Current Trends in Aquatic Science VII(1), 62-68 (2024)

Pola Pertumbuhan Rumput Laut pada Lokasi Tanam yang Berbeda di Perairan Pantai Pandawa, Bali

Bona Rizky Simanungkalit a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Ayu Putu Wiweka Krisna Dewi a

a Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, dan Alam Jl. Kampus Bukit Jimbaran , Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-852-9747-1726

Alamat e-mail: [email protected]

Diterima (received) 25 Agustus 2023; disetujui (accepted) 28 Agustus 2023; tersedia secara online (available online) 10 Februari 2024

Abstract

Seaweed cultivation is one of the leading commodities in the fishing sector and is still occupied by most coastal communities. One of the types of seaweed that can be cultivated is Eucheuma cottonii. One of the areas in Badung Regency that was once a place for seaweed cultivation is the South Kuta District, Badung Regency, Pandawa Beach, to be exact. The problem most often faced by seaweed cultivators is that seaweed cannot grow properly. The cause of seaweed not being able to grow properly occurs due to predators eating the seaweed thallus. Therefore, a study was conducted to determine the appropriate location on the Pandawa Beach for the cultivation of seaweed Eucheuma cottonii. The research method was carried out by planting Eucheuma cottonii seaweed in 3 different locations seen from the distance from the tourism position (water sport) in the waters of Pandawa Beach, first location in the water sport area, second location is 100 m to the west of the one location, third location is 100 m to the west of two location. The results of this study indicate that the average weight of seaweed at location 1 in the first to sixth week range 119,6 g – 399,7 g, location 2 range 121,80 g – 413,5 g, and at location 3 it ranged 123,35 g – 430,75 g. The Growth Rate (SGR) at Location 1 is 3,3%, Location 2 is 3,37%, and Location 3 is 3,47%.

Keywords: Cultivation; Seaweed; Pandawa Beach; Eucheuma cottonii

Abstrak

Kegiatan budidaya rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan dan masih ditekuni oleh sebagian besar masyarakat pesisir. Rumput laut yang dapat dibudidayakan salah satunya yaitu jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Salah satu wilayah di Kabupaten Badung yang pernah menjadi tempat usaha budidaya rumput laut adalah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yaitu tepatnya di Pantai Pandawa. Permasalahan yang paling sering dihadapi oleh para pembudidaya rumput laut yakni rumput laut tidak bisa tumbuh dengan baik. Penyebab rumput laut tidak bisa tumbuh dengan baik terjadi akibat predator yang memakan thallus rumput laut, oleh sebab itu maka dilakukan penelitian untuk mengetahui lokasi yang sesuai di Pantai Pandawa dalam pembudidayaan Rumput laut Eucheuma cottonii. Metode Penelitian yang dilakukan dengan menanam rumput laut Eucheuma cottonii pada 3 lokasi yang berbeda dilihat dari jaraknya dengan posisi pariwisata (water sport) yang ada di perairan Pantai Pandawa, yaitu lokasi 1 berada di daerah water sport, lokasi 2 berjarak 100m ke arah barat dari lokasi 1, lokasi 3 berjarah 100m ke arah barat dari lokasi 2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Rata- rata bobot rumput laut pada lokasi 1 pada minggu pertama hingga keenam berkisar antara 119,6 g – 399,7 g, lokasi B berkisar antara 121,8 g - 413,5 g, dan pada lokasi 2 berkisar antara 123,35 g – 430,75 g. Laju Pertumbuhan (SGR) pada Lokasi A sebesar 3,3 %, Lokasi B sebesar 3,37 %, dan Lokasi 3 sebesar 3,47 %.

Kata Kunci: Budidaya; Rumput Laut; Pantai Pandawa; Eucheuma cottonii

  • 1.    Pendahuluan

Rumput laut merupakan salah satu jenis alga perairan yang tergolong tanaman tingkat rendah, tidak memiliki akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus (Dawes, 1981). Kegiatan budidaya rumput laut yang menjadi salah satu komoditas unggulan di bidang perikanan masih ditekuni oleh sebagian besar masyarakat pesisir. Rumput laut yang dapat dibudidayakan salah satunya yaitu jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut yang paling sering dibudidayakan karena dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan makanan, campuran obat dan sebagai bahan untuk kosmetik (Rismawati, 2012).

Salah satu wilayah di Kabupaten Badung yang pernah menjadi tempat usaha budidaya rumput laut adalah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yaitu tepatnya di Pantai Pandawa. Pantai Pandawa merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang baru diresmikan pada tahun 2011 yang terletak di desa Kutuh. Sebagai daerah tujuan wisata, Pantai Pandawa menawarkan atraksi wisata pantai dengan beberapa kegiatan wisata bahari. Kegiatan budidaya rumput laut akan kembali dikembangkan oleh pihak pengelola kawasan wisata pantai Pandawa yang akan membuat kawasan ekowisata dengan menjadikan kegiatan budidaya rumput laut sebagai salah satu objek ekowisata.

Permasalahan yang paling sering dihadapi oleh para pembudidaya rumput laut yakni rumput laut tidak bisa tumbuh dengan baik. Penyebab rumput laut tidak bisa tumbuh dengan baik terjadi akibat predator yang memakan thallus rumput laut. Salah satu metode yang sudah dikembangkan di perairan Pantai Pandawa untuk masalah tersebut adalah dengan penggunaan kantong pada kegiatan budidaya rumput laut (Dewi dan Suryaningtyas, 2018). Kantong rumput laut (KRL) adalah wadah atau tempat yang memfasilitasi rumput laut untuk dibudidayakan melalui metode-metode yang dikembangkan.

Penggunaan kantong rumput laut (KRL) dalam budidaya rumput laut mampu mengatasi predator yang akan memakan thallus rumput laut, mempertahankan thallus rumput laut agar tidak terputus secara tiba-tiba (fragmentasi) yang disebabkan oleh oseanografi ekstrim dan volume produksi rumput laut terkontrol dengan baik serta meningkatkan pertumbuhan rumput laut yang dipelihara (Cahyadi, 2013).

Pantai pandawa saat ini terbagi menjadi 2 zona yaitu bagian timur merupakan bagian pantai yang tinggi kegiatan pariwisata dan bagian barat adalah bagian pantai yang rendah kegiatan wisata. Kegiatan budidaya rumput laut dilaksanakan dibagian barat pantai pandawa yang sedikit kegiatan wisata agar kegiatan budidaya rumput laut tidak terggangu oleh kegiatan pariwisata yang ada. Namun demikian perlu dilakukan kajian untuk mengetahui lokasi yang sesuai di bagian barat tersebut apakah dapat dilakukan di dekat dengan daerah kegiatan pariwisata atau jauh dari daerah daerah pariwisata. Penelitian ini dilakukan di bagian barat pantai pandawa yang dibagi menjadi 3 lokasi yaitu lokasi 1 berada di daerah water sport/daerah tinggi kegiatan pariwisata, lokasi 2 berjarak 100m ke arah barat dari lokasi 1 sedang kegiatan pariwisata dan lokasi 3 berjarak 100m ke arah barat dari lokasi 2 rendah kegiatan pariwisata.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu (siklus budidaya rumput laut 35-45 hari) yaitu dari bulan November 2020 sampai bulan Desember 2020 di perairan Pantai Pandawa, Bali.

  • 2.2    Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang akan digunakan untuk

Tabel 1

Alat dan Bahan Penelitian

No

Nama

Kegunaan

1

Timbangan

Untuk mengukur berat

digital

Rumput laut

2

Alat Tulis

Untuk mencatat data

3

Patok besi

Untuk mengikat tali

4

Jaring

Untuk melindungi rumput laut

5

Spektrofotometer

Untuk mengukur nitrat dan fostat

6

DO Meter

Untuk mengukur oksigen terlarut

7

pH pen

Untuk mengukur pH

8

Refraktometer

Untuk mengukur salinitas

9

Bibit rumput laut Eucheuma cottonii

Untuk tanaman uji

10

Sampel Air

Untuk mengukur kualitas air

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

  • 2.3    Metode Penelitian

Penelitian     ini    menggunakan metode

eksperimental dengan 3 kali pengulangan atau lokasi yang berbeda yaitu sebagai berikut:

  •    Lokasi 1 paling dekat dengan water sport (aktivitas wisata tinggi)

  • •  Lokasi 2 berjarak 100 m ke arah barat dari

lokasi 1 (aktivitas wisata sedang)

  • •  Lokasi 3 berjarak 100 m ke arah barat dari

lokasi 2 (aktivitas wisata rendah)

  • 2.4    Pelaksanaan Penelitian

Pertama kali yang dilakukan adalah persiapan kantong rumput laut dengan bentuk persegi panjang, dengan panjang 1 m, lebar 2 m dan tinggi 1 m sebagai wadah pertumbuhan (Gambar 1). Bibit rumput laut (Eucheuma cottonii) berasal dari pantai geger diseleksi terlebih dahulu untuk mendapatkan bibit yang unggul (berwarna hijau, masih muda, tidak ada luka, tidak patah serta memiliki banyak cabang). Kemudian rumput laut diikat di tali ris dengan jarak 20 cm antar titiknya, tali ris diikatkan di kantong dengan jarak 50 cm antar tali ris. Penimbangan Rumput laut dilakukan dengan metode sampling di 2 titik dalam 1 tali ris secara acak, sehingga dalam 1 kantong terdapat 8 sampel yang digunakan. Rumput laut dipelihara selama 6 minggu dan dilakukan penimbangan setiap seminggu sekali. Pengukuran kualitas air dilakukan secara exsitu dan insitu. Pengukuran kualitas air secara exsitu meliputi DO, Nitrat dan Phospat yang dilakukan di laboratorium perikanan. Pengukuran kualitas air secara insitu meliputi pH, salinitas dan suhu.

  • 2.5    Laju pertumbuhan rumput laut

Gambar 1. Rancangan Penelitian Rumput Laut

Pengukuran pertambahan bobot dilakukan dengan cara menimbang bobot basah rumput laut setiap minggu yang dilakukan selama 6 minggu. Penimbangan bobot rumput laut setiap minggu dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan rumput laut setiap minggu nya. Dari data pertambahan bobot yang ada kemudian dihitung laju pertumbuhan perhari dengan menggunakan rumus menurut Anggadireja et al. (2008) yaitu sebagai berikut:

SGR =W--W0x 100 %                     (1)

dimana SGR adalah Laju pertumbuhan bobot perhari (%); Wt adalah bobot rata-rata rumput laut pada akhir penelitian (g); W0 adalah bobot rata-rata rumput laut awal penelitian (g); dan t adalah ama pemeliharaan (hari)

  • 2.6    Analisis Data

Uji statistik ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar komparasi atau perbedaan antar sampel dari dua metode penanaman yang berbeda yaitu menggunakan uji One Way Anova dengan program SPSS PC + Var 12.0 dengan taraf signifikan 5% dimana hasil dari analisisnya yakni kebenarannya sebesar 95%. Jika hasil uji anova signifikan (Sig > 0.05) maka akan dilakukan uji lanjutan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

  • 3.    Hasil

    • 3.1    Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Penelitian dilakukan di Pantai Pandawa, Bali selama 6 minggu dengan menggunakan sampel Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Sampel awal penelitian rumput laut yang dipergunakan sebesar 100 g/ kantong. Rata- rata bobot rumput laut pada lokasi 1 pada minggu pertama hingga keenam berkisar antara 119,6 g – 399,7 g, lokasi 2 berkisar antara 121,8 g - 413,5 g, dan pada lokasi 3 berkisar antara 123,35 g – 430,75 g. Adapun Grafik

pertumbuhan rumput laut (Euchema cottonii) yang telah dipanen terdapat pada Gambar 2.

  • 3.2    Laju Pertumbuhan (SGR) pada Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan, Laju Pertumbuhan Rumput Laut yang

ABC

Gambar 2. Pertumbuhan Rumput Laut

3.60

3.50

3.40

O'

3.30

3.20

3.10

A

B

Perlakuan

C

Gambar 3. Laju Pertumbuhan Rumput Laut

dibudidayakan menggunakan transek dengan 3 lokasi yang berbeda. Besar Laju Pertumbuhan (SGR) pada 3 lokasi tersebut yaitu pada Lokasi 1 sebesar 3,3 %, Lokasi 2 sebesar 3,37 %, dan Lokasi 3 sebesar 3,47 %. Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai Laju pertumbuhan yang paling tinggi terdapat pada lokasi C yang memiliki jarak transek sebesar 100 m dari perlakuan B. Adapun grafik Laju Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) terdapat pada Gambar 3.

Hasil uji One Way Anova diketahui bahwa perlakuan A memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap SGR yang dihasilkan oleh rumput laut (Eucheuma cottonii). Kemudian berdasarkan

hasil uji lanjutan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada perlakuan C berbeda nyata dengan hasil SGR pada perlakuan A, dan hasil SGR perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan C.

  • 3.3    Kualitas Air

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan dilakukan pengukuran parameter kualitas air. Kondisi perairan yang sesuai merupakan salah satu faktor keberhasilan hidup organisme yang dibudidayakan. Beberapa parameter kualitas air yang berperan penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme air, khususnya rumput laut (Eucheuma cottonii) yaitu suhu, salinitas, pH, nitrat, fosfat dan DO (Dissolved Oxygen). Hasil pengamatan parameter kualitas air di Pantai Pandawa dapat dilihat pada Tabel 2.

  • 4.    Pembahasan

    • 4.1    Pertumbuhan Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Pola pertumbuhan rumput laut (Eucheuma cottonii) pada setiap minggunya cenderung mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa rumput laut dapat beradaptasi dan tumbuh dengan baik lokasi penelitian. Menurut Dewi dan Suryaningtyas (2018), peningkatan pada pertumbuhan rumput laut disebabkan oleh kemampuan dari rumput laut itu sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan habitatnya.

Pola pertumbuhan rumput laut yang dihasilkan pada ketiga lokasi cenderung sama yaitu dari minggu pertama sampai minggu ketiga masih pada fase adaptasi. Mulai minggu keempat sampai minggu kelima mengalami fase eksponesial dan minggu keenam sudah mulai menurun, hal ini dikarenakan pertumbuhan Rumput laut memerlukan berbagai tahapan. Menurut Akbar et

Tabel 2

Parameter Kualitas Air

No

Parameter

Hasil Pengukuran Minggu ke-

Rata-rata

Standar Deviasi

0

1

2

3

4        5

6

1

Suhu (°C)

29

29

30

30

31      30

31

30

0,8

2

pH

7

7

7,1

7,3

7,4       7,1

7,5

7,2

0,2

3

Salinitas (ppt)

31

31,6

30,4

31

30,8     31,2

31

30,8

0,4

4

DO (ppm)

6,5

6

5,9

5,5

5,3       5,8

5,5

5,8

0,4

5

Nitrat (mg/L)

0,96

1,42

1,37

1,25

0,25

6

Fosfat (mg/L)

0,24

0,72

0,38

0,44

0,2


al. (2021), tahapan pertumbuhan Rumput laut pada minggu pertama hingga minggu ketiga mengalami fase adaptasi, sedangkan pada minggu keempat hingga keenam akan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Pertumbuhan yang sangat pesat pada minggu keempat hingga keenam dikarenakan pada fase tersebut rumput laut telah melewati fase adaptasi yang baik terhadap lingkungan, sehingga menyebabkan pertumbuhan begitu pesat. Menurut Widyastuti (2010), proses adaptasi yang baik akan mempercepat pertumbuhan rumput laut. Adapun waktu pemeliharaan yang baik untuk rumput laut juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dari rumput laut dalam penelitian ini pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu atau kurang lebihnya 42 hari. Menurut Akbar et al. (2020), lama pemeliharaan yang optimal bagi rumput laut adalah berkisar antara 40-45 hari. Peningkatan pertumbuhan rumput laut dikarenakan adanya bahan organik yang melimpah serta adanya cahaya matahari yang cukup untuk proses fotosintesis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sukti et al. (2016) yaitu dengan adanya bahan organik yang melimpah dan mendukung dalam proses fotosintesis rumput laut maka akan mendukung dalam proses pertumbuhan rumput laut yang semakin cepat. Adanya bahan organik yang melimpah dan didukung dengan bobot rumput laut yang lebih kecil karena adanya proses aklimatisasi pada minggu pertama juga menyebabkan thallus dalam menyerap bahan organik di perairan lebih optimal. Peningkatan pertumbuhan rumput laut juga tidak terlepas dengan pengunaan kantong rumput laut yang dapat melindungi rumput laut dari ancaman predator sehingga pertumbuhan rumput laut menjadi lebih maksimal. Hal ini sesuai dengan peryataan Dewi dan Suryaningtyas (2018) yang menyatakan pengunaan kantong rumput laut mampu mengatasi dan menghindarkan rumput laut dari serangan predator yang memakan rumput laut sehingga pertumbuhan rumput laut menjadi lebih baik.

Pengunaan kantong rumput laut dalam proses budidaya memiliki beberapa kendala seperti terdapat tanaman lain yang menempel pada kantong rumput laut seperti Ulva sp., Hypnea sp., dan potongan lamun yang melayang diperairan dan menempel pada kantong rumput laut. Keberadaan tanaman epifit menyebabkan permukaan kantong rumput laut tertutup secara

keseluruhan sehingga rumput laut yang ada didalam kantong tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan Krismaningrum (2007) menyatakan bahwa adanya tumbuhan lain yang menempel pada talus memicu pertumbuhan rumput laut semakin lambat karena tumbuhan yang menempel tersebut bersifat kompetitor dalam menyerap nutrien untuk pertumbuhan rumput laut serta dengan adanya tumbuhan lain yang menempel pada talus dapat menyebabkan permukaan thallus tertutup sehingga menghalangi rumput laut untuk melakukan proses fotosintesis. Adanya peristiwa tersebut sesuai dengan pernyataan Nurdiana et al. (2016) menyatakan bahwa menempelnya berbagai makroepifit pada lingkungan talus serta jaring rumput laut dapat menghambat pertumbuhan rumput laut, menghambat penyerapan zat hara, menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis, terjadinya kompetisi makanan (nutrien) dan kompetisi ruang.

Perkembangan tanaman epifit mulai terlihat pada minggu ke-3 sampai minggu ke-6 penanaman rumput laut, akan tetapi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-6 tetap mengalami peningkatan laju pertumbuhan hal ini dikarenakan pasca setelah penanaman, bibit rumput laut yang ditanam selalu di kontrol dan dipelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur. Untuk penanganan tanaman epifit yang menempel pada kantong rumput laut yaitu dengan cara mencabut atau menggoyangkan langsung tanaman yang melekat pada kantong rumput laut tersebut. Tujuannya agar rumput laut terbebas dari tanaman epifit karena dapat menghambat proses fotosintesis serta menghambat terjadinya kompetisi makanan (nutrien) dan kompetisi ruang. Kegiatan sampling untuk membersihkan tanaman epifit yang menempel pada rumput laut dilakukan tiga kali dalam seminggu. Hal ini menyebabkan rumput laut tetap melakukan proses fotosintesis, tidak adanya kompetisi ruang serta kompetisi makanan (nutrien) sehingga laju pertumbuhan rumput laut tetap mengalami peningkatan.

  • 4.2    Laju Pertumbuhan (SGR) pada Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan rumput laut pada setiap lokasi memiliki presentase pertumbuhan yang baik yaitu

berkisar antara 3,3 – 3,47 % . Menurut Wijayanto et al. (2011), presentase yang baik untuk laju pertumbuhan rumput laut adalah diatas 3 %. Peningkatan laju pertumbuhan rumput laut yang berbeda pada setiap lokasi dalam penelitian ini dipegaruhi oleh masyarakat setempat dimana pada lokasi A dan B aktivitas wisata cukup tinggi di, sedangkan pada lokasi 3 aktivitas wisata rendah. Menurut Marisca (2013), aktifitas pantai dapat memengaruhi laju pertumbuhan pada rumput laut dimana aktifitas masyarakat ini dapat memengaruhi banyaknya polutan yang ada dalam perairan.

Hal lain yang dapat memengaruhi laju pertumbuhan pada setiap lokasi adalah ketersediaan cahaya matahari yang dapat memengaruhi proses fotosintesis. Pada lokasi 3 ketersediaan cahaya matahari yang dibutuhkan bisa dikatakan cukup, karena lokasi yang dekat dengan pantai dibandingkan lokasi A dan B, sehingga pada lokasi ini laju pertumbuhan pada rumput laut (Eucheuma  cottonii)  mengalami

peningkatan  dibandingkan lokasi  1 dan 2.

Menurut Nurdiana et al. (2016), cahaya matahari yang cukup dapat memengaruhi kecepatan laju pertumbuhan pada rumput laut. Hasil laju

pertumbuhan rumput laut (Eucheuma cottonii)

memperlihatkan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada setiap lokasi, yaitu berkisar antara 3,3%-3,47% dan memiliki pola pemeliharaan yang sama selama 6 minggu pemeliharaan. Menurut Hutardo et al. (2001), pola pemeliharaan yang sama

memengaruhi tingkat laju pertumbuhan dari rumput laut. Pada hasil uji One Way Anova diketahui bahwa perlakuan A memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap SGR yang dihasilkan oleh rumput laut (Eucheuma cottonii). Kemudian berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada perlakuan C berbeda nyata dengan hasil SGR pada perlakuan A, dan hasil SGR perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A dan C.

  • 4.2.3 Kualitas Air

Berdasarkan pada hasil pengukuran parameter kualitas air di Pantai Pandawa, Bali diketahui, bahwa kondisi suhu perairan berkisar antara 29°C-30°C. Suhu tersebut meningkat dari awal minggu pemeliharaan hingga pada minggu ke 6. Keadaan tersebut menunjukan bahwa suhu selama pemeliharaan berlangsung adalah optimal.

Menurut Anggadiredja et al. (2008), suhu perairan di Pantai Pandawa, Bali adalah optimal untuk pemeliharaan Rumput laut. Pengaruh perubahan suhu ketika penelitian berlangsung sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Menurut Maniagrasi (2013), pengaruh perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pada rumput laut. Hal ini terlihat pada hasil pertumbuhan rumput laut pada setiap minggunya. Hasil pengukuran pH menunjukan, bahwa pH selama penelitian berlangsung selama 6 minggu berkisar antara 7,0-7,5 nilai ini menunjukan derajat keasaman di perairan Pantai Pandawa, Bali masuk kedalam kategori stabil. Menurut Syamsuddin (2014) kisaran pH yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah yang cenderung basa, pH yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah berkisar antara 7,0 – 9,0. Perairan basa merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh fitoplankton (Susilowati et al., 2012). Penurunan pH terjadi pada minggu ke-5 dan ke-6 hal ini diduga karena terjadi peningkatan bahan organik yang ada di perairan pantai pandawa. Hal ini sesuai dengan peryataan Simanjuntak (2012) yang menyatakan terjadinya penurunan nilai pH di suatu perairan mengindikasikan adanya peningkatan terhadap senyawa organik di perairan tersebut.

Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berlangsung berkisar antara 30,4-31,6 ppt, nilai tersebut optimal sebagai tempat pemeliharaan/budidaya Rumput laut. Menurut San (2012), nilai salinintas optimal untuk pemeliharaan Rumput laut (Eucheuma cottonii) berkisar antara 25-33 ppt. Hasil pengukuran DO selama 6 minggu berada pada kisaran 5,3-6,5 ppm, nilai tersebut masih terhitung normal untuk pertumbuhan Rumput laut. Menurut Syamsudin (2014), nilai DO normal adalah berkisar antara 2-8 ppm. Hasil nilai konsentrasi nitrat berkisar antara 0,96-1,42 mg/L, sedangkan nilai fosfat berkisar antara 0,24-0,72 mg/L, nilai tersebut menunjukan bahwa tingkat kesuburan perairan di Pantai Pandawa, Bali sangat baik. Menurut Patty et al. (2015), konentrasi nilai nitrat yang menunjukan tingkat kesuburan sangat baik berkisar 0,24 -0,72 mg/L, sedangkan konsentrasi nilai fosfat yang baik adalah 0,51-0,100 mg/L.

  • 5.    Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasaran pada hasil penelitian ini adalah Kegiatan pariwisata (Watersport) mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut pada lokasi penelitian 1 dan 2, yaitu berkisar antara 3,3 %-3,37% dan yang paling tinggi terletak di lokasi penelitian 3 yaitu sebesar 3,47%, serta kondisi kualitas perairan pantai Pandawa selama penelitian berlangsung selama 6 minggu tergolong optimum untuk budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) yaitu suhu perairan berkisar antara 29°C- 30°C, pH 7-7,5, salinitas 30,4-31,6 ppt, DO berada pada kisaran 5,3-6,5 ppm, nitrat 0,961,42 mg/L, sedangkan nilai fosfat 0,24-0,72 mg/L.

Daftar Pustaka

Aslan L.M. (1991). Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta: Kanisius.

Dewi, A.P.W.K., & Suryaningtyas, E.W. (2018). Kajian Penggunaan Kantong pada Budidaya Rumput Laut sebagai Revitalisasi Budidaya Rumput Laut di

Perairan Pantai Kutuh, Badung, Bali. Laporan Kegiatan Penelitian Dosen Muda. Badung, Indonesia:  Fakultas Kelautan dan Perikanan

Universitas Udayana.

Dewi, A.P.W.K., & Ekawaty, R. (2019). Potensi Budidaya Rumput Laut dalam Kaitannya dengan Dampak Perkembangan Pariwisata di Perairan Pantai Kutuh, Badung, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 94-99

Krismaningrum, E. (2007). Pengaruh Perbedaan Pola Tanam terhadap Pertumbuhan Rumput Laut

Eucheuma cottonii di Pantai Geger Nusa Dua, Provinsi Bali. Skripsi. Bali, Indonesia: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Kramer, K.J.M., Brockmann, U.H., & Warwick, R.M.

  • (1994) . Tidal estuaries manual of sampling and procedures. Rotterdam: A.A. Balkema.

Medinawati, K.D. (2017). Perbandingan Perkembangan Pengelolaan Pantai Pandawa sebagai Daya Tarik Wisata di Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Jurnal Destinasi Pariwisata, 5(1), 12-16.

Simanjuntak, M. (2012). Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengggara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(2), 290-303.

Susilowati, T., Rejeki, S., Dewi, E.N., & Zulfitriani. (2012). Pengaruh Kedalaman terhadap Pertumbuhan Rumput Laut    (Eucheuma    cottonii)    yang

dibudidayakan dengan Metode Longline di Pantai Mlonggo, Kabupaten Jepara. Jurnal Saintek Perikanan, 8(1), 7-12.

Syahputra, Y. (2005). Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan Perlakuan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu Nanggroe Aceh Darussalam. Disertasi. Bogor, Indonesia:   Institut

Pertanian Bogor.

Syamsuddin, R. (2014). Pengelolaan Kualitas Air: Teori dan Aplikasi di Sektor Perikanan. Makassar, Indonesia: Pijar Press.

Trono, G.C., & Fortes. (1988). Philippina Seaweed.

National Book Store, Inc Metro. Manila.

Curr.Trends Aq. Sci. VII(1): 62-68 (2024)