The Effectiveness Diabetic Foot Care by Modern Dressing in Sanglah Hospital and Dhalia Care Clinic.
on
EFEKTIFITAS PERAWATAN LUKA KAKI DIABETIK MENGGUNAKAN BALUTAN MODERN DI RSUP SANGLAH DENPASAR DAN KLINIK DHALIA CARE
Tiara, Shinta., Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep, M.Pd. (Pembimbing 1), Ns. Made Suindrayasa, S.Kep (Pembimbing 2).
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstract. Diabetes Mellitus (DM) is a chronic carbohydrate metabolism disturbance which has many long term complications, including diabetic foot that in latter stage can result amputation. Wound care is the one of nursing interventions intended to minimized the risk of getting amputation. One of the principles in wound care are giving a moist and warm environment in order to improve wound healing process. Beside that, wound care should be cost effective, meaning that is has not always cheap but it can benefit for patients. The value of chronic wound care can be estimated by evaluating the progress of the wound and total of cost that was spent.This research was a quasy eksperiment non equivalent control group desaign with a prospective approach. Samples randomly selected using a purposive sampling technique. The instruments used were Bates-Jansen wound assessment and the documentation of wound care material cost. The effectiveness of diabetic foot wound care using modern and conventional dressing was analyzed using One-Way Anova test with 95% confidence interval. The results showed that sig = 0,000 for score decrease in degree of wound and sig = 0,019 for total cost in wound care. Both of these variables that is benchmark effectiveness in wound care showed sig value < α (0,05), so refuse H0 which means there is difference in effectiveness of diabetic foot care using modern dressing. Thereform it is recommended that health professionals should improve diabetic ulcer care methods using modern dressing as a choice in wound care. .
Keywords : Effectiveness, Modern Dressing, Diabetic Foot Care.
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat yang kronis, yang dapat menimbulkan komplikasi yang bersifat kronis juga (Smelzter & Bare, 2002). Saat ini DM telah menjadi penyakit epidemik, ini dibuktikan dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan kasus 2 sampai 3 kali lipat, hal ini disebabkan oleh pertambahan usia, berat badan, dan gaya hidup. Indonesia sendiri menempati urutan ke 4 angka
kejadian DM di dunia setelah negara India, Cina dan Amerika Serikat (WHO, 2006). DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau biasa disebut hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia yang lama pada pasien DM menyebabkan arteroskelosis, penebalan membrane basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya luka kaki diabetik.
Komplikasi yang paling sering terjadi dari penyakit DM adalah luka kaki diabetik. Peningkatan jumlah kejadian DM juga meningkatkan angka kejadian komplikasi DM, salah satunya adalah luka kaki diabetik. Menurut Sheehan (2003), di Amerika Serikat sekitar 2,5% penderita DM berkembang menjadi luka kaki diabetes per tahunnya dan 15% dari penderita luka kaki diabetes akhirnya menjalani amputasi. Waspadji (2006), prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari penderita DM. Dari laporan RSCM yang diperoleh, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah yang besar. Sebagian besar perawatan pasien DM selalu terkait dengan ulkus diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi yaitu sebesar 32,5% dan 23,5%.
Di Klinik Dharma Mulia (Dhalia) Care pada tanggal 17 Januari 2012 diperoleh sejumlah data pasien diabetes yang melakukan perawatan luka kaki diabetik. Pada tahun 2010, terhitung sejak bulan Februari 2010 hingga November 2010, jumlah pasien yang melakukan perawatan luka kaki diabetik 6 orang. Sementara pada tahun 2011 terhitung mulai bulan Januari 2011 hingga Desember 2011, jumlah pasien yang datang sebanyak 27 orang. Sedangkan dari studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar khususnya di Ruang Angsoka 1 dan 2 pada tanggal 13 Februari 2012, diperoleh data jumlah pasien DM dengan luka kaki diabetik Desember 2011 sampai Februari 2012 sejumlah 15 orang.
Perawat mempunyai peran yang penting dalam merawat pasien DM yaitu dalam membuat perencanaan
untuk mencegah timbulnya luka kaki diabetik dengan cara melakukan perawatan kaki, inspeksi kaki setiap hari, menjaga kelembapan, menggunakan alas kaki yang sesuai dan melakukan olahraga kaki (Smelzter & Bare, 2002). Salah satu peran perawat yang tidak kalah penting adalah dalam memberikan perawatan luka pada pasien DM yang mengalami luka kaki diabetes.
Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan luka yang lembab. Manajemen perawatan luka yang lama atau disebut juga dengan metode konvensional dimana hanya membersihkan luka dengan normal salin atau larutan NaCl 0,9% dan ditambahkan dengan iodine providine, kemudian ditutup dengan kassa kering. Tujuan dari balutan konvensional ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi (Rainey, 2002). Menurut Morison (2003), pada balutan konvensional ketika akan merawat luka pada hari berikutnya, kassa akan menempel pada luka dan menyebabkan rasa sakit pada klien, di samping itu juga sel-sel yang baru tumbuh juga akan rusak. Untuk itu diperlukan pemilihan metode balutan luka yang tepat untuk mengoptimalkan proses penyembuhan luka.
Saat ini, teknik perawatan luka telah banyak mangalami perkembangan, dimana perawatan luka sudah menggunakan balutan modern. Prinsip dari produk perawatan luka modern adalah mempertahankan dan menjaga lingkungan luka tetap lembap untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (De Laune, 2002 dalam Dewi, 2008).
Pasien dengan luka kaki diabetes membutuhkan perawatan jangka panjang untuk dapat sembuh kembali. Konsekuensi logis dari perawatan luka kaki diabetik tentunya adalah beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien. Frank (2006) mengatakan meskipun dari beberapa penelitian membuktikan bahwa balutan modern lebih efekif dibandingkan balutan kassa, hasil dari penelitian tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi luka (luas, kedalaman luka, dan lama perawatan luka) dan standar biaya perawatan yang ditetapkan. Beberapa aspek pembiayaan individu bisa berbeda di negara lain dengan kondisi yang sama pada klien sehingga perlu penelitian lebih lanjut di setiap negara. Sesuai beberapa penelitian sebelumnya telah diketahui kemampuan balutan modern lebih baik dalam debridemen nekrotik, penurunan nyeri saat pergantian balutan, pengendalian infeksi, dan penutupan luka. Namun belum dilihat
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian eksperiment semu (quasy-experiment) non equivalent control group design dengan pendekatan prospektif.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pasien DM dengan luka kaki (grade IIIV sesuai klasifikasi Wagner) yang mendapatkan perawatan luka di RSUP Sanglah Denpasar dan Klinik Dhalia Care selama periode pengumpulan data. Peneliti mengambil sampel berjumlah 8 orang pada masing-masing kelompok sesuai dengan
efektifitas balutan modern secara keseluruhan dalam proses penyembuhan luka diabetik. Penelitian tentang efektifitas pembiayaan merekomendasikan penelitian serupa terkait penggunaan balutan modern karena pada setiap negara memiliki perbedaan dalam aspek pembiayaan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui efektifitas perawatan luka kaki diabetik menggunakan balutan modern. Dengan mengetahui efektifitas perawatan luka kaki menggunakan balutan modern diharapkan dapat, dijadikan sebagai masukan dalam pemilihan metode balutan luka yang tepat serta mampu meningkatkan kualitas hidup pasien DM khususnya dengan luka kaki, dan sebagai masukan untuk menentukan standar pembiayaan perawatan pada luka kaki diabetik.
kriteria sampel. Pengambilan sampel disini dilakukan dengan cara Non Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling.
Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi pada luka dengan menggunakan pengkajian rentang status luka dari Bates-Jensen berupa check list dan oservasi pembiayaan selama perawatan luka kaki diabetes dengan form biaya habis pakai.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Dari sampel yang terpilih akan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok balutan konvensional dan
kelompok balutan modern. Sebelumnya sampel akan dijelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian. Kemudian sampel menandatangani informed consent sebagai responden. Penganmbilan data dilakukan dengan observasi kondisi luka dan total biaya perawatan luka pada masing-masing kelompok. Semua responden luka kaki diabetik dengan perawatan luka baik menggunakan balutan konvensional maupun balutan modern akan dilakukan observasi awal (hari ke-1) mengenai keadaan luk, kemudian pada hari ke-15 penggantian balutan, terhitung sejak observasi awal, dilakukan observasi yang kedua terhadap keadaan luka.
Setelah data terkumpulkan maka data diberikan skor dan dideskripsikan
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang dilakukan terhadap 16 responden, diperoleh rata-rata skor perkembangan luka hari ke-1 penelitian pada kelompok modern sebesar 34,62, sedangkan pada hari ke-15 penelitian diperoleh rata-rata skor luka sebesar 26.87 dengan rata-rata penurunan skor sebesar 7,75. pada kelompok balutan modern sebesar 23 dan skor luka tertinggi adalah 48. Pada kelompok balutan konvensional diperoleh rata-rata skor perkembangan luka pada hari ke-1 penelitian yaitu sebesar 37,87, sedangkan pada hari ke-15 penelitian diperoleh rata-rata skor luka sebesar 35.25 dengan rata-rata penurunan skor sebesar 2,62. Untuk total pembiayaan, rata-rata total biaya perawatan luka kaki diabetik selama 15 hari pada kelompok balutan modern sebesar Rp 335.500. Rata-rata total biaya perawatan luka selama 15 hari pada kelompok balutan konvensional sebesar Rp 234.375.
sesuai dengan skor yang diperoleh. Total skor yang diperoleh, dimasukkan ke dalam garis rentang status luka. Untuk total biaya yang dikeluarkan dalam perawatan luka, akan dihitung pada masing-masing subyek penelitian dari awal penelitian dilakukan sampai hari ke 15 penelitian ini dilakukan. Selanjutnya ditabulasikan, data dimasukkan dalam tabel frekuensi distribusi dan diinter-pretasikan.
Untuk menganalisis efektifitas perawatan luka kaki diabetik menggunakan balutan modern menggunakan Anova 1 jalur (OneWay Anova) dengan tingkat signifikansi p ≤ 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian yang diperoleh dan dianalisis dengan One-Way ANOVA. Diperoleh bahwa nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 untuk variabel skor penurunan derajat luka dan 0,019 untuk variabel total biaya perawatan luka. Kedua variabel yang merupakan tolak ukur efektifitas perawatan luka menunjukkan nilai signifikansi (p) lebih kecil daripada α (0,05) sehingga menolak H0 yang bermakna ada perbedaan efektifitas perawatan luka diantara kedua kelompok yang diuji yaitu kelompok responden yang menggunakan balutan modern dan kelompok dengan balutan konvensional.
PEMBAHASAN
Pada kelompok balutan modern didapatkan rata-rata penurunan skor derajat luka sebesar 7,5, dengan rata-rata pembiayaan sebesar Rp 335.500. Sedangkan pada kelompok balutan konvensional diperoleh rata-rata penurunan skor hanya sebesar 2,62
dengan rata-rata pembiayaan sebesar Rp 234.375.
Luka kaki diabetik adalah infeksi, ulkus dan/atau kerusakan jaringan yang lebih dalam yang terkait dengan gangguan neurologis dan vaskuler pada tungkai (WHO, 2006). Harman (2007), penggunaan balutan kassa merupakan standart dalam perawatan luka dan masih banyak digunakan secara luas dalam proses perawatan luka. Produk perawatan luka dengan balutan kassa banyak keuntungan yang didapat seperti lebih murah, mudah digunakan dan dapat dipakai pada area yang sulit dijangkau.Balutan kassa termasuk material pasif dengan fungsi utamanya sebagai pelindung, menjaga kehangatan dan menutupi penampilan luka yang tidak menyenangkan. Disamping itu balutan kasa juga dipakai untuk melindungi luka dari trauma, mempertahankan area luka, dan untuk mencegah kontaminasi bakteri. Menurut Morison (2003), pada balutan konvensional ketika akan merawat luka pada hari berikutnya, kassa akan menempel pada luka dan menyebabkan rasa sakit pada klien, di samping itu juga sel-sel yang baru tumbuh juga akan rusak. Untuk itu diperlukan pemilihan metode balutan luka yang tepat untuk mengoptimalkan proses penyembuhan luka.
Saat ini, teknik perawatan luka telah banyak mangalami perkembangan, dimana perawatan luka sudah mulai menggunakan bahan balutan modern. Produk bahan perawatan luka modern membawa kontribusi yang besar dalam metode perawatan luka kronis salah satunya adalah luka diabetes. Prinsip dari produk perawatan luka modern adalah mempertahankan dan menjaga
lingkungan luka tetap lembap untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (De Laune, 1998 dalam Dewi, 2008). Lingkungan luka yang lembab (moist) dapat mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara membantu menghilangkan fibrin yang terbentuk pada luka kronis dengan cepat (fibrinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab, menurunkan angka kejadian infeksi dibandingkan dengan perawatan kering (2,6% dan 7,1%), membantu mempercepat pembentukan growth factor yang berperan dalam proses penyembuhan, dan mempercepat invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka (Gitarja, 2008).
Pasien dengan luka kaki diabetes membutuhkan perawatan jangka panjang untuk dapat sembuh kembali. Dalam penelitian Sheehan (2007), dilaporkan perawatan pasien dengan luka kaki diabetes akan menunjukkan penutupan luas area luka pada 4 minggu pertama dan sembuh total 12 minggu. Konsekuensi logis dari perawatan luka kaki diabetik tentunya adalah beban biaya yang harus ditanggung oleh pasien. Biaya perawatan yang mahal bukan berarti tidak efektif, kondisi ini bisa dianalogikan dengan suatu luka yang dirawat dengan metode konvensional akan memerlukan waktu yang lebih lama dalam perawatan, keadaan seperti adanya perdarahan atau trauma ulang dapat memperpanjang masa perawatan. Sehingga pembiayaan sangat dipengaruhi oleh status kesehatan sebagai tujuan utama perawatan.
Frank (2006) menjelaskan cara mengestimasi analisa efektifitas perawatan luka kronis, yaitu dengan membandingkan biaya dengan perubahan status kesehatan.
Berdasarkan hasil observasi terhadap pasien DM dengan luka kaki diabetik yang mendapatkan perawatan luka, diperoleh penurunan skor derajat luka yang cukup besar pada kelompok dengan balutan modern dibandingkan konvensional. Selain itu, pada kelompok dengan balutan modern menunjukkan perbaikan kondisi luka yakni ukuran luka berkurang, tipe dan jumlah jaringan nekrotik berkurang, jumlah eksudat pada luka berkurang, serta peningkatan epitelisasi pada permukaan luka. Sedangkan perubahan kondisi luka yang terjadi pada kelompok balutan konvensional adalah pada penurunan jumlah eksudat. Menurut Frank (2006), dalam manajemen perawatan luka, hasil yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas suatu tindakan adalah : 1) perubahan area luka, 2) perbaikan keparahan luka, 3) perbaikan secara subyektif pada luka, 4) waktu penyembuhan luka, 5) penyembuhan luka secara total, sehingga perawatan luka kaki diabetik menggunakan balutan modern dapat dikatakan lebih efektif dalam menurunkan skor derajat luka dibandingkan dengan balutan konvensional, walaupun rata-rata total biaya perawatannya lebih mahal. Oleh karena itu, penggunaan balutan modern dapat direkomendasikan sebagai masukan dalam melakukan perawatan luka, khususnya di RSUP Sanglah sebagai rumah sakit pusat rujukan di Bali. Penggunaan balutan modern juga dirasa efisien karena tidak perlu terlalu sering mengganti balutan. Hal ini tentu saja sangat
membantu mengurangi risiko trauma berulang pada luka yang dialami pasien.
KESIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata skor perkembangan luka hari ke-1 penelitian pada kelompok modern sebesar 34,62, sedangkan pada hari ke-15 penelitian diperoleh rata-rata skor luka sebesar 26.87 dengan rata-rata penurunan skor sebesar 7,75. pada kelompok balutan modern sebesar 23 dan skor luka tertinggi adalah 48. Pada kelompok balutan konvensional diperoleh rata-rata skor perkembangan luka pada hari ke-1 penelitian yaitu sebesar 37,87, sedangkan pada hari ke-15 penelitian diperoleh rata-rata skor luka sebesar 35.25 dengan rata-rata penurunan skor sebesar 2,62. Untuk total pembiayaan, rata-rata total biaya perawatan luka kaki diabetik selama 15 hari pada kelompok balutan modern sebesar Rp 335.500. Rata-rata total biaya perawatan luka selama 15 hari pada kelompok balutan konvensional sebesar Rp 234.375. Hasil penelitian yang diperoleh dan dianalisis dengan One-Way ANOVA. Diperoleh bahwa nilai signifikansi (p) sebesar 0,000 untuk variabel skor penurunan derajat luka dan 0,019 untuk variabel total biaya perawatan luka. Kedua variabel yang merupakan tolak ukur efektifitas perawatan luka menunjukkan nilai signifikansi (p) lebih kecil daripada α (0,05) sehingga menolak H0 yang bermakna ada perbedaan efektifitas perawatan luka diantara kedua kelompok yang diuji yaitu kelompok responden yang menggunakan balutan modern dan kelompok dengan balutan konvensional.
Dengan didapatnya hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan
efektifitas perawatan kaki diabetik antara kelompok balutan modern dan konvensional maka diharapkan pihak institusi rumah sakit
mempertimbangkan untuk
menyediakan perawatan luka dengan metode balutan modern untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien DM yang mengalami luka kaki diabetik. Untuk perawat diharapkan mampu memberi masukan kepada pasien DM dengan luka kaki diabetik, sehingga pasien dapat memilih metode perawatan luka yang sesuai dengan kondisi pasien serta mampu meningkatkan kualitas hidup pasien. Bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini diharapkan agar menambah jumlah responden dan melanjutkan penelitian ini dengan waktu yang lebih lama hingga luka benar-benar sembuh. Serta
diharapkan ikut mempertimbangkan waktu penyembuhan luka dan tenaga perawat sebagai tolak ukur efektifitas perawatan luka kaki diabetik. Selain itu diharapkan penelitian selanjutnya dapat dilakukan di tempat dengan karakteristik yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2007. Skill Module : Role of Clinical Nurse of Medical Assistant in Preventing Foot Ulcer and Amputation in Person With Diabetes, (online), http://www.acponline.org/cl inicalskill, diakses 17 januari 2012).
Anonym. 2008. Dressing Up : The Case for Advance Wound Care, (online),
ement.net/feature/, diakses 17 januari 2012).
Asep. 2009. Kaki Diabetik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, (online), (http://www.scribd.com/doc /27513832/Terapi-Kaki-Diabetes-ASEP, diakses 20 Januari 2012). Jurnal diterbitkan.
Baronski, S. 2007. Wound Care Essential, (online),
(http://books.google.com/, diakses 22 Januari 2012).
De Laune, Sue C. 2002. Fundamental of Nursing Standards & Practice. 2nd Edition.
Delmar Thomson Learning : United States of America.
Doughty, DB. 1992. Principle of Wound Healing and Wound Management. in Bryan RA, Ed: Acute and Cronic
Wound Nursing
Management, St. Louis, Mosby.
Frank, J Peter. 2006. Wound Management : Cost
Effectiveness in Wound Care, (online),
(http://www.medscape.com/ , diakses tanggal 14 November 2007).
Frykberg, Robert G. 2003. Epidemiology of The Diabetic Foot : Ulceration and
Amputations, (online),
(http://www.find-articles.com/, diakses 22 januari 2012).
Harman, Robin J. 2007. Patient Care in Community Practice: A Handbook of Non-Medicinal Healthcare, (online),
(http:books.google.com/, diakses 20 Januari 2012).
Hess, C.T. 2002. Clinical Guide Wound Care, 4th Ed.
Springhouse : Pensylvenia.
Keast dan Orsted. 2008. The Basic Principles of Wound Healing, (online), (http://www.pilonidal.org/, diakses 25 Januari 2012).
Lee, G. 2001. Wound Care: What’s Really Cost-Effective, (online), http://www.Ensiclopedia.com, diakses 17 januari 2012).
Morison, MJ. 2003. Manajemen Luka. Jakarta : EGC.
Nandavati et al. 2002. Perawatan Optimal Luka Kaki Diabetik, Apakah Efisien Biaya, (online), (http://www.husada.co.id/, diakses tanggal 20 Januari 2012).
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Penelitian
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Ohlsson et al. 2001. A Cost
Effectiveness Study of Leg Ulcer in Primary
Care,Comparison of SalineGauze and Hydrocolloid
Treatment in a Prospective, Randomized Study, Montala, Swedia, (online),
(http://www.Ncbi.nlm.nih.gov/ sites, diakses 19 januari 2012).
Potter, P.A.& perry, A.G. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Vol.2. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Rainey J. 2002. Wound Care: A Handbook For Community Nurses. Philadelphia: Whurr Publisher.
Robert, et al. 2000. Diabetic Foot Disorder a Clinical Practice Guideline. Data trace: USA.
Sheehan, Peter. 2003. Percent Change in Wound Area of Diabetic Foot Ulcer Over a 4-week Period is a Robust Predictor of Complete Healing in a 12-week Prospective Trial, (online), (http://www.medscape.com/, diakses tanggal 17 Januari 2012).
Smelltzer, S.C., Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal –Bedah Brunner & Suddarth. Vol. 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Tarigan, Rosina. 2007. Perawatan Luka : Moist Wound Healing, (online), makalah diterbitkan (http://www.fik.ui.ac.id/files//, diakses 16 April 2012).
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Tim Penyusun PSIK, 2012. Panduan Penulisan Skripsi Edisi Revisi. Denpasar: PSIK FK Unud
Tim Penyusun PSIK, 2009. Buku Panduan Pendidikan Program
Studi Ilmu Keperawatan. Denpasar: FK Un
World Health Organization (WHO). 2006. The World Health Report , (online),
(http://www.who.int, diakses tanggal 17 januari 2012).
Discussion and feedback