Distinction the Effectiveness of Therapy Music with Techniques of Relaxation Progressive to Increasing the Quality of Sleep for the Elderly in Banjar Peken Sumerta Kaja Village.
on
PERBEDAAN EFEKTIFITAS TERAPI MUSIK DENGAN TEKNIK RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR LANSIA DI BANJAR PEKEN DESA SUMERTA KAJA
Widyastuti, NNS., (1) Ns.K.A Henny Achjar, SKM, M.Kep, Sp.Kom, (2) I. Wayan Surasta, S.Kp
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Abstract. Degeneration process in elderly impact on the quantity of sleep in elderly which increasingly erduced the quality of elderly sleep. The condition is indirectly can interfere withhealth and causes someone to fall into diseased condition so that it will give rise to new complaints of the elderly. The aim of this research is to find out of the difference efecktivness between music therapy with progressive relaxation techniques for the quality of elderly sleep. This research is one of group quasy experiment. The number of samples used as much as 32 elders. A gathering of the necessary data obtained from sheets of a questionnaire that analyzed with the paired t-test before and after given music therapy with the value of p=0,000 which means that there was increased the quality of elderly sleep, for before and after given progressive relaxation techniques with the value of p=0,000 which means that was increased the quality of elderly sleep to. To know the difference effectiveness between music therapy and progressive relaxation techniques for the quality of elderly sleep,it was seen from the p-value by using independent sample t test analized with scocre 0,000 and the average of increase by using music therapy as much as 5.38 and by using progressive relaxation techniques as much as 2.75 .It Can be concluded that there are a difference effectiveness between music therapy and progressive relaxation techniques for the quality of elderly sleep. Based on these results, it is suggested to the nurses to use music therapy to improve the quality of elderly sleep.
Keywords: the quality of sleep, therapy music, a progressive techniques of relaxation, elderly
PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah lansia akibat peningkatan usia harapan hidup tentunya akan menimbulkan beberapa masalah di bidang kesehatan, salah satunya adalah gangguan tidur. Proses degenerasi pada lansia mengakibatkan kuantitas tidur lansia akan semakin berkurang sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang adekuat (Nugroho, 2008)
Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, kelemahan/kelelahan, peningkatan angka kejadian kecelakaan baik di rumah maupun di jalan, terjatuh, iritabilitas, menyebabkan emosi menjadi tidak stabil, sulit untuk berkonsentrasi, dan kesulitan dalam mengambil suatu keputusan (Wold, 2004)
Penyembuhan secara nonfarmakologis terhadap gangguan tidur pada lansia sangat diperlukan untuk meminimalkan efek terapi farmakologis. Terapi nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara pemberian terapi musik (Djohan, 2006). Selain itu, bisa juga dengan pemberian teknik relaksasi progresif (Potter & Perry, 2005).
Penelitan yang dilakukan oleh Nonik (2011) tentang “Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Banjar Karang Suwung Sading” dengan jumlah sampel 25 orang. Dari penelitian tersebut didapatkan perbedaan yang signifikan antar kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan relaksasi progresif. Hasil yang diperoleh P=0,000 (<0,05). Demikian juga dengan penelitian Emy (2011) yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik Relaksasi terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja” dengan jumlah sampel 30 orang. Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan antar kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik relaksasi. Hasil yang diperoleh P=0,000 (<0,05).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui perbedaan efektifitas terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap peningkatan kualitas tidur lansia.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan quasy experiment, rancangan ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok eksperimental.
Populasi dan Sampel
Populasi peneliti adalah semua lansia yang mengalami gangguan tidur yang tinggal di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja yang berjumlah 32 orang. Pengambilan sampel disini dilakukan dengan cara Non Probability Sampling dengan teknik total sampling/Judgement Sampling.
Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah dirancang dan dimodifikasi dengan mengutip pertanyaan yang berjumlah delapan item dari kuesioner The SMH (St. Marry’s Hospital Sleep Quetionnaire) tahun 2006 yang sesuai dengan tinjauan teori gangguan tidur dan terdapat pada sumber (Potter & Perry, 2006).
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Dari sampel yang terpilih akan dibagi menjadi dua kelompok, pertama sebagai kelompok A untuk mendapat perlakuan terapi musik dan kelompok B untuk medapatkan perlakuan teknik relaksasi.
Sebelumnya sampel akan dijelaskan tentang prosedur dan tujuan penelitian serta diberikan pelatihan mengenai kedua teknik tersebut.
Kemudian sampel menandatangani informed concent sebagai responden. Pengambilan data dilakukan dengan cara diwawancarai kembali dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) untuk mengetahui kualitas tidur responden sebelum dan setelah diberikan terapi musik atau teknik relaksasi pada masing-masing kelompok.
Setelah data terkumpulkan maka data dideskripsikan dan diberikan skor sesuai dengan penilaian kualitas tidur, kode 1 (jumlah skor 0-6) = kualitas tidur baik, kode 2 (jumlah skor 7-12) = kualitas tidur sedang, kode 3 (jumlah skor 13-16) = kualitas tidur kurang. Selanjutnya ditabulasikan, data dimasukkan dalam tabel frekuensi distribusi dan diinterpretasikan.
Untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara sebelum dan sesudah diberikan terapi musik atau teknik relaksasi dilakukan uji t sampel berkolerasi (paired t-tes). Untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur sebelum dengan sebelum serta setelah dengan setelah diberikan terapi musik atau teknik relaksasi progresif menggunakan uji t sampel tidak berpasangan (independent t-tes). Untuk mengetahui selisih kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan terapi musik relaksasi dan selisih kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi progresif dilakukan uji t sampel tidak berpasangan (independent t-tes) dengan alpha 0,05.
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan sebagian besar responden berusia antara 60-74 tahun sebanyak 81,2% dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 62,5% yang mengeluhkan kualitas tidurnya terganggu.
Dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa lansia yang tingkat kualitas tidurnya kurang sebelum diberikan terapi musik memiliki proporsi yang paling banyak yaitu sebesar 56,2% dan setelah diberikan terapi musik lansia yang tingkat kualitas tidurnya sedang memiliki proporsi yang paling banyak yaitu sebesar 68,8%. Sedangkan sebelum diberikan teknik relaksasi progresif lansia yang tingkat kualitas tidur sedang dan kurang memiliki proporsi yang sama yaitu sebesar 50% dan setelah diberikan teknik relaksasi progresif lansia yang tingkat kualitas tidur sedang memiliki proporsi yang paling banyak yaitu sebesar 81,2%.
Menurut hasil uji statistik perbedaan kualitas tidur pada lansia antara menggunakan terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terlihat dari nilai p-value pada uji analisis menggunakan independent sample t test sebesar 0,000. Oleh karena nilai p< α (0,000<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap kualitas tidur lansia.
PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari hasil wawancara pada kelompok eksperimen sebelum diberikan terapi musik terdapat tujuh orang (43,8%) lansia yang memiliki kualitas tidur sedang dan sembilan orang (56,2%) lansia yang memiliki kualitas tidur kurang. Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh ritmik sirkadian tidur-bangun lansia. Ritmik sirkandian tidur-bangun lansia sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Lebih lanjut Tarwoto & Wartonah (2006) menyatakan bahwa gangguan ritmik sirkadian tidur ini dapat berpengaruh terhadap kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan melatonin. Hormon-hormon tersebut disekresikan pada saat tidur dalam terutama pada malam hari, sehingga penurunan kadar hormon ini akan menyebabkan lansia sulit untuk mempertahankan tidur. Selain itu, Meiner & Lueckenotte (2006) juga menyebutkan bahwa gangguan tidur pada lansia dapat disebabkan oleh faktor psikis berupa kecemasan, stres psikologis, ketakutan, dan ketegangan emosional seperti ketidakmampuan beradaptasi dengan teman yang membuat lansia tidak dapat santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk.
Perubahan yang menonjol setelah diberikan terapi musik adalah tidak ada lagi lansia yang memiliki kualitas tidur kurang, sebesar 15,6% lansia yang memiliki kualitas tidur baik dan 68,8% lansia yang memiliki
kualitas tidur sedang. Darmojo (2009) menyatakan bahwa gangguan tidur pada lansia dapat diatasi dengan penatalaksanaan gangguan tidur diantaranya dengan merubah gaya hidup (life style) yang diperlukan untuk memperbaiki faktor fisik dan psikis yang mendasari terjadinya gangguan tidur pada lansia. Selain itu, menurut Mucci (2004) menyebutkan bahwa musik relaksasi merupakan musik yang sederhana, menenangkan dan mempunyai tempo teratur yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi stres dan menimbulkan kondisi rileks pada seseorang.
Sebelum diberikan relaksasi progresif terdapat persentase yang sama antara kualitas tidur sedang dan kurang yaitu sebesar 25,0%. Hasil ini menguatkan teori yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kebutuhan tidur yang berbeda-beda, salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan tidur adalah faktor usia. Selain itu, menurut Lumbantobing (2004) keluhan kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia seseorang maka kebutuhan tidur semakin berkurang. Tidak hanya diperlihatkan dengan kuantitas atau waktu tidur yang semakin singkat namun kalitas tidur juga akan semakin menurun.
Pada kelompok kontrol terlihat 12,5% lansia memiliki kualitas tidur baik, 81,2% lansia memiliki kualitas tidur sedang dan 6,2% lansia yang memiliki kualitas tidur kurang. Menurut Guyton (2007) melalui latihan relaksasi progresif, lansia dilatih untuk dapat menimbulkan respon relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan
tenang dan nyaman. Relaksasi ini juga memberikan efek peningkatan gelombang alfa sehingga lansia dapat lebih mudah untuk tidur.
Menurut hasil uji statistik perbedaan kualitas tidur pada lansia antara menggunakan terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terlihat dari nilai p-value pada uji analisis menggunakan independent sample t test sebesar 0,000. Oleh karena nilai p< α (0,000<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja.
Perbedaan efektifitas antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif ini menjadi nyata disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama dari segi teori terapi musik menggunakan musik yang sederhana, menenangkan dan mempunyai tempo teratur yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi stres dan menimbulkan kondisi rileks pada seseorang (Mucci, 2004). Sedangkan teknik relaksasi progresif gerakan otot yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Martha Davis dalam Kusyati, 2006). Teknik ini merupakan kombinasi latihan pernafasan terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot ( Potter & Perry, 2005).
Walaupun terdapat perbedaan antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap kualitas tidur lansia, namun kedua teknik ini dapat berpengaruh terhadap kualitas
tidur lansia. Dimana kedua kegiatan ini sama-sama memberikan perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan endorphin sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks. Dengan meningkatnya enkephalin dan endorphin, maka lansia akan tertidur dan merasa lebih rileks dan nyaman dalam tidurnya (Potter & Perry, 2006; Purwanto & Zulaekah, 2007; Guyton, 2008).
KESIMPULAN DAN SARAN
Terdapat perbedaan antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja. Hal ini terlihat dari nilai p-value pada uji analisis menggunakan independent sample t test sebesar 0,000. Oleh karena nilai p< α (0,000<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap kualitas tidur lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja.
Mengingat demikian efektifnya manfaat terapi music, maka penulis menyarankan bagi petugas kesehatan khususnya petugas kesehatan yang merawat lansia, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menggunakan terapi musik sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut dengan cara membandingkan efektifitas terapi musik ataupun teknik relaksasi progresif dengan penanganan non farmakologis lainnya seperti guided imagery, stimulasi dan masase kutaneus, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Nonik. 2011. Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di Banjar Karang Suwung Sading. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
Nugroho. 2008. Keperawatan gerontik dan Geriatrik.
Jakarta: EGC.
Wold, Gloria H. 2004. Basic Geriatric Nursing. Third edition. Amerika : Mosby.
Djohan. 2006. Terapi Musik, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Galangpress
Emy. 2011. Pengaruh Terapi Musik Relaksasi Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar: Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas
Udayana
Potter & Perry, 2006. Fundamental Keperawatan. Buku satu. Edisi ketujuh, Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Darmojo, R. B. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ketiga, Jakarta: FKUI.
Meiner, S & Lueckenotte, A. 2006. Gerontologic Nursing. Third edition. Amerika : Mosby
Lumbantobing. 2004. Gangguan Tidur. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11, Jakarta: EGC.
Purwanto & Zulaekah, 2007. Pengaruh pelatihan relaksasi religius untuk menguragi gangguan insomnia, (online), (Sebastian Schmieg Blog at WordPress.com, diakses 28 Februari 2011).
Discussion and feedback