HUBUNGAN ACADEMIC SELF EFFICACY DENGAN KEJADIAN ACADEMIC BURNOUT PADA MAHASISWA FARMASI
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
HUBUNGAN ACADEMIC SELF EFFICACY DENGAN KEJADIAN ACADEMIC BURNOUT PADA MAHASISWA FARMASI
Andika Parnomo Putra*1, Indri Heri Susanti1, Tri Sumarni1 1Program Studi Sarjana Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Harapan Bangsa *korespondensi penulis, email: [email protected]
ABSTRAK
Academic self efficacy merupakan keyakinan mahasiswa dalam belajar, mampu mengatur waktu, dan lingkungan belajar secara lebih efektif. Menurunnya academic self efficacy mahasiswa dapat meningkatkan kejadian academic burnout. Academic burnout merupakan perasaan lelah bagi mahasiswa karena tuntutan studi dan perasaan tidak kompeten sebagai seorang mahasiswa yang menyebabkan stres, dan faktor psikologis lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout pada mahasiswa Program Studi Farmasi Program Sarjana Fakultas Kesehatan di Universitas Harapan Bangsa, menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian yaitu semua mahasiswa farmasi. Teknik pengambilan sampel probability sampling proportionate stratified random sampling sebanyak 190 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner Academic Self Efficacy Scale dan Maslach Burnout Inventory-Student Survey. Hasil penelitian academic self efficacy pada mahasiswa farmasi pada kategori sedang (62,1%) dan academic burnout pada kategori sedang (52,6%). Hasil analisis menggunakan uji Spearman Rank didapatkan ada hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout pada mahasiswa farmasi dengan p value 0,000 (p<a).
Kata kunci: academic burnout, academic self efficacy, mahasiswa
ABSTRACT
Academic self efficacy is a paradigm of studying for students that is mostly believed to help them in managing time and studying environment effectively. The decreasing academic self efficacy in a student can cause an increasing academic burnout. Academic burnout is an exhaustion in a student caused by their study demands, and a feeling of incompetency as a student that can cause a stress and the other psychological factor. This research aims to know the relationship between academic self efficacy and academic burnout within students of Undergraduate Program of Pharmacy, Health Faculty in Harapan Bangsa University. This research using quantitative methods with a cross sectional approach. All pharmacy students were involved in this study as respondents. Sampling method used in this research is probability sampling proportionate stratified random sampling with 190 respondents. Research instruments used in this study are Academic Self Efficacy Scale and Maslach Burnout Inventory-Student Survey questionnaire. The result shows that academic self efficacy within pharmacy students were in medium level (62,1%) and academic burnout were in medium level as well (52,6%). The Spearman Rank test shows that there is relationship between academic self efficacy and academic burnout within pharmacy students with p value 0,000 (p<a).
Keywords: academic burnout, academic self efficacy, students
PENDAHULUAN
Mahasiswa farmasi adalah calon apoteker yang memiliki tanggung jawab untuk mencapai hasil terapi obat terhadap kesembuhan pasien dan dapat memberikan pelayanan terbaik dalam bidang farmasi (Ardiningtyas, 2017). Menurut Amalia dan Nashori (2021), beban di perkuliahan seperti mata kuliah dan kegiatan praktikum mahasiswa farmasi dapat menyebabkan perasaan jenuh dan tertekan yang dapat disebut sebagai stres. Hal itu dapat menyebabkan mereka mengalami burnout. Burnout yang terjadi pada seorang mahasiswa dapat disebut sebagai academic burnout. Kejadian academic burnout merupakan perasaan melelahkan yang dialami oleh mahasiswa karena terdapat tuntutan pendidikan yang dijalani, timbulnya sikap sinis terhadap beban perkuliahan, dan munculnya perasaan tidak layak sebagai seorang mahasiswa (Schaufeli et al., 2002).
Hasil penelitian Khansa dan Djamhoer (2020) mengatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel academic self efficacy dengan variabel academic burnout pada mahasiswa di Kota Bandung dengan koefisien korelasi -0,585 yang menunjukkan keeratan hubungan yang sedang. Academic self efficacy pada mahasiswa berada pada kategori tinggi sebanyak 262 mahasiswa dan academic burnout pada mahasiswa berada pada kategori rendah sebanyak 242 mahasiswa.
Akibat dari adanya academic burnout yang dialami, dapat membuat mahasiswa melakukan hal-hal seperti tidak menghadiri kelas, mengerjakan tugas dengan asal-asalan, mendapat nilai ujian yang rendah, dan mahasiswa memiliki resiko terjadi drop out atau dikeluarkan (Law, 2007).
Menurut Kaur et al (2020), pengukuran tingkat stres dan tingkat academic burnout banyak dilakukan pada mahasiswa kesehatan, seperti mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, dan keperawatan. Namun, penelitian yang dilakukan pada mahasiswa farmasi hanya
sedikit yang mengukur mengenai tingkat academic burnout dan tingkat stres.
Ugwu, Onyishi, & Tyoyima (2018) berpendapat bahwa setiap mahasiswa harus memiliki self efficacy yang dapat melindungi diri dari kejadian academic burnout. Self efficacy pada seorang mahasiswa dapat disebut sebagai academic self efficacy. Menurut Zajacova, Lynch, & Espenshade (2005), academic self efficacy dapat diartikan sebagai keyakinan seorang mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, menyusun makalah, menyiapkan, serta melaksanakan kegiatan praktikum dan ujian.
Hasil wawancara didapatkan peneliti kepada mahasiswa farmasi di Universitas Harapan Bangsa, dimana mahasiswa memiliki kecenderungan mengalami academic burnout. Mahasiswa farmasi mengatakan bahwa mereka memiliki beban dalam pengerjaan tugas yang didapatkan dari perkuliahan. Salah satu tugasnya adalah pengerjaan laporan praktikum yang sudah menjadi rutinitas mahasiswa farmasi selama perkuliahan. Berdasarkan penjelasan dari mahasiswa, pengerjaan laporan tersebut dalam 1 minggu mahasiswa dapat mengerjakan 2 sampai 3 laporan. Pembuatan laporan oleh mahasiswa diawali dengan membuat laporan sementara sebelum praktikum dan pembuatan laporan akhir setelah praktikum secara tulis tangan. Waktu pengumpulan laporan biasanya pada praktikum selanjutnya / diberikan waktu 1 minggu.
Mahasiswa farmasi memiliki keinginan dan keyakinan kuat untuk menyelesaikan tugas laporan praktikum dapat terlihat dari usaha mereka dalam pengerjaannya, untuk mendapatkan hasil dan nilai terbaik, sehingga mereka memanfaatkan waktu istirahat mereka untuk mengerjakan tugas laporan praktikum tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout pada mahasiswa Program Studi Farmasi Program Sarjana Fakultas Kesehatan di Universitas Harapan Bangsa.
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat analitik korelasi, menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Harapan Bangsa. Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling, yang dihitung menggunakan rumus Slovin dengan taraf kesalahan 5% sehingga sampel yang didapatkan sebanyak 190 sampel.
Responden dalam penelitian dipilih sesuai dengan perhitungan rumus proportionate stratified random sampling agar jumlah responden setiap kelas sesuai dengan porsi dan stratanya. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu mahasiswa aktif farmasi di Universitas Harapan Bangsa tahun 2018-2021, mahasiswa yang bersedia menjadi responden, dan mahasiswa dalam keadaan sehat. Kemudian untuk kriteria eksklusinya, yaitu mahasiswa aktif farmasi di Universitas Harapan Bangsa sebelum tahun 2018 yang belum lulus, mahasiswa yang sakit, dan tidak bersedia menjadi responden. Setelah responden terpilih, responden dijadikan dalam satu grup whatsapp dan mengisi kuesioner melalui
google form.
Penelitian ini menggunakan 2 kuesioner sebagai instrumen, yaitu kuesioner Academic Self-Efficacy Scale untuk mengukur academic self efficacy yang terdiri dari 30 pertanyaan dengan indikator magnitude, generality, dan strength yang telah diuji validitas dengan hasil r hitung = 0,310-0,650 dan telah diuji reliabilitas dengan r alpha = 0,891 (Wijaya, 2019). Kemudian kuesioner Maslach Burnout Inventory-Student Survei (MBI-SS) untuk mengukur tingkat academic burnout yang terdiri dari 14 pertanyaan dengan 3 indikator, yaitu indikator exhaustion, depersonalization/ cynicism, dan inefficacy/reduced personal accomplishment yang telah diuji validitas dengan hasil r hitung = 0,301-0,713 dengan r tabel = 0,361 dan telah diuji reliabilitas dengan r alpha (0,870>0,361) (Rozsy, 2018).
Analisis penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji spearman rank. Uji etik telah dilakukan di Komite Etik Universitas Harapan Bangsa dengan nomor surat B.LPPM-UHB/1131/07/2022.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Academic Self Efficacy (n=190)
Academic Self Efficacy |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah |
1 |
0,5 |
Sedang |
118 |
62,1 |
Tinggi |
71 |
37,4 |
Total |
190 |
100,0 |
Tabel 1 menunjukkan academic self tingkat sedang, yaitu sebanyak 118 responden
efficacy responden, yang paling dominan (62,1%).
adalah memiliki academic self efficacy pada
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Academic Burnout (n=190)
Academic Burnout |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Rendah |
90 |
47,4 |
Sedang |
100 |
52,6 |
Total |
190 |
100,0 |
Tabel 2 menunjukkan academic burnout sedang, yaitu sebanyak 100 responden
responden, yang paling dominan adalah (52,6%).
memiliki academic burnout pada tingkat
Tabel 3. Hubungan Academic Self Efficacy dengan Kejadian Academic Burnout Responden
Academic Self Efficacy |
Academic Burnout |
p value |
CC | ||||
Sedang |
Rendah | ||||||
f |
% |
f |
% | ||||
Tinggi |
16 |
8,4 |
55 |
28,9 | |||
Sedang |
83 |
43,7 |
35 |
18 |
0,000 |
-0,468 | |
Rendah |
1 |
0,5 |
0 |
0 | |||
Total |
100 |
52,6 |
90 |
47,4 |
Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian bahwa tingkat academic self efficacy mahasiswa sebagian besar berada pada kategori sedang dengan tingkat kejadian academic burnout mahasiswa berada kategori sedang sebanyak 83 responden (43,7%). Hasil analisis menggunakan uji spearman rank didapatkan p value sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga terdapat hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout pada mahasiswa Program Studi Farmasi
PEMBAHASAN
Hasil penelitian didapatkan bahwa academic self efficacy pada responden, yang paling dominan adalah memiliki academic self efficacy pada tingkat sedang yaitu sebanyak 118 responden (62,1%). Setelah melihat hasil perhitungan kuesioner academic self-efficacy yang telah diisi oleh responden, dimensi academic self-efficacy yang mendapatkan nilai tertinggi dimiliki oleh dimensi magnitude yang dikaitkan dengan tingkat keyakinan seseorang terhadap usaha yang dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kesulitan dalam tugas yang didapatkan. Apabila tugas-tugasnya tidak sesuai dengan kemampuan individu, maka individu akan lebih memilih untuk menyelesaikan tindakan yang lebih mudah untuk dikerjakan (Bandura, 1997).
Dimensi academic self-efficacy yang mendapatkan nilai terendah pada hasil kuesioner adalah dimensi strength dimana dimensi ini memiliki kaitan yang erat dengan adanya tingkat kekuatan individu pada keyakinannya. Dimensi ini akan mempengaruhi academic self-efficacy mahasiswa dari pengalaman sebelumnya, yang akan menentukan apakah individu akan menjadi lebih kuat atau lemah. Perubahan yang terjadi pada individu
Program Sarjana Fakultas Kesehatan di Universitas Harapan Bangsa. Koefisien korelasi academic self efficacy dengan kejadian academic burnout memiliki nilai -0,468. Hal ini menunjukan arah hubungan negatif yang berarti jika academic self efficacy pada mahasiswa tinggi, maka academic burnout pada mahasiswa akan rendah. Begitu juga sebaliknya jika academic self efficacy pada mahasiswa rendah, maka academic burnout pada mahasiswa akan tinggi.
tergantung bagaimana individu menyikapi keadaannya walaupun memiliki pengalaman yang buruk (Bandura, 1997).
Menurut Arlinkasari dan Akmal (2017) menyatakan bahwa academic self efficacy tinggi pada mahasiswa dapat meningkatkan jiwa pantang menyerah dan akan berusaha untuk memecahkan permasalahan di bidang akademik dengan mencari solusi yang tepat. Adanya academic self efficacy mahasiswa yang tinggi akan menciptakan perasaan yang menenangkan pada mahasiswa saat dihadapkan dengan tugas perkuliahan yang berat (Wasito dan Yoenanto, 2021). Tetapi, jika academic self efficacy pada mahasiswa pada tingkat rendah, maka mahasiswa cenderung mudah mengalami stres, depresi, serta mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah (Arlinkasari dan Akmal, 2017).
Menurut Zajacova et al (2005) mengatakan bahwa academic self efficacy dapat diartikan sebagai keyakinan seorang mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, menyusun makalah, menyiapkan, serta melaksanakan kegiatan praktikum dan ujian. Academic self efficacy juga merupakan salah satu dari karakter kepribadian sebagai faktor yang
penting pada mahasiswa yang mengalami academic burnout, stres, dan depresi (Fernández-Arata, Dominguez-Lara dan Merino-Soto, 2017). Academic self efficacy pada mahasiswa akan memberikan kekuatan dalam dirinya sehingga bersungguh-sungguh untuk terus belajar agar dapat mencapai prestasi yang diinginkannya (Naderi et al., 2018).
Tingkat academic self efficacy dengan kategori tinggi pada mahasiswa diharapkan untuk lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka, serta menumbuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi pada mahasiswa dalam menyelesaikan tugas perkuliahannya (Rohmani dan Andriani, 2021). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wasito dan Yoenanto (2021) yang menyatakan bahwa tingkat academic self efficacy pada 71 mahasiswa berada di kategori sedang (39,7%). Academic self efficacy sangat berkaitan dengan pengalaman dan kedewasaan seorang mahasiswa yang akan berpengaruh terhadap penyelesaian masalah mereka. Academic self efficacy rendah atau sedang akan membuat mahasiswa tidak dapat mengeksplorasi kemampuan mereka dan membuat keputusan untuk diri mereka sendiri (Rohmani dan Andriani, 2021).
Pada penelitian ini, academic self efficacy mahasiswa dalam mengerjakan tugas dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, didapatkan bahwa mahasiswa memiliki keyakinan dalam menjalankan perkuliahannya. Academic self efficacy yang baik pada mahasiswa, cenderung akan menunjukkan sikap bersemangat dan dimudahkan dalam proses perkuliahannya. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurumal, Diyono, dan Hasan (2020) bahwa mahasiswa farmasi memiliki tingkat self efficacy yang cukup rendah yang dihubungkan dengan interprofessional interaction dengan rata-rata nilai 45,1 ± 10,4 yang dibandingkan dengan beberapa mahasiswa dari jurusan keperawatan, mahasiswa tenaga kesehatan pembantu, mahasiswa kedokteran, dan
mahasiswa kedokteran gigi dengan rata-rata nilai lebih dari 50.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa academic burnout responden yang paling dominan adalah memiliki academic burnout pada tingkat sedang, yaitu sebanyak 100 responden (52,6%). Sebagian besar dimensi academic burnout, mengacu pada emosi yang berlebihan yang menyebabkan terkurasnya sumber daya emosional. Mahasiswa yang mengalami academic burnout akan tercermin dari perilaku kesehariannya yang tidak bersemangat saat menjalani aktivitas, merasa lelah saat bangun pagi, merasa tegang saat mengikuti pembelajaran, dan tidak fokus dalam mengerjakan tugas (Rohmani dan Andriani, 2021).
Kemudian setelah melihat hasil perhitungan kuesioner yang telah diisi oleh responden, dimensi academic burnout yang mendapatkan nilai tertinggi dimiliki oleh dimensi inefficacy/reduced personal accomplishment yang berarti mahasiswa menganggap bahwa dirinya tidak kompeten dalam mengerjakan tugas perkuliahan, di mana setiap mahasiswa yang mendapatkan tugas, memandang tugas sebagai sesuatu yang sangat membebankan, sehingga mahasiswa menjadi tidak percaya diri dan merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugas perkuliahan (Christiana, 2020). Ketika mahasiswa merasa tidak efektif maka mereka akan mengembangkan rasa ketidakmampuannya dalam perkuliahan. Adanya workload sebagai faktor terjadinya academic burnout dapat menyebabkan penurunan kualitas belajar pada mahasiswa, kreativitas mahasiswa yang menurun, dan hubungan yang tidak baik di lingkungan akademik dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya academic burnout (Maslach, Schaufeli dan Leiter, 2001).
Dimensi academic burnout yang mendapatkan nilai terendah pada hasil kuesioner adalah dimensi depersonalization/cynicism dimana aspek ini ditandai dengan adanya perlakuan terhadap tugas atau tanggung jawab yang dianggap sebagai objek, bukan sebuah
kewajiban yang harus diselesaikan. Hal ini dapat ditandai dengan perilaku seseorang seperti tidak memiliki tujuan dan antusiasmenya yang timbul akibat dari semakin menjauh dari dirinya sendiri dan perkuliahannya, bersikap acuh tak acuh terhadap teman, menunjukkan reaksi negatif dan bermusuhan. Perilaku lain yang menunjukkan adanya sikap depersonalization/cynicism adalah perilaku yang diperlihatkan sebagai upaya perlindungan diri sendiri dari perasaan kecewa, karena jika individu berperilaku demikian, maka akan merasa aman dan terhindar dari ketidakpastian dalam tugas-tugasnya (Nursalam, 2013).
Academic burnout yang dialami mahasiswa akan memicu perasaan lelah baik secara lelah secara fisik maupun emosional yang ditunjukkan secara berlebih dalam menghadapi perkuliahan yang dijalaninya, merasa kegiatan perkuliahan sebagai kegiatan yang tidak menyenangkan, merasakan kegagalan dan perasaan tidak mampu serta tidak puas dengan hasil belajarnya, mahasiswa juga akan bersikap menghindar dari perkuliahan dan tidak dapat mengerjakan tugas perkuliahan dengan baik (Law, 2007).
Academic burnout yang rendah pada mahasiswa akan mengakibatkan mahasiswa dapat mengatasi segala permasalahan dalam perkuliahan dan mempu mengatasi perasaan kelelahan maupun perasaan yang menyebabkan dirinya tidak yakin pada kemampuannya baik dari faktor internal maupun eksternal (Schaufeli et al., 2002). Academic burnout dapat diturunkan tingkatnya jika seorang mahasiswa memiliki academic self efficacy yang tinggi, sehingga dalam menjalani perkuliahannya mahasiswa memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya (Fernández-Arata, Dominguez-Lara, & Merino-Soto, 2017).
Penelitian ini mendapatkan hasil yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wasito dan Yoenanto (2021) yang menyatakan bahwa tingkat kejadian academic burnout pada 60 mahasiswa berada di kategori sedang (33,5%).
Mahasiswa yang memiliki tingkat academic burnout pada kategori sedang cenderung memiliki tingkat academic self efficacy pada kategori sedang (Rohmani dan Andriani, 2021). Hal ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa dapat memposisikan dirinya untuk tetap seimbang menjaga agar tidak mengalami kejadian academic burnout yang berlebihan dengan adanya peran academic self efficacy yang sangat penting. Berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan Rohmani dan Andriani (2021) menyatakan bahwa tingkat academic burnout pada mahasiswa dalam kategori tinggi/parah sebanyak 32 mahasiswa (46,4%).
Pada penelitian ini, academic burnout mahasiswa dalam mengerjakan tugas dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, didapatkan bahwa kemungkinan terjadinya kejadian academic burnout akan menimpa pada mahasiswa farmasi dan akan memiliki dampak besar. Mahasiswa mungkin merasakan studi yang mereka lakukan sangat menyenangkan dan mengetahui arti penting karena mereka mengejar karir di bidang farmasi, tetapi di sisi lain mereka tidak memiliki energi yang cukup dan kekuatan karena adanya tuntutan persyaratan kurikulum yang terlalu ketat (Kaur et al., 2020).
Tingkat academic self efficacy mahasiswa sebagian besar berada pada kategori sedang dengan tingkat kejadian academic burnout mahasiswa berada kategori sedang sebanyak 83 responden (43,7%). Hasil analisis menggunakan uji spearman rank didapatkan p value sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga terdapat hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout pada mahasiswa Program Studi Farmasi Program Sarjana Fakultas Kesehatan di Universitas Harapan Bangsa. Koefisien korelasi academic self efficacy dengan kejadian academic burnout memiliki nilai -0,468 yang berarti menunjukkan arah hubungan negatif.
Menurut Sugiyono (2013) koefisien korelasi sebesar -0,468 termasuk pada tingkat keeratan yang memiliki hubungan sedang. Artinya, apabila academic self efficacy pada mahasiswa rendah, maka kejadian academic burnout pada mahasiswa akan tinggi. Begitu juga sebaliknya, jika academic self efficacy pada mahasiswa tinggi, maka kejadian academic burnout pada mahasiswa akan rendah.
Hasil penelitian ini juga memiliki hasil yang sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa academic self efficacy memiliki hubungan yang signifikan dengan academic burnout dan memiliki korelasi yang negatif (Arlinkasari dan Akmal, 2017). Bahwa terdapat hubungan secara signifikan academic self efficacy dengan academic burnout dengan p value 0,00 dan memiliki koefisien korelasi -0,365.
Adanya hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout menunjukkan bahwa aspek-aspek dalam academic self efficacy memberikan peran yang sangat berarti terhadap academic burnout pada mahasiswa farmasi (Orpina dan Prahara, 2019). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ugwu, Onyishi dan Tyoyima (2018) pada mahasiswa universitas Nigeria yang mendapatkan hasil academic self efficacy berhubungan secara positif dengan kejadian academic burnout.
Pada penelitian ini kategorisasi academic self efficacy dengan kejadian academic burnout memiliki kategori sedang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wasito dan Yoenanto (2021) bahwa skala academic self efficacy pada mahasiswa sebanyak 179 di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga yang sedang mengerjakan skripsi menunjukkan academic self efficacy pada 71 mahasiswa berada di kategori sedang dan sebagian tingkat academic burnout pada 60 mahasiswa berada di kategori sedang.
Berbeda dengan penelitian Khansa dan Djamhoer (2020) bahwa sebagian
besar mahasiswa memiliki tingkat academic self efficacy kategori tinggi sebanyak 262 mahasiswa dan sebagian besar tingkat academic burnout pada 242 dari 400 mahasiswa berada pada kategori rendah di kota Bandung. Menurut Rohmani dan Andriani (2021), tingkat academic self efficacy mahasiswa pada kategori sedang akan menimbulkan kecenderungan terjadinya academic burnout pada tingkat sedang hingga parah.
Hasil penelitian ini juga mendapatkan academic self efficacy kategori rendah pada mahasiswa farmasi dapat menyebabkan academic burnout pada kategori sedang sebanyak 1 responden (0,5%). Dimana menurut asumsi peneliti, bahwa mahasiswa farmasi kurang memperhatikan academic self efficacy yang ada pada dirinya, sehingga apa yang dilakukannya hanya serta merta untuk menyelesaikan suatu kewajiban sebagai seorang mahasiswa sehingga tingkat academic burnout yang dimilikinya berada di kategori sedang.
Menurut Khansa dan Djamhoer (2020) menyatakan bahwa dengan terjaganya academic burnout, mahasiswa akan dapat mengontrol perilaku dan suasana hatinya sehingga tidak berlarut-larut dalam sikap kelelahan, kebosanan, dan kemalasan yang dapat mempengaruhi aktivitas akademik walaupun mahasiswa memiliki academic self efficacy yang rendah.
Mahasiswa sangatlah penting memiliki academic self efficacy yang tinggi agar memiliki keyakinan dalam menjalankan perkuliahannya (Wasito dan Yoenanto, 2021). Adanya academic self efficacy memiliki aspek positif pada diri mahasiswa dalam meningkatkan minat mereka dalam menyelesaikan tugas perkuliahan, sabar, bersikap optimis, tidak mudah menyerah, serta memiliki motivasi dalam kegiatan belajar agar mahasiswa tidak rentan mengalami stres dan academic burnout (Mukti dan Tentama, 2019).
Mahasiswa yang memiliki academic self efficacy yang rendah memiliki kemampuan pemecahan permasalahan
yang rendah sehingga akan mudah terkena stress. Jika stres terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan depresi dan
SIMPULAN
Academic self efficacy pada
mahasiswa Program Studi Farmasi
Program Sarjana Fakultas Kesehatan di Universitas Harapan Bangsa yang paling dominan adalah academic self efficacy pada tingkat sedang dengan kejadian
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, V.R. and Nashori, H.F. (2021)
‘Religiusitas, efikasi diri, dan stres akademik mahasiswa farmasi’, 3(1), pp. 36–55. doi:10.32923/psc.v3i1.1702.
Ardiningtyas, B. (2017) ‘Gambaran Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Apotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta’, Jurnal Ilmiah Farmasi, 13(1), pp. 19–26.
doi:10.20885/jif.vol13.iss1.art4.
Arlinkasari, F. and Akmal, Z. (2017) ‘Hubungan antara School Engagement , Academic SelfEfficacy dan Academic Burnout pada
Mahasiswa’, 1, pp. 81–102.
doi:https://doi.org/10.28932/humanitas.v1i2. 418.
Bandura, A. (1997) ‘Self-Efficacy The Exercise of Control by Albert Bandura’. W.H. Freeman and Company.
Christiana, E. (2020) ‘Burnout Akademik Selama
Pandemi Covid 19’, Prosiding Seminar
Nasional Bimbingan dan Konseling Mengukuhkan Eksistensi Peran BK Pasca
Pandemi Covid-19 di Berbagai Setting Pendidikan, pp. 8–15.
Fernández-Arata, M., Dominguez-Lara, S.A. and
Merino-Soto, C. (2017) ‘Single-item academic burnout and its relationship with academic self-efficacy in college students’, Enfermería Clínica (English Edition), 27(1), pp. 60–61. doi:10.1016/j.enfcli.2016.07.001.
Kaur, M. et al. (2020) ‘Relationship of Burnout and Engagement to Pharmacy Students ’
Perception of Their Academic Ability’, 84(2), pp. 213–216. doi:10.5688/ajpe7571.
Khansa, F. and Djamhoer, T.D. (2020) ‘Hubungan Academic Self Efficacy Dengan Academic Burnout Pada Mahasiswa Di Kota
Bandung’, 6(2), pp. 834–839.
doi:http://dx.doi.org/10.29313/.v6i2.24457.
Law, D.W. (2007) ‘Exhaustion in university students and the effect of coursework involvement’, J Am Coll Health, 55(4), pp. 239–45. doi:10.3200/JACH.55.4.239-245.
Maslach, C., Schaufeli, W.B. and Leiter, M.P.
(2001) ‘Job burnout’, Annual Review of
Psychology, 52(May 2014), pp. 397–422.
akan berpotensi menjadi academic burnout (Khansa dan Djamhoer, 2020).
academic burnout pada tingkat sedang. Terdapat hubungan academic self efficacy dengan kejadian academic burnout pada mahasiswa dengan p value 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar -0,468.
doi:10.1146/annurev.psych.52.1.397.
Mukti, B. and Tentama, F. (2019) ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri akademik’, pp. 341–347.
Naderi, Z. et al. (2018) ‘Prediction of academic burnout and academic performance based on the need for cognition and general selfefficacy: A cross-sectional analytical study’, (July 2019).
Nursalam (2013) Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pendekatan Praktis.
Nurumal, M.S., Diyono, N.Q.H. and Hasan,
M.K.C. (2020) ‘Self-Efficacy Levels Regarding Interprofessional Learning Skills Among Undergraduate Healthcare Students in Malaysia’, 20(November), pp. 374–379. doi:10.18295/squmj.2020.20.04.015.
Orpina, S. and Prahara, S.A. (2019) ‘Self-efficacy dan Burnout Akademik pada Mahasiswa yang Bekerja’, 3(2), pp. 119–130. doi:10.30653/001.201932.93.
Rohmani, N. and Andriani, R. (2021) ‘Correlation between academic self-efficacy and burnout originating from distance learning among nursing students in Indonesia during the COVID-19 pandemic’, Journal of Educational Evaluation for Health Professions, 18, pp. 1–6.
doi:10.3352/JEEHP.2021.18.9.
Rozsy, M. (2018) Hubungan Antara Dukungan Emosional Teman Sebaya Dengan Burnout Pada Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
Schaufeli, W. B et al. (2002) ‘Burnout and Engagement in University Students: A Cross-National Study’, Journal of Cross-Cultural Psychology, 33(5), pp. 464–481. doi:https://doi.org/10.1177%2F0022022102 033005003.
Sugiyono (2013) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Ugwu, F.O., Onyishi, I.E. and Tyoyima, W.A. (2018) ‘ExploringThe Relationship Between Academic Burnout, Self- Efficacy And Academic Engagement Among Nigerian
College’, (December 2013).
Wasito, A.Y.U.A. and Yoenanto, N.H. (2021) ‘Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental Pengaruh Academic Self-efficacy terhadap Academic Burnout Pada Mahasiswa yang Sedang Mengerjakan Skripsi’, 1(1), pp. 112–119.
doi:https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i1.243 80.
Wijaya, B.D. (2019) Pengaruh efikasi diri
akademik, resiliensi, dan motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik mahasantri UIN Walisongo Semarang.
Zajacova, A., Lynch, S.M. and Espenshade, T.J. (2005) ‘Self-efficacy, stress, and academic success in college’, Research in Higher Education, 46(6), pp. 677–706.
doi:10.1007/s11162-004-4139-z.
Volume 10, Nomor 6, Desember 2022
606
Discussion and feedback