalam perairan tersebut. Air sungai yang bermuara di laut juga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri apabila sungai tersebut dijadikan tempat pembuangan limbah, salah satunya yaitu limbah rumah tangga, seperti feses. Mikroorganisme yang pada umumnya digunakan sebagai indikator pencemaran perairan dan dapat ditemukan dalam jumlah banyak yaitu bakteri jenis Coliform (Yudo, 2006). Mengacu pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 mengenai Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut dan Baku Mutu Air Laut Untuk Pariwisata dan Rekreasi (Mandi, Renang, dan Selam), Total Coliform yang masih ditoleransi keberadaannya di perairan laut, yaitu 1000 MPN/100 ml, sedangkan kelimpahan koli tinja atau E. coli yang diperbolehkan, yaitu Nihil/100 ml.

Berbagai macam kegiatan yang dilakukan di sekitar perairan Desa Celukanbawang dapat menghasilkan limbah, baik itu limbah rumah tangga, industri, budidaya, peternakan, dan limbah dari berbagai kegiatan perkapalan yang ada di perairan tersebut, maka perlu diadakan studi lebih lanjut mengenai kondisi perairan laut Desa Celukanbawang    dengan    mengidentifikasi

keberadaan atau kelimpahan bakteri kelompok Coliform.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi pengambilan sampel adalah di perairan laut Celukanbawang, Provinsi Bali. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan November 2018.

  • 2.2    Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, autoklav, inkubator, tabung durham, cawan petri, botol pengecer, cool box, jarum ose, Bunsen, pippetor, tabung reaksi, rak tabung reaksi, kapas, alumunium foil, kertas label, alat tulis, botol sampel, water sampler, thermometer, DO meter (DO-5509, Lutron), refraktometer (Atago), dan pH pen (VIVOSUN).

Bahan yang digunakan dalam uji kelimpahan Coliform, yaitu sampel air laut, media LB (Lactose Broth) (BRILA broth), media BGBB (Brillian Green Bile Broth) (HIMEDIA), media EMB (Eosin Methylene Blue Agar) (TM MEDIA), dan media NA (Nutrient Agar) (HIMEDIA).

  • 2.3    Penentuan lokasi penelitian

Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling atau metode yang sengaja dilakukan untuk menentukan stasiun penelitian. Stasiun penelitian ditetapkan berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jumlah stasiun yang ditetapkan pada penelitian sebanyak 3 stasiun dan dibedakan berdasarkan kegiatan masyarakat di wilayah pesisir dan laut Celukanbawang.

  • 2.4    Pengambilan sampel air laut

Sampel air laut diambil dari kolom-permukaan perairan di setiap stasiun dengan 3 kali pengulangan. Sampel diambil dengan jarak 200 meter dari garis pantai menggunakan perahu. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 1,5 L untuk uji Nitrat dan 100 ml untuk pengujian Coliform.

  • 2.5    Uji parameter kualitas air laut

Parameter kualitas air laut yang akan diuji adalah derajat keasaman (pH), kadar garam terlarut (salinitas), suhu, oksigen terlarut (DO), dan Nitrat. Pengujian pH, salinitas, suhu, dan DO dilakukan langsung di lokasi penelitian atau secara in situ, sedangkan untuk pengujian Nitrat dilakukan di UPT Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali. Parameter kualitas air tersebut merupakan

Tabel 1

Kualitas air

No

Stasiun Pengamatan

Suhu (°C)

Salinitas (ppt)

DO (mg/L)

pH

Nitrat (mg/L)

1

Stasiun 1

25,0 ± 1,2

29,0 ± 0,6

10,2 ± 0,6

8,0 ± 0,1

0,008

2

Stasiun 2

25,6 ± 1,5

29,0 ± 0,6

9,4 ± 1,0

8,0 ± 0,2

0,007

3

Stasiun 3

28,0 ± 2,1

29,0 ± 0,6

8,6 ± 0,8

7,9 ± 0,2

0,004


beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri jenis Coliform.

  • 2.6    Uji Coliform

Uji kelimpahan Coliform dilakukan menggunakan metode MPN (Most Probably Number) yang merupakan salah satu metode pengujian kuantitas bakteri yang ada di dalam perairan. Standar analisa air untuk mengetahui adanya bakteri Coliform ada 3 tahapan uji, yaitu Uji penduga (presumptive test) dilakukan pada media Lactose Broth (LB). Sampel yang positif akan diuji lagi pada tahap selanjutnya yaitu uji penegas (confirmed test) yang dilakukan pada media Briliant Green Bile Broth (BGBB) Sampel yang diuji positif pada uji penegasan diperlukan pengujian ketahap selanjutnya yaitu tahap pelengkap (completed test) (Artianto, 2009).

  • 2.7    Analisis data

Data hasil uji kelimpahan Coliform dengan metode MPN dianalisis secara deskriptif kualitatif dan ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 mengenai Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut dan Baku Mutu Air Laut Untuk Pariwisata dan Rekreasi (Mandi, Renang, dan Selam).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1    Kelimpahan Coliform

Hasil penelitian yang dilakukan pada Bulan November 2018 mengenai kelimpahan bakteri kelompok Coliform pada 3 stasiun pengamatan berkisar antara 3-93 MPN/100 ml. Jumlah tersebut masih di bawah baku mutu yang ditentukan pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 mengenai Kriteria Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut, yaitu 1000 MPN/100 ml. Hasil analisis

Coliform ditampilkan pada Gambar 1.

Lokasi

Gambar 1. Kelimpahan Bakteri Coliform

  • 3.1.2    Kualitas air

Hasil rata-rata pengukuran kualitas air laut dapat dilihat pada Tabel 1. Pengukuran kualitas air merupakan hasil rata-rata dan standar deviasi dari 3 kali pengulangan pada setiap stasiun penelitian. Suhu perairan berkisar antara 25,0-28,0°C. Salinitas masih dalam kadar alami perairan laut, yaitu 29,0 ppt pada semua stasiun penelitian. Kadar oksigen terlarut (DO) perairan memiliki kisaran 8,6-10,2 mg/L, perbedaan hasil di setiap stasiun penelitian dikarenakan rentang waktu pengukuran kualitas air yang berbeda. pH perairan laut Celukanbawang relatif normal, yaitu berkisar antara 7,9-8,0. Hasil uji nitrat yang dilakukan secara ex situ mendapatkan hasil yang normal, yaitu dalam kisaran 0,004-0,008 mg/L.

  • 3.2    Pembahasan

Perairan laut Celukanbawang merupakan muara dari beberapa aliran sungai yang pada saat penelitian berlangsung dalam keadaan kering dikarenakan kemarau yang berkepanjangan dan dipenuhi oleh berbagai macam limbah organik maupun anorganik. Limbah-limbah tersebut akan tetap mengendap di aliran sungai yang kering hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan. Limbah yang ditemukan di daerah pesisir sekitar lokasi penelitian juga sangat berpengaruh dengan pasang surut. Kondisi surut menyebabkan limbah tampak

jelas dan merusak estetika dari kawasan pesisir Celukanbawang. Sedangkan, kondisi air yang pasang akan membawa limbah tersebut ke laut dan menyebabkan terganggunya biota karena habitatnya dicemari oleh limbah yang berpotensi menimbulkan berbagai macam bakteri patogen di laut.

Kegiatan masyarakat di sekitar perairan laut Celukanbawang yang semakin meningkat dan pola hidup masyarakat yang masih membuang berbagai macam limbah domestik ke aliran sungai yang bermuara di laut dapat mempengaruhi kualitas perairan. yang telah tercemar oleh limbah dapat diindikasikan dengan keberadaan mikroorganisme di perairan tersebut, salah satunya yaitu bakteri kelompok Coliform. Semakin tinggi kelimpahan Coliform di suatu perairan, maka semakin tinggi pula pertumbuhan bakteri patogen yang dapat mencemari biota perairan serta menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia apabila perairan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan manusia (Widyaningsih, 2016).

Jumlah kelimpahan Coliform di stasiun 1 berkisar antara 3-93 MPN/100 ml dengan jumlah rata-rata 38 MPN/100 ml (Gambar 1). Stasiun ini merupakan daerah pesisir yang terdapat beberapa pedagang yang masih memanfaatkan pantai dan aliran sungai untuk membuang limbah sayur dan ikan yang tidak layak jual. Lokasi ini merupakan stasiun yang ditemukan limbah dengan kelimpahan terbanyak dibandingkan dengan 2 stasiun pengambilan sampel lainnya. Jenis limbah yang mendominasi di sekitar lokasi penelitian berbeda di setiap stasiunnya. Limbah yang banyak ditemukan di sekitar stasiun 1 adalah sayuran dan ikan busuk yang dibuang oleh pedagang langsung ke pesisir, feses manusia juga ditemukan beberapa meter dari stasiun pengambilan sampel.

Limbah rumah tangga seperti feses atau sisa makanan merupakan faktor penyebab pencemaran lingkungan air oleh bakteri kelompok Coliform (Adrianto, 2018). Ditemukannya kelimpahan Coliform tertinggi pada stasiun ini dikarenakan keberadaan limbah tersebut di sekitar lokasi pengambilan sampel. Sebagian besar limbah yang ditemukan berjarak sekitar 2 meter dari garis pantai dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, limbah akan terbawa ke perairan laut saat kondisi pasang sehingga mempengaruhi kualitas perairan.

Kegiatan masyarakat terbanyak ditemukan pada stasiun 2. Lokasi ini dimanfaatkan sebagai

posko Kelompok Nelayan Segara Madu, lokasi ternak kambing, serta dimanfaatkan sebagai tempat untuk rekreasi mandi dan renang oleh masyarakat sekitar. Kegiatan yang banyak menghasilkan limbah yaitu ternak kambing. Limbah feses dan sisa pakan banyak ditemukan di sekitar lokasi penelitian dengan jarak 6 meter. Limbah tersebut dapat mengalir ke laut saat kondisi pasang dan saat musim penghujan tiba. Mengalirnya limbah ke laut dapat mempengaruhi kualitas perairan dengan tumbuhnya mikroorganisme indikator pencemaran, yaitu Coliform (Tururaja, 2010).

Hasil uji menunjukkan bahwa kelimpahan Coliform lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan pada stasiun 1, yaitu berkisar antara 793 MPN/100 ml dengan jumlah rata-rata 37 MPN/100 ml (Gambar 1). Kondisi perairan yang tenang saat pengambilan sampel dan jarak antara garis pantai dengan lokasi ditemukannya limbah feses dan sisa pakan yang cukup jauh diduga sebagai pemicu rendahnya kelimpahan bakteri Coliform pada stasiun ini. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya air yang mengalirkan limbah tersebut ke laut dan limbah tetap berada di pantai hingga keadaan pasang dan musim penghujan tiba.

Keringnya aliran sungai yang menjadi penyumbang berbagai macam jenis limbah dan bermuara di stasiun 2 juga diduga sebagai salah satu pemicu rendahnya kelimpahan bakteri Coliform di stasiun ini. Limbah yang dibuang oleh masyarakat di aliran sungai tersebut mengendap hingga musim hujan tiba. Hal ini menyebabkan tidak adanya pengaruh dari limbah yang berada di aliran sungai saat penelitian berlangsung.

Stasiun 3 merupakan stasiun yang seharusnya ditemukan berbagai macam limbah karena aliran sungai yang bermuara di stasiun ini dimanfaatkan warga untuk membuang sampah dan terdapat beberapa WC tradisional di aliran sungai. Keringnya aliran sungai menyebabkan limbah-limbah tersebut tidak mengalir ke laut sehingga saat pengambilan sampel berlangsung tidak ditemukan sampah pada stasiun ini. Tambak udang yang berada di sekitar stasiun 3 juga sedang tidak beroperasi sehingga tidak ada limbah yang mengalir ke laut.

Aliran sungai yang bermuara di stasiun ini merupakan sungai terbesar dan paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat untuk membuang limbah. Limbah yang kemudian mengalir ke laut akan menjadi salah satu penyebab

tumbuhnya bakteri indikator pencemaran perairan, yaitu Coliform (Tururaja, 2010).

Hasil uji kelimpahan Coliform pada stasiun 3 tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri Coliform (Gambar 1). Hal ini diduga karena pengaruh cuaca kemarau dan keringnya sungai yang mengalir ke perairan laut Celukanbawang saat penelitian berlangsung, sehingga limbah yang ada di aliran sungai tersebut mengendap dan tidak mengalir ke laut hingga musim hujan tiba.

Limbah yang terdapat di aliran sungai yang bermuara pada stasiun 3 juga tidak berada di daerah yang dipengaruhi pasang surut. Berbeda halnya dengan limbah yang ditemukan di stasiun 1 dan 2, meskipun aliran sungai dalam keadaan kering, namun limbah ditemukan di daerah pasang surut sehingga dapat mengalir ke laut dan mempengaruhi kualitas perairan yang dibuktikan dengan adanya pertumbuhan bakteri indikator pencemaran pada stasiun tersebut. Bakteri kelompok Coliform yang ditemukan dalam jumlah sedikit dengan rata-rata berkisar antara 37-38 MPN/100 ml di perairan laut Celukanbawang sangat berbanding balik dengan kebiasaan masyarakat yang belum sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Limbah domestik berupa feses atau tinja yang ditemukan di beberapa stasiun penelitian merupakan salah satu faktor penyebab pencemaran lingkungan air oleh mikroorganisme, yaitu E. coli yang merupakan salah satu jenis bakteri dari kelompok Coliform. (Adrianto, 2018). Keberadaan mikroorganisme patogen di perairan yang disebabkan oleh limbah domestik merupakan dampak paling berbahaya karena dapat menularkan berbagai macam penyakit apabila masuk ke dalam tubuh manusia (Nusa, 2005).

Rendahnya kelimpahan Coliform di perairan laut Celukanbawang diduga karena pengaruh dari kondisi cuaca saat pengambilan sampel. Pengambilan sampel yang dilakukan pada musim kemarau menyebabkan aliran sungai yang menjadi sumber penghasil limbah kering. Dampak dari limbah di musim kemarau cenderung lebih besar dan lebih tampak pada aliran sungai dari pada laut, hal ini dikarenakan volume debit air limbah tetap, sedangkan volume debit air sungai menurun sehingga tidak terjadi pengeceran terhadap limbah yang mengendap di aliran sungai (Nusa, 2005)). Debit air yang menurun saat musim kemarau menyebabkan limbah mengendap di aliran sungai dan tidak mengalir ke laut. Mikroorganisme yang disebabkan oleh limbah diduga mengendap di

aliran sungai sehingga mikroorganisme ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan laut Celukanbawang.

Kualitas perairan juga diduga menjadi salah satu faktor rendahnya kelimpahan bakteri kelompok Coliform di perairan laut Celukanbawang. Suhu perairan berkaitan erat dengan kelimpahan suatu mikroorganisme, salah satunya yaitu bakteri kelompok Coliform. Bakteri kelompok ini dapat tumbuh pada suhu 10,0-45,0°C dengan suhu optimum, yaitu 37,0°C. Suhu yang optimum sangat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan bakteri, kecepatan sintesis enzim, dan kecepatan inaktivasi enzim (Knob and Carmona, 2008). Hasil pengukuran suhu diperairan laut Celukanbawang, yaitu berkisar antara 25,028,0°C. Sehingga, kelimpahan Coliform yang rendah di perairan laut Celukanbawang diduga karena suhu perairan yang berada di bawah suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri kelompok Coliform.

Kadar salinitas di perairan laut Celukanbawang, yaitu 29,0 ppt. Salinitas sangat berpengaruh pada kelimpahan bakteri Coliform, karena bakteri ini merupakan bakteri yang memiliki kemampuan adaptasi rendah dalam lingkungan. Bakteri kelompok Coliform memiliki resistensi yang terus menurun dan derajat kematian di perairan laut akan semakin meningkat dengan naiknya kadar salinitas yang sudah melebihi salinitas alami air laut itu sendiri (Sanusi, 2006).

Pengukuran oksigen terlarut (DO) di perairan laut Celukanbawang, yaitu berkisar antara 8,6-10,2 mg/L. Rendahnya kelimpahan bakteri kelompok Coliform di perairan laut Celukanbawang tidak berpengarauh dengan kadar DO yang diperoleh, karena bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif atau bakteri yang dapat tumbuh dengan maupun tanpa oksigen (Marojahan, 2007).

Kondisi pH perairan juga merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Coliform karena berkaitan dengan aktivitas enzim yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan dengan pertumbuhan bakteri. pH optimal untuk pertumbuhan bakteri, yaitu berkisar antara 6,5-7,5, sedangkan hasil menunjukkan bahwa pH perairan laut Celukanbwang lebih tinggi dari kadar optimal pertumbuhan bakteri Coliform, yaitu berkisar antara 7,9-8,0. Keadaan pH yang tidak optimal dalam lingkungan dapat mengganggu kerja enzim

tersebut dan mengganggu pertumbuhan bakteri (Sanita, 2013). Hal ini diduga sebagai salah satu faktor minimnya kelimpahan bakteri Coliform di perairan laut Celukanbawang.

Hasil uji nitrat menunjukkan hasil yang berkisar antara    0,004-0,008    mg/L.    Pertumbuhan

mikroorganisme di perairan erat kaitannya dengan jumlah nitrat di perairan tersebut, hal ini dikarenakan nitrat merupakan salah satu bahan anorganik yang dibutuhkan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme (Effendi, 2000).

  • 4.    Simpulan

Kelimpahan bakteri kelompok Coliform pada stasiun 1 berkisar antara 3 -93 MPN/100 ml, stasiun 2 berkisar antara 7-93 MPN/100 ml dan pada stasiun 3 tidak ditemukan pertumbuhan Coliform sama sekali di setiap pengulangan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri kelompok Coliform di perairan laut Celukanbawang masih sesuai dengan Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut dan Baku Mutu Air Laut Untuk Pariwisata dan Rekreasi (Mandi, Renang, dan Selam) yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.

  • 5.    Saran

Berdasarkan rendahnya hasil uji kelimpahan Coliform di Perairan Laut Celukanbawang pada saat musim kemarau dan keringnya aliran sungai yang dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat pembuangan limbah, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada saat musim penghujan untuk membandingkan kelimpahan bakteri Coliform pada kedua musim.

Ucapan terimakasih

Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas FMIPA Universitas Udayana sebagai tempat untuk menguji atau menganalisis sampel.

Daftar Pustaka

Artianto, I. (2009). Uji Air Limbah Dan Pembuatan Media Identifikasi Bakteri MPN Coliform. Skripsi. Surakarta, Indonesia: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Adrianto R. (2018). Pemantauan jumlah bakteri coliform di Perairan Sungai Provinsi Lampung. Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi), 10(1), 1-6.

Karyadi, L. (2010). Partisipasi Masyarakat Dalam Program Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal) Komunal Di Rt 30 Rw 07 Kelurahan Warungboto, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta, Indonesia: Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Gubernur Bali. (2016). Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Bali-Indonesia: Gubernur Bali.

Knob, A & Carmona, E.C. (2008). Xylanase production by Penicillium sclerotiorum and its characterization. World Applied Sciences Journal, 4(2), 277-283.

Manulu, J. (2011). Analisis tingkat pencemaran air dengan metode indeks pencemaran di Teluk Youtefa, Jayapura, Provinsi Papua. Berita Biologi, 10(6), 749-761.

Marojahan. (2007). Oksigen terlarut dan apparent oxygen utilization di Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Ilmu Kelautan, 12(2), 59-66.

Nusa, I.S & Rulasih M. 2005. Mikroorganisme patogen dan parasit di dalam air limbah domestik serta alternatif teknologi pengolahan. Jurnal Air Indonesia, 1(1), 65-81.

Sanita, S. (2013). Pengaruh suhu dan pH terhadap laju pertumbuhan lima isolat bakteri anggota genus Pseudomonas yang diisolasi dari ekosistem sungai tercemar deterjen di sekitar kampus Universitas Brawijaya. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari, 3(2), 58-62.

Sanusi,H. S. (2006). Kimia laut proses fisik kimia dan interaksinya dengan lingkungan. Skripsi. Bogor, Indonesia:  Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Tururaja T & Mogea R. (2010). Bakteri coliform di Perairan Teluk Doreri, Manokwari. aspek pencemaran laut dan identifikasi species. Ilmu Kelautan, 15(1), 47–52.

Widyastuti E., Sukanto, & Setyaningrum N. (2015). Pengaruh limbah organik terhadap status tropik, rasio n/p serta kelimpahan fitoplankton Waduk Panglima Besar Soedirman, Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Biosfera, 32(1), 35-41.

Widyaningsih, W. (2016). Analisis total bakteri Coliform di Perairan Muara Kali Wiso Jepara. Diponegoro Journal of Maquares, 5(3), 157-164.

Yudo, S. (2006). Kondisi Pencemaran Logam Berat di Perairan Sungai DKI Jakarta. Jurnal Air Indonesia, 2(1), 1-15.

Curr.Trends Aq. Sci. II(1): 103-109 (2019)