Current Trends in Aquatic Science

62

Kajian Kesesuaian Pulau Pasir Putih dalam Kerangka Pengembangan Ekowisata Bahari di Pantai Sumberkima, Buleleng, Bali

Ni Putu Cintya Kriss Jayanthi*, I Wayan Restu, Made Ayu Pratiwi

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-896-711-699-22 Alamat e-mail: cintyakrissjayanthi@gmail.com

Diterima (received) 17 November 2018; disetujui (accepted) 16 Februari 2019

Abstract

This study aims to conduct a study of the suitability level, carrying capacity and management strategies of Pasir Putih Island, for coastal recreational activities, swimming and seagrass tourism in the snorkeling category. This research uses descriptive quantitative method. Primary data collection consisted of coastal water quality data. This study aims to determine the level of suitability, carrying capacity and development strategies in the waters of Pasir Putih Island, for coastal recreational activities, swimming and seagrass tourism in the snorkeling category. The method used is observation with comparative analysis and SWOT analysis. Based on observations, Pasir Putih Island has unspoiled ecological potential such as white sand and clear water conditions. The results obtained from the calculation of the tourist area suitability index for recreational and swimming activities are 86.8% or classified as very suitable category (S1), as well as the suitability value for seagrass tourism in the snorkeling category classified as very suitable category (S1) with a value of 92.5% . Carrying Capacity of Pasir Putih Island for coastal recreational tourism activities of 59 people per day, swimming tours of 27 people per day and seagrass tourism in the snorkeling category 136 people per day. This can be compared to the number of visitors coming to the island based on observations ranging from 10 people per day. SWOT analysis obtained 4 main development strategy plans on the SO or (Growth Oriented Strategy) strategy, relying on the strength to reach the maximum opportunities. It can be interpreted that tourism utilization in Pasir Putih Island is only 4.5%, so that based on the results of the calculation of carrying capacity can still be developed again by 95.5%.

Keywords: suitability; carrying capacity; marine ecotourism

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian, daya dukung dan strategi pengembangan di kawasan diperairan Pulau Pasir Putih, untuk kegiatan rekreasi pantai, berenang dan wisata lamun kategori snorkeling. Metode yang digunakan adalah observasi dengan analisa komperatif dan analisis SWOT. Berdasarkan hasil observasi, Pulau Pasir Putih memiliki potensi ekologis yang masih alami seperti pasir yang berwarna putih dan kondisi perairan yang jernih. Hasil yang diperoleh dari perhitungan indeks kesesuaian kawasan wisata untuk kegiatan rekreasi dan berenang adalah 86,8% atau tergolong kategori sangat sesuai (S1) , begitu juga nilai kesesuaian untuk wisata lamun kategori snorkeling tergolong kategori sangat sesuai (S1) dengan nilai 92,5%. Daya Dukung Kawasan Perairan Pantai Pulau Pasir Putih untuk kegiatan wisata rekreasi pantai sebesar 59 orang perhari, wisata berenang 27 orang perhari dan wisata lamun kategori snorkeling 136 orang per harinya. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah pengunjung yang datang ke pulau tersebut berdasarkan pengamatan berkisar 10 orangp erhari. Analisis SWOT diperoleh 4 rencana strategi pengembangan utama pada strategi SO atau (Growth Oriented Strategy), dengan mengandalkan kekuatan untuk meraih peluang sebesar-besarnya. Dapat diartikan bahwa pemanfaatan wisata di Pulau Pasir Putih baru sebesar 4,5%, sehingga berdasarkan hasil perhitungan daya dukung masih dapat dilakukan pengembangan lagi sebesar 95,5%.

Kata Kunci: Kesesuaian; Daya Dukung; Ekowisata Bahari

  • 1.    Pendahuluan

Pengembangan ekowisata di suatu daerah perlu diupayakan karena memiliki banyak manfaat baik dalam segi ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya. Kabupaten Buleleng sebagai daerah tujuan wisata memiliki beberapa kelemahan yang menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan relatif kecil bila dibandingkan dengan daerah lain yang berada di bagian selatan pulau Bali (BPS Provinsi Bali, 2017). Salah satunya adalah jarak yang cukup jauh dari ibu kota provinsi dan bandara. Sesungguhnya Kabupaten Buleleng memiliki potensi besar bagi pengembangan sektor pariwisata dengan memanfaatkan keindahan dan kekayaan alam.

Pulau Pasir Putih atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gili Putih merupakan sebuah kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Pulau ini ditemukan pada tahun 2013, awalnya pulau ini hanya sebuah benting pasir yang setiap tahun luasnya terus bertambah. Berdasarkan pengukuran kawasan menggunakan software GIS (Geographic Information System) diketahui luas Pulau Pasir Putih pada tahun 2018 mencapai 0,74 Ha. Pulau Pasir Putih memiliki ekosistem perairan yang masih alami untuk pengembangan ekowisata bahari. Terdapat ekosistem padang lamun, pasir putih bersih dan keindahan bawah laut yang cukup sesuai untuk pengembangan ekowisata bahari, serta dikembangkan menjadi salah satu Objek Daerah Tujuan Wisata (ODTW). Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata yang berorientasi pada kelestarian lingkungan perairan Damanik dan Weber (2006). Penyusunan kerangka pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasir Putih dapat terlaksana dengan mengkaji kesesuaian dan daya dukung lingkungan.

Analisis kesesuaian diperlukan untuk mengetahui potensi dari sumberdaya untuk dikembangkan sebagai objek ekowisata bahari, karena setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumber daya dan lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan (Rahmawati, 2009). Sedangkan kajian daya dukung wisata bahari diperlukan untuk menentukan jumlah maksimum pengunjung wisata yang masih ditolerir satu kawasan wisata. Sehingga nilai dari sumber daya Pulau Pasir Putih serta tata pola pemanfaatan kawasan dapat lebih

terarah untuk menghasilkan strategi pengelolaan yang tepat. Hal ini dilakukan agar pengembangan kegiatan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung dibatasi.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari 2018 - April 2018 bertempat di Pulau Pasir Putih, Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinisi Bali. Lokasi penelitian dibagi atas 3 stasiun disekitar Pulau Pasir Putih. Pada ketiga stasiun tersebut akan dilakukan pengukuran parameter kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai dan berenang serta wisata lamun kategori snorkeling. Penambahan 2 stasiun di Pantai Sumberkima (stasiun 4 dan stasiun 5) yang bertujuan untuk pengambilan data sosial dan data responden.

Gambar 1. Pulau Pasir Putih, Buleleng, Bali.

  • 2.2.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sedangkan medote pengumpulan data yang digunakan adalah teknik purposive (Direktorat tenaga pendidikan, 2008). Data primer yang dikumpukan diantaranya pengukuran kualitas perairan, parameter kesesuaian kawasan untuk rekreasi pantai, berenang dan wisata lamun kategori snorkeling. Dalam penelitian ini data primer juga diperoleh dari jawaban responden terhadap wawancara pengisian kuesioner yang disampaikan langsung oleh peneliti. Sedangkan data sekunder diperoleh dari jurnal, tesis, buku, dan data terkait penelitian yang dikumpulkan dari instansi pemerintahan

seperti Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan dan BPS Kabupaten Buleleng.

  • 2.3.    Analisis Data

    • 2.3.1.    Analisis Kesesuaian Wisata

Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai adalah (Yulianda, 2007):

dimana IKW adalah indeks kesesuaian wisata; Ni adalah nilai total keseluruhan (Bobot x Skor); dan Nmaks adalah nilai maksimum dari suatu kategori wisata. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi menjadi 4 kelas kesesuaian meliputi Sangat sesuai (S1) dengan nilai 80 % –100 %, Sesuai (S2) dengan nilai 60% - <80%, Sesuai Bersyarat (S3) dengan nilai 35% -< 60% dan Tidak Sesuai (N) dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata kategori rekreasi pantai dan berenang disajikan pada Tabel 1, Sedangkan kesesuaian wisata lamun kategori snorkeling disajikan pada Tabel 2.

IKW =


Ni

Nmaks


× 100%


(1)


Tabel 1.

Indeks Kesesuaian Wisata Rekreasi Pantai dan Berenang


Parameter

Bobot

S1

Skor

S2

Skor

S3

Skor

N

Skor

Kedalaman Perairan (m)

5

0-3

3

>3-6

2

>6-10

1

>10

0

Tipe pantai

5

Pasir

3

Pasir

2

Pasir

1

Lumpur,

0

putih

putih

hitam

Lebar pantai (m)

5

>15

3

10-15

2

3-<10

1

<3

0

Material dasar perairan

3

Pasir

3

Karang

2

Pasir

1

Lumpur

0

berpasir

lumpur

Kecepatan Arus (m/dt))

3

0-0.17

3

0,17-0,34

2

0,34-0,51

1

>0,5

0

Kemiringan Pantai (o)

3

<10

3

10-25

2

>25-45

1

>45

0

Kecerahan Perairan (%)

1

>75

3

50-75

2

25-50

1

<25

0

Penutupan lahan pantai

1

Kelapa,

3

Semak,

2

Belukar

1

Bakau,

0

lahan

belukar,

tinggi

pemukim

terbuka

savanna

an

Biota Berbahaya

1

Tidak

3

Bulu

2

Bulu Babi,

1

Bulu Babi,

0

ada

Babi

Ubur-

Ubur-

ubur

ubur,ular

Ketersediaan air tawar

1

<0.5 km

3

>0.5-1 km

2

>1-2 km

1

>2 km

0

Nilai Maksimum =

84

Sumber : Yulianda, 2007


Tabel 2.

Indeks Kesesuaian Wisata Lamun Kategori Snorkeling


Parameter

Bobot

S1

Skor

S2

Skor

S3

Skor

N

Skor

Tutupan (%) Kecerahan

5

>75

3

>50-75

2

25-50

1

<25

0

5

>75

3

>50-75

2

25-50

1

<25

0

Perairan (%)

Jenis biota

5

>10

3

6-10

2

3-5

1

<3

0

Cymoducea,

Syringodium,

Jenis Lamun

5

Halodule,

3

Thalasodendr

2

Thalasia

1

Enhalus

0

Halophila

on

Pasir Ber lumpur

Jenis Substrat

3

Pasir Berkarang

3

Pasir

2

1

Lumpur

0

Kecepatan arus (cm/dt)

2

0-15

3

>15-30

2

>30-50

1

>50

0

Kedalaman

2

1-3

3

>3-6

2

>6-10

1

>50

0

Nilai Maksimum =

81

Sumber : Yulianda , 2007


  • 2.3.1.    Analisis Daya Dukung Kawasan

Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan daya dukung lingkungan (biofisik dan sosial) terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya. Daya dukung wisata dapat dihitung dengan rumus (Yulianda et al., 2010) :

Lp Wt

DDK = K ×-*-×--


Lt Wp


dimana K adalah Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area; Lp adalah luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan; Lt yaitu unit area untuk kategori tertentu; Wt adalah waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari; dan Wp adalah waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan.

  • 2.3.3.    Analisis Tutupan Lamun

Adapun penghitungan penutupan jenis lamun tertentu pada masing-masing petak dilakukan dengan menggunakan rumus:

γ  (Mi × fi)

C

f

(3)


dimana C adalah presentase penutupan jenis lamun i; Mi adalah presentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun I; Fi adalah frekuensi munculnya kelas penutupan ke – I; f adalah banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i.

  • 2.3.4.    Analisis SWOT

Analisis SWOT menurut Rangkuti (2013) dapat digunakan untuk merancang strategi pengembangan ekowisata bahari Pulau Pasir Putih. Penilaian mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, pengembangan Pulau Pasir Putih dinilai dari hasil pengamatan di lokasi penelitian melalui wawancara dan kuesioner kepada responden. Komponen-komponen dalam analisis SWOT tersebut dimulai dari mengidentifikasi faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang disusun dalam diagram matrik SWOT. Langkah selanjutnya adalah memilih alternatif strategi yang terbaik untuk diterapkan, maka setiap alternatif strategi yang ada diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya, kemudian diberi rangking.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Kualitas Perairan

      Tabel 3.

      Kualitas Perairan Pulau Pasir Putih

      (2)

      Parameter

      Stasiun

      1

      Stasiun

      2

      Stasiun

      3

      Baku Mutu

      Suhu (oC)

      30,7

      30,6

      31

      26-30

      Salinitas (‰)

      33

      32

      34

      Alami

      pH

      7,1

      7,7

      8,1

      6,5 -8,5

      DO (mg/L)

      7,6

      6,1

      6,8

      ≥ 5

      Sampah

      Nihil

      Nihil

      Nihil

      Nihil

      Pengukuran

      kualitas

      perairan

      dilakukan

      ditiga


stasiun sepanjang wilayah perairan Pantai Pulau Pasir Putih. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Bali No 16 Tahun 2016 tentang baku mutu air laut untuk pariwisata dan rekreasi (mandi, renang dan selam). Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa suhu rata-rata di perairan Pantai Pulau Pasir Putih pada stasiun 1 adalah 30,7oC, stasiun 2 sebesar 30,6oC dan stasiun 3 sebesar 31oC. Kisaran nilai suhu perairan yang diperoleh sedikit melebihi nilai baku mutu dikarenakan pengambilan sampel yang berlangsung pada siang hari. Salinitas terendah berada pada stasiun 2 yaitu sebesar 32‰ dan tertinggi pada stasiun 3 sebesar 34‰. Pengukuran pH terendah berada pada stasiun 1 sebesar 7,1 dan tertinggi pada stasiun 3 sebesar 8,1. Konsentrasi oksigen terlarut terendah di Perairan Pantai Pulau Pasir Putih berada pada stasiun 2 pada sebesar 6,1 mg/l dan tertinggi berada pada stasiun 1 sebesar 7,6 mg/l.

  • 3.2.    Analisis Kesesuaian Wisata

Tabel 4.

Analisis Kesesuaian Wisata Pulau Pasir Putih

Rekreasi

Wisata

Stasiun

dan

Berenang

Ket

Lamun

Snorkeling

Ket

Stasiun I

85,7 %

Sangat Sesuai

91,3%

Sangat Sesuai

Stasiun

85,7 %

Sangat

41,9%

Sesuai

II

Sesuai

Bersyarat

Stasiun III

89,2 %

Sangat Sesuai

93,8%

Sangat Sesuai

Berdasarkan pengukuran parameter indeks kesesuaian wisata pada ketiga stasiun menunjukan kecepatan arus yaitu 0,10-0,30 m/dt yang tergolong dalam kategori arus lambat hingga sedang.

Kedalaman perairan kurang dari 1 meter, yang menandakan perairan tersebut tergolong dangkal. Dangkalnya perairan pulau dan jenis substrat yang berupa pasir putih menyebabkan kecerahan perairan sangat tinggi yaitu 96%. Menurut Pangesti (2007) jenis dan warna pasir pada suatu objek ekowisata memberikan nilai tersendiri bagi estetika pantai, dimana pantai yang memiliki jenis pasir putih sangat diminati oleh para wisatawan. Biota berbahaya ditemukan pada stasiun I dan III, sedangkan pada stasiun II tidak ditemukan biota berbahaya yang hidup didalamnya. Jarak yang harus ditempuh untuk mendapatkan air tawar adalah lebih dari 2 km, dikarenakan lokasi terdekat untuk mendapatkan air tawar yaitu pada stasiun 4 hingga stasiun 5. Berdasarkan hasil perhitungan kesesuaian rata-rata terhadap indeks kesesuaian wisata rekreasi pantai dan berenang pada ketiga stasiun, didapatkan nilai kesesuaian yaitu 86,7% yang termasuk dalam kategori sangat sesuai.

Hasil analisis kesesuaian wisata pantai untuk kategori rekreasi dan berenang di kawasan perairan Pulau Pasir Putih dengan mempertimbangkan semua parameter yang mempengaruhinya yaitu sebesar 86,9%. Sehingga Perairan Pantai Pulau Pasir Putih tergolong sangat sesuai untuk dijadikan objek daya tarik wisata bahari dengan kategori rekreasi pantai dan berenang. Hasil perhitungan ini sebanding dengan hasil penelitian Nugraha (2013) di Pulau Pantai Panjang Provinsi Bengkulu didapatkan nilai kesesuaian wisata rekreasi tertinggi yaitu 86,9%. Tingginya nilai kesesuaian di Pantai Panjang disebabkan karena tingginya nilai kualitas dari parameter-parameter yang terbilang sebagai parameter pokok yakni, tipe pantai, kedalaman perairannya dan kemiringan pantai.

Kecerahan menjadi parameter utama dalam aktivitas wisata lamun kategori snorkeling. Kecerahan perairan yang mencapai 100% membuat tingginya nilai tutupan lamun akibat proses fotosintesis yang optimal. Fotosintesis sangat dipengaruhi oleh suhu, perairan Pulau Pasir Putih memiliki suhu tertinggi yaitu 31°C yang sangat ideal untuk proses pertumbuhan lamun. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dugong and Seagrass Conservation Project, (2016). Dimana lamun membutuhkan suhu optimum 25°C-35°C untuk mendukung proses fisiologis lamun seperti fotosintesis, laju pertumbuhan, respirasi dan reproduksi. Selain itu nilai kecerahan yang tinggi membuat perairan tersebut sangat jernih dan daya

tampak atau lihat para wisatawan terhadap ekosistem padang lamun cukup tinggi.

Penetrasi cahaya yang baik mempengaruhi tingginya tutupan lamun. Persentase tutupan lamun pada stasiun I yaitu sebesar 86%, pada stasiun III sebesar 98%. Sedangkan pada stasiun II tidak ditemukan lamun yang hidup didalamnya, hal tersebut dikarenakan tingginya kecepatan arus pada stasiun II dibanding dengan staisun lainya yaitu 0,30 cm/dt yang tergolong dalam arus sedang. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Tambunan (2013) yang mengemukakan bahwa kategori arus sedang yaitu kecepatan pada kisaran 0,25 – 0,50 m/dt. Laju kecepatan arus pada stasiun II disebabkan oleh perairannya yang lebih terbuka. Terdapat 5 jenis lamun dan ditemukan 6-10 jenis biota yang terdiri dari kelompok pisces dan invertebrata.

Hasil analisis kesesuaian lamun kategori snorkeling di kawasan perairan Pulau Pasir Putih di kedua stasiun dengan mempertimbangkan semua parameter yang mempengaruhinya yaitu sebesar 92,5%, dapat diartikan tergolong sangat sesuai untuk dikembangkan wisata lamun kategori snorkeling. Hasil kesesuaian tersebut sebanding dengan penelitian Yohanes (2017) yang mendapatkan nilai 96,3% atau sangat sesuai untuk atraksi wisata lamun snorkeling di Pantai Basing dengan menggunakan 7 parameter yang sama dalam matriks kesesuaian wisata lamun snorkeling. Dimana kecerahan perairan, jenis lamun, jenis biota dan tutupan lamun menjadi parameter yang memiliki nilai terpenting dalam wisata lamun. Kecerahan perairan yang mencapai 100% membuat di Pantai Basing sangat jernih dan daya tampak para wisatawan terhadap ekosistem padang lamun cukup tinggi. Menurut Dahuri (2004) banyaknya jenis lamun dan jenis biota menjadi daya tarik bagi wisatawan khususnya wisatawan pencinta lamun.

  • 3.4.    Analisis Daya Dukung Kawasan

Pulau Pasir Putih memiliki luas 0,74 ha dengan area yang dimanfaatkan untuk rekreasi sebesar 20% atau 1480 m2. Setiap wisatawan diperkirakan membutuhkan waktu 2 jam dan luas area sebesar 50 m2. Sedangkan waktu yang disediakan kawasan untuk rekreasi pantai adalah 4 jam sehari. Sehingga diperoleh nilai daya dukung untuk rekreasi pantai di Pulau Pasir Putih adalah sebanyak 59 orang/hari. Daya dukung kawasan Pulau Pasir Putih untuk kegiatan berenang adalah 27 orang/hari, dengan

garis pantai yang dapat dimanfaatkan sepanjang 695 m. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang bisa digunakan wisatawan untuk berenang tersebut adalah 2 jam dan setiap wisatawan diperkirakan membutuhkan unit area sebesar 50 m.

Ekowisata lamun kategori snorkeling memiliki daya dukung pemanfaatan sebesar 136 orang/hari dengan luas kawasan lamun yaitu sebesar 17000 m2 atau 10% dari total luas area lamun dan diperkirakan setiap wisatawan membutuhkan luas area 250 m2. Adapun waktu yang disediakan oleh pihak pengelola adalah 4 jam per hari dengan lama waktu yang biasa digunakan wisatawan untuk snorkeling adalah 2 jam.

Hasil perhitungan total daya dukung di kawasan perairan Pulau Pasir Putih adalah 222 orang/hari atau lebih tepatnya 1.554 orang/minggu. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah pengunjung yang datang ke pulau tersebut berdasarkan pengamatan berkisar 10 orang/hari atau 70 orang/minggu. Dapat diartikan bahwa pemanfaatan wisata di Pulau Pasir Putih baru sebesar 4,5%, sehingga masih dapat dilakukan pengembangan lagi sebesar 95,5%. Hasil tersebut sebanding dengan penelitian Bahar dan Tamburu (2010) di Pulau Pasir Putih Kabupaten Polewari Mandar menghasilkan nilai daya dukung 1200 orang perhari dengan waktu yang disediakan

kawasan yaitu 4 jam per hari dan luas kawasan pulau yang dapat dimanfaatkan yaitu 3 ha.

  • 3.5.    Strategi Pengembangan Pulau Pasir Putih

Pada matriks faktor internal (IFAS) ditampilkan 5 faktor kekuatan dan 5 faktor kelemahan. Komponen kekuatan pada tabel 5 dan tabel 6 menunjukan bahwa kondisi ekosistem yang masih alami di kawasan Pulau Pasir Putih sebagai fakor kekuatan yang menjadi prioritas utama dengan nilai 0,440. Sedangkan sarana dan prasarana yang masih kurang memadai menjadi faktor kekurangan prioritas utama dengan nilai 0,440. Pada matriks faktor eksternal (EFAS) ditampilkan 4 faktor peluang dan 4 faktor ancaman. Jumlah total bobot pada tiap faktor harus 1. Komponen peluang pada tabel 4.15 menunjukan bahwa potensi atau kondisi pengunjung atau wisatawan dari luar Kabupaten Buleleng sebagai fakor peluang yang menjadi prioritas utama dengan nilai 0,556. Keberadaan sektor industri dan rumah tangga menjadi prioritas utama pada faktor ancaman dengan nilai 0.556. Berdasarkan perhitungan total skor dan bobot IFAS dan EFAS, diperoleh masing-masing yaitu IFAS sebesar 2,683 sedangkan EFAS 2,407. Hasil perhitungan tersebut menunjukan IFAS>EFAS yang berarti bahwa faktor internal lebih kuat dari pada faktor eksternal.

Tabel 5.

Matriks IFAS

No

Indikator Kekuatan

Bobot

Rating

Skor

S1

Kondisi ekosistem perairan yang masih alami.

0,110

4

0,440

S2

Suasana objek wisata yang tenang dan pemandangan sekitar yang luas.

0,106

3

0,318

S3

Terdapat 5 jenis lamun dengan tutupan mencapai 100%.

0,107

3

0,321

S4

Dukungan Pemerintah untuk meningkatkan pariwisata di Kabupaten

0 094

2

0 188

Buleleng dengan pengembangan Pulau Pasir Putih sebagai ODTW.

S5

Dukungan Masyarakat dengan adanya pembentukan POKDARWIS

0,093

2

0,186

0,51

1,453

Indikator Kelemahan

W1

Letak Pulau Pasir Putih yang jauh dari pusat kota

0,103

3

0,309

W2

Sarana dan prasarana fisik yang masih kurang memadai

0,110

4

0,440

W3

Status kepemilikan Pulau Pasir Putih yang belum jelas

0,088

1

0,088

W4

Belum adanya peraturan lokal yang mengatur pemanfaatan SDA laut

0,087

1

0,087

W5

Kurang optimalnya promosi daya tarik wisata di Pulau Pasir Putih.

0,102

3

0,306

0,49

1,230

Total

1

24

2,683


Tabel 6.

Matrix EFAS

No

Indikator Peluang

Bobot

Rating

Skor

O1

Potensi atau kondisi wisatawan dari luar Kabupaten Buleleng

0,139

4

0,556

O2

Adanya rencana pemerintah daerah mengembangkan Pulau Pasir Putih

0,128

3

0,384

O3

Keberadaan sektor-sektor lain yang dapat mendukung kegiatan wisata

0,117

2

0,234

O4

Terbukanya Lapangan Pekerjaan bagi masyarakat sekitar

0,121

3

0,353

0,505

1,537

Indikator Ancaman

T1

Adanya konflik kepentingan

0,118

2

0,236

T2

Keberadaan sektor industri dan rumah tangga

0,139

4

0,556

T3

Kerusakan lingkungan akibat pengembangan yang seenaknya

0,132

4

0,528

T4

Persaingan dengan wisata lain

0,106

1

0,106

0,495

1,426

Total

1

19

2,407


Tabel 7.

Matrixs IFAS dan EFAS

Jumlah skor faktor internal (S-W = x)

Jumlah skor faktor eksternal (O-T = y)

1453+0,51=1963 (S)

0.505+1.537=2.042 (O)

0.49+1.23=1.72 (W)

0.495+1.921=1.921 (T)

X=0.243

Y=0.121

Gambar 2. Space Matrix SWOT

Berdasarkan grafik fokus analisis skoring yaitu diperoleh sumbu y = 0,121 dan sumbu x = 0,243 seperti pada tabel 8. Strategi pengembangan SWOT seperti yang terlihat pada gambar 2 adalah strategi agresif kuadran I. Strategi ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan, karena masih memiliki kekuatan yang dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah

mendukung kebijaksanaan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy), diantaranya : 1.Melakukan Program promosi wisata mengenai daya tarik dan potensi Pulau Pasir Putih menggunakan media brosur, iklan ataupun sosial media untuk meningkatkan jumlah wisatawan; 2. Melakukan kerjasama dengan para pelaku usaha sektor lain untuk membuat sebuah paket wisata ataupun kalender event wisata; 3. Pemerintah dan lembaga membuat sebuah kebijakan strategis dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan wisata pantai; 4. Mengajak masyarakat sekitar untuk ikut ambil andil dalam pengelolaan dan pengembangan kegiatan wisata secara aktif. Strategi SO ini juga dihasilkan pada penelitian Sustrawan (2014) di kawasan perairan Pulau Nusa Penida, Bali. Dimana Strategi SO di Pulau Nisa Penida ini menekankan pada peningkatan daya tarik, keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan, serta menjaga kelestarian lingkungan.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, nilai indeks kesesuaian wisata pada ketiga stasiun untuk kategori rekreasi pantai dan berenang termasuk dalam kategori S1 atau sangat sesuai. Begitu pula dengan kesesuaian wisata lamun kategori snorkeling termasuk dalam kategori S1 atau sangat sesuai. Hal ini menandakan bahwa Pulau Pasir Putih telah sesuai untuk dikem bangkan

sebagai Objek Daya Tarik Wisata, khususnya bila dikembangkan untuk ekowisata bahari.

Total hasil perhitungan daya dukung di kawasan perairan Pulau Pasir Putih adalah 222 orang/hari. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah pengunjung yang datang ke pulau tersebut berdasarkan pengamatan berkisar 10 orang/hari. Dapat diartikan bahwa pemanfaatan wisata di Pulau Pasir Putih baru sebesar 4,5%, sehingga masih dapat dilakukan pengembangan lagi sebesar 95,5%.

Pulau Pasir Putih juga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai Objek Daya Tarik Wisata, khususnya wisata bahari. Dikarenakan dalam semua kategori wisata yang digunakan dalam penelitian ini Pulau Pasir Putih termasuk kategori Sangat Sesuai. Berdasarkan analisis SWOT diperoleh rencana pengembangan wisata pantai di Pulau Pasir Putih, dengan menghandalkan strategi SO atau Grow Oriented Strategy. Namun, pengembangan sebaiknya dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan penambahan beban lingkungan yang mendadak serta kelestariannya tetap terjaga.

Daftar Pustaka

BPS Provinsi Bali. (2017). Kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali pada bulan September 2017. Denpasar, Indonesia : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

Bahar A, & Tamburu. (2010). Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Wisata Bahari di Kabupaten Polewali Mandar. Skripsi. Makassar, Indonesia:: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

Dahuri, R., Jacob, R., Sapta, P. G., & Sitepu, M. J., (2004). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. (3th Ed). Jakarta, Indonesia : PT. Pradnya Paramitha.

Damanik, J, & Helmut F.W., (2006). Perencanaan

Ekowisata Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta, Indonesia : Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM dan Penerbit Andi Offset.

Direktorat Tenaga Kependidikan. (2008). Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta, Indonesia : Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

Dugong and Seagrass Conservation Project. 2016. Incentivising community engagement in dugong and seagrass conservation in Timor-Leste through volunteer

ecotourism. http://www.dugongconservation.org. [Diakses pada 20 Oktober 2018]

Pemprov Bali. (2016). Peraturan Gubernur Bali No 16 tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan   HIdup.

Denpasar-Indonesia : Pemerintah Provinsi Bali.

Rangkuti, F. (2013). Analisis SWOT : Tehnik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta, Indonesia : Gramedia Pustaka Utama.

Nugraha, H.P., Indarjo, A & Helmi, M., (2013). Studi kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk

rekreasi pantai di pantai Panjang Bengkulu. Journal of Marine Research, 2(2) :130-139.

Tambunan, J.M., Anggoro, S., & Purnaweni, H., (2013). Kajian Kualitas Lingkungan dan Kesesuaian Wisata Pantai Tanjung Pesona Kabupaten Bangka. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Magister ilmu lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, 27 Agustus 2013 (pp. 356-362).

Pangesti, MH. T. (2007). Modul Praktek Objek Wisata Alam. Bogor, Indonesia : Balai Diklat Kehutanan Bogor.

Rahmawati, Ani. (2009). Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Skripsi. Bogor, Indonesia:   Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sustrawan, Anom. & Sunarta, Nyoman. (2014). Strategi Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Pantai Crystal Bay Desa Sakti, Nusa Penida, Klungklung. Jurnal Destinasi Pariwisata, 2 (2), 98-113.

Yulianda, F. (2007). Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains 21. Bogor, Indonesia : Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Yulianda, F., Fahrudin, A., Hutabarat, A.A., Hartaeti, S., Kusharjani., & Kang, H.S., (2010). Pengelolaan Pesisir dan Laut secara terpadu. Jawa Barat, Indonesia: Pusat Pendidikan Pelatihan Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan SECEM-Korea International Cooperation Agency.

Yohanes Johan. (2017). Kajian Potensi Ekowisata Padang Lamun di Perairan Pantai Basing Dusun Limas Pulau Sebangka Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga. Skripsi. Tanjung Pinang, Indonesia : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Curr.Trends Aq. Sci. II(1): 62-69 (2019)