Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH

Shinta Dewi Kasih Bratha*1, Imron Rosyadi2

1STIKes Tengku Maharatu

2Universitas Hangtuah Pekanbaru *korespondensi penulis, email: [email protected]

ABSTRAK

Salah satu tahapan tumbuh kembang yang dilalui anak adalah tahapan usia prasekolah (usia 4-5 tahun). Tercapainya pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak tergantung pada potensi biologisnya. Agar seorang anak berkembang secara optimal, stimulasi yang konstan dan penuh kasih dari ibu harus diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi perkembangan anak terhadap perkembangan anak usia prasekolah. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Sampel dalam penelitian ini adalah 44 orang ibu yang memiliki anak usia prasekolah. Hasil analisis bivariat didapatkan p value 0,002. Hal ini berarti terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perkembangan anak usia prasekolah.

Kata kunci: pengetahuan ibu, stimulasi perkembangan, usia prasekolah

ABSTRACT

One of the stages of growth and development that children go through is the preschool age stage (age 4-5 years). The achievement of optimal growth and development depends on its biological potential. In order for a child to develop optimally, a constant and loving stimulation of the mother must be given. This study aims to look at the relationship of maternal knowledge about the stimulation of children's development to the development of preschool-age children. The design of this research is a cross-sectional study. Tools in data collection using questionnaires. The sample in the study was 44 mothers who had preschool-age children. The result of bivariate analysis obtained p-value 0,002. This means that there is a relationship between the level of knowledge of the mother and the development of preschool-age children.

Keywords: developmental stimulation, mother's knowledge, preschool age

PENDAHULUAN

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan secara fleksibel dan berkesinambungan akan dilalui oleh setiap anak. Salah satu tahapan perkembangan anak adalah tahap usia prasekolah akhir (usia 4-5 tahun). Pada usia prasekolah, keterampilan motorik merupakan perkembangan yang paling menonjol pada anak usia 4-5 tahun. Menurut Wiyani (2014), perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan aktivitas fisik. Perkembangan motorik adalah pengembangan kontrol gerakan tubuh melalui aktivitas terkoordinasi antara sistem saraf, otak, dan sumsum tulang belakang. Perkembangan motorik ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Keterampilan motorik kasar akan berkaitan dengan gerakan dan postur tubuh (Soetjiningsih, 2016).

Empat dimensi dalam perkembangan anak yang dinilai, yaitu keterampilan motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan keterampilan sosial. Salah satu gangguan perkembangan yang paling sering terjadi pada anak usia prasekolah adalah gangguan atau keterlambatan berbahasa. Perkembangan bahasa merupakan kemampuan anak dalam merespon suara, mengikuti perintah, dan berbicara secara spontan (Soetjiningsih, 2016).

Kemahiran atau keahlian berbahasa merupakan indikator perkembangan pada anak secara keseluruhan, dan kemampuan berbahasa anak juga mencakup keterampilan kognitif, motorik, psikologis, emosional, dan lingkungan, sehingga akan mempengaruhi keterlambatan atau kerusakan sistem lainnya. Apabila kurang stimulasi dapat menyebabkan defisit bicara dan bahasa, bahkan defisit tersebut dapat bertahan dalam waktu yang lama (Kemenkes RI, 2015). Untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, maka anak harus siap tumbuh dan berkembang secara optimal (Depkes RI, 2015). Dalam perkembangan anak sangat diperlukan peran ibu dan ibu

merupakan bagian yang terpenting dalam hal ini.

Agar anak dapat berkembang secara optimal, mereka harus mendapat stimulasi yang teratur, terus-menerus dan penuh kasih sayang dari ibunya (Dinkes, 2015). Oleh karena itu, ibu perlu mempelajari dan memahami dengan baik pengetahuan dan keterampilan untuk merangsang perkembangan anak. Dalam hal pengetahuan, sikap dan praktik tentang rangsangan, perilaku orang tua, terutama ibu, merupakan faktor penting karena memungkinkan ibu untuk lebih memahami cara merawat dan membesarkan anak dengan baik dan benar. Semakin tepat cara memberikan stimulasi, maka semakin besar manfaatnya. Stimulasi pada anak dapat dimulai sejak anak berada dalam kandungan, karena perkembangan otak yang maksimal pada anak memerlukan stimulasi hingga usia 3 tahun (Fitriyani dkk, 2017).

Tercapainya perkembangan yang optimal tergantung pada potensi biologisnya. Derajat realisasi potensi biologis seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan: faktor genetik, lingkungan biopsikososial, dan perilaku. Proses unik yang memberikan karakteristik unik pada setiap anak dan hasil akhir yang berbeda (Soetjiningsih, 2016). Sebagai pengasuh terdekat anak, ibu perlu mengetahui tentang tumbuh kembang anak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengetahuan seorang ibu akan membimbingnya untuk lebih banyak berinteraksi dengan anaknya. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan anaknya. Ibu yang akrab dengan perkembangan anak cenderung menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan serta kemampuan anaknya (Nursalam & Utami, 2013).

Ibu yang memiliki pengetahuan dan pendidikan tinggi lebih memperhatikan perkembangan anaknya, sehingga dampak pengetahuan terhadap perkembangan anak menjadi sangat penting. Sebaliknya jika

ibu tidak memperhatikan dan merangsang perkembangan anak, maka anak tersebut akan mengalami keterlambatan perkembangan. Bila hal ini terjadi, maka akan mempengaruhi karakter anak di masa depan. Dengan kata lain, anak menjadi tertutup dan tidak dapat diterima di lingkungannya karena kehilangan rasa aman, ragu untuk bertindak, dan kurang puas dengan interaksinya (Hurlock, Istiwidayanti, Sijabat & Soedjarwo, 2010).

Menurut survei yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Feil (2017), 75% ibu yang tidak memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak sesuai usia. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 90% ibu di Indonesia jarang memberikan stimulasi berkelanjutan kepada anaknya. Ibu tidak bisa memberikan saran sesuai dengan tujuh aspek perkembangan anak. Perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Temuan ini didukung oleh penelitian Nugraheni (2013) pada 40 ibu dan anak di bawah usia 5 tahun di Puskesmas Aralak Tengah Kalimantan Selatan, yang mendapatkan hasil 60% ibu tahu sedikit dan 55% anak

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah cross sectional study yang dilakukan di Posyandu Cempaka Putih I pada bulan Oktober sampai Desember 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah 50 orang. Teknik samping yang digunakan adalah accidental sampling dengan jumlah sampel 44 orang. Adapun kriteria inklusi untuk sampel dalam penelitian ini adalah: 1) responden setuju untuk mengikuti penelitian dari awal sampai akhir, 2) responden berada dalam kondisi sadar penuh dan mampu berkomunikasi dengan baik dan bisa membaca dan menulis. Sedangkan kriteria eksklusi dalam

tidak dapat berbicara. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang rangsangan verbal bayi di Puskesmas Alalak Tengah dengan kemampuan verbal, dengan p value = 0,004. Fauziana (2013) melakukan survei serupa pada 60 ibu dan anak usia 1-3 tahun dari desa Sangkrah Surakarta. Penelitiannya menunjukkan hasil yang sama. Dengan kata lain, ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang rangsangan verbal dan perkembangan verbal anak.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 September 2020 di Posyandu Cempaka Putih I didapatkan bahwa 7 dari 16 ibu yang dilakukan wawancara tidak mengerti dan tidak mengetahui cara melakukan stimulasi dalam mendukung perkembangan anak. Seluruh ibu yang dilakukan wawancara mengatakan bahwa tidak mengetahui perkembangan anak yang normal sesuai usia anak.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan ibu tentang stimulasi perkembangan anak terhadap perkembangan anak usia prasekolah di Posyandu Cempaka Putih I.

penelitian ini adalah: 1) responden memiliki gangguan proses pikir atau memori. Adapun alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner demografi, kuesioner tingkat pengetahuan responden yang telah valid dan telah dilakukan uji validitas oleh Bratha et al (2018) dengan nilai r hasil > r tabel (0,361), dan kuesioner perkembangan anak yaitu Denver Development Screening Test (DDST). Penyebaran kuesioner dilakukan oleh peneliti saat posyandu di Cempaka Putih I. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n=40)

Karakteristik Responden

f

%

Umur

26-35 tahun

22

50,0

36-45 tahun

17

38,6

46-55 tahun

5

11,4

Tingkat Pendidikan

Tidak Tamat SD

2

4,5

Tamat SD

3

6,8

Tamat SMP

8

18,2

Tamat SMA

24

54,5

Tamat PT

7

15,9

Pekerjaan

Buruh

2

4,5

Petani

4

9,1

Pedagang

17

38,6

PNS

3

6,8

Swasta

18

40,9

Berdasarkan tabel  1  didapatkan

yang

paling banyak adalah tamat SMA

bahwa kelompok umur ibu yang paling

yaitu

24 orang (54,5%). Pekerjaan ibu

banyak berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak

yang

paling banyak adalah swasta yaitu

22 orang (50%). Tingkat pendidikan ibu

berjumlah 18 orang (40,9%).

Tabel 2. Karakteristik Anak (n=40)

Karakteristik Anak

f

%

Umur

3-4 tahun

27

61,4

5-6 tahun

17

38,6

Jenis Kelamin

Laki-Laki

20

45,5

Perempuan

24

54,5

Berdasarkan tabel 2 didapatkan

dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah

bahwa kelompok umur anak 3-4 tahun

20

orang  (45,5%)  dan  perempuan

berjumlah 27 orang (61,4%) dan usia 5-6

berjumlah 24 orang (54,5%).

tahun berjumlah 17 orang (38,6%). Anak

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Perkembangan Anak Usia Prasekolah (n=40)

Tingkat Pengetahuan Ibu

f                  %

Pengetahuan Baik

Pengetahuan Cukup

Pengetahuan Kurang

1                               2,2

16                        36,4

27                        61,4

Berdasarkan tabel 3 didapatkan bahwa jumlah ibu yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 1 orang (2,2%), yang memiliki pengetahuan cukup

berjumlah 16 orang (36,4%), dan yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 27 orang (61,4%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perkembangan Anak Usia Prasekolah (n=40)

Perkembangan Anak

f              %

Normal

Suspect Untestable

27                  61,4

14                   31,8

3                      6,8

Berdasarkan tabel 4 didapatkan bahwa jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan normal berjumlah 27 orang (61,4%). Jumlah anak yang memiliki tugas

perkembangan suspect berjumlah 14 orang (31,8%). Jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan untestable berjumlah 3 orang (6,8%).

Tabel 5. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi dengan Perkembangan Anak Usia Prasekolah (n=40)

Pengetahuan Ibu

Perkembangan Anak

p value

Normal     %     Suspect    %     Untestable     %

Baik

Cukup

1          3,7          0          0            0            0

16       59,3        0         0           0           0        0,002

10       37,0       14       100          3          100


Kurang

Berdasarkan tabel 5 didapatkan bahwa jumlah ibu dengan pengetahuan baik yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 1 orang (3,7%) dan tidak ada anak yang memiliki perkembangan suspect dan untestable. Jumlah ibu dengan pengetahuan cukup yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 16 orang (59,3%) dan tidak ada anak yang

PEMBAHASAN

Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok umur ibu yang paling banyak berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 22 orang (50%). Tingkat pendidikan ibu yang paling banyak adalah tamat SMA yaitu 24 orang (54,5%). Pekerjaan ibu yang paling banyak adalah swasta yaitu berjumlah 18 orang (40,9%). Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok umur anak 3-4 tahun berjumlah 27 orang (61,4%) dan usia 5-6 tahun berjumlah 17 orang (38,6%). Anak dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 20 orang (45,5%) dan perempuan berjumlah 24 orang (54,5%).

Semakin muda usia seorang ibu, akan mempengaruhi cara mereka untuk melakukan pola asuh atau stimulasi terhadap anaknya (Press, 2017). Sedangkan dari pendidikan, mayoritas ibu memiliki pendidikan lanjut (SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi). Semakin tinggi pendidikan seorang ibu, maka semakin baik cara seorang ibu dalam merawat, mengasuh, serta mampu memberikan berbagai macam cara untuk memacu perkembangan anaknya agar menjadi lebih baik (Koutra et al., 2017).

Sementara itu, seorang ibu yang bekerja tidak memiliki banyak waktu untuk berinteraksi dengan anaknya dari pada ibu yang tidak bekerja. Karena waktu ibu akan habis di tempat bekerja, dan saat ibu sudah di rumah, anak sudah tidur atau kelelahan sehingga waktu bersama anak sangat kurang (Cameron, Eagleson, Fox, Hensch,

memiliki perkembangan suspect dan untestable. Jumlah ibu dengan pengetahuan kurang yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 10 orang (37%), suspect berjumlah 14 orang (100%), dan untestable berjumlah 3 orang (100%). Hasil analisis bivariat didapatkan p value 0,002.

& Levitt, 2017). Lingkungan dan suku sangat mempengaruhi dalam proses pengasuhan anak, terutama anak usia prasekolah (Soleymani, Shahnazi, & Hassanzadeh, 2017).

Asumsi peneliti adalah usia ibu memiliki pengaruh dalam menggabungkan informasi yang dimiliki dengan pengalaman dalam mengasuh dan melihat perkembangan seorang anak. Pendidikan ibu menentukan seberapa banyak informasi-informasi yang dimiliki dalam membantu menstimulasi perkembangan anak. Pekerjaan seorang ibu menentukan seberapa banyak waktu yang disediakan ibu dalam mendampingi anak dalam masa perkembangannya.

Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah ibu yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 1 orang (2,2%), yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 16 orang (36,4%), dan yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 27 orang (61,4%). Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan normal berjumlah 27 orang (61,4%). Jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan suspect berjumlah 14 orang (31,8%). Jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan untestable berjumlah 3 orang (6,8%).

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan. Beberapa jenis penginderaan yaitu: indera penglihatan,

penciuman, perasa, dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan salah satu dasar yang penting untuk membentuk sikap seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012), ibu yang berpengetahuan baik akan mengetahui tentang bagaimana menstimulasi tumbuh kembang anak dan pentingnya keterampilan motorik bagi perkembangan anaknya. Sedangkan menurut Soetjiningsih (2016) menyatakan bahwa ibu yang berpengetahuan baik dapat mengidentifikasi perkembangan mulai dari menstimulasi pola asuh pada anak usia 4 -5 tahun.

Asumsi peneliti adalah pengaruh pengetahuan terhadap perkembangan anak sangat penting sebab ibu yang mempunyai cukup pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan perkembangan anaknya. Sebaliknya, jika ibu tidak memperhatikan perkembangan anak dan tidak memberikan stimulasi terhadap perkembangannya, maka anak akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan.

Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah ibu dengan pengetahuan baik yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 1 orang (3,7%) dan tidak ada anak yang memiliki perkembangan suspect dan untestable. Jumlah ibu dengan pengetahuan cukup yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 16 orang (59,3%) dan tidak ada anak yang memiliki perkembangan suspect dan untestable. Jumlah ibu dengan pengetahuan kurang yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 10 orang (37%), suspect berjumlah 14 orang (100%), dan untestable berjumlah 3 orang (100%). Hasil analisis bivariat didapatkan p value 0,002. Artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perkembangan anak usia prasekolah.

Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerak jasmaniah melalui kegiatan di pusat saraf dan otot yang terkoordinasi. Di usia ini

terjadi peningkatan ketangkasan anak. Berdasarkan hasil analisa kuesioner, pengetahuan ibu dalam menstimulasi perkembangan motorik anak yang perlu ditingkatkan, yaitu kekuatan otot kaki pada anak seperti memanjat dan berdiri satu kaki dalam beberapa detik. Seorang ibu terkadang tidak mengetahui bahwa memanjat merupakan tanda perkembangan motorik pada anak, sehingga banyak responden yang mengatakan bahwa mereka melarang anak memanjat. Perkembangan motorik akan mendukung atau mempengaruhi penyesuaian kepribadian anak diantaranya emosional, kepribadian, sosialisasi, dan konsep diri pada anak (Charach, Mclennan, Bélanger, & Nixon, 2017).

Untuk membantu anak mencapai keterampilan baik motorik kasar maupun halus, orang tua perlu memfasilitasi anak dengan alat bermain dan sarana permainan yang mendukung untuk mencapai kompetensi. Bila anak berhasil, maka diberikan pujian agar anak merasa dihargai sehingga kepercayaan dirinya meningkat (Korfmacher, 2014). Sementara itu, jika anak belum berhasil melakukan keterampilan yang diharapkan, orang tua bisa memotivasi anak untuk mencoba lagi dengan tetap memberikan semangat dan menunjukkan dukungan kepada anak (Years, 2014).

Emosi adalah sebuah perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting olehnya terutama well-being dirinya. Menurut Santrock, perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, bangga, takut, malu, marah, serta bentuk-bentuk emosi lainnya (Shoshani, Slone, & Prino, 2017). Sebelum diberikan terapi, ibu hanya mengetahui bahwa emosi hanya luapan kebahagiaan atau kesedihan saja dan tidak dipengaruhi oleh orang di sekitarnya. Padahal, di aspek ini emosi seorang anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Perkembangan moral memiliki dimensi interpersonal yang mengatur aktivitas seseorang. Dimensi ini berkaitan dengan interaksi sosial dan penyelesaian konflik (Shoshani et al., 2017). Anak usia prasekolah juga belajar mengenai perilaku moral lewat peniruan. Pada usia 4-7 tahun, anak berada pada masa orientasi kebendaan, artinya anak akan menilai suatu perbuatan baik atau buruk sesuai dengan hadiah yang diperolehnya. Jika ia mendapatkan    hadiah    dari    yang

dilakukannya,    maka    anak    akan

menganggap perbuatan yang dilakukannya baik, begitupun sebaliknya (Milestones, 2016).

Asumsi peneliti adalah seorang ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup dan mampu mengumpulkan informasi-informasi yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan ibu dalam membantu mendukung perkembangan anak.

SIMPULAN

Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok umur ibu yang paling banyak berusia 26-35 tahun, yaitu sebanyak 22 orang (50%). Tingkat pendidikan ibu yang paling banyak adalah tamat SMA, yaitu 24 orang (54,5%). Pekerjaan ibu yang paling banyak adalah swasta, yaitu berjumlah 18 orang (40,9%). Hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok umur anak 3-4 tahun berjumlah 27 orang (61,4%). Anak dengan

DAFTAR PUSTAKA

Bratha, S. D. K., Neherta, M., & Putri, D. E.

(2018). The Mother’s Knowledge about the Development of Motoric Skills in Children Ages 3-4 Years. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 3(9).

Cameron, X. J. L., Eagleson, K. L., Fox, N. A., Hensch, T. K., & Levitt, X. (2017). Social Origins of Developmental Risk for Mental and Physical Illness, 37(45),   10783–10791.

https://doi.org/10.1523/JNEUROSCI.1822-17.2017

Charach, A., Mclennan, J. D., Bélanger, S. A., & Nixon, M. K. (2017). A Joint Statement From the Canadian Academy of Child and Screening for Disruptive Behaviour Problems in Preschool Children in Primary Health Care

jenis kelamin perempuan berjumlah 24 orang (54,5%).

Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah ibu yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 1 orang (2,2%), yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 16 orang (36,4%), dan yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 27 orang (61,4%). Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan normal berjumlah 27 orang (61,4%). Jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan suspect berjumlah 14 orang (31,8%). Jumlah anak yang memiliki tugas perkembangan untestable berjumlah 3 orang (6,8%).

Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah ibu dengan pengetahuan baik yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 1 orang (3,7%) dan tidak ada anak yang memiliki perkembangan suspect dan untestable. Jumlah ibu dengan pengetahuan cukup yang memiliki perkembangan anak normal berjumlah 16 orang (59,3%) dan tidak ada anak yang memiliki perkembangan suspect dan untestable.    Jumlah ibu dengan

pengetahuan  kurang yang memiliki

perkembangan anak normal berjumlah 10 orang (37%), suspect berjumlah 14 orang (100%), dan untestable berjumlah 3 orang (100%). Hasil analisis bivariat didapatkan p value 0,002. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan perkembangan anak usia prasekolah.

Settings.

Dinas Kesehatan. (2015). Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2015). Prinsip Pengelolaan Program KIA. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Fauziana, S.E. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Stimulasi Dini Dengan Perkembangan Bahasa Anak Usia 13 Tahun di Kelurahan Sangkrah. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Feil, E. G., Frey, A., Walker, H. M., Small, J. W., Seeley, J. R., Golly, A., & Forness, S. R. (2017). Preschool First Step to Success, 36(3), 151–170.

https://doi.org/10.1177/1053815114566090.

Fitriyani A, Sodikin, Yuliarti. (2017). Karakteristik Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhaap Pemberian Stimulasi Pada Anak Usia Toddler Di Posyandu Desa Sokaraja Kulon Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas Jawa Tengah [online].

http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/16/jhpt ump-a-anifitriya-755-1-artikel-r/pdf.  [diakses

Oktober 2020].

Hurlock, E. B., Istiwidayanti, Sijabat, R. M., & Soedjarwo. (2010). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kemenkes RI.  (2015). Pedoman Pelaksanaan

Stimulasi,  Deteksi,  dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan  Dasar.   Jakarta:  Kementerian

Kesehatan RI.

Korfmacher, J. (2014). Infant, Toddler, and Early Childhood Mental Health Competencies: A Comparison of Systems Introduction.

Koutra, K., Roumeliotaki, T., Kampouri, M., Sarri, K., Bitsios, P., & Kogevinas, M. (2017).

Author’s Accepted Manuscript. Journal of Affective                          Disorders.

https://doi.org/10.1016/j.jad.2017.04.002

Milestones, D. (2016). Pre-School (3-6 years old) Suggested  Well-Being  and Permanency

Questions for Birth Parents:, 1-8.Nugraheni DA. 2013. Hubungan  Pengetahuan Ibu

Tentang Stimulasi Perkembangan Bicara Pada Balita Dengan Kemampuan Bicara Pada Balita di Puskesmas Alalak Tengah [online] https://akbidbup.ac.id/jurnal/VOL7NO2_6.pdf . [diakses November 2020].

Notoadmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta

Nursalam, R. S., & Utami, S. (2013). Asuhan

Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika

Press, T. H. E. G. (2017). Handbook of Preschool Mental Health.

Shoshani, A., Slone, M., & Prino, L. E. (2017). Positive Education for Young Children: Effects of a Positive Psychology Intervention for Preschool Children on Subjective Well Being and Learning Behaviors, 8(October), 1– 11. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2017.01866

Soetjiningsih, D. (2016). Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Soleymani, F., Shahnazi, H., & Hassanzadeh, A. (2017). Effects of Educating Mothers about the National Child Development Screening Plan on Detecting Abnormal Child Development,       5(45),       5631–5641.

https://doi.org/10.22038/ijp.2017.24779.2094

Wiyani. (2014). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Gava Media.

Years, I. (2014). Promoting Early Childhood Mental Health

Volume 10, Nomor 6, Desember 2022

597