Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN TIMBULNYA ACNE VULGARIS PADA SISWA DI SMP NEGERI 2 KOTA BANDA ACEH

Ryan Firnanda*1, Syarifah Masthura1, Mulyatina1

1Program Studi Sarjana Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama *korespondensi penulis, email: [email protected]

ABSTRAK

Stres tidak hanya mempengaruhi psikis seseorang, namun juga bisa mempengaruhi dalam hal patofisiologi. Stres dapat menimbulkan salah satu penyakit kulit yang sering menjadi masalah bagi remaja dan dewasa, yaitu acne vulgaris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres dengan kejadian timbulnya acne vulgaris. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 81 responden. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi GAGS (Global Acne Grading System). Hasil uji validitas menggunakan item-total correlation didapatkan hasil nilai validity r > 0,444 dan dinyatakan valid. Uji reliabilitas didapatkan hasil nilai cronbach alpha 0,60 maka dapat disimpulkan instrumen tersebut reliabel. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara stres dengan kejadian acne vulgaris pada siswa/i SMP Negeri 2 Banda Aceh tahun 2019 dengan p value = 0,001. Acne vulgaris tingkat sedang banyak terjadi pada siswa yang mengalami stres, sedangkan acne vulgaris tingkat ringan terjadi pada siswa yang tidak mengalami stres.

Kata kunci: acne vulgaris, remaja, stres

ABSTRACT

Stress can not only affect a person’s psyche but can also affect in term of pathophysiology. Stress causes one of the skin disease that are often a problem for adolescents and adults, namely acne vulgaris. This study aims to determine the relationship of stress with the incidence of acne vulgaris. This study used a correlational descriptive by incorporating the cross-sectional design. The total sample was 81 respondents. The measuring instrument used is a questionnaire and GAGS (Global Acne Grading System) observation sheet. Validity test using the item-total correlation, the results of the validity value r > 0,444 and declared valid. The reliability test obtained the results of the cronbach alpha value of 0,60, so it can be concluded that the instrument is declared reliable. Bivariate test showed that there was correlation between stress and the incidence of acne vulgaris among students in SMP Negeri 2 Banda Aceh 2019 with p-value = 0,001. Moderate acne vulgaris mostly occurs in students who experience stress, while mild acne vulgaris occurs in students who do not experience stress.

Keywords: acne vulgaris, stress, teenager

PENDAHULUAN

Modernisasi dan kemajuan teknologi pada zaman milenial membawa perubahan yang sangat signifikan dalam cara berpikir dan pola hidup bagi masyarakat luas. Perubahan tersebut akan membawa konsekuensi di bidang kesehatan fisik dan jiwa. Tidak semua orang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, akibatnya akan menimbulkan ketegangan atau menjadi faktor pencetus timbulnya suatu penyakit. Perasaan atau ketegangan tersebut lebih dikenal dengan istilah stres (Smeltzer dan Bare, 2012).

Stres adalah situasi dan perasaan yang dialami ketika seseorang merasakan adanya masalah yang melebihi daya kemampuan pribadi dan sosial yang tidak bisa dihadapi. Stres merupakan kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, sehingga menimbulkan tuntutan-tuntutan situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang (Losyk, 2016).

Stres terbagi dalam dua jenis, yaitu “baik” dan “buruk”. Stres melibatkan perubahan fisiologis pada seseorang, dimana kemungkinan seseorang dapat merasakan perasaan yang baik anxiousness (eustres) dan pleasure (distres). Eustres sendiri merupakan respon yang positif, stres ini dapat berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk menjadikan masalah yang dihadapi sebagai pelajaran bagi dirinya dan ingin mencoba untuk lebih baik. Kemudian yang kedua adalah stres yang buruk atau distres, hal ini bersifat negatif. Distres ini dibentuk dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana respon seseorang yang terbentuk selalu negatif (Losyk, 2016).

Acne vulgaris (AV) merupakan salah satu penyakit kulit yang bisa ditemukan secara universal pada remaja dan dewasa muda. Umumnya insiden terjadinya acne vulgaris mulai timbul pada masa pubertas. Pada wanita, insiden terbanyak terdapat pada usia 14-17 tahun, sedangkan pada laki-laki 16-19 tahun (Soegondo, 2016).

Acne vulgaris merupakan penyakit yang menyerang bagian organ kulit, dan

ditandai dengan adanya efloresensi komedo, papula pustule, nodus, dan kista pada tempat-tempat predileksinya, dapat ditemukan di bagian muka, leher, dada, bahu, dan punggung (Santoso, 2012).

AV hadir di beberapa belahan dunia. Di Inggris AV didiagnosis pada 70-80% dari semua pasien remaja yang berkunjung. Menurut penelitian di Australia, pravelensi AV kira-kira 27,7% pada anak-anak yang berusia 10 hingga 12 tahun dan sekitar 93,3 persen pada anak-anak berusia 16 hingga 18 tahun. Di India, 59,8% remaja berusia 16 dan 20 tahun menderita AV, dan khusus di China, mayoritas kasus AV terjadi pada kelompok usia 19 tahun sebesar 46,8% (Price, 2011).

Berdasarkan data survei di kawasan Asia Tenggara menunjukkan terdapat 40%-80% kasus AV, sedangkan di Indonesia berdasarkan laporan kelompok studi Dermatologi Kosmetika Indonesia pada tahun 2017 terdapat 80% kasus AV pada remaja. Prevalensi tertinggi pada wanita usia 14-17 tahun, berkisar 80-83%, dan pada pria usia 16-19 tahun sekitar 83-85% (Yudono, 2015).

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan, perkembangan fisik, dan perkembangan psikisnya. Ada peningkatan pada perubahan sosial yang sangat penting dalam masa remaja. Peningkatan ini meliputi meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, pola perilaku sosial yang lebih matang, pengelompokan sosial baru, dan nilai-nilai baru dalam pemilihan teman-teman dan pemimpin dalam dukungan sosial (Hurlock, 2012).

Dalam proses menuju kedewasaan ada 3 tahap dalam perkembangan remaja, yang pertama remaja awal (early adolescene), yaitu usia 10-12 tahun. Pada tahap pertama ini remaja masih kebingungan akan perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik maupun psikisnya. Kemudian yang kedua remaja tahap tengah (middle adolescence), usia 13-15 tahun, pada tahap ini remaja sangat membutuhkan

teman-teman, tahap ini remaja cenderung senang apabila ada teman-temannya yang menyukainya dan yang ketiga remaja tahap akhir (late adolescence), dalam tahapan ini remaja berusia 16-19 tahun, pada tahap akhir ini remaja menuju proses pendewasaan dan ditandai dengan pencapaian lima hal pada dirinya. Pertama minat yang makin mantap terhadap fungsi intelektual, yang kedua antusias dalam mencari kesempatan untuk bertemu dengan orang lain dan mencari pengalaman-pengalaman baru, yang ketiga terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, yang keempat memusatkan perhatian pada keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, dan yang terakhir terbentuknya “dinding” yang memisahkan pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2013).

Berdasarkan pengambilan data awal di SMP Negeri 2 Kota Banda Aceh pada tanggal 11-16 Januari 2019, didapatkan hasil: jumlah siswa/i kelas VII dan VIII sebanyak 430 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah diketahui bahwa kejadian timbulnya AV pada remaja dapat terjadi karena faktor lingkungan seperti siswa merasa bersaing dengan temannya dalam hal prestasi agar bisa menjadi juara, sehingga siswa tersebut dapat merasa stres jika mengalami kegagalan, faktor kognitif yaitu siswa stres dengan teman yang memiliki kemampuan lebih dalam hal prestasi, siswa juga merasa

METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif korelatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara stres sebagai variabel bebas dengan kejadian timbulnya acne vulgaris pada siswa di SMP Negeri 2 Banda Aceh sebagai variabel terikat yang masing-masing datanya dikumpulkan dalam satu waktu yang sama. Populasi penelitian ini adalah siswa/i di SMP Negeri 2 Kota Banda Aceh kelas VII dan VIII yang berjumlah 430 orang yang mengalami jerawat. Teknik pengambilan sampel dengan simple random

tidak percaya diri dengan fisiknya khususnya wajah yang berjerawat sehingga siswa berusaha menjadi cantik dengan menggunakan kosmetik yang terkadang berbahaya, dan siswa merasa stres dengan tuntutan orang tua untuk mengikuti berbagai macam les, dan juga tugas-tugas pelajaran dari sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 10 siswa, diketahui 8 siswa di antaranya merasa tuntutan tugas, dan lingkungan sehari-hari membuat mereka tertekan dan memicu terjadinya stres. Terlebih lagi, jika pulang sekolah mereka harus langsung mengikuti les dan melanjutkan dengan kegiatan lainnya. Tuntutan tersebut membuat mereka menjadi stres dan sedikitnya waktu untuk beristirahat. Apalagi pada zaman sekarang atau biasa disebut dengan istilah zaman para milenial, tuntutan belajar sangat di utamakan dikarenakan adanya persaingan-persaingan dan dengan kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi, peningkatan beban belajar dan berbagai faktor lainnya memicu terjadinya stres pada individu. Stres dapat menyebabkan acne vulgaris yang disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar adrenal dan sebum yang berlebihan sehingga membentuk mikrokomedo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres dengan acne vulgaris pada siswa di SMP Negeri 2 Banda Aceh pada tahun 2019.

sampling yaitu semua siswa/i yang mengalami acne vulgaris di SMP Negeri 2 Banda Aceh yaitu sebanyak 81 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Mei sampai dengan 27 Mei 2019. Penelitian ini menggunakan uji deskriptif dan uji chi square. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah semua siswa/i di SMP Negeri 2 Kota Banda Aceh, siswa/i yang mengalami acne vulgaris, dan bersedia menjadi responden dalam penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah siswa/i yang tidak mengalami acne vulgaris dan tidak bersedia menjadi responden.

HASIL PENELITIAN

Hasil pengumpulan data tentang      acne vulgaris dengan sampel sebanyak 81

hubungan stres dengan kejadian timbulnya      responden adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=81)

Jenis           Kategori

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Kelas                Kelas VII

48

59,3

Kelas VIII

33

40,7

Jenis Kelamin         Laki-Laki

30

37

Perempuan

51

63

Usia                 12 tahun

21

25,9

13 tahun

31

38,3

14 tahun

29

35,8

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui

51 responden

atau sebesar 63% dan

bahwa responden kelas VII lebih banyak,

responden dengan usia 13 tahun lebih

yaitu 48 responden atau sebesar 59,3%, jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Stres (n=81)

banyak yaitu 31 38,3%.

responden atau sebesar

Variabel Stres

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Ya

56

69,1

Tidak

25

30,9

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 81 responden di SMP Negeri 2 Banda Aceh, lebih banyak yang mengalami

stres yaitu 56 responden atau sebesar 69,1% dibandingkan yang tidak stres hanya 25 responden atau sebesar 30,9%.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Acne Vulgaris (n=81)

Kejadian Acne Vulgaris

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Berat

22

27,2

Sedang

32

39,5

Ringan

27

33,3

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 81 responden di SMP Negeri 2 Banda Aceh yang mengalami kejadian acne

vulgaris kategori sedang lebih banyak, yaitu sebanyak 32 responden atau sebesar 39,5%.

Tabel 4. Hubungan Stres dengan Kejadian Acne Vulgaris (n=81)

Stres

Kejadian Acne Vulgaris

p value

Berat

Sedang

Ringan

f

%

f

%

f

%

Ya

21

37,5

26

46,4

9

16,1

0,001

Tidak

1

4

6

24

18

72

Total

22

27,2

32

39,5

27

33,3

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 56 responden yang mengalami stres, sebanyak 26 responden (46,4%) mengalami acne vulgaris kategori sedang, sedangkan dari 25 responden yang tidak mengalami stres, sebanyak 18 responden (72%) mengalami acne vulgaris ringan.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan antara stres dengan kejadian acne vulgaris pada siswa/i SMP Negeri 2 Banda Aceh tahun 2019.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hubungan stres dengan kejadian acne vulgaris pada siswa/i SMP Negeri 2 Banda Aceh tahun 2019, menunjukkan bahwa dari 56 responden yang mengalami stres sebanyak 26 responden (46,4%) diantaranya mengalami acne vulgaris sedang. Sedangkan dari 25 responden yang tidak mengalami stres, sebanyak 18 responden (72%) diantaranya mengalami kejadian acne vulgaris ringan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan kejadian acne vulgaris pada siswa/i SMP Negeri 2 Banda Aceh tahun 2019 dengan nilai p = 0,001 (<0,05).

Hasil penelitian di atas mendukung hipotesis bahwa stres psikologis menyebabkan hipotalamus melepaskan CRF (Corticotropin Releasing Factor), yang akan merangsang hipofisis anterior dan meningkatkan kadar hormon ACTH (Adenocorticotropin Releasing Factor). Tingkat ACTH dalam darah akan meningkat, dan kemudian akan meningkatkan aktivitas korteks adrenal. Hormon androgen adalah salah satu hormon yang dibuat oleh korteks adrenal. Peningkatan jumlah hormon androgen sangat berperan dalam perkembangan jerawat (Harahap, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusumoningtyas (2012) di SMPN 7 Surakarta, yang mengungkapkan bahwa, dari 32 siswa, didapatkan yang mengalami stres berjumlah 24 orang (75%) dan yang tidak mengalami stres sebanyak 8 orang. Kemudian didapatkan 15 orang (62,5%) mengalami timbulnya jerawat dan 9 orang (37,5%) yang tidak mengalami jerawat. Sedangkan siswa yang tidak mengalami stres didapatkan satu orang (12,5%) mengalami jerawat dan 7 orang (87,5%) tidak mengalami jerawat. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara stres dengan kejadian acne vulgaris pada siswa SMPN 7 Surakarta (p=0,037). (Kusumoningtyas, 2012).

Penelitian lain mengulas prevalensi timbulnya acne vulgaris pada laki-laki dan

perempuan antara usia 16-19 tahun. Acne vulgaris adalah penyakit kulit dimana pori-pori kulit tersumbat, menyebabkan bercak merah dan abses (kantung nanah) yang menjadi iritasi dan septik. Remaja yang memiliki acne vulgaris mengalami efek fisik dan psikologis, termasuk kemungkinan gejala kecemasan dan depresi. Berdasarkan uji statistik didapatkan terdapat hubungan yang sangat kuat antara prevalensi acne vulgaris dengan tingkat kecemasan pada remaja di SMPN 1 Likupang Timur dengan p value < 0,05 (Sampelan, Pangemanan, & Kundre, 2017).

Kondisi kulit dan pikiran dapat saling berinteraksi. Kulit rentan terhadap masalah psikis, tetapi kulit juga dapat berdampak pada psikis seseorang. Mengetahui dasar-dasar interaksi antara pikiran dan tubuh seseorang sangatlah penting karena sistem kekebalan dan sistem saraf pusat berhubungan secara langsung. Fungsi neuropeptide dan reseptor neurotransmitter pada sel imun dan persarafan pada area simpatis noradrenergik dari organ limfoid primer dan sekunder dapat mempengaruhi fungsi otak (Harper, 2008).

Faktor fisiologis berhubungan dengan stres akan menyebabkan HPA axis menjadi aktif. Masalah tersebut akan meningkatkan kadar glukokortikoid dan ACTH yang berkepanjangan. Peningkatan ACTH akan menghasilkan peningkatan hormon androgen, yang berkontribusi untuk merangsang keratinosit dan memproduksi sebum. Acne vulgaris disebabkan oleh peningkatan kadar sebum dan hiperkeratinosit (Harahap, 2008).

Menurut asumsi peneliti adanya hubungan stres dengan kejadian acne vulgaris pada siswa/i SMP Negeri 2 Banda Aceh tahun 2019 dikarenakan siswa/i yang mengalami kejadian acne vulgaris sedang merasakan stres yang berasal dari faktor lingkungan, yaitu adanya ujian akhir sekolah. Siswa dapat merasa tertekan dengan hasil ujian yang akan diterima, siswa merasa khawatir dengan nilai ujian yang buruk. Adapun dari faktor kognitif yaitu siswa/i selalu memandang suatu

masalah dengan negatif bahwa siswa tidak akan mampu menyelesaikan masalah yang dia hadapi, siswa merasa stres jika guru menunjuknya untuk mengerjakan soal di papan tulis, siswa juga tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Berdasarkan faktor kepribadian yaitu siswa mudah tersinggung ketika teman-teman berbicara tentangnya, jika memiliki keinginan maka siswa harus mampu

SIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dengan kejadian timbulnya

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. (2008). Ilmu Penyakit Kulit, Edisi ke-5.

Jakarta: Penerbit EGC

Harper, J.C. (2008). Acne Vulgaris. UK: Department of Dermatology, University of Alabama at Birmingham

Hurlock, E. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Erlangga.

Kusumoningtyas, D. S. (2012). Hubungan antara stres dengan timbulnya akne Vulgaris pada siswa-siswi kelas III SMAN 7 Surakarta (skripsi). Surakarta:              Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Losyk. (2016). Metode Supernol Menaklukkan Stres. Jakarta: IKAPI

Price. (2011). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Sampelan, M. G., Pangemanan, D., & Kundre, R.

(2017). Hubungan timbulnya acne vulgaris dengan tingkat kecemasan pada remaja di

memenuhinya sehingga siswa berpotensi mengalami stres. Dari faktor sosial budaya yaitu siswa merasa dikucilkan di dalam kelas, siswa tidak suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar rumahnya karena merasa tidak percaya diri. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan stres yang berlebihan, yang berdampak pada timbulnya kejadian acne vulgaris.

acne vulgaris pada siswa/i di SMP Negeri 2 Banda Aceh dengan p value 0,001.

SMP N 1 Likupang Timur. Jurnal Keperawatan, 5(1).

https://doi.org/10.35790/jkp.v5i1.14892

Santoso. (2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sarwono, S. W. (2013). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Smeltzer dan Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), Vol. 1, Edisi 8, Jakarta: EGC.

Soegondo. (2016). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Yudono. (2015). Nursing Management Patient with Diabetes Mellitus in Medical Surgical Nursing. Philadelphia: Mosby

Volume 10, Nomor 4, Agustus 2022

361