Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN SAFETY CULTURE PRAMUWISATA DALAM PERTOLONGAN PERTAMA LUKA TRAUMA PADA WISATAWAN ARUNG JERAM SUNGAI AYUNG

Ni Putu Ayu Ratih Pinarisraya1, Ni Kadek Ayu Suarningsih2, I Gusti Ngurah Juniartha3

1Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2,3 Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

Alamat korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Wisata arung jeram merupakan wisata petualangan berisiko tinggi dan sering menyebabkan wisatawan mengalami masalah kesehatan luka trauma akibat kurangnya penerapan budaya keselamatan. Tujuan: untuk mengetahui budaya keselamatan pramuwisata dalam pertolongan pertama luka trauma pada wisatawan arung jeram Sungai Ayung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif pendekatan kuantitatif dengan metode cross sectional menggunakan 140 sampel yang diperoleh dengan teknik proporsional random sampling. Hasil: karakteristik dari keseluruhan pramuwisata berjenis kelamin laki-laki dengan mayoritas berusia 26-35 tahun, mayoritas jenjang pendidikan terakhir SMA dan pengalaman kerja > 5 tahun, serta pernah mendapatkan pengalaman pelatihan pertolongan pertama. Berdasarkan lima karakteristik budaya keselamatan, pramuwisata arung jeram Sungai Ayung memiliki nilai 4 dengan kategori sangat baik. Hasil uji proporsi terdapat perbedaan proporsi jumlah yang signifikan antara budaya keselamatan dengan pengalaman kerja dan pengalaman pelatihan pertolongan pertama. Kesimpulan: pramuwisata dapat mempertahankan keselamatan wisatawan dalam aktivitas arung jeram.

Kata Kunci: arung jeram, budaya keselamatan, pertolongan pertama luka trauma, pramuwisata

ABSTRACT

White water rafting tourism is a high-risk adventure tour and often causes tourists to experience trauma injuries due to a lack of safety culture. Aim: to know the safety culture of guides in the first aid trauma to the rafting tourists on the Ayung River. Method: this research is a descriptive explorative study of quantitative approach with a cross-sectional method using 140 samples obtained by proportional random sampling technique. Results: the characteristics of all guides were male with a majority of those aged 26-35 years old, majority have high school level in education dan work experience >5 years, as well as having had first aid training experience. Based on five characteristics of safety culture, the majority of Ayung River rafting guides have a value of 4 in the great category. Proportion test result there was a significant difference in proportion between safety culture with work experience and first aid training experience. Conclusion: the guides can hold on the safety of tourism on rafting.

Keyword: first aid wound trauma, tour guide, rafting, safety culture

PENDAHULUAN

Budaya keselamatan atau safety culture menjadi aspek penting terciptanya pariwisata yang aman dan sehat bagi wisatawan, umumnya wisatawan lebih mempertimbangkan keselamatannya selama di daerah wisata (Dewi, 2018). Wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata di Indonesia terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir (Kemenpar RI, 2015). Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mengalami peningkatan sebesar 13,86% setiap tahun sejak tahun 2014 sampai 2018. Sebagian besar wisatawan domestik dan mancanegara memilih berkunjung ke Pulau Bali sebagai tujuan wisata yaitu sebanyak 6 juta wisatawan mancanegara dan 9,7 juta wisatawan domestik (BPS Prov Bali, 2019).

Bali merupakan pariwisata yang sangat popular di dunia yang mana memiliki berbagai objek wisata mulai dari wisata budaya, sejarah, spiritual, hiburan, alam dan wisata air petualangan. Arung jeram memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara di Pulau Bali yang terletak di Sungai Ayung Ubud, Kabupaten Gianyar. Arung jeram merupakan aktivitas wisata air petualangan mengarungi sungai dengan perahu untuk melewati bebatuan dan arus sungai (Dasiharjo, Kastoloani & Nayoan, 2016). Jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara ke objek wisata arung jeram sekitar 350.000 wisatawan per tahun.

Selama tiga tahun terakhir terjadi kecelakaan pada wisata arung jeram Sungai Ayung yang menewaskan 4 wisatawan akibat arus sungai yang deras dan kurangnya kewaspadaan wisatawan selama aktivitas arung jeram. Masalah kesehatan yang sering

terjadi pada wisatawan selama berwisata yaitu cedera pada sistem muskuloskeletal seperti ketegangan otot (21,6%), luka terbuka atau vulnus appertum (29,7%), dan low back pain (10,8%) yang dapat mengganggu aktivitas wisata (Gandamayu, Agustini & Kusuma, 2016). Selain itu, secara psikologis yang dapat terjadi pada wistawan seperti rasa takut, cemas, dan sedih akibat kecelakaan pada aktivitas arung jeram.

Safety culture adalah pola perilaku anggota dari suatu organisasi/perusahaan yang didasari atas kesadaran keselamatan yang tinggi dalam mendukung penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (Gunawan & Waluyo, 2015). Penerapan Safety culture pramuwisata arung jeram sangat diperlukan, mengingat wisata arung jeram memiliki risiko tinggi menimbulkan masalah kesehatan dan dapat mengancam nyawa wisatawan. Pertolongan pertama luka trauma adalah tindakan pertolongan yang diberikan secara cepat dan tepat kepada korban kecelakaan untuk mencegah cedera dan menyelamatkan nyawa korban di lokasi kejadian (Furst, 2018). Berdasarkan temuan masalah diatas penelitian ini dilakukan di kawasan arung jeram Sungai Ayung Kabupaten Gianyar untuk mengetahui gambaran safety culture pramuwisata dalam pertolongan pertama luka trauma pada wisatawan arung jeram Sungai Ayung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik propotional random sampling pada 140 pramuwisata arung jeram di kawasan Sungai Ayung. Kriteria inklusi adalah pramuwisata memiliki izin sebagai pemandu wisata arung

jeram dan minimal berkerja 6 bulan. Kriteria ekslusi adalah tidak bersedia mengisi informed consent dan tidak hadir saat penelitian berlangsung.

Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu pada bulan Februari 2020. Data dikumpulkan dengan kuesioner safety culture pramuwisata dalam pertolongan pertama luka trauma yang dimodifikasi dari penelitian terdahulu (Miranda, et al., 2015). Kuesioner telah diuji menggunakan uji terpakai dengan hasil uji 37 pernyataan valid dan reliabilitas (Cronbach Alpha 0,956).

Skor safety culture dibagi berdasarkan lima karakteristik nilai safety culture yaitu nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami (6-24), kepemimpinan dalam keselamatan (10-40), keselamatan sebagai penggerak pembelajaran (728), keselamatan terintegrasi (9-36), dan akuntabilitas keselamatan (5-20) dengan rentang total skor 37-148. Kategori nilai untuk setiap jawaban buruk (D) bernilai 1, kurang (C) bernilai 2, baik (B) bernilai 3, dan sangat baik (A) bernilai 4.

Analisis data menggunakan analisis univariat yang didukung oleh program SPSS ver.25 yang ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Penelitian ini telah mendapatkan izin

etik dari Komisi Etik Penelitian (KEP) FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dengan Kelaikan Etik Nomor 807/UN14.2.2.VII.14/LT/2020.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 101 pramuwisata memiliki safety culture: nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami dan 100 pramuwisata memiliki safety culture: nilai kepemimpinan dalam keselamatan. Sebanyak 87 pramuwisata memiliki safety culture: nilai keselamtan sebagai penggerak pembelajaran. Selain itu, 96 pramuwisata memiliki safety culture: nilai keselamatan terintegrasi dan 82 pramuwisata memiliki safety culture: akuntabilitas keselamatan.

Berdasarkan lima karakteristik diatas, mayoritas pramuwisata memiliki safety culture dengan kategori sangat baik dengan rentang skor 112-148. Berdasarkan tabel 2. Mayoritas pramuwisata baik yang bekerja > 5 tahun ataupun < 5 tahun memiliki safety culture sangat baik dengan kategori A. Sebanyak 78 pramuwisata pernah mendapatkan pelatihan pertolongan pertama (first aid) memiliki safety culture sangat baik dengan kategori A.

Tabel 1. Safety Culture Pramuwisata Dalam Pertolongan Pertama Luka Trauma Pada Wisatawan

Arung Jeram

Safety Culture

Frekuensi (N)

Presentase (%)

Nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui

dan dipahami

Buruk (1-37)

1

0,7

Kurang (38-74)

1

0,7

Baik (75-111)

37

26,4

Sangat baik (112-148)

101

72,2

Total

140

100,0

Nilai kepemimpinan dalam keselamatan

Kurang (38-74)

1

0,7

Baik (75-111)

39

27,9

Sangat baik (112-148)

100

71,4

Total

140

100,0

Nilai keselamtan sebagai penggerak pembelajaran


Kurang (38-74)

Baik (75-111)

Sangat baik (112-148)

2

51

87

1,4

36,4

62,2

Total

140

100,0

Nilai keselamatan terintegrasi

Kurang (38-74)

2

1,4

Baik (75-111)

42

30,0

Sangat baik (112-148)

96

68,6

Total

140

100,0

Nilai akuntabilitas keselamatan

Buruk (1-37)

1

0,7

Kurang (38-74)

1

0,7

Baik (75-111)

56

40,0

Sangat baik (112-148)

82

58,6

Total

140

100,0

Tabel 2. Proporsi pengalaman kerja dan pelatihan pertolongan pertama pramuwisata

Safety Culture

Kurang

Baik         Sangat baik        Total

(skor 38-74)

(skor 75-111) (skor

112-148)

n    %

n    %    n

%    n    %

Lama        < 5 tahun    1     1,5

15    23,1    49

75,4     65     100

Bekerja      > 5 tahun     1     1,3

12     16     62

82,7     75     100

Pengalaman Pernah      2     2

18    18,4    78

79,6     98     100

pelatihan     Tidak        0     0

9    21,4    33

78,6     42     100

pertolongan  Pernah

pertama


PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (52,8%) pramuwisata berusia dewasa awal (26-35 tahun). Usia dewasa awal (2635 tahun) disebut juga sebagai usia produktif (Depkes, 2009). Penelitian pendukung menyatakan penduduk usia 22-55 tahun berjenis kelamin laki-laki memiliki tuntuan lebih besar untuk mencari nafkah (Lukman, Ikbal & Jabbar, 2019). Usia dewasa awal mendorong individu untuk menyatadi akan tanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Desa Kedewatan, Ubud yang memiliki peluang sebagai destinasi wisata di Bali juga mempengaruhi minat sebagaian besar penduduknya untuk memanfaatkan sektor pariwisata sebgai sumber mata pencaharian utama. Pramuwisata arung jeram (100,0%) berjenis kelamin laki-laki. Penelitian Anggrayini, Djumaty dan

Kasmawati (2019) menyatakan jumlah pramuwisata didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Laki-laki cenderung memiliki ketertarikan terhadap aktivitas yang berisiko tinggi untuk menantang adrinalin dan memiliki daya tahun fisik lebih baik dibandingkan perempuan.

Mayoritas pramuwisata arung jeram (83,6%) memiliki jenjang pendidikan terakhir SMA. Pendidikan menjadi faktor penentu peningkatan kerja karyawan sebagai media pengembangan diri dan kemampuan seseorang (Harahap, 2019). Pendidikan yang lebih tinggi akan meningkatkan pemahaman dan kompetensi pramuwisata dalam pencegahan kecelakaan dan menerapkan safety culture pada wisatawan arung jeram. Sebanyak (70,0%) memiliki pengalaman pelatihan pertolongan pertama. Sejalan dengan penelitian

Purnomo, Sudana dan Mananda (2019) menyatakan bahwa mengikuti pelatihan    akan meningkatkan

kompetensi dan kualitas kerja pramuwisata Bali untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan. Adanya pengalaman pelatihan pramuwisata dalam pertolongan pertama luka trauma     akan     meningkatkan

kemampuan pertolongan secara efektif dan efisien, sehingga dapat mencegah terjadinya masalah kesehatan pada wisatawan arung jeram.

Pramuwisata arung jeram dengan pengalaman kerja > 5 tahun (53,6%) sudah    mendapatkan

pelatihan dan izin kerja dari perusaahn arung jeram. Pengalaman kerja merupakan suatu peristiwa kerja dalam kurun waktu tertentu yang dapat mempengaruhi sikap individu untuk melakukan suatu pekerjaan secara    optimal    (Runtunuwu,

Mananeke & Sendow, 2019). Pengalaman kerja pramuwisata arung jeram Sungai Ayung yaitu paling lama 26 tahun dan paling baru selama 6 bulan. Pengalaman kerja dapat membantu pramuwisata untuk tetap mengevaluasi kemampuan kerjanya dan memotivasi diri untuk meningkatkan kinerja perusahaan arung jeram dalam memberikan pelayanan keselamatan kepada wisatawan.

Hasil penelitian menunjukkan safety culture pramuwisata arung jeram Sungai Ayung berdasarkan lima karakteristik nilai keselamatan berada pada kategori sangat baik. a. Nilai keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami merupakan pemahaman tentang keselamatan dan mengetahui tindakan pencegahan kecelakaan dalam aktivitas arung jeram (Brown, 2015). Penelitian

Purwaningsih, Miranda dan Handayani (2019) menyatakan keselamatan         merupakan

pertimbangan utama untuk menetapkan tujuan dan rencana strategi yang aman dalam segala kegiatan kerja perusahaan. Penerapan     safety     culture

pramuwisata dalam bentuk komitmen keselamatan yang menjadi     prioritas     utama,

memberikan arahan selama pengarungan,      penyampaian

informasi keselamatan wisatawan sebelum dan sesudah aktivitas arung jeram kepada manajemen. Ketersediaan SOP keamanan dan kotak P3K untuk dibawa oleh pramuwisata selama aktivitas arung jeram sebagai bentuk pemahaman terkait keselamatan aktivitas arung jeram.

Faktor yang mempengaruhi pemahaman nilai keselamatan yaitu komitmen pramuwisata dalam     menerapkan     dan

mempertahamkan        prinsip

keselamatan wisatawan selama aktivitas arung jeram. Selain itu, diperlukan             partisipasi

pramuwisata secara langsung terkait pengaturan keselamatan wisatawan selama aktivitas pengarungan.

  • b.    Nilai kepemimpinan dalam keselamatan merupakan nilai yang membentuk sikap K3 dan memimpin penerapan safety culture pada tingkat anggota dan manajemen         perusahaan

(Gunawan, et al., 2016). Penelitian pendukung menyatakan bahwa anggota dan pihak manajemen yang     memiliki     perhatian,

komitmen, tanggung jawab dan keterlibatan terkait keselamatan mencerminkan          adanya

kepemimpinan dalam keselamatan

(Agustini & Kaliwanto, 2019). Penerapan     safety     culture

pramuwisata dalam bentuk memimpin kegiatan pengarungan, komunikasi keselamatan dan petunjuk peringatan   kepada

wisatawan selama aktivitas arung jeram.    Komunikasi    dalam

memberikan pengarahan terkait keselamatan menjadi salah satu bentuk kesadaran pramuwisata terhadap keselamatan wisatawan arung jeram.

  • c.    Nilai keselamatan sebagai penggerak         pembelajaran

merupakan sikap keterlibatan langsung anggota dalam mengenal risiko bahaya kegiatan kerja (Batan, 2019). Keterlibatan aktif pekerja dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan      perusahaan

seperti pembentukan SOP kerja menjadi faktor pendukung dalam penerapan     safety     culture

(Nurhayati, 2019). Penerapan safety culture pramuwisata ditunjukkan melalui keikutsertaan dalam pelatihan pertolongan pertama, memiliki sertifikat pelatihan, dan pengalaman pendampingan wisatawan arung jeram. Pengalaman kerja dan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan       pramuwisata

menerapkan prinsip keselamatan pada wisatawan arung jeram.

  • d.    Nilai keselamatan terintegrasi merupakan nilai yang membentuk sistem keselamatan terintegrasi dalam setiap prosedur standar keselamatan kerja (Heni, 2011). Penelitian Wibowo dan Widiyanto (2019) menyatakan bahwa kondisi lingkungan      kerja      dapat

mempengaruhi karyawan dalam menyelesaikan tugas dan bekerja dengan aman. Penerapan safety culture pramuwisata ditunjukkan

melalui ketersediaan rambu peringatan bahaya, komitmen keselamatan wisatawan, dan adanya libur setiap minggu yang berlaku bagi pramuwisata arung jeram. Selain itu terdapat pengalaman kecelakan akibat faktor cuaca yang mendukung sikap disiplin dalam penerapan safety culture pramuwisata kepada wisatawan.

  • e.    Nilai akuntabilitas keselamatan merupakan nilai kewajiban anggota    dan    manajemen

perusahaan terhadap keselamatan (Wardhani, 2017). Penelitian Nayiroh dan Kusairi (2019) menyatakan bahwa pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas kepada setiap anggota terhadap kegiatan perusahaan menjadi salah satu faktor pendukung penerapan budaya keselamatan kerja. Penerapan safety culture pramuwisata ditunjukkan melalui pembagian peran dan tanggung jawab jelas untuk memandu pengarungan wisatawan serta memiliki izin sebagai pramuwisata arung jeram. Pemahaman terkait tugas dan tanggung jawab pramuwisata dapat meningkatkan kinerja untuk mencapai target perusahaan yaitu safety first pada wisatawan selama aktivitas arung jeram.

Faktor       lain       yang

mempengaruhi nilai akuntabilitas keselamatan pramuwisata yaitu tingkat pengetahuan pramuwisata terkait prinsip keselamatan dalam aktivitas arung jeram. Kurangnya pengawasan secara rutin dari pihak manajemen     juga     dapat

mempengaruhi nilai akuntabilitas keselamatan pramuwisata, karena pengawasan merupakan tindakan untuk mengevaluasi setiap

perubahan budaya keselamatan pramuwisata arung jeram.

Penelitian Zahro, Suyadi dan Djaja (2018) menyatakan bahwa semakin banyak karyawan yang memiliki pengalaman kerja lebih lama akan meningkatkan kualitas dan produktifitas perusahaan. Sejalan dengan hasil penelitian jumlah proporsi pengalaman bekerja dengan safety culture menunjukkan bahwa jumlah pramuwisata yang kerja > 5 tahun lebih banyak dibandingkan jumlah pramuwisata yang kerja < 5 tahun. Artinya semakin banyak jumlah pramuwisata yang memiliki pengalaman kerja akan mendukung penerapan safety culture untuk mencegah bahaya selama aktivitas arung jeram.

Proporsi jumlah pramuwisata yang pernah mendapatkan pelatihan pertolongan pertama lebih banyak dibandingkan dengan pramuwisata yang belum mendapatkan pelatihan pertolongan pertama. Artinya terdapat perbedaan proporsi pengalaman pelatihan pertolongan pertama dengan safety culture pramuwisata. Didukung penelitian Purwati dan Satria (2017) menyatakan bahwa pemberian pelatihan yang baik dapat meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai target perusahaan. Pemberian pelatihan kepada pramuwisata dapat meningkatkan pengetahuan cara berpikir kritis, dan kemampuan pramuwsiata untuk menentukan tindakan yang tepat guna menghindari risiko bahaya yang mungkin terjadi selama aktivitas arung jeram. Sehingga, pramuwisata dapat menerapkan safety culture kepada wisatawan arung jeram.

SIMPULAN DAN SARAN

Safety culture pramuwisata dalam pertama luka trauma pada wisatawan arung jeram Sungai Ayung termasuk kategori A dengan kualitas sangat baik. Namun, masih terdapat kualitas safety culture pramuwisata yang buruk berdasarkan nilai keselamatan sebagai nilai yang dipahami dan nilai akuntabilitas keselamatan. Terdapat perbedaan proporsi jumlah antara lama pengalaman bekerja dan pengalaman pelatihan pertolongan pertama dengan safety culture pramuwisata arung jeram Sungai Ayung. Penelitian selanjutnya diharapkan lebih mengeskplorasi faktor lain yang dapat mempengaruhi safety culture dan hubungan setiap variabel karakteristik pramuwisata arung jeram dengan safety culture dengan melibatkan populasi yang lebih besar untuk menggambarkan karakteristik safety culture pramuwisata arung jeram.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, S. & Kaliwanto, B. (2019) Analisis Budaya Keselamatan Kerja Pegawai Di Biro Perencanaan (BP) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batam). Jurnal Efisiensi:  Kajian Ilmu Administrasi.

16(2), 1-9.

Anggrayini, N., Djumaty. B. & Kasmawati. (2019). Dampak Ekonomi Bagi Masyarakat yang Bekerja Di Sektor Pariwisata Di Transportasi Air (Studi) Kasus: Pemandu Wisata, Tukang Masak dan Kapten Kapal Di Taman Nasional Tanjung Pitung Kabupaten Kota Waringin      Barat.      Universitas

Antakusuma: Magenta. 7(2), 101-110.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2019). Number of Foreign Visitor to Bali by Month 1982-2019. Diakses dari: https://bali.bps.go.id/statictable/2018/02/ 09/21/jumlah-wisatawan-asing-ke-bali-menurut-bulan-1982-2019.html tanggal 2 oktober 2019.

Badan Tenaga Nuklir Nasional. (2019). Peraturan Badan Tenaga Nuklir Nasional

RI Nomor 4 Tahun 2019. Diakses dari:http://jdih.batan.go.id/unduh/jdih/20 191024101447_20190722144415_Perka Batan4tahun2019.pdf tanggal 8 januari 2020.

Brown, M. (2015). Panduan Safety Arung Jeram Untuk Pemula, Operator Dan Profesional.     Bali:     PANAKOM

Publishing.

Dasiharjo. Kastolani, W. & Nayoan, G.N.P. (2016). Strategi Pengembangan Wisata Minat Khusus Arung Jeram Di Sungai Palayangan. Jurnal Manajemen Resort dan Leisure. 13(1), 24-35.

Dewi, C.I.D.L. (2018). Tanggung Jawab Pengusaha Pariwisata Terhadap Kegiatan Wisata Berisiko Tinggi. YUSTITIA. 12(2), 76-87. ISSN: 1907-8188.

Furst, J. (2018). The Complete First Aid Pocket Guide. New York: Adams Media.

Gandamayu, I.B.M., Agustini, N.L.P.I.B. & Kusuma, M.D.S. (2016). Description of Health Problems of Foreign Tourists who Visited Health Service Centre 2015.

Jurnal Ners LENTERA. 4(2), 178-188.

Gunawan, F.A., Lestari, F., Subekti, A. &

Somad, I.    (2016).   Manajemen

Keselamatan   Operasi:   Membangun

Keunggulan Operasi Dalam Industri Proses. Jakarta: PT Gramedia.

Gunawan, F.A. & Waluyo. (2015). Risk Based Behavioral Safety. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Harahap, S.S. (2019). Hubungan Usia, Tingkat Pendidikan, Kemampuan Bekerja  dan Masa Kerja Terhadap

Kinerja Pegawai Dengan Menggunakan metode  Pearson Correlation. Jurnal

Teknovasi. 6(2), 12-26.

Heni, Y. (2011). Improving Our Safety Culture. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. (2015).    RENSTRA    Kementerian

Pariwisata Tahun 2015-2019. Diakses dari:

http://www.kemenpar.go.id/post/rencana -strategis-2015-2019-kementerian-pariwisata tanggal 1 oktober 2019.

Lukman., Ikbal, M. & Jabbar, A. (2019). Karakteristik Biografis dan Kinerja Pegawai Di Kantor Kecamatan Panca Rinjang. Universitas Muhammadiyah Sidrap. 14(2), 63-70.

Miranda, N., Purwaningsih, R., Handayani, N.U. & Suprianto, S. (2015). Penilaian Budaya Keselamatan Dengan Metode Safety Culture Assesment Review Team

(SCART). Jurnal Teknik Industri.

Nayiroh, N. & Kusairi. (2019). Studi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Laboratorium Jurusan Fisika Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal Teknologi dan manajemen Pengelolaan Laboratorium: Ternapela. 2(2), 65-74.

Nurhayati, D. (2019). Hubungan Antara Faktor Pembentuk Budaya Keselamatan Kerja Dengan Safety Behaviour pada Pekerja Di PT. Pertanian (Persero) Terminal BBM Banjarmasin Tahun 2018. Respiratory      Universitas     Islam

Kalimantan.        Diakses        dari:

http://repository.uniska-bjm.ac.id/518/ tanggal 4 Mei 2020.

Purwati, A.A. & Satria, H. (2017). The Effect of Recruitment, Motivation, and Job Training to Employee Performance at CV. Skala Sport Pekanbaru. Procuratio. 5(4), 418-429.

Purwaningsih, R., Miranda, N. & Handayani, N.U. (2019). Penilaian Budaya Keselamatan Dengan Metode Safety Culture Assessment Review Team

Runtunuwu, S.M., Mananeke, L. & Sendow, G.M. (2019). Pengaruh Pendidikan, Pelatihan dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Layanan Tour Guide. Jurnal EMBA. 7(2), 2551-2560.

Wardhani, V. (2017). Manajemen Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Malang: UB Press.

Wibowo, F.P. & Widiyanto, G. (2019) Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi Pada Perushaaan Tom’s Silver Yogyakarta. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 17(2),142156.

Zahro, H.M., Suyadi, B. & Djaja, S. (2018). Pengaruh Pengalaman Kerja dan Curahan Jam Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Pendidikan Ekonomi. 12(1), 8-14.

164

Volume 9, Nomor 2, April 2021