Effect of Hatha Yoga and Jogging Against Anxiety in PSIK Faculty VIII Semester Students of Udayana University.
on
PENGARUH PEMBERIAN HATHA YOGA DAN JOGGING TERHADAP
KECEMASAN PADA MAHASISWA SEMESTER VIII PSIK FK
UNIVERSITAS UDAYANA
ABSTRAK
Purwaningsih, Made Wahyu, Made Pasek Kardiwinata, SKM.M.Kes, Ns. Ni Wayan Suari, S.Kep.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstract. Anxiety is a respond from otonom nerve system against fear and anxiety that creates involuntary activity to the human body that’s including self defense. The stimulus can be derived from outside (interpersonal) or inside (interpsikis). If the stressor cannot been overcome by individual ability to adapt, this can create a conflict and becomes anxiety. Hatha yoga and jogging are one of the non pharmacology therapy that can decrease anxiety, because hatha yoga and Jogging can stimulate body to release endorphin hormones. This research aims to discover the influence of hatha yoga and jogging training to overcome anxiety in PSIK VIII semester student’s in Udayana University. This research is a quasi-experimental study. 38 total samples chosen by purposive sampling and divided into 2 groups, yoga group and jogging group. The yoga group given hatha yoga training twice a week in 90 minutes period and the jogging group given jogging training twice a week in 30 minutes period. Each group doing the training for 3 weeks Anxiety pre-test and post-test for both groups measured by Hamilton Anxiety Rating Scale questionnaire. The result shows 9.89 average decreasing score for yoga group and 6,21 average decreasing score for Jogging group. Based on independent sample t-test, this differences have a meaning in statistically, with t score in differences 1,717 and Sig. (2-tailed) score 0,095, that’s mean hatha yoga and jogging training didn’t have a significant effect for decreasing the anxiety of PSIK VIII semester student’s in Udayana University.
Key words : anxiety, hatha yoga, jogging
Skripsi sebagai suatu tugas akhir sering kali menjadi ketakutan tersendiri bagi mahasiswa. Kecemasan ini muncul karena mereka tidak ingin gagal dalam tugas akhir mereka. Kecemasan dalam penulisan skripsi ini juga dapat muncul karena kemampuan berpikir ilmiah mahasiswa dalam bidang ilmunya diuji disini. Hal tersebut menjadi beban dan tekanan bagi mahasiswa dalam mengerjakannya untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini (Limbang, 2003).
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupan seseorang dan berlangsung tidak lama. Penting sekali untuk mengingat bahwa kecemasan dapat muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Kecemasan merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi di dalam ilmu kejiwaan (Ramaiah, 2007).
Menurut World Health Organization (WHO) (2001), masalah gangguan kesehatan jiwa di dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) mengatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Di Indonesia diperkirakan sebesar 246 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa. Wulasih (2008), memperkirakan sebanyak 9000 orang di Bali mengalami gangguan jiwa. Sebagian besar dari jumlah tersebut tidak mendapatkan perawatan secara maksimal.
Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 23 Januari 2012 terhadap mahasiswa semester VIII Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIK) yang tengah mengerjakan tugas akhir (skripsi), didapatkan responden sebanyak 43 mahasiswa. Hasil dari tingkat kecemasan setelah diberikan kuesioner skala kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) didapatkan sebanyak 25,58% mahasiswa dengan kecemasan ringan,
46,51% mahasiswa dengan kecemasan sedang dan sebanyak 13,95% mahasiswa yang mengalami kecemasan berat. Didapatkan kesimpulan bahwa mahasiswa semester VIII PSIK telah mengalami kecemasan dalam proses pengerjaan skripsi.
Dari permasalahan tersebut diperlukan suatu intervensi untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh mahasiswa semester VIII PSIK FK Unud. Menurut Chappy (2008) dalam Mahaning (2011), terdapat berbagai cara untuk mengurangi kecemasan, diantaranya yoga dan, latihan fisik. Latihan fisik atau yang lebih dikenal dengan olahraga adalah tindakan fisik untuk meningkatkan kesehatan atau memperbaiki deformitas fisik (Balqish 2011), melakukan latihan fisik minimal 30 menit dapat menstimulasi pelepasan hormon endorfin dan menurunkan kadar hormon kortisol di dalam tubuh. Berkurangnya kadar kortisol di dalam tubuh akan menyebabkan terciptanya keseimbangan mental. Salah satu jenis olahraga ringan yang mudah di aplikasikan dan hemat biaya adalah berlari dengan santai atau yang lebih dikenal dengan jogging. Jogging berarti berlari dengan kecepatan yang tidak lebih dari delapan mil per menit (Chattin, 2005). Sedangkan yoga merupakan sistem kesehatan menyeluruh (holistik), melalui yoga seseorang akan lebih baik mengenal tubuhnya, mengenal pikirannya dan mengenal jiwanya (Pujiastuti, 2009).
Berdasarkan data di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian hatha yoga dan jogging terhadap kecemasan pada mahasiswa semester VIII PSIK FK universitas udayana.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan quasy experiment, rancangan ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental (Nursalam, 2008).
Populasi dan Sampel
Populasi peneliti adalah mahasiswa semester VIII Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang berjumlah 68 orang. Pada penelitian ini sampel diambil dari mahasiswa semester VIII Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang sedang mengerjakan skripsi. Sampel yang diambil ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dan sampel yang diambil akan langsung menjadi responden dalam penelitian ini.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah dirancang dan dimodifikasi dengan mengutip beberapa pertanyaan dari kuesioner Menurut Hawari (2008) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Alat ukur ini terdiri dari 14 aspek penilaian dengan interval skor 0-56. 14 aspek penilaian tersebut adalah perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik/fisik (otot), gejala somatik/fisik (sensorik), gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala
gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom dan tingkah laku. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skor) antar 0-4 yang artinya adalah: 0=tidak ada gejala, 1=gejala ringan, 2=gejala sedang, 3=gejala berat dan 4=gejala berat sekali. Masing-masing skor dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan dapat diketahui tingkatan kecemasan seseorang. Skor kurang dari 14 yang artinya tidak memiliki gejala cemas, 14-20 cemas ringan, 21-27 cemas sedang, 28-41 cemas berat dan 42-56 cemas berat sekali (Hawari, 2008).
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kegiatan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur merupakan pengumpulan data dengan tanya jawab langsung pada responden dan peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh (Sugiyono, 2010). wawancara peneliti akan menggunakan instrumen berupa kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).
Adapun tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu Mengajukan surat ijin melakukan penelitian ke PSIK UNUD, Kemudian setelah mendapatkan ijin, akan diberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan kepada mahasiswa PSIK serta menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi responden penelitian, dan kemudian melakukan wawancara kepada mahasiswa PSIK dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk kuesioner tentang kecemasan yang dirasakan. Mahasiswa PSIK yang mengalami kecemasan tingkat ringan, sedang,berat, dan terpilih sebagai responden akan dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok dengan perlakuan hatha yoga dan kelompok dengan perlakuan jogging.
Analisis beda antara kecemasan tiap kelompok sebelum dan sesudah diberikan perlakuan menggunakan uji beda statistik parametrik, yaitu uji t dua sampel berpasangan (dependent sample t-test) dengan tingkat kepercayaan 95% (p≤ 0,05) (Sugiyono, 2011). Analisis beda antara selisih tingkat kecemasan pada kelompok hatha yoga dan selisih tingkat kecemasan pada kelompok jogging setelah diberikan perlakuan digunakan adalah uji beda statistik parametrik, yaitu uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test) dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05) (Sugiyono, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan gambaran kecemasan responden kelompok yoga sebelum diberikan hatha yoga dimana. rata-rata skor didapatkan sebesar 18,84 dengan standar deviasi sebesar 4,646. Berdasarkan pembagian kategori kecemasan, didapatkan dari 19 orang responden 68,4% mengalami kecemasan ringan, 21,1% mengalami kecemasan sedang, dan 10,5% mengalami kecemasan berat. Gambaran kecemasan responden kelompok yoga setelah diberikan hatha yoga dimana rata-rata skor didapatkan sebesar 9,84 dengan standar deviasi sebesar 5,346. Berdasarkan pembagian kategori kecemasan, didapatkan dari 19 orang responden 68,4% tidak mengalami kecemasan, 26,3% mengalami kecemasan ringan, dan 5,3% mengalami kecemasan sedang. Gambaran kecemasan responden kelompok jogging sebelum diberikan jogging dimana rata-rata skor didapatkan sebesar 17,42 dengan standar deviasi sebesar 3,254. Berdasarkan pembagian kategori kecemasan, didapatkan dari 19 orang responden. 78,9% mengalami kecemasan ringan, 15,8% mengalami kecemasan sedang, dan 5,3% mengalami kecemasan berat. Gambaran kecemasan responden kelompok jogging setelah diberikan jogging dimana rata-rata didapatkan sebesar 12,32 dengan standar deviasi sebesar 5,468. Berdasarkan pembagian kategori kecemasan, didapatkan dari 19 orang responden 63,1% tidak mengalami kecemasan, 26,3% mengalami kecemasan ringan, 5,3% mengalami kecemasan sedang, dan 5,3% mengalami kecemasan berat.
Menurut hasil uji statistic perbedaan selisih skor kecemasan pada kelompok yoga dan kelompok jogging dengan menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test) didapatkan nilai t sebesar 1,717 dan didapatkan pula Asymp sig. (2-tailed) sebesar 0,095 yang memiliki nilai lebih besar dari α penelitian yaitu 0,05 yang berarti Ho diterima. Berdasarkan statistik berarti tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara perubahan skor kecemasan kelompok yoga dengan perubahan skor kecemasan kelompok jogging setelah-sebelum diberikan perlakuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada tidak ada perbedaan pengaruh pemberian hatha yoga dan jogging terhadap kecemasan, pemberian hatha yoga dan jogging sama-sama efektif untuk menurunkan kecemasan pada mahasiswa semester VIII PSIK Unud.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan responden mengalami kecemasan ringan, sedang, dan berat dengan skor kecemasan yang berbeda-beda untuk setiap responden. Berdasarkan teori, Kecemasan saat pengerjaan skripsi ini muncul karena mahasiswa tidak ingin gagal dalam tugas akhir mereka. Kecemasan dalam penulisan skripsi ini juga dapat muncul karena kemampuan berpikir ilmiah mahasiswa dalam bidang ilmunya diuji disini. Hal tersebut menjadi beban dan tekanan bagi mahasiswa dalam mengerjakannya untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini (Limbang, 2003). Masing-masing responden memiliki skor stres berbeda, yang dikarenakan stres bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Makin besar seseorang menyerap stresor, maka makin besar respon stres yang ditimbulkan.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test) didapatkan nilai t sebesar 1,717 dan didapatkan pula Asymp sig. (2-tailed) sebesar 0,095 yang memiliki nilai lebih besar dari α penelitian yaitu 0,05 yang berarti Ho diterima. Berdasarkan statistik berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perubahan skor kecemasan kelompok yoga dengan perubahan skor kecemasan kelompok jogging setelah-sebelum diberikan perlakuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada tidak ada perbedaan pengaruh pemberian hatha yoga dan jogging terhadap kecemasan, pemberian hatha yoga dan jogging sama-sama efektif untuk menurunkan kecemasan pada mahasiswa semester VIII PSIK Unud.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang menunjukkan bahwa Latihan yoga dihubungkan oleh adanya peningkatan Gamma Amino Butyric Acid (GABA) (Streeter et al, 2010). GABA merupakan
neurotransmitter yang memegang peranan penting dalam gejala-gejala pada gangguan jiwa. Fungsi utama GABA adalah menurunkan aurosal dan mengurangi agresi, kecemasan dan aktif dalam fungsi eksitasi (Subu, 2011). Brown et al (2005) menyatakan bahwa yoga merupakan suatu metode yang unik untuk menyeimbangkan sistem saraf otonom dan memberikan pengaruh pada gangguan fisik dan gangguan yang berhubungan dengan stress. Teknik pernafasan yoga menyebabkan terjadinya peningkatan kerja parasimpatis, memberikan efek tenang, merangsang pelepasan oksitosin dan disebutkan juga dengan latihan pernafasan yoga selama tiga minggu menyebabkan penurunan produksi hormon kortisol yang signifikan.
Di hipotalamus, oksitosin dibuat di magnocellular neurosecretory cells di supraoptik dan nucleus paraventrikular. Oksitosin dapat menginduksi anti stres serta memberikan efek dalam penurunan kadar kortisol (Psychosom, 2005). Tingkat oksitosin endogen berhubungan dengan kecemasan dan stres secara dua arah, yaitu oksitosin memberikan efek ansiolitik, tetapi oksitosin juga dirilis dalam respon terhadap stres. Pemberian hatha yoga dapat meningkatkan kadar oksitosin dalam darah , sehingga efek ansiolitik yang dikeluarkan dapat menurunkan kecemasan. Hatha yoga juga meningkatkan produksi endorfin yang merupakan hormon ansietas yang tentunya juga dapat menurunkan kecemasan (Neuman dan Landgraf, 2008). Sedangkan jogging, menurut Suryanto (2011), berolahraga dengan teratur dapat membuat manusia lebih tahan terhadap stress. Saat berolahraga, kelenjar pituitary menambah produksi hormon endofrin, dan sebagai hasilnya konsentrasi hormon endofrin naik didalam darah, yang mengalirkan juga ke otak sehingga mengurangi nyeri, cemas, depresi, dan perasaan letih (Suryanto, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, hatha yoga dan jogging sama-sama memiliki fungsi untuk menurunkan kecemasan yang dapat diterapkan oleh mahasiswa semester VIII PSIK Unud karena sangat mudah untuk diaplikasikan. Dalam lingkungan sehari-hari jogging sangat mudah dilakukan baik pada pagi hari atau sore hari dan hatha yoga dapat dilakukan di rumah secara mandiri.
Gambaran kecemasan pada seluruh responden baik kelompok yoga ataupun kelompok jogging sebelum dan setelah diberikan perlakuan menunjukkan mahasiswa semester VIII PSIK FK Unud mengalami kecemasan ringan, sedang, dan berat. Menurut hasil uji statistik perbedaan selisih skor kecemasan pada kelompok yoga dan kelompok jogging dengan menggunakan uji t dua sampel tidak
berpasangan (independent sample t-test) didapatkan nilai t sebesar 1,717 dan didapatkan pula Asymp sig. (2-tailed) sebesar 0,095 yang memiliki nilai lebih besar dari α penelitian yaitu 0,05 yang berarti Ho diterima. Berdasarkan statistik berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perubahan skor kecemasan kelompok yoga dengan perubahan skor kecemasan kelompok jogging setelah-sebelum diberikan perlakuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada tidak ada perbedaan pengaruh pemberian hatha yoga dan jogging terhadap kecemasan, pemberian hatha yoga dan jogging sama-sama efektif untuk menurunkan kecemasan pada mahasiswa semester VIII PSIK Unud.
Dengan mengetahui pengaruh yoga dan jogging dalam menurunkan kecemasan, diharapkan kepada institusi untuk dapat memfasilitasi konseling bagi mahasiswa yang mengalami stres atau kecemasan dalam pengerjaan tugas akhir atau pengerjaan tugas-tugas akademis yang lainnya. Kepada peneliti selanjutnya disarankan apabila melaksanakan penelitian sejenis, agar mencari responden yang mengalami kecemasan dengan jumlah sampel yang lebih besar agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Teknik dan durasi lain yang bisa digunakan dalam pemberian hatha yoga dan jogging untuk menurunkan kecemasan, juga agar dapat diteliti lebih lanjut. Faktor-faktor perancu lainnya yang belum bisa dikendalikan dalam penelitian ini agar dikendalikan lebih ketat untuk mengurangi bias dalam penelitian selanjutnya, dan kepada mahasiswa semester VIII PSIK FK Unud agar dapat melanjutkan intervensi berupa hatha yoga dan jogging secara mandiri agar terjadi keseimbangan antara pikiran dan tubuh.
Balqish, Nabila. 2011. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU Angkatan 2007 Mengenai Manfaat Konsumsi Minuman Isotonik Pada Aktivitas Olahraga, (Online), Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/23317/4/Chapter%20II.pdf, diakses: 20
Februari 2012).
Brown et al. 2005. Sudarshan Kriya Yogic Breathing in The Treatment of Stress, Anxiety and Depression: Part I Neurophysiologic Model, (Online), (http://www.thevirafoundation.org/images/Tra uma_Treatment_Breathwork_Part_I.pdf, diakses : 10 Februari 2012).
Chattin, Shane. 2005. The Intense Trainer Program. United Stated of America: iUniverse.
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Hawari, Dadang. 2008. Manajemen Cemas Stres dan Derpresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Limbang, V. R. 2003. Menelaah Strategi Koping Pada Mahasiswa yang Menghadapi Masalah Skripsi Berdasarkan Jenis Kelamin. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Mahaning, 2011. Pengaruh Yoga Hatha Terhadap Tingkat Kecemasan pada Peserta Yoga Kelompok Usia Dewasa Muda di Pasraman Yogadhiparamaguhya Bali Tahun 2011. Skripsi. Bali: Universitas Udayana Denpasar Bali.
Neuman, Inga D dan Landgraf, Rainer. 2008. Advances in Vasopressin and Oxytocin to Behaviour to Disease. British: Elsevier
Publication.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi kedua, Jakarta: Salemba Medika.
Pujiastuti. Shindu. 2009. Hidup Sehat dan Seimbang dengan Yoga: For Daily Practice. Bandung: penerbit Qanita.
Ramaiah, Savitri. 2003. All You wanted to Know About Anxiety. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Streeter et al. 2010. Effects of Yoga Versus Walking on Mood Anxiety, and Brain GABA Levels: A Randomized Controlled MRS Study, (Online), (http://online.liebertpub.com, diakses: 11
Februari 2012).
Subu, Arsyad. 2011. Anatomi Otak dan Neurophysio-pshycology dan Gangguan Jiwa, (Online), (http://www.google.co.id, diakses: 10 Februari 2012).
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suryanto. 2011. Peranan Olahraga Dalam
Mengurangi Stres, (Online),
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808 680/4.%20Peranan%20Olahraga%20Dalam% 20Mengurangi%20Stres%20(%20WUNY,%2 0Mei%202011%20%20).pdf, diakses: 25
februari 2012).
WHO. 2001. A Public Health Approach to Mental Health, (Online),
(http://www.who.int/whr/2001/en/whr01_ch1_ en.pdf, diakses: 20 April 2012).
Wulasih, Sri. 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap keluarga dengan Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di RSUD Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan.
Discussion and feedback