Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN DAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN PELAKSANAAN KB DI MASA PANDEMI COVID-19

Dian Nur Adkhana Sari*1, Yesita Nurdiasti1,Viantika Kusumasari1, Endar Timiyatun1

1STIKes Surya Global Yogyakarta, Indonesia

*korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pandemi Covid-19 berdampak pada program Keluarga Berencana (KB) yaitu penurunan peserta KB. Kepesertaan KB yang menurun menyebabkan risiko terjadinya kehamilan tinggi yang akan menimbulkan masalah ledakan jumlah kelahiran bayi. Untuk mengatasi dampak tersebut diperlukan dukungan dari tenaga kesehatan dan suami untuk membantu meningkatkan kepatuhan akseptor dalam melaksanakan program KB pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan dan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, jumlah sampel 52 akseptor KB dan teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling. Pengujian data menggunakan uji analisis chi square dan regresi linier berganda. Penelitian ini menggunakan tiga instrumen penelitian, yaitu kartu KB untuk mengukur kepatuhan pelaksanaan KB, kuesioner dukungan tenaga kesehatan untuk mengukur dukungan tenaga kesehatan, dan kuesioner dukungan suami untuk mengetahui dukungan suami pada akseptor KB di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,000 dan nilai koefisien kontingensi sebesar 0,537 (dukungan tenaga kesehatan) dan 0,679 (dukungan suami). Dengan demikian ada hubungan dukungan tenaga kesehatan dan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta.

Kata kunci: dukungan suami, dukungan tenaga kesehatan, kepatuhan pelaksanaan KB

ABSTRACT

The Covid-19 pandemic has had an impact on the Family Planning Program, namely the decline in participants. The decreased participants of program cause a high risk of pregnancy which will cause problems with the explosion in the number of infant births. To overcome this impact, support from health workers and husbands is needed to help improve acceptor compliance in implementing the program during the Covid-19 pandemic. This study aimed to determine the relationship between the support of health workers and husbands with family planning implementation during the Covid-19 pandemic at the Kalasan Sleman Health Center. Cross-sectional design with accidental sampling was used. 52 family planning acceptors were recruited. Chi Square analysis and multiple linear regression was performed. This study used three research instruments, namely the family planning card to measure compliance with family planning implementation, the health worker support questionnaire to measure the support of health workers and the husband's support questionnaire to determine the husband's support for family planning acceptors at the Kalasan Health Center, Sleman Yogyakarta. The results of the chi square test obtained the p value = 0,000 and the contingency coefficient value of 0,537 (support of health workers) and 0,679 (support of husband). Thus, there is a relationship between the support of health workers and husbands with compliance with the implementation of Family Planning Program during the Covid-19 pandemic at the Kalasan Health Center, Sleman Yogyakarta.

Keywords: family planning implementation, health workers support, husband's support

LATAR BELAKANG

UU No 52 tahun 2009 Bab 1 pasal 1 ayat (8) tentang Perkembangan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, menyatakan Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Kebijakan keluarga berencana bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran (Fitriani, 2018).

Prevalensi pengguna kontrasepsi di Asia Tenggara pada tahun 2016 sebesar 174.638.000. Jumlah pengguna kontrasepsi tertinggi di Asia Tenggara yaitu Indonesia sebesar 71.611.000, lalu jumlah pengguna kontrasepsi terendah berada di Timor-Leste dengan jumlah 302.000 (United Nations, 2019). Peserta KB aktif di D. I. Yogyakarta sebanyak 374.289 peserta, dengan pasangan usia subur (PUS) berjumlah 500.688 PUS dan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah suntik dengan jumlah 157.734 peserta. Kabupaten di Yogyakarta yang memiliki jumlah peserta aktif KB terbanyak berada di Kabupaten Sleman dengan jumlah 110.274 peserta, dengan jumlah PUS 143.986 dan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan yaitu suntik sebanyak 46.935 (Badan Pusat Statistik, 2019).

Berdasarkan pencapaian KB aktif dari 17 Puskesmas yang tertinggi cakupan KB aktifnya di Sleman adalah Puskesmas Kalasan yaitu 8.887 peserta, jumlah PUS 10.827, dan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan ialah suntik. Sedangkan cakupan KB aktif yang terendah di Sleman adalah Puskesmas Ngemplak I yaitu 2.606 peserta, jumlah PUS 3.228, dan alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan ialah suntik (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2020).

Pada masa pandemi seperti saat ini menimbulkan beberapa dampak khususnya bagi program KB yaitu penurunan peserta KB karena keterbatasan akses layanan dan

perubahan pola, penurunan aktivitas dalam kelompok kegiatan, dan penurunan mekanisme operasional di lini lapangan termasuk Kampung KB (Witono & Parwodiwiyono, 2020).

Pada saat pandemi Covid-19 sejak bulan Februari hingga Maret 2020, terjadi penurunan secara nasional akseptor pemakaian KB yang aktif maupun baru. Menurut Wardoyo (2020) pemakaian IUD, suntik, pil KB, kondom, MOP, dan MOW pada tahun 2020 mengalami penurunan. Penurunan kepesertaan KB menyebabkan tingginya risiko kehamilan. Penambahan jumlah kehamilan yang drastis dan bertambah pesat akan menimbulkan tingginya angka kelahiran bayi. Tingginya angka kelahiran dapat menyebabkan permasalahan lain yang merupakan efek dari pandemi Covid-19. Untuk mengatasi dampak tersebut BKKBN mengeluarkan kebijakan untuk tetap menghimbau kepada akseptor KB dalam menunda kehamilan selama Covid-19 dengan tetap aktif mengikuti program KB (Purwanti, 2020).

Dukungan suami pada akseptor KB sangat penting. Dukungan dari seorang suami adalah informasi verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku istri (Muslima & Herjanti, 2019).

Selain dukungan suami, dukungan tenaga kesehatan juga berpengaruh terhadap kepatuhan akseptor melaksanakan KB. Menurut Ningsih (2017) dukungan tenaga kesehatan yaitu tenaga kesehatan memberikan penyuluhan / sosialisasi tentang program KB dan jenis-jenis kontrasepsi, tenaga kesehatan juga memberikan konseling kepada akseptor terkait cara-cara pemakaian serta efek samping dari kontrasepsi, meyakinkan, dan memotivasi akseptor terhadap kontrasepsi, memberikan saran kepada akseptor untuk memakai kontrasepsi. Selain itu, dukungan tenaga kesehatan dapat berpengaruh dalam kepatuhan akseptor melaksanakan KB yaitu

dengan motivasi ataupun peran dari tenaga kesehatan. Maka dari itu dibutuhkan motivasi serta peran yang baik dari tenaga kesehatan kepada akseptor (Ningsih, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta didapatkan akseptor KB dengan usia rata-rata 30 tahun, beberapa melaksanakan KB dan sebagian kecil tidak melaksanakan KB. Sebagian akseptor KB juga mengatakan mendapat dukungan dari petugas kesehatan dan dukungan suami untuk tetap melaksanakan KB di masa

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian ini adalah kartu akseptor KB, untuk mengukur kepatuhan pelaksanaan KB yang diadopsi dari BKKBN (2020). Populasi penelitian adalah 60 akseptor, pengambilan sampel dengan teknik accidental sampling didapatkan sebanyak 52 responden. Kuesioner dukungan tenaga kesehatan dimodifikasi dari Prianti (2017) dan kuesioner dukungan suami dimodifikasi dari Sulistyawati (2014) yang digunakan untuk mengukur dukungan tenaga

pandemi, akan tetapi akseptor yang tidak melaksanakan KB mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan izin serta dukungan suami untuk melakukan program KB karena kebijakan PSBB dan akseptor mengatakan takut jika datang ke pelayanan kesehatan pada saat pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan dan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman.

kesehatan dan suami pada akseptor KB di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta. Kuesioner dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Jumlah pernyataan kuesioner dukungan tenaga kesehatan dan suami sebanyak 32 item dengan nilai koefisien uji reliabilitasnya sebesar 0,911 (dukungan tenaga kesehatan) dan 0,921 (dukungan suami). Analisa data menggunakan uji chi square. Penelitian ini telah dilakukan uji etik di Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) STIKes Surya Global Yogyakarta dengan no.11.24/KEPK/SSG/III/2021.

HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel dalam penelitian ini

pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, dan metode KB ditampilkan dalam tabel 1.

adalah   52   akseptor   KB.

Analisis

karakteristik responden meliputi usia,

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Umur (Tahun)

Remaja akhir (17-25)

10

19,2

Dewasa awal (26-35)

14

26,9

Dewasa akhir (36-45)

24

46,2

Lansia awal (46-55)

4

7,7

Jumlah

52

100

Pendidikan

SD

2

3,8

SMP

7

13,5

SMA

22

42,3

SMK

11

21,2

D3

1

1,9

S1

7

13,5

S2

1

1,9

S3

1

1,9

Jumlah

52

100

Pekerjaan

Ibu rumah tangga

PNS

Buruh

Karyawan swasta

Wiraswasta

36                             69,2

4                                7,7

1                                       1,9

8                                15,4

3                                  5,8

Jumlah

52                            100

Jumlah anak

Jumlah anak ≤ 2

Jumlah anak > 2

42                             80,8

10                               19,2

Jumlah

52                            100

Metode KB

IUD

Suntik 3 bulan

Suntik 1 bulan

Pil

32                             61,5

20                             38,5

0                               0

0                               0

Jumlah

52                            100

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah berumur dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 24 responden (46,2%). Responden mayoritas dengan Pendidikan SMA sebanyak 22 responden (42,3%). Pekerjaan responden

sebagai ibu rumah tangga sebanyak 36 responden (69,2%). Responden dengan jumlah anak ≤ 2 sebanyak 42 responden (80,8%), dan mayoritas menggunakan metode KB IUD sebanyak 32 responden (61,5%).

Tabel 2. Distribusi Dukungan Tenaga Kesehatan, Dukungan Suami, dan Kepatuhan Akseptor KB pada Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta

Variabel

Frekuensi (f)

Persentase (%)

Kategori dukungan tenaga kesehatan

Mendukung

32

61,5

Tidak mendukung

20

38,5

Total

52

100

Kategori dukungan suami

Mendukung

35

67,3

Tidak mendukung

17

32,7

Total

52

100

Kategori kepatuhan akseptor KB

Patuh

39

75,0

Tidak patuh

13

25,0

Total

52

100

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tenaga kesehatan dalam kategori mendukung sebanyak 32 responden (61,5%). Sebagian besar responden memiliki suami dalam

kategori mendukung sebanyak 35 responden (67,3%). Sebagian besar responden memiliki pelaksanaan KB dalam kategori patuh sebanyak 39 responden (75,0%).

Tabel 3. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Kepatuhan Pelaksanaan KB pada Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta

Dukungan Tenaga Kesehatan

Kepatuhan Pelaksanaan KB

Total

p

R

Patuh

Tidak Patuh

f

%

f

%

Mendukung

32

61,5

0

0

32

0,000

0,537

Tidak mendukung

7

13,5

13

25

20

Total

39

75

13

25

52

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa hasil tabulasi silang antara dukungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pelaksanaan KB sebagian besar pada kategori tenaga kesehatan yang mendukung dengan pelaksanaan KB yang patuh yaitu sebanyak 32 responden (61,5%). Hasil uji statistik nilai p diperoleh 0,000; nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan

kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai Contingency Coefficient (R) adalah 0,537. Hal ini dapat diartikan bahwa antara dukungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta memiliki keeratan hubungan yang sedang.

Tabel 4. Hubungan Dukungan Suami dengan Kepatuhan Pelaksanaan KB pada Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta

Dukungan Suami

Kepatuhan Pelaksanaan KB

Total

p

R

Patuh

Tidak Patuh

f

%

f

%

Mendukung

35

67,3

0

0

35

0,000

0,679

Tidak mendukung

4

7,7

13

25

17

Total

39

75

13

25

52

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa hasil tabulasi silang antara dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB sebagian besar pada kategori suami yang mendukung dengan pelaksanaan KB yang patuh, yaitu sebanyak 35 responden (67,3%). Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai Contingency Coefficient (R) adalah 0,679. Hal ini dapat diartikan bahwa antara dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB memiliki keeratan hubungan yang kuat

Tabel 5. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dan Suami dengan Kepatuhan Pelaksanaan KB pada Masa Pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

(Constant)

,309

,120

2,571

,013

Dukungan tenaga kesehatan

,308

,080

,346

3,839

,000

Dukungan suami

,564

,083

,611

6,768

,000

Tabel 5 menunjukkan hasil uji regresi linear berganda diketahui nilai signifikansi untuk hubungan dukungan tenaga kesehatan dan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB adalah 0,000 < 0,05. Nilai thitung 3,839 (dukungan tenaga kesehatan dan 6,768 (dukungan suami) > ttabel

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas akseptor KB memiliki tenaga kesehatan dalam kategori mendukung berjumlah 32 responden (61,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Koba dkk (2019) menyatakan bahwa dari 77 responden yang diteliti, persentase yang paling banyak

sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB lebih kuat dibandingkan dengan hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pelaksanaan KB.

untuk tenaga kesehatan yaitu pada kategori mendukung sebesar 72,9%. Hal ini didukung penelitian Huda dkk (2016) yang menyatakan bahwa 95 responden yang diteliti mayoritas tenaga kesehatan dalam kategori mendukung yaitu sebesar 53 orang (73,6%). Selain itu, dari tabel 2 diketahui

dukungan tenaga kesehatan terhadap akseptor KB kurang dimana kategori tenaga kesehatan yang tidak mendukung berjumlah 20 responden (38,5%). Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa pada saat pandemi Covid-19 dan PSBB, tenaga kesehatan mengatakan Puskesmas Kalasan Sleman tutup hingga beberapa minggu. Puskesmas Kalasan Sleman hanya mengandalkan puskesmas pembantu untuk pelayanan kesehatan termasuk program KB.

Penelitian Reivana (2016) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan tenaga kesehatan meliputi umur, lama kerja, tingkat pendidikan, pengetahuan, sarana dan prasarana, serta pelatihan. Dampak dari dukungan tenaga kesehatan yang kurang baik akan berpengaruh pada kepatuhan akseptor dalam melaksanakan program KB. Selain itu, akan menyebabkan penurunan kepesertaan akseptor, kurangnya informasi pada akseptor tentang KB, akseptor kesulitan dalam memilih metode kontrasepsi, dan dapat menurunkan kesadaran akseptor akan pentingnya melaksanakan KB pada masa pandemi (Lagu dkk, 2020).

Upaya tenaga kesehatan dalam pelaksanaan program KB pada masa pandemi yaitu dengan diadakannya Tim KB Keliling untuk mencegah putusnya pemakaian kontrasepsi yang dirangkai dengan kegiatan Wawar Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) cegah Covid-19 dan tunda hamil di masa pandemi Covid-19. Selain itu, pada masa pandemi penyuluhan KB juga tetap dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada akseptor melalui berbagai media komunikasi salah satu diantaranya ialah WhatsApp group. Upaya lain yaitu dari BKKBN yang bekerjasama dengan pemerintah daerah mendistribusikan alat kontrasepsi dari gudang ke 18.000 fasilitas kesehatan di kabupaten atau kota untuk dibagikan secara langsung kepada pasangan usia subur yang telah memenuhi syarat (Kompas, 2020).

Hasil penelitian juga menunjukkan akseptor KB yang memiliki dukungan

suami dalam kategori mendukung sebanyak 35 responden (67,3%) dari 52 responden. Hal ini berarti suami akseptor KB di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta dalam kategori mendukung. Hal ini sesuai dengan penelitian Huda dkk (2016) menyatakan bahwa dukungan suami pada akseptor dengan perilaku penggunaan alat kontrasepsi berada dalam kategori mendukung yaitu sebanyak 55 responden (77,5%) dari 71 responden. Dukungan suami sangat dibutuhkan dalam menjalankan program KB. Keputusan suami dalam mengizinkan istri merupakan pedoman utama untuk menggunakan alat kontrasepsi. Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidaknya wanita usia subur untuk menggunakan alat kontrasepsi (Huda dkk, 2016).

Hasil penelitian ini menunjukkan akseptor KB yang memiliki kepatuhan KB dalam kategori patuh yaitu sebanyak 39 responden (75%) dari 52 responden. Hal ini berarti kepatuhan akseptor KB di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta dalam kategori patuh. Hal ini seperti penelitian yang dilakukan oleh Rosmiarti (2019) menyatakan bahwa dimana responden yang patuh melakukan KB suntik 1 bulan sebanyak 28 responden (82,4%) lebih besar dibandingkan dengan yang tidak patuh melakukan KB suntik 1 bulan yaitu sebanyak 6 responden (17,6%). Kepatuhan merupakan tingkatan perilaku pasien dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau tenaga kesehatan (Rosmiarti, 2019).

Berdasarkan karakteristik responden menurut umur, mayoritas responden berusia 36-45 tahun sebanyak 24 responden (46,2%) dari 52 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Rosidah (2020) yang menyatakan bahwa usia responden paling banyak yaitu usia 36-45 sebanyak 20 responden (54,05%). Hal tersebut di dukung penelitian Larasati dkk (2017) yang menyatakan bahwa usia 36-45 tahun merupakan kurun reproduksi tua, resiko

tinggi kehamilan, dan persalinan akan meningkat tajam setelah lebih dari 35 tahun.

Mayoritas responden menggunakan metode KB IUD sebanyak 32 responden (61,5%) dari 52 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Triyanto dan Indriani (2018) yang menyatakan bahwa persentase WUS yang menggunakan MKJP dengan metode IUD sebanyak 73 responden (42,7%) dari 171 responden. Metode kontrasepsi jangka panjang IUD adalah metode kontrasepsi yang cukup efektif, tahan lama (hingga 10 tahun proteksi), efisien, nyaman, dan biaya yang dikeluarkan relatif murah. Tingkat kegagalan pada setahun pertama sangat rendah mencapai angka 0,8%. Keuntungan lainnya adalah penggunaan MKJP ini tidak bergantung pada kalender haid ataupun kepatuhan dalam meminum pil atau kunjungan ke dokter. Metode IUD juga tidak memiliki pengaruh terhadap aktivitas seksual, tidak ada pengaruh terhadap hormon, apabila masih dalam program menyusui juga tidak akan mengganggu produksi ASI setelah dipasang segera setelah melahirkan (Triyanto dan Indriani, 2018).

Kepatuhan akseptor KB dipengaruhi oleh pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa responden mayoritas berpendidikan SMA yang berjumlah 22 responden (42,3%) dari 52 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu dan Lebuan (2020) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih baik.

Menurut Napitupulu dan Lebuan (2020), pendidikan merupakan suatu proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau suatu kelompok. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam menerima informasi. Akseptor dengan pendidikan lebih tinggi biasanya akan lebih patuh karena lebih mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Penelitian Sari dkk (2021) didapatkan hasil bahwa status pendidikan terakhir responden terbanyak adalah SMA

sebesar 71,6%. Pendidikan merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan bertujuan untuk proses pendewasaan. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap gaya hidup seseorang (Sari dkk, 2021).

Selain pendidikan, pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan akseptor dalam melaksanakan program KB. Berdasarkan penelitian ini mayoritas responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 36 responden (69,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kuswanti dan Sari (2018) menyatakan bahwa sebagian besar ibu akseptor KB memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 18 orang (48,6%). Hal ini tidak didukung oleh penelitian Triyanto dan Indriani (2018) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara bekerja atau tidaknya seseorang dengan pemilihan kontrasepsi, karena umumnya penggunaan kontrasepsi tidak akan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan akseptor KB yang terakhir, yaitu jumlah anak. Berdasarkan penelitian ini mayoritas responden mempunyai jumlah anak ≤ 2 sebanyak 42 responden (80,8%) dari 52 responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulviana (2017) menyatakan bahwa dari 360 responden sebagian besarnya merupakan ibu dengan jumlah anak ≤ 2 sebanyak 266 responden (73,9%). Selama penelitian di lapangan, responden akan sangat patuh terhadap jadwal KB suntik DMPA jika dirasa jumlah anak dalam keluarga sudah cukup dan usia ibu yang menginjak 30-35 tahun. Semakin bertambahnya usia ibu semakin patuh terhadap jadwal suntik dan semakin ibu merasa cukup dengan anak yang dimiliki maka semakin patuh ibu untuk kembali suntik, hal ini dikarenakan usia dan jumlah anak menentukan pilihan ibu untuk tidak ingin hamil lagi (Rohmah dkk, 2019).

Penelitian ini juga mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan dengan

kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta. Hasil ini didasarkan pada uji chi square dengan p value = 0,000 (ρ value < 0,05) maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pelaksanaan program KB pada masa pandemi Covid-19. Nilai koefisien korelasi variabel dukungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pelaksanaan KB adalah 0,537 yang menunjukkan bahwa hubungan di antara kedua variabel tersebut berada dalam kategori sedang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Huda dkk (2016) menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi hasil uji chi square didapatkan nilai p sebesar 0,009 bahwa ada hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan perilaku penggunaan alat kontrasepsi. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Koba dkk (2019) yang menyatakan adanya hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan Minat Penggunaan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dengan p value = 0,001 (< 0,05).

Dukungan tenaga kesehatan adalah kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari tenaga kesehatan. Dukungan tenaga kesehatan dapat berwujud dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi (Prianti, 2017).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan kepatuhan akseptor dalam melaksanakan program KB. Hasil ini didasarkan pada uji chi square dengan p value = 0,000 (p value < 0,05) maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan program KB pada masa pandemi Covid-19. Nilai koefisien korelasi variabel dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB adalah 0,679 yang menunjukkan bahwa hubungan di antara

kedua variabel tersebut berada dalam kategori kuat.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Trimuriani dan Widyaningsih (2017) menyatakan bahwa dukungan suami dari akseptor kontrasepsi suntik terbanyak adalah suami memberi dukungan dengan jumlah responden 87 orang (79,8%) dan hasil analisis univariat untuk kepuasan pengguna kontrasepsi suntik merasa puas sebanyak 96 orang (88,1%). Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Salsabella dan Feriani (2020) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga terutama suami dengan perilaku penggunaan alat kontrasepsi KB. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rosmiarti (2019) menyatakan bahwa dukungan suami tidak berpengaruh terhadap kepatuhan akseptor melakukan KB suntik 1 bulan.

Menurut Pinamangun dkk (2018) bentuk dukungan suami pada akseptor KB yaitu dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan emosional, dan dukungan penghargaan. Menurut Bobak (2004) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan suami terhadap kepatuhan pelaksanaan KB. Pertama pendidikan, tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami, semakin rendah pengetahuan suami maka informasi tentang kesehatan istrinya akan berkurang. Kedua pendapatan, penghasilan untuk membiayai keperluan hidup, semakin rendah penghasilan yang didapatkan akan mempengaruhi akseptor KB dalam melaksanakan program KB ke pelayanan kesehatan. Ketiga budaya, pada masyarakat tradisional masih menganggap wanita tidak sederajat dengan pria, wanita hanya bertugas melayani kebutuhan keluarga dan suami, hal tersebut mempengaruhi perilaku suami terhadap kesehatan reproduksi istri. Keempat status perkawinan, status perkawinan yang tidak sah akan berdampak pada berkurangnya bentuk dukungannya terhadap pasangan. Kelima status sosial dan ekonomi, status sosial dan ekonomi suami yang baik akan

lebih mampu berperan dalam memberikan dukungan pada istrinya.

Upaya meningkatkan dukungan suami yaitu dengan memberikan penyuluhan, sosialisasi dan pelayanan KB seperti komunikasi, informasi, dan edukasi yang berkualitas pada suami dan istri. Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas khususnya informasi tentang KB dapat mempengaruhi seseorang terutama suami untuk memberikan dukungan dan informasi KB tersebut pada istrinya (Pandiangan, 2018).

Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa antara dukungan tenaga kesehatan dan suami saling memiliki hubungan dengan kepatuhan pelaksanaan KB. Hal ini didasarkan pada hasil uji regresi linear berganda dengan nilai t hitung sebesar 3,839 (dukungan tenaga kesehatan) dan 6,768 (dukungan suami) > t dan nilai signifikan 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan dukungan suami dengan kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19 lebih kuat dibandingkan dengan hubungan tenaga kesehatan dengan kepatuhan pelaksanaan KB pada masa pandemi Covid-19.

Menurut Koba dkk (2019), tenaga kesehatan berperan aktif dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan alat kontrasepsi dan jenis-jenisnya dengan melakukan penyuluhan dan konseling kepada pasangan usia subur dan calon akseptor. Petugas lapangan KB juga menyatakan bahwa tenaga kesehatan selain memberikan pelayanan fisik, berwenang melaksanakan Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) kepada ibu-ibu calon pengguna alat KB. Terdapat hubungan antara pemberian informasi dengan pemilihan metode kontrasepsi rasional, di mana ibu yang terpapar informasi tentang KB (mendapatkan KIE) akan lebih mudah untuk memutuskan dan menggunakan alat kontrasepsi. Langkah yang perlu diambil dalam mengurangi prevalensi kehamilan yang tidak diinginkan adalah dengan meningkatkan kesadaran tentang alat KB dan penggunaan metode kontrasepsi yang handal (Lette, 2018).

Menurut Febrianti (2018), kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Kepatuhan dimulai dengan individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan sering kali karena ingin menghindari hukuman atau sanksi jika tidak patuh.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kepatuhan menurut Niven (2013) adalah pemahaman tentang instruksi yang diberikan kepada seseorang, kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien, isolasi sosial dan keluarga serta keyakinan, sikap dan kepribadian dari seseorang. Hal ini sesuai dengan teori Health Belief Model dimana dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan individu. Dukungan tersebut berguna bagi individu dalam berperilaku sehat. Tenaga kesehatan profesional juga dapat mempengaruhi perilaku individu dengan cara antusias menyampaikan tindakan tertentu dan memberikan penghargaan yang positif bagi individu yang mampu berpartisipasi dengan program kesehatan (Yusi, 2019).

Dukungan suami dapat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pada istri. Untuk memilih kontrasepsi yang akan digunakan, seorang istri tentunya harus berkomunikasi dengan pasangannya, membutuhkan pendapat dan dukungan dari pasangannya. Kurangnya dukungan suami yang diberikan akan mempengaruhi kepercayaan diri istri untuk memilih kontrasepsi yang ingin digunakan (Safitri, 2021).

Dukungan suami terhadap istri dalam ber-KB merupakan partisipasi suami secara tidak langsung dalam ber-KB dengan menganjurkan, mendukung, dan memberi kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi diawali sejak pria menikah dengan pasangannya, dalam merencanakan jumlah anak yang akan dimiliki, sampai

dengan akhir masa menopause istrinya (Safitri, 2021).

Dukungan suami terhadap istri dalam memilih alat kontrasepsi merupakan hal yang sangat penting, karena akseptor harus mendapatkan    kenyamanan    dalam

menggunakan kontrasepsi. Hal tersebut bisa didapatkan dari dukungan keluarga terutama suami karena suami merupakan pemegang kekuasaan dalam pengambilan keputusan apakah istri akan menggunakan kontrasepsi atau tidak. Tidak adanya dukungan suami disebabkan karena beberapa faktor di antaranya pengetahuan yang kurang, pendidikan, kurangnya partisipasi suami dalam ber-KB, tidak mau mengantarkan istri ke tempat pelayanan, tidak ada dana yang diberikan, namun sebagian dari suami responden ada yang berpengetahuan rendah tetapi mereka ikut berpartisipasi dalam ber-KB, mendukung adanya program gratis dari pemerintah yang bermanfaat untuk mengatur jumlah anak (Safitri, 2021).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Harahap dkk

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2019). Jumlah Pasangan Usia Subur dan Peserta KB Aktif Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta. Retrieved 17 Oktober 2020, from https://yogyakarta.bps.go.id/statictable/2020/ 08/07/144/jumlah-pasangan-usia-subur-dan-peserta-kb-aktif-menurut-kabupaten-kota-di-d-i-yogyakarta-2019-.html.

BKKBN. (2020). Antisipasi Baby Boom Pasca Pandemi Covid-19, BKKBN jalankan pelayanan KB dengan Tetap Menjaga jarak dan konseling Melalui Media Online, Siaran Pers No. Rillis/54/BKKBN/V/2020 2 Mei 2020. Retrieved 14 November 2020, from https://www.bkkbn.go.id/detailpost/antisipas i-baby-boom-pascapandemi-covid-19-bkkbnjalankan-pelayanan-kb-dengantetap-menjaga-jarak-dankonseling-melalui-media-online.

Bobak. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Alih Bahasa : Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah. Editor edisi Bahasa Indonesia, Renata Komalasari. Ed.4 . Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. (2020). Profil Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2020. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

(2018) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara informasi petugas kesehatan dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang di wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslima dan Herjanti (2019) yang menyatakan bahwa kepatuhan akseptor KB dipengaruhi oleh peran bidan (15,6%) dan peran suami (27,3%). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lagu dkk (2020) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan dukungan petugas kesehatan dan suami dengan keikutsertaan pasangan usia subur terhadap program keluarga berencana di Kabupaten Gowa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dukungan tenaga kesehatan dan suami dengan kepatuhan pelaksanaan Keluarga Berencana pada masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Kalasan Sleman Yogyakarta.

Febrianti, F. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi Suntik dengan Kepatuhan Jadwal Penyuntikan Ulang di Bidan Praktek Mandiri Murtinawita Pekanbaru Tahun 2015. Ensiklopedia of Journal, 1(1), 36-44.

Fitriani, H. (2018). Implementasi Undang-Undang No 52 Tahun 2009 Pasal 21 Tentang Kebijakan Keluarga Berencana Oleh DKBP3A Dalam Rangka Mengendalikan Pertumbuhan Penduduk Di Desa Pangandaran Kecamatan Pangandaran Kabupaten Pangandaran. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 3(4): 59-73.

Harahap, R., Y., Wulandar, R., & Agustina, Y.

(2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Tua Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia (Indonesian Health Scientific Journal), 3(2), 165-175.

Huda, A., N., Widagdo, L., & Widjanarko, B.

(2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Jombang-Kota Tangerang Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 4(1), 461-469.

Koba, M., T., Mado, F., G., & Kenjam, Y. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Akseptor Keluarga Berencana dan Peran Tenaga Kesehatan dengan Minat Penggunaan Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Media Kesehatan Masyarakat, 1(1): 1-7.

Kompas. (2020). Cegah Baby Boom Masa Isolasi Saat Pandemi Covid 19, BKKBN Sulsel Lakukan Layanan KB Keliling. Retrieved 17 Oktober           2020           from

https://www.kompas.tv/article/80430/cegah-baby-boom-masa-isolasi-saat-pandemi-covid-19-bkkbn-sulsel-lakukan-layanan-kb-keliling.

Kuswanti, I., & Sari, G., K. (2018). Hubungan Dukungan Suami Dengan Keikutsertaan Ibu Dalam Mengikuti Program KB IUD. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(1).

Lagu, A., M., H., Raodhah, S., Surahmawati, S., & Nursia, N. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan    Dengan    Keikutsertaan

Pasangan Usia Subur Terhadap Program Keluarga Berencana Di Kabupaten Gowa. Al-sihah: The Public Health Science Journal, 11(2).

Larasati, S., Istiyati, S., & Rokhanawati, D. (2017). Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Implan dengan Kenaikan Berat Badan pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Mlati Iikabupaten Sleman Yogyakarta. Skripsi.

Lette, A., R. (2018). Sumber Informasi dan Peran Significant Others dalam Program Keluarga Berencana di Klinik Pratama Citra Husada Kupang. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 5(1), 25-34.

Muslima, L., & Herjanti, H. (2019). Pengukuran Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Akseptor KB Suntik Ulang 1 Bulan. Serambi Saintia: Jurnal Sains dan Aplikasi, 7(1): 3951.

Napitupulu, R., R., & Lebuan, A. (2020). Hubungan antara Karakteristik dan Kepatuhan Melakukan Pemeriksaan pada Akseptor Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) di Puskesmas Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 1-6.

Ningsih. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Pada Daerah Jumlah Cakupan AKDR Tinggi dan Jumlah Cakupan AKDR Rendah di Kota Pontianak. Skripsi.

Niven, N. (2013). Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Pandiangan, R., S. (2018). Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD Di Wilayah Kerja Puskesmas Siempat Rube Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2017. Skripsi.

Pinamangun, W., Kundre, R., & Bataha, Y. (2018). Hubungan Dukungan Suami dengan

Pemilihan Jenis Kontrasepsi Intra Uterine Device Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Makalehi Kecamatan Siau Barat. Jurnal Keperawatan, 6(2).

Prianti, Y. (2017). Hubungan Budaya dan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Minat Suami Dalam Menggunakan Keluarga Berencana Di Palemrejo Kotagede Yogyakarta. STIKes Surya Global Yogyakarta. Skripsi.

Purwanti, S. (2020). Dampak Penurunan Jumlah Kunjungan KB Terhadap Ancaman Baby Boom di Era Covid-19. Jurnal Bina Cipta Husada, 16(2): 105-118.

Reivana, N. S. (2016). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Petugas Kesehatan dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Skripsi.

Rohmah, S., N., Pratami, E., & Jeniawaty, S. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Akseptor KB Suntik Depo Medroksiprogesteron Asetat Tentang Efek Samping dengan Kepatuhan Suntik. 2-Trik:    Tunas-Tunas Riset

Kesehatan, 9(2), 155-160.

Rosidah, L., K., U. (2020). Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Usia Terhadap Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di RT 01/RW  01 Desa Jatirejo Kecamatan

Banyakan Kabupaten Kediri Tahun 2018. Jurnal Kebidanan, 9(2), 108-114.

Rosmiarti, R. (2019). Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Kepatuhan Akseptor Melakukan KB Suntik 1 Bulan Di Bpm Yusida Edward Palembang Tahun 2018. Masker Medika 7(1): 228-235.

Safitri, S. (2021). Pengetahuan Ibu dan Dukungan Suami berhubungan dengan Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 10(1), 47-54.

Salsabella, M., & Feriani, P. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Penggunaan Alat Kontrasepsi (KB) di Puskesmas Samarinda Kota. Borneo Student Research (BSR), 2(1), 241-248.

Sari, D., N., A., Suryati, S., Budiyati, G., A., Setyawan, A., S., & Hikmawati, A., N.

(2021). Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Berhubungan dengan Disfungsi Seksual. Jurnal Keperawatan, 13(1), 19-28.

Sulistyawati, A. (2014). Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.

Trimuriani, L.,  & Widyaningsih, H. (2017).

Hubungan dukungan suami dengan tingkat kepuasan pengguna kontrasepsi suntik di Desa Bulungcangkring Jekulo Kudus. Prosiding HEFA (Health Events for All), 1(1).

Triyanto, L., & Indriani, D. (2018). Faktor yang mempengaruhi penggunaan jenis Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada wanita menikah usia subur di Provinsi Jawa

Timur. The Indonesian Journal of Public Health, 13(2), 244-255.

United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2019). Contraceptive Use by Method 2019: Data Booklet (ST/ESA/SER.A/435).

Wardoyo, H. (2020). BKKBN Imbau Tetap Gunakan Alat KB selama Masa Pandemi Covid-19. Retrieved 14 November 2020 from https://mediaindonesia.com/humaniora/3131 23/bkkbn-imbau-tetap-gunakan-alat-kb-selama-masa-pandemi-covid-19BADAN.

Witono, W.,   & Parwodiwiyono (2020).

"Kepesertaan Keluarga Berencana Pada Masa Awal Pandemi Covid-19 Di Daerah Istimewa Yogyakarta." PANCANAKA Jurnal

Kependudukan, Keluarga, dan Sumber Daya Manusia 1(2): 77-88.

Yulviana, R., Y.  (2017).  Faktor-Faktor yang

Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi  Bawah  Kulit (AKBK) di

Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru Tahun 2015. Menara Ilmu, 11(75).

Yusi, L., W. (2019). Hubungan Dukungan Sosial Petugas Kesehatan dengan Pemilihan Kontrasepsi Pascapersalinan pada Ibu Primigravida Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumowono Kabupaten Semarang (Doctoral dissertation, Universitas Ngudi Waluyo). Skripsi.

Volume 10, Nomor 2, April 2022

153