Current Trends in Aquatic Science II(1), 29-36 (2019)

Inventarisasi Jenis Ikan yang Didaratkan dan Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di PPI Sangsit, Buleleng, Bali

Kadek Ira Maresa a*,I Wayan Restu a,Rani Ekawaty a

aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

*Penulis koresponden. Tel.: +62-822-377-770-95

Alamat e-mail: k.iramaresa@gmail.com

Diterima (received) 4 November 2018; disetujui (accepted) 16 Fenruari 2019

Abstract

PPI Sangsit is one of the landing bases that is the main supplier of fisheries production, especially in Buleleng Regency. Various types of fish landed need an inventory activity with the aim of obtaining valid data to facilitate systematic data collection. Production of fisheries and socio-economic fishermen are also needed to formulate appropriate fisheries management. The study was conducted in February-April 2018. The sample fish was taken by simple random sampling. The results obtained 26 species of fish that were 58% of demersal fishes. Carangsidae, Scrombridae, and Caesionidae families are the family with the most species, which of 12% or 3 species. Production of fresh fish in 2010-2017 tended to decline, while the production of live grouper fish fisheries in 2010-2017 tended to increase. February-April 2018 tended to increase with the highest in March 2018. Comparison of fisheries product in each February, March, and April from 2010 to 2018 tended to decline. The age of all respondents including productive age groups with education classified as low education. Jobs as fisherman, docker, and crew members get the average income included in the middle class, which is Rp 1.500.000 – Rp 2.500.000 per month. Local respondents were include in the category of fisherman owners, small-scale fisherman, and traditional fisherman. Respondent from Sepeken Island belong to the category of labor fisherman, big-scale fihserman, and traditional fisherman.

Keyword: Inventory; Fish Type; Fishery Product Production; Socio-economic; PPI Sangsit

Abstrak

PPI Sangsit merupakan salah satu pangkalan pendaratan yang menjadi pemasok utama produksi perikanan khususnya di wilayah Kabupaten Buleleng. Berbagai jenis ikan yang didaratkan diperlukan suatu kegiatan inventarisasi dengan tujuan didapatkan data yang valid untuk memudahkan pendataan secara sistematis. Produksi hasil perikanan dan sosial ekonomi nelayan juga diperlukan untuk merumuskan pengelolaan perikanan yang tepat guna. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2018. Ikan contoh diambil dengan simple random sampling dari hasil tangkapan yang didaratkan. Hasil penelitian diperoleh 26 spesies ikan yang 58% dari ikan demersal. Famili Carangsidae, Scrombridae, dan Caesionidae merupakan famili dengan spesies terbanyak yaitu 12% atau 3 spesies. Produksi hasil perikanan ikan segar tahun 2010-2017 cenderung menurun, sedangkan produksi hasil perikanan ikan kerapu hidup tahun 2010-2017 cenderung mengalami kenaikan. Produksi hasil perikanan bulan Februari-April 2018 cenderung mengalami kenaikan dan produksi tertinggi pada bulan Maret 2018. Perbandingan produksi hasil perikanan pada masing-masing bulan Februari, Maret, dan April tahun 2010-2018 cenderung mengalami penurunan produksi. Umur seluruh responden termasuk golongan umur produktif dengan pendidikan tergolong pendidikan rendah. Pekerjaan sebagai nelayan, buruh bongkar muat, dan ABK mendapatkan penghasilan rata-rata termasuk ke dalam golongan sedang yaitu Rp 1.500.000-Rp 2.500.000 per bulan. Responden lokal responden termasuk ke dalam golongan nelayan pemilik, nelayan skala kecil, dan nelayan tradisional. Responden dari Pulau Sepeken termasuk ke dalam golongan nelayan buruh, nelayan besar, dan nelayan tradisional.

Kata kunci: Inventarisasi; Jenis Ikan; Produksi Hasil Perikanan; Sosial Ekonomi; PPI Sangsit

  • 1.    Pendahuluan

PPI Sangsit merupakan salah satu pusat pendaratan ikan di Provinsi Bali khususnya Kabupaten Buleleng. Hasil tangkapan nelayan di Desa Sangsit, terutama yang didaratkan di PPI Sangsit seperti tongkol, layang, cakalang, kakaktua, butana dan lain sebagainya (Dinas Perikanan Kabupaten Buleleng, 2016). Hasil tangkapangan nelayan dari Pulau Sepeken juga didaratkan di PPI Sangsit. Ikan tangkapan ini didaratkan di PPI Sangsit untuk kemudian didistribusikan ke seluruh Bali untuk memenuhi kebutuhan pasar. Ikan-ikan yang biasa ditangkap sebagian besar merupakan ikan demersal atau ikan karang seperti ikan kerapu dan sebagainya. Berbagai jenis ikan yang didaratkan tersebut diperlukan suatu kegiatan inventarisasi supaya didapatkan data yang valid dan memudahkan dalam pendataan secara sistematis.

Inventarisasi merupakan pendataan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai aspek data. Data yang diperlukan dalam melakukan inventarisasi diantaranya adalah jenis ikan yang didaratkan, banyaknya ikan tangkapan nelayan, dan kondisi sosial ekonomi nelayan. Informasi mengenai inventarisasi jenis ikan hasil tangkapan belum banyak didapatkan, terutama di PPI Sangsit. Mengetahui jenis-jenis ikan yang didaratkan akan sangat membantu sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan yang tepat guna untuk meningkatkan kualitas ikan di pasar, mulai dari proses pengelolaan penangkapan, penanganan hasil perikanan, pengolahan, pemasaran dan sebagainya, sehingga dapat pula meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Selain itu, pengelolaan perikanan berkelanjutan ini juga dimaksudkan agar ketersediaan ikan yang berada di alam tidak habis akibat dari eksploitasi dan potensi perikanan dapat digunakan secara masksimal sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di PPI Sangsit setiap hari pada bulan Februari – April 2018. Kegiatan pengambilan data di lapangan berupa pengambilan sampel ikan, data produksi hasil perikanan, dan kuesioner sosial ekonomi nelayan.

Gambar 1. Lokasi Penelitian.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku identifikasi, kamera, alat tulis, kantong plastik, kertas label, nampan, dan meteran. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel ikan dan alkohol 70%.

  • 2.3    Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif, yang bertujuan mendapatkan gambaran secara faktual dan konkrit mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu populasi atau daerah tertentu secara sistematis, faktual, dan teliti (Wasak, 2012).

  • 2.3.1    Pengambilan Ikan Sampel

Data jenis ikan merupakan data primer dikumpulkan dengan metode observasi. Sampel ikan diambil dengan menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana sehingga setiap populasi mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel atau mewakili populasi (Watung et al., 2013). Jenis ikan yang didapat kemudian didata, didokumentasikan, dan dimasukan ke kantong plastik yang telah berisi larutan alkohol 70% serta diberi label. Sampel ikan selanjutnya diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologi dengan menggunakan buku-buku acuan identifikasi.

  • 2.3.2    Pengambilan Data Produksi Hasil Perikanan

Data produksi hasil perikanan dikumpulkan dengan metode wawancara dari nelayan yang mendaratkan ikan di PPI Sangsit. Data sekunder kemudian dikumpulkan untuk melengkapi data produksi hasil perikanan di PPI Sangsit. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian (Manggabarani, 2016). Data sekunder yang diperlukan adalah data produksi hasil perikanan yang didaratkan di PPI oleh PPI Sangsit dari tahun 2010 – 2017.

  • 2.3.3    Pengambilan Data Sosial Ekonomi

Data sosial ekonomi nelayang dikumpulkan dengan metode wawancara dan kuesioner. Pengambilan sampel nelayan ditetapkan secara quota sampling sebanyak minimal 10 orang responden baik nelayan lokal maupun nelayan dari luar

  • 2.4    Analisis Data

Diagram lingkaran (pie chart) digunakan dalam menganalisa persentase ikan yang didaratkan dan persentase data sosial ekonomi nelayan di PPI Sangsit. Analisis data ini diolah dalam program Microsoft Excel dengan memasukan data berupa jenis ikan yang didaratkan dan data sosial ekonomi berupa data kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Menurut BPS (2008), golongan pendapatan penduduk dibedakan menjadi 4 yaitu golongan pendapatan

sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp 3.500.00 per bulan, golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rat-rata antara Rp2.500.000-Rp 3.500.000 per bulan, golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp 1.500.000-Rp2.500.000 per bulan, dan golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp1.500.000-Rp 2.500.000 per bulan.

Fungsi dari indeks kekayaan jenis adalah untuk mengetahui kekayaan jenis spesies dalam suatu komunitas yang dijumpai. Penelitian ini akan menghitung kekayaan jenis dari ikan pelagis yang didaratkan di PPI Sangsit. Rumus kekayaan jenis menurut Margalef (1980) adalah sebagai berikut.

Dmg =


(5-1) ln(N)


(1)


dimana Dmg adalah indeks kekayaan jenis, S adalah jumlah jenis, dan N adalah jumlah individu seluruh spesies ikan. Kategori penetapan kekayaan jenis dalam Indeks Kekayaan Jenis Margalef (1980) dibagi ke dalam tiga ketegori yaitu kekayaan jenis rendah jika Dmg kurang dari 3,5, kekayaan jenis sedang adalah jika Dmg berkisar antara 3,5-5, dan kekayaan jenis tinggi apabila Dmg bernilai lebih dari 5.


QCarangidae SScrombridae ESCaesionidae DSerranidae SAcanthuridae 0Be Ionidae OMuIIidae QKvphosidae ∏∏ Sphyraenidae OScaridae USiganidae MTerapontidae QHaemuIidae OLutjanidae OEphippidae BHemirarnphidae (Z)BaIistidae


Gambar 2. Persentase Jenis Ikan Berdasarkan Famili: Carangidae ( ), Scombridae ( ), Caesionidae ( ), Serranidae ( ), Acanthuridae ( ), Belonidae ( ), Mullidae ( ), Kyphosidae ( ), Spyraenidae ( ), Scaridae ( ), Siganidae ( ), Terapontidae ( ), Haemulidae ( ), Lutjanidae ( ), Ephippidae ( ), Hemiramphidae ( ), Balistidae ( ).


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 2.1    Jenis Ikan yang Didaratkan di PPI Sangsit

Penelitian inventarisasi jenis ikan yang didaratkan di PPI Sangsit didapatkan jumlah jenis ikan sebanyak 26 spesies dengan 58% tipe habitat demersal dan 42% tipe habitat pelagis. Indeks kekayaan jenis yang didapat adalah 2,24 di mana enurut Margalef (1980), kategori nilai kekayaan jenis yang kurang dari 3,5 masuk ke dalam kategori kekayaan jenis rendah. Rendahnya jenis dari hasil perikanan yang didaratkan di PPI Sangsit diduga karena pengaruh musim barat dan perubahan cuaca pada bulan Februari hingga April 2018 yang menyebabkan jenis ikan yang didapat berjumlah minim. Selain itu, berdasarkan wawancara rendahnya jenis ikan karena ikan target merupakan ikan yang hanya memiliki nilai komersil yang tinggi sehingga prosedur dan alat-alat tangkap memang mengkhususkan pada beberapa jenis ikan saja.

Famili Carangidae yaitu ikan kuwe (Caranx sexfaciatus), ikan layang (Decapterus macarellus), dan ikan sunglir (Elagatis bipinnulata); Scrombridae yaitu ikan kembung (Rastrelliger kanagurta), ikan tongkol (Auxis thazard), dan ikan tenggiri fajar (Acanthocybium solandri); dan Caesionidae yaitu ikan ekor kuning (Caesio cuning), ikan lolosi merah (Pterovaesio chrusozona), dan ikan lolosi biru (Caesio carulaurea) adalah famili yang didapatkan paling banyak jenisnya sebesar 12%. Menurut Nelwan et al., (2015), didominasinya hasil tangkapan oleh famili Carangidae dan Scrombridae diduga karena pada perairan yang menjadi daerah penangkapan memiliki ketersediaan jenis ikan tersebut yang relatif banyak pada musim barat dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Menurut Sugianti dan Mujiyanto (2013), ikan ekor kuning, ikan lolosi merah, dan ikan lolosi biru merupakan ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi yang mengakibatkan permintaan pasar terus meningkat. Hal tersebut menjadikan ikan dari famili Caesionidae ini sebagai salah satu target utama dari usaha penangkapan.

Hasil tangkapan dari famili Serranidae dan Acanthuridae didapatkan sebanyak 2 spesies atau sebesar 8%, masing-masing yaitu Epinephelus merra dan Epinephelus fasciatus serta Naso brevirostris dan Acanthurus dussumieri. Hasil tangkapan terendah dengan 1 spesies atau sebesar 4% adalah dari famili Belonidae yaitu Tylosurus crocodiles; famili

Mullidae yaitu Parupeneus indicus; famili Kyphosidae yaitu Kyphosus cinerascens; famili Sphyranidae yaitu Sphyraena baraccuda; family Scaridae yaitu Chlorurus sordidus; famili Siganidae yaitu Siganus guttatus; famili Terapontidae yaitu Terapon theraps; famili Haemulidae yaitu Plectorhinchus lineatus; famili Lutjanidae yaitu Lutjanus quinquelineatus; famili Ephippidae yaitu Platax teira; famili Hemiramphidae yaitu Hemiramphus far; dan famili Balistidae yaitu Canthidermis maculate. Ikan-ikan tersebut merupakan ikan dengan habitat berasosiasi dengan terumbu karang, sehingga spesies yang didapat hanya sedikit namun dengan famili yang beranekaragam.

  • 2.2    Produksi Hasil Perikanan

    • 2.2.1    Produksi Hasil Perikanan 2010-2017

Produksi hasil perikanan tangkap yang didaratkan di PPI Sangsit terbagi ke dalam 2 jenis komoditas, yaitu komoditas ikan segar dan komoditas ikan kerapu hidup. Komoditas ikan segar merupakan komoditas perikanan tangkap dengan ikan dalam kondisi sudah mati yang kemudian disimpan menggunakan es di dalam kotak pendingin untuk menjaga kesegaran ikan. Komoditas ikan kerapu hidup merupakan komoditas perikanan tangkap dengan kondisi ikan kerapu masih dalam keadaan hidup.

Produksi hasil perikanan dari komoditas ikan segar pada tahun 2010 sampai dengan 2017 cenderung mengalami penurunan. Produksi hasil perikanan tertinggi adalah pada tahun 2013 yang mencapai 2.438,95 ton. Produksi hasil perikanan terendah adalah pada tahun 2015 yang mencapai 1.098,16 ton. Grafik hasil produksi perikanan ikan segar dapat dilihat pada Gambar 3.

Produksi hasil perikanan ikan segar per tahun didapatkan rata-rata sebesar 1.670 ton per tahun. Sepanjang tahun 2010-2017 produksi perikanan komoditi ikan segar cenderung menurun. Penurunan produksi perikanan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pemanasan global merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan produksi. Pemanasan global merupakan suatu fenomena peningkatan suhu rata-rata global yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (Aisyah, 2013). Kenaikan suhu ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Kondisi lingkungan yang tidak

optimal oleh iklim yang berubah ini diduga menyebabkan pertumbuhan biota yang tidak maksimal dan adanya beberapa lokasi di daerah yang beriklim sub tropis akan menjadi lokasi ruaya tetap dari ikan-ikan yang biasanya hidup di wilayah tropis. Menurut Syahailatua (2008) perpindahan pola migrasi ini dikhawatirkan menjadi penyebab keanekaragaman dan stok biota tropis berpindah ke daerah sub tropis, sehingga dapat menurunkan hasil produksi perikanan.

Tahun

— Ikan Segar  —A— Ikan Kerapu Hidup

Gambar 3. Produksi Hasil Perikanan Tahun 20102017.

Selain karena faktor kondisi alam yang dinamis, menurunnya hasil produksi perikanan diduga dapat disebabkan oleh tingginya usaha dalam melakukan produksi perikanan. Tingginya usaha atau unit penangkapan menyebabkan terjadinya perlombaan antar pelaku usaha untuk mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penangkapan atau eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya perikanan. Menurut Kurniawan et al., (2016), seiring dengan tingkat eksploitasi yang terus meningkat sumberdaya ikan akan terus menurun.

Produksi hasil perikanan dari komoditas ikan kerapu hidup dalam kurun waktu 8 tahun tersebut cenderung mengalami kenaikan. Hasil produksi komoditi ikan kerapu hidup per tahun didapatkan rata-rata sebesar 39 ton per tahun. Sepanjang tahun 2010-2017 produksi perikanan cenderung menunjukan peningkatan. Peningkatan terjadi karena unit penangkapan yang tidak terlalu banyak bahkan stagnan dari tahun ke tahun. Unit penangkapan yang tidak terlalu banyak ini disebabkan karena untuk komoditi ikan kerapu hidup diperlukan modal yang cukup besar dalam melakukan usaha. Unit usaha penangkapan yang sedikit inilah menyebabkan sumberdaya ikan

tidak berkurang banyak bahkan sepanjang tahun tetap tersedia.

  • 2.2.2    Produksi Hasil Perikanan Februari, Maret, dan April Selama 9 Tahun (2010-2018)

Produksi hasil perikanan bulan Februari, Maret, dan April kemudian dilakukan perbandingannya dari tahun 2010 hingga 2018. Produksi hasil perikanan di Bulan Februari tahun 2010-2018 cenderung mengalami penurunan produksi dengan produksi hasil perikanan tertinggi pada tahun 2012 yang mencapai 150,5 ton, sedangkan yang terendah pada tahun 2014 yaitu 5 ton. Produksi hasil perikanan di Bulan Maret selama 9 tahun terakhir cenderung mengalami penurunan produksi dengan produksi hasil perikanan yang tertinggi pada tahun 2010 yang mencapai 184,2 ton, sedangkan yang terendah pada tahun 2018 yang mencapai 93,48 ton.

Tahun

— Februari —— Maret —A— April

Gambar 4. Perbandingan Produksi Hasil

Perikanan Selama 9 Tahun (2010-2018).

Produksi hasil perikanan di Bulan April tahun 2010-2018 cenderung mengalami penurunan produksi dengan produksi hasil perikanan tertinggi pada tahun 2014 yang mencapai 228,95 ton, sedangkan yang terendah pada tahun 2015 yang mencapai 20 ton. Musim penangkapan yang dipengaruhi iklim diduga menjadi salah satu penyebab penurunan produksi. Musim penangkapan tidak berlangsung sepanjang waktu. Menurut Wasak (2012), kondisi ini tidak lepas dari pengaruh iklim tropis dengan pola musim kemarau yaitu bulan Juni-September dan musim hujan yaitu Desember-Maret dengan musim transisi April-Mei dan Oktober-November. Bulan Februari-Maret merupakan bulan dengan musim

angin barat. Menurut Sudarto (2011), musim barat merupakan musim di mana angin bertiup dari benua Asia ke benua Australia dan mengandung curah hujan yang tinggi sehingga di Indonesia terjadi musim penghujan, biasanya terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Musim barat dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang mengakibatkan gelombang laut yang tinggi dan hujan sehingga nelayan sangat jarang untuk bisa melaut pada bulan Februari, Maret, dan April. Perubahan iklim dan cuaca juga dapat memengaruhi ekosistem laut yang menjadi habitat ikan. Menurut Wasak (2012), pola tingkah laku seperti migrasi dan memijah ikan di perairan Indonesia bersifat dinamis yaitu berubah atau berpindah mengikuti pergerakan kondisi lingkungan sehingga secara alamiah ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai. Penurunan hasil produksi dari tahun ke tahun juga diduga karena telah terjadi kemerosotan dari sumberdaya ikan di alam. Kordi (2015) menyatakan bahwa empat wilayah perairan telah mencapai puncak pemanfaatan sumberdayanya. Keempat wilayah perairan tersebut termasuk perairan dengan kode wilayah 71 dam 57 yang adalah wilayah perairan Indonesia.

  • 2.3    Sosial Ekonomi Nelayan

Sosial ekonomi merupakan posisi atau kedudukan seseorang dalam suatu kelompok manusia. Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas sosial ekonomi di wilayah pesisir dan lautan dengan segala sumberdaya yang terdapat di dalamnya (Fatmasari, 2016). Populasi dari masyarakat lokal yang berprofesi sebagai nelayan adalah 97 orang, sehingga responden sampel sebanyak 20 orang sudah mampu mewakili populasi. Populasi dari masyarakat Pulau Sepeken yang mendaratkan kapalnya di PPI Sangsit adalah 45 orang, sehingga responden sempel sebanyak 10 orang sudah mampu mewakili populasi.

Umur dari seluruh responden tergolong pada kelompok umur produktif. 55% responden lokal dan 40% responden dari Pulau Sepeken memiliki usia antara 26-35 di mana kelompok usia ini masuk ke dalam usia yang prima (BPS, 2008). Umur produktif merupakan kelompok umur yang masih sangat aktif dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan. Perkerjaan seorang nelayan dan buruh bongkar muat memerlukan tenaga yang

besar, sehingga kelompok umur 26-35 merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan yang prima dalam melakukan pekerjaan tersebut.

Pendidikan formal yang diselesaikan oleh responden lokal adalah 75% hanya sampai pendidikan dasar atau SD, sedangkan 60% responden dari Pulau Sepeken hanya sampai pendidikan menengah atau SMP. Menurut Manggabarani (2016), jenjang pendidikan tersebut termasuk ke dalam pendidikan yang masih rendah. Faktor ekonomi menjadi alasan utama terhambatnya untuk mencapai jenjang pendidikan yang tinggi, karena semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pula biaya yang diperlukan. Pendidikan yang relatif rendah ini diduga mampu menyebabkan terhambatnya informasi dan teknologi yang berkembang di dunia perikanan dan hal tersebut dapat mengurangi hasil produksi mengingat perkembangan informasi dan teknologi yang cukup dinamis seiring berjalannya waktu, karena kecenderungan akan susah menerima hal-hal yang baru yang di luar kebiasaannya.

Responden     lokal     sebanyak     70%

menggantungkan perekonomian dari hasil menjadi nelayan. Di samping melaut, responden lokal tersebut juga menjadi buruh bongkar muat dari kapal yang berlabuh di PPI Sangsit. Hasil dari menjadi nelayan dan buruh bongkar muat dari responden lokal didapatkan rata-rata memiliki penghasilan   Rp   2.335.000 per   bulannya.

Sedangkan responden dari Pulau Sepeken sebanyak 80% bekerja sebagai anak buah kapal atau ABK. Satu kapal umumnya berisikan 4-5 ABK dan 1 nahkoda. Selain ABK, nelayan juga menjadi pekerjaan sampingan bagi 60% responden dari Pulau Sepeken. Hasil yang didapat dari nelayan dijual dalam lingkup yang kecil atau untuk dikonsumsi secara pribadi. Pendapatan yang dimiliki responden dari Pulau Sepeken rata-rata didapatkan Rp 2.100.000. Menurut BPS (2008), golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp 1.500.000 sampai dengan Rp 2.500.000, sehingga dengan rata-rata Rp2.335.000 dari responen lokal dan Rp 2.100.000 dari responden Pulau Sepeken merupakan pendapatan golongan sedang.

Responden lokal yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tersebut memiliki perahu yang dibuat dan dirawat sendiri sehingga status kepemilikan perahu menjadi atas nama pribadi. Perahu tersebut bobot kurang dari 5 GT berjenis sampan dengan motor tempel. Alat

tangkap yang biasa digunakan oleh 90% responden lokal berupa pancing ulur dengan panjang 100 meter dan dibantu dengan lampu saat melaut. Menurut Suyanto (2013), sampan yang dimiliki secara pribadi dengan bobot yang tidak lebih dari 5 GT dan menggunakan peralatan yang sederhana menjadikan nelayan responden lokal masuk ke dalam kategori nelayan pemilik, nelayan skala kecil, dan nelayan tradisional.

Responden dari Pulau Sepeken yang berprofesi sebagai ABK dan nahkoda menjalankan pekerjaannya dengan kapal yang dimiliki oleh orang lain sehingga responden tersenut masuk ke dalam kategori nelayan buruh, di mana responden hanya mngerahkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak atas kesepakatan bersama.. Kapal yang kemudian berlabuh di PPI Sangsit tersebut memiliki bobot lebih dari 50 GT dengan kapal jenis kapal motor atau biasa disebut KM. Umumnya, kapal-kapal tersebut hanya mengepul hasil-hasil produksi perikanan dari nelayan setempat sehingga tidak memiliki alat tangkap sendiri. Hasil perikanan tersebut kemudian dikemas dalam bak-bak fiber dan sterofoam yang diberi es dan garam untuk menjaga kesegaran ikan. Tetapi, beberapa responden yang memiliki pekerjaan sampingan menjadi nelayan memiliki alat tangkap sendiri berupa pancing ulur. Menurut Suyanto (2013), kapal yang memiliki bobot lebih dari 50 GT dan penanganan hasil perikanan tersebut masuk ke dalam kategori nelayan skala besar dan nelayan tradisional.

  • 4.    Simpulan

Jenis ikan yang didaratkan di PPI Sangsit didapatkan sebanyak 26 spesies dengan nilai indeks kekayaan jenis rendah yaitu 2,24. Famili Carangsidae, Scrombridae, dan Caesionidae merupakan famili dengan spesies terbanyak yaitu 12%. Famili Serranidae dan Acanthuridae didapatkan sebanyak 8%. Famili Belonidae, Mullidae, Kyphosidae, Sphyranidae, Scaridae, Siganidae, Terapontidae, Haemulidae, Lutjanidae, Ephippidae, Hemiramphidae, dan Balistidae didapatkan masing-masing sebanyak 4%. Produksi hasil perikanan ikan segar tahun 2010-2017 cenderung menurun, sedangkan produksi hasil perikanan ikan kerapu hidup tahun 2010-2017 cenderung mengalami kenaikan. Perbandingan produksi hasil perikanan pada masing-masing bulan Februari, Maret, dan April tahun 2010-2018

cenderung mengalami penurunan produksi. Umur seluruh responden termasuk golongan umur produktif dengan pendidikan tergolong pendidikan rendah. Pekerjaan sebagai nelayan, buruh bongkar muat, dan ABK mendapatkan penghasilan rata-rata termasuk ke dalam golongan sedang yaitu Rp 1.500.000-Rp 2.500.000 per bulan. Responden lokal responden termasuk ke dalam golongan nelayan pemilik, nelayan skala kecil, dan nelayan tradisional. Responden dari Pulau Sepeken termasuk ke dalam golongan nelayan buruh, nelayan besar, dan nelayan tradisional.

Daftar Pustaka

BPS. 2008. Konsep Umur. [Online] Badan Pusat

Statistik

(https://www.bps.go.id/subject/19/upah--buruh.html#subjekViewtab1), [Diakses:   22

September 2018].

BPS Propinsi DKI Jakarta. 2008. Penggolongan Pendapatan Penduduk. Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta.

Aisyah M. (2013). Pemanasan Global (Global Warming) dan Akuntansi Lingkungan. Jurnal Etikonomi, 12(1), 73-91.

DKP Kabupaten Buleleng. (2016). Bank Data Tahun 2016. [Online] Dinas Kelautan dan Perikanan       Kabupaten       Buleleng

(https://diskan.bulelengkab.go.id/bankdata) [Diakses: 13 September 2017].

Fatmasari, D. (2016). Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari'ah, 6(1), 144-166.

Kordi, M. G. H. K. (2015). Pengelolaan Perikanan Indonesia, Catatan Mengenai Potensi, Permasalahan, dan Prospeknya. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Baru Press.

Kurniawan, D.N., Ghofar, A., Saputra, S.W., Setyadi, B. (2016). Tingkat Eksploitasi Ikan Tuna Sirip Biru (Thunnus maccoyii) di Samudera Hindia Berdasarkan Hasil Tangkapan yang Didaratkan di Pelabuhan Benoa, Bali. Journal of Maquares, 5(4), 345-352.

Manggabarani, I. (2016). Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan yang Bermukim di Pesisir Pantai (Studi Kasus Lingkungan Luwaor Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene). AGROVITAL, 1(1), 27-33.

Margalef. (1980). Ecología. Barcelona, Spain: Omega.

Nelwan, A. F. P., Sudirman., Nursam, M., & Yunus, M,A. (2015). Produktivitas Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Kabupaten Sinjai Pada Musim Peralihan Barat-Timur. Jurnal Perikanan, 17(1), 18-26.

Setiawan, F., Tasidjawa, S., Wantah, E., & Johanis, H. (2016). Biodiversitas Ikan Karang di Daerah Perlindungan Laut Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 8(1), 57-71.

Sudarto. (2011). Pemanfaatan dan Pengembangan Energi Angin Untuk Proses Produksi Garam di Kawasan Timur Indonesia. TRITON, 7(2), 61-70.

Sugianti, Y., & Mujiyanto. (2013). Biodiversitas

Ikan Karang di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Jepara. BAWAL, 5(1), 23-31.

Suyanto, B. (2013). Anatomi Kemiskinan dan Strategi Penanganannya, Fakta Kemisikinan Masyarakat Pesisir Kepulauan, Perkotaan, dan Dampak Pembangunan di Indonesia. Malang, Indonesia: Intrans Publishing.

Syahailatua, A. (2008). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perikanan. Oseana, 33(2), 25-32.

Wasak, M.  (2012).  Keadaan Sosial-Ekonomi

Masyarakat Nelayan di Desa Kinabuhutan, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. PACIFIC JOURNAL, 1(7), 1339-1342.

Watung, N., Dien, C., & Kontambunan, O. (2013). Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Desa Lopana Kecamatan Amurang Timur Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal AKULTURASI, 1(2), 9-1.

Curr. Trends Aq. Sci. II(1): 29-36 (2019)