Relationship Between The Body Mass Index With The Degree Of Asthma In Children 1-12 Years Of Age At Children's Clinic Wangaya Hospital Denpasar.
on
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN DERAJAT
ASMA PADA ANAK USIA 1-12 TAHUN DI POLIKLINIK ANAK
RSUD WANGAYA DENPASAR
TAHUN 2012
Sikha Permata A.S, I Gusti Ayu., Dra. Putu Susy Natha Astini, M.Kes.
(pembimbing 1), Ns. Rai Dewi Damayanthi, S.Kep. (pembimbing 2)
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Unoversitas Udayana
Abstract. Asthma is a disease caused by a respiratory condition that is very sensitive to various stimuli, both from within and outside the body. As a result of this excessive sensitivity of airway narrowing occurs as a whole. Asthma in children can be classified into several groups, namely rare episodic asthma, frequent episodic asthma and persistent asthma. Asthma and obesity is the body currently more common in children than a few decades ago. This study aims to analyze the Relationship Between The Body Mass Index With The Degree Of Asthma In Children 1-12 Years Of Age At Children's Clinic Wangaya Hospital Denpasar. This study includes the type of descriptive correlational study using cross sectional design. Sample consisted of 28 patients with asthma who came to the Children's Clinic Wangaya Hospital taken using non probability sampling technique that is kind of Consecutive Sampling. The data was collected by interviews based on questionnaires to the parents of patients and figure BMI patients. The results with the Spearman rank correlation test p value = 0.000 obtained, the value of α = 0.05, p <0.05 (5%) and compute r = 0.709> r table = 0.377, which means there is a significant Relationship Between The Body Mass Index With The Degree Of Asthma In Children 1-12 Years Of Age At Children's Clinic Wangaya Hospital Denpasar. Positive values indicate a correlation coefficient of the direct relationship between two variables. In other words, the higher the child's body mass index is the degree of childhood asthma is also higher.
Key words : Body Mass Index, degree of asthma, children
PENDAHULUAN
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).
Penyakit asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang tinggal di daerah perkotaan dan industri. Kejadian asma meningkat hampir di seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kira–kira sembilan juta anak Amerika Serikat di bawah 18 tahun menderita asma dan empat juta mengalami sekurang-kurangnya sekali serangan asma setiap tahun. Angka kejadian asma pada anak meningkat 50% per dekade dan survei yang dijalankan oleh International Study of Asthma and Allergies in Children (ISSAC) menunjukkan peningkatan prevalensi asma dari 1,6% menjadi 36,8 % (Nelson, 2007).
Asma pada anak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan. Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi asma episodik jarang, asma episodik sering, dan asma persisten. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.
Asma dan obesitas badan saat ini lebih sering terjadi pada anak dibandingkan beberapa dekade yang lalu. Kenaikan prevalensi asma dan obesitas menyebabkan spekulasi tentang adanya hubungan antara asma dan obesitas. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kelebihan berat badan di berbagai usia meningkatkan risiko asma pada anak dan memperberat derajat asma pada anak (Magnusson, 2010).
Obesitas dapat diukur melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI).
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan cara yang sederhana untuk memantau status gizi seseorang, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (obesitas). Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) seseorang.
Sampai saat ini penyebab tingginya angka obesitas pada anak-anak, terutama di Indonesia belum jelas. Banyak kalangan yang menduga kuat akibat pengaruh jajanan yang kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi sehingga anak-anak cenderung lebih senang jajan daripada makan di rumah. Penelitian Damayanti (2009) juga menunjukkan bahwa obesitas sering terjadi pada golongan anak yang lebih senang jajan. Tidak hanya terjadi pada golongan sosioekonomi tinggi, sering pula pada sosioekonomi menengah ke bawah.
Sebuah penelitian yang dilakukan akademis dari Universitas Sunderland tahun 2004 menemukan hubungan antara obesitas dengan kejadian asma pada anak-anak. Tim
juga menemukan bahwa anak laki-laki dan perempuan dengan BMI tertinggi dan diklasifikasikan sebagai obesitas, memiliki tingkat prevalensi asma yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak non-obesitas. Hasil ini menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko yang pasti dalam asma pada anak.
Penelitian yang dilakukan oleh American College of Nurse Practitioners (2002) mendapatkan bahwa obesitas dapat menyebabkan asma, dan pada saat yang sama, asma dapat menyebabkan obesitas. Ciprandi et al. (2005) menunjukkan bahwa obesitas pada anak cenderung menurunkan volume paru dan membuat mereka lebih rentan untuk terkena asma dibandingkan anak-anak yang tidak obesitas.
Studi Pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30 dan 31 Maret 2012 di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar didapatkan bahwa anak dengan asma yang berobat ke Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar yaitu rata-rata 30 pasien selama bulan Januari –Maret 2012 atau 17,2 % dari total pasien yang berkunjung ke
Poliklinik Anak RSUD Wangaya sebanyak rata-rata 174 pasien selama bulan Januari-Maret 2012. Dimana anak dengan asma yang datang ke Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar ini memiliki tinggi badan dan berat badan yang bervariasi.
Dengan adanya latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak usia 1-12 tahun di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar Tahun 2012. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah-masalah kesehatan khususnya pada kesehatan anak sehingga nantinya memudahkan untuk menangani masalah kesehatan anak. Selain itu bagi masyarakat khususnya bagi orang tua penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memperberat derajat asma khususnya pada anak sehingga dapat menekan serangan asma.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi korelasi Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional karena peneliti menekankan waktu pengukuran data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak dengan asma usia 1-12 tahun yang datang ke Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar dengan rata-rata jumlah pasien selama bulan Januari-Maret 2012 adalah sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan Nonprobability sampling yaitu jenis Consecutive Sampling. Consecutive Sampling adalah pemilihan sample dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi.
Instrumen Penelititan
Dalam penelitian ini digunakan dua skala ukur. Skala ukur yang pertama adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh pada anak dihitung menggunakan rumus yang sesuai untuk anak. Skala ukur yang kedua untuk derajat asma pada anak adalah menggunakan kuesioner. Dimana didalam kuesioner sudah terdapat beberapa pertanyaan dan hasil dari kuesioner itu sendiri akan menentukan derajat asma anak tersebut.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengukuran fisik (pengukuran TB dan BB) dan kuesioner, dimana peneliti mengukur IMT anak dengan asma dan melakukan wawancara kepada orang tua anak berdasarkan kuesioner untuk mengetahui derajat asma anak. Dalam penelitian ini, peneliti mengukur tinggi dan berat badan anak dengan asma yang datang ke Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar yang memenuhi kriteria
inklusi. Setelah berat badan dan tinggi badan anak diukur, kemudian dihitung Indeks Massa Tubuh anak tersebut dengan menggunakan rumus IMT sesuai untuk anak. Setelah diukur tinggi badan dan berat badan, kemudian akan dilakukan wawancara dengan orang tua anak sesuai pertanyaan pada kuesioner. Sebelumnya peneliti akan menjelaskan manfaat serta tujuan dari penelitian pada keluarga pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Apabila keluarga bersedia menandatangani lembar informed consent, maka peneliti dapat mengukur IMT anak dan memberikan lembar kuesioner pada orang tua anak. Namun apabila keluarga tidak bersedia menandatangani lembar informed consent, maka peneliti tidak akan melakukan pengukuran IMT dan pemberian lembar kuesioner untuk menghormati hak pasien.
Skoring IMT < 17,0 merupakan katagori anak dengan kurus tingkat berat. Nilai IMT berada diantara 17,0- 18,4 menandakan anak dengan kurus tingkat ringan. Nilai IMT untuk anak dengan berat badan
normal berada diantara 18,5 – 25,0. Anak dengan gemuk tingkat ringan nilai IMT nya berada 25,1 -27,0. Sedangkan anak dengan gemuk tingkat berat nilai IMT >27. Untuk derajat asma setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas didapatkan skor < 56% menunjukkan derajat asma episodik jarang, skor 56-75% menunjukkan derajat asma episodik sering, dan skor 76-100% menunjukkan asma persisten.
Untuk menganalisis hubungan Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak, maka dilakukan uji korelasi nonparametrik yaitu uji Korelasi Spearman program SPSS for Windows dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% (0,05).
Hasil Penelitian
Setelah dilakukan tabulasi data, didapatkan anak dengan IMT kurus tingkat berat sebanyak 2 orang (7,1%), anak dengan IMT kurus tingkat ringan sebanyak 4 orang (14,3%), anak dengan IMT normal sebanyak 6 orang (21,4%), anak dengan IMT gemuk tingkat ringan sebanyak 12 orang (42,9%) dan anak
dengan IMT gemuk tingkat berat sebanyak 4 orang (14,3%). Untuk derajat asma didapatkan anak yang mengalami asma episodik jarang sebanyak 11 orang (39,3%). Sebanyak 7 orang anak (25%) mengalami asma episodik sering dan 10 orang anak (35,7%) mengalami asma persisten.
Menurut hasil uji statistik didapatkan p value = 0,000 yang dibandingkan dengan nilai α = 0,05 (5%). Oleh karena p value (0,000) < nilai α 0,05 dan r hitung= 0,709 > r table = 0,377, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang mengandung arti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak usia 1-12 tahun di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar. Nilai positif pada koefisien korelasi menandakan adanya hubungan yang searah antara kedua variabel tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi Indeks Massa Tubuh anak maka derajat asma anak juga semakin tinggi. Sedangkan dilihat dari kuat lemahnya hubungan, didapatkan nilai koefisien korelasi 0,709 berada diantara interval koefisien 0,60 –
0,799 yang menandakan tingkat hubungan antar variabel tersebut kuat. Maka berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa ada korelasi atau hubungan yang signifikan dengan tingkat hubungan kuat serta searah antara Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar diidentifikasi bahwa nampak anak dengan IMT di atas normal adalah sebanyak 16 orang dari 28 responden. Anak yang memiliki IMT diatas normal ini biasanya memiliki riwayat keluhan asma berulang. Penelitian yang dilakukan oleh American College of Nurse Practitioners (2002) mendapatkan bahwa obesitas dapat menyebabkan asma, dan pada saat yang sama, asma dapat menyebabkan obesitas. Ciprandi et al. (2005) menunjukkan bahwa obesitas pada anak cenderung menurunkan volume paru dan membuat mereka lebih rentan untuk terkena asma dibandingkan anak-anak yang tidak obesitas. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa mayoritas anak yang memiliki IMT diatas normal cenderung mengalami keluhan asma yang berulang dan terjadi peningkatan gejala asma. Anak ini juga pernah dirawat di rumah sakit akibat serangan asma yang dialami.
Bila ditelaah menurut hasil penghitungan Indeks Massa Tubuh anak, pada anak dengan klasifikasi IMT kurus tingkat berat didapatkan sebanyak 2 orang anak (7,1%) mengalami asma episodik jarang. Anak dengan IMT kurus tingkat ringan didapatkan 3 orang anak (10,7%) mengalami asma episodik jarang dan 1 orang anak (3,6%) mengalami asma episodik sering. Anak dengan IMT normal yang mengalami asma episodik jarang sebanyak 4 orang anak (14,3%) dan asma episodik sering sebanyak 2 orang anak (7,1%). Anak dengan IMT gemuk tingkat ringan yang mengalami asma episodik jarang sebanyak 2 orang (7,1%), asma episodik sering sebanyak 3 orang anak (10,7%), dan anak yang mengalami asma persisten sebanyak 7 orang anak (25%). Anak dengan IMT gemuk tingkat berat yang
mengalami asma episodik sering sebanyak 1 orang (3,6%) dan anak dengan asma persisten sebanyak 3 orang anak (10,7%). Bila dilihat dari hasil tersebut, didapatkan bahwa anak yang memiliki IMT diatas normal mengalami peningkatan derajat asma. Hal ini didukung oleh studi epidemiologi yang dilakukan oleh Magnusson pada tahun 2010 yang menunjukkan bahwa kelebihan berat badan di berbagai usia meningkatkan risiko asma pada anak dan memperberat derajat asma pada anak. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Furman (2004), anak-anak yang memiliki berat badan berlebih yang ditentukan oleh katagori IMT adalah anak yang memiliki derajat asma lebih tinggi dan anak yang menggunakan obat asma.
Asma dan obesitas badan saat ini lebih sering terjadi pada anak dibandingkan beberapa dekade yang lalu. Pada hasil penelitian didapatkan anak dengan IMT gemuk tingkat ringan yang mengalami asma episodik jarang sebanyak 2 orang, asma episodik sering sebanyak 3 orang anak, dan anak yang
mengalami asma persisten sebanyak 7 orang anak. Anak dengan IMT gemuk tingkat berat yang mengalami asma episodik sering sebanyak 1 orang dan anak dengan asma persisten sebanyak 3 orang anak. Beberapa penelitian yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan akademis dari Universitas Sunderland menemukan hubungan antara obesitas dengan kejadian asma pada anak-anak. Tim juga menemukan bahwa anak dengan IMT yang melebihi normal dan diklasifikasikan sebagai obesitas, memiliki tingkat prevalensi asma yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak non-obesitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Furman (2004), anak-anak yang memiliki berat badan berlebih yang ditentukan oleh katagori IMT adalah anak yang memiliki derajat asma lebih tinggi dan anak yang menggunakan obat asma. Hal ini sesuai saat wawancara pengisian kuesioner dimana anak yang memiliki derajat asma yang tinggi memerlukan obat untuk mengatasi asma selain terapi nebulizer yang biasanya didapatkan
di Poliklinik. Selain itu penelitian studi epidemiologi yang dilakukan oleh Magnusson pada tahun 2010 dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kelebihan berat badan di berbagai usia meningkatkan risiko asma pada anak dan memperberat derajat asma pada anak. Dr Kenneth B. Quinto dari University of California, San Diego, dan rekannya menganalisa data lebih dari 32.321 anak-anak yang telah didiagnosa dengan asma. Hampir setengah dari anak-anak tersebut kelebihan berat badan atau obesitas. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil yang didapat dimana sebanyak 16 anak dari 28 responden memiliki nilai IMT diatas normal dimana anak dengan IMT gemuk tingkat ringan sebanyak 12 orang (42,9%) dan anak dengan IMT gemuk tingkat berat sebanyak 4 orang (14,3%). Tingginya nilai IMT pada anak tidak terlepas dari pembatasan aktivitas pada anak. Hal ini diketahui saat wawancara pengisian kuesioner, dimana sebagian besar orang tua anak mengatakan mereka melakukan pembatasan aktivitas pada anak karena menghindarkan anak dari
serangan asma. Hal tersebut bukannya mengindarkan anak dari serangan asma, tetapi malah membuat anak memiliki IMT diatas normal. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Ford dan Mannino (2003) menunjukkan bahwa individu dengan asma lebih cenderung menjadi gemuk daripada orang yang tidak memiliki asma. Individu dengan asma ini menjadi gemuk karena pembatasan aktivitas fisik seperti olahraga. Hal ini dilakukan agar asma tidak kambuh akibat melakukan aktivitas fisik yang berlebihan.
Tetapi dalam penelitian ini selain anak dengan IMT diatas normal, anak yang memiliki nilai IMT normal dan dibawah normal juga ada yang mengalami asma walaupun derajat asma tidak seberat anak yang memiliki IMT diatas normal. Didapatkan pada hasil penelitian, anak dengan klasifikasi IMT kurus tingkat berat sebanyak 2 orang anak mengalami asma episodik jarang. Anak dengan IMT kurus tingkat ringan didapatkan 3 orang anak mengalami asma episodik jarang dan 1 orang anak mengalami asma
episodik sering. Anak dengan IMT normal yang mengalami asma episodik jarang sebanyak 4 orang anak dan asma episodik sering sebanyak 2 orang anak. Hal ini dapat terjadi apabila anak memang mempunyai faktor keturunan yang menyebabkan asma walaupun anak tersebut tidak mempunyai IMT yang tinggi. Selain faktor keturunan, yang dapat menyebabkan asma adalah faktor alergen, baik alergi karena makanan, obat-obatan maupun bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan alergi terjadi sehingga asma terjadi pada anak.
Dari hasil analisa statistik Rank Spearman diperoleh nilai signifikansi (2-tailed) = 0,000. dan nilai koefisien korelasi = 0,709, yang berarti ada hubungan yang kuat signifikan dan searah antara Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar. Dari hasil analisa menyatakan variabel Indeks Massa Tubuh meningkat maka variabel derajat asma anak meningkat.
Kesimpulan dan Saran
Hasil uji analisis dengan Rank Spearman, didapatkan p value 0,000 < nilai α 0,05 dan r hitung= 0,709 > r table = 0,377, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang mengandung arti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak usia 1-12 tahun di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar. Nilai positif pada koefisien korelasi menandakan adanya hubungan yang searah antara kedua variabel tersebut. Sedangkan dilihat dari kuat
lemahnya hubungan, didapatkan nilai koefisien korelasi 0,709 berada diantara interval koefisien 0,60 – 0,799 yang menandakan tingkat hubungan antar variabel tersebut kuat yang berarti ada hubungan yang kuat signifikan dan searah antara Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma pada anak di Poliklinik Anak RSUD Wangaya Denpasar. Dari hasil analisa menyatakan variabel Indeks Massa Tubuh meningkat maka variabel derajat asma anak meningkat.
Instansi terkait sebaiknya melengkapi fasilitas seperti
Spirometry untuk kelengkapan alat dalam pemeriksaan faal paru khususnya untuk pasien asma. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan hubungan Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma hendaknya menggunakan kuesioner yang didesain lebih lengkap dari segi pertanyaan agar mendapatkan hasil yang akurat untuk derajat asma dan juga menggunakan alat seperti Spirometry untuk lebih memudahkan dalam menentukan derajat asma pada anak. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan hubungan Indeks Massa Tubuh dengan derajat asma hendaknya mengontrol faktor-faktor perancu yang dapat menyebabkan asma selain IMT agar mendapatkan hasil yang maksimal pada penelitian.
Daftar Pustaka
Anonymous. 2011. Indeks Massa Tubuh dan Obesitas, (online) (Available from: http://medicastore.com/article /953945-overview/ diakses: 7 Maret 2012)
Abidin. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Asma
Di Indonesia. (online), (Available from: http://emedicine.medscape.co m/article/953945-overview/ diakses: 7 Maret 2012)
Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective in Allergy. European Journal of Allergy and Clinical Immunology, (online), (www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/18803452 diakses: 22 Maret 2012)
Damayanti . 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Obesitas Pada Anak Di Indonesia. (online), (Available from:
http://emedicine.medscape.co m/article/953945-overview/ diakses: 7 Maret 2012)
Chinn et al, 2007. Can the increase in body mass index explain the rising trend in asthma in children?, (online), (www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/18803452 diakses: 30 Maret 2012)
Ciprandi et al, 2005. The Relationship Between BMI And Asthma in Children, (online), (www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/18803452 diakses: 28 Maret 2012)
Ford & Manino. 2003. Body Mass Index and Obesity. Emedicine Emergency Medicine. (online) Available from:
m/article/795677- diakses: 8 April 2012.
Furman. 2007. The Relationship Between BMI And Asthma is a Significant Health Concern Among Pre-Adolescent And Adolescent Children, (online), (www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/18803452 diakses: 28 Maret 2012)
Global initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and prevention. NHLBI/WHO Workshop Report January 1995. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Publication number 02-3659, revised 2002.
Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of Health, 2007.
Guidelines for diagnosis and management of asthma. National Heart, Lung and Blood Institute. 2nd ed. New York: 2002.p.1-5.
Klik dokter. 2011. Obesitas Mengancam Anak Anda, (online), (www.klikdokter.com, diakses: 17 Februari 2012)
Magnusson. 2010. Obesity and Asthma: A Dangerous Link in Children. E-medicine Emergency Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.co
m/article/795677- diakses: 8 April 2012.
Nelson et al, 2012. Relation of body mass index to asthma and atopy in children: the National Health and Nutrition Examination Study III, (online), (www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/18803452 diakses: 28 Maret 2012)
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Prasetyo. 2009. Analisis Hubungan Kualitas Udara Dalam Rumah Dan Praktek Keluarga Dengan Frekuensi Serangan Asma Pada Penderita Asma Anak Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Diponegoro
Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah Asma. Jogyakarta: Diva Press
Plottel. 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai Asma. Jakarta: Indeks
Pratyahara, Dayu. 2011. Asma Pada Anak. Jogyakarta: Javalitera
Priyatna, Andri. 2012 .Asthma in Motion. Jakarta: Gramedia
Purnomo. 2004. Tumbuh Kembang Anak dengan Asma. (online) Available from:
http://medicastore.com/78943 0- diakses: 8 April 2012.
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tata Laksana Asma Bronkial. Jakarta
Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: ECG
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.2004. Penilaian Derajat Serangan Asma Pada Anak, , (online), (http://www.sciencedaily.co m, diakses: 6 April 2012)
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Supriyatno. 2005. Asma dan Penyebabnya. Available from:
http://medicastore.com/78943 0- diakses: 8 April 2012.
Syifa dkk, 2007. Hubungan Derajat Asma dengan Kualitas Hidup yang Dinilai dengan Asthma Quality of Life Questionnaire, (online), (www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/18803452 diakses: 31 Maret 2012)
Tanjung. 2003. Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya, (online),
(www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/18803452 diakses: 31
Maret 2012)
Tim Kelompok Kerja Asma. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
Indonesia.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.12-5.
UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi 2004.
Wulandari. 2007. Obesitas dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. (online), (Available from: http://emedicine.medscape.co m/article/953945-overview/ diakses: 28 Maret 2012)
Discussion and feedback