Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA

Monica Citra Suci Nuraini Fauzi*, Qurrotul Aeni, Istioningsih Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal *Email: citramonica17@gmail.com

ABSTRAK

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Masalah pola asuh ibu yang negatif berdampak pada perkembangan anak yang kurang sehat dan perilaku sulit makan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya balita yang mengalami defisiensi nutrisi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pola asuh ibu dengan status gizi pada balita di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional dengan pendekatan crossectional. Sampel sebanyak 72 ibu dan balita dengan pengambilan sampel secara Purposive (Purposive Sampling). Hasil penelitian diperoleh ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita berdasarkan berat badan menurut tinggi badan di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal dengan p value 0,000 (p<0,1). Ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal dengan p value 0,000 (p<0,1). Tidak ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita berdasarkan tinggi badan menurut umur di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal dengan p value 0,640 (p<o,1).

Kata kunci: pola asuh, status gizi, balita

ABSTRACT

Parenting is the attitude of the parents interact with their children. Negative parenting will impact on child development and behavior that are less healthly eating difficult. This is evidenced by the numberof infants who are deficient in nutrients. The purpose of this study to determine the relationship between the mothr’s parenting nutritional status of under five children in Jambearum Village Patebon Subdistrict Kendal Regency. This study used descriptive correlation with cross sectional approach. A sample of 72 mothers who have under five children and using purposive sampling (purposive sampling). The result showed no relationship between parenting mother with infant nutritional status based on weight for height in Jambearum Villge Patebon Subdistrict Kendal Regency with p valeu of 0,000 (p<0,1). There is a relationship between parenting mother with infant nutritional status based on height for age in Jambearum Villge Patebon Subdistrict Kendal Regency with p value 0,649 (p<0,1).

Keywoards: parenting, nutritional status, under five children

PENDAHULUAN

Balita adalah perubahan masa dari bayi menuju tahap anak-anak di mana hal ini merupakan masa tumbuh kembang yang paling hebat, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual. Balita adalah anak yang berumur 0 sampai 59 bulan, ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat (Mitayani, 2010). Balita merupakan istilah bagi anak usia 1 sampai 5 tahun. Pada usia ini anak bergantung penuh pada orang tua dalam hal ini adalah ibu untuk melakukan kegiatan toileting (mandi, BAB, BAK) dan pemenuhan nutrisi (makan, minum), pertumbuhan berlangsung sangat cepat dan menjadi semakin baik namun masih

terbatas untuk kemampuan yang lainnya (Sutomo, 2010).

Sangat cepatnya pertumbuhan dan perkembang usia balita, ibu harus memberikan perhatian khusus agar proses tersebut berjalan seoptimal mungkin, contohnya dalam hal memberikan makanan bagi balita. Pada balita kegiatan mengkonsumsi makanan melalui mulut merupakan kegiatan sederhana yang dilakukan setiap hari sebagai sumber nutrisi guna untuk memenuhi berbagai zat gizi dalam keperluan metabolisme untuk mempertahankan kehidupan, mempertahankan kesehatan dan untuk tumbuh kembangnya (Hidayat, 2008).

Menurut Merryana (2012), masa pertumbuhan dan perkembangan paling pesat ini terjadi pada dua tahun awal

kehidupan. Status gizi yang optimal pada anak di bawah dua tahun dapat menjadi salah satu penentu kualitas sumber daya masyarakat sehingga penanganan tepat pada awal pertumbuhan mampu mencegah gangguan gizi yang dapat muncul saat dewasa. Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan maupun minuman. Sehingga anak dengan gizi baik juga harus mendapat perhatian gizi, hal ini dikarenakan pada usia ini anak rentan mengalami gizi kurang sehingga bila tidak mendapat penanganan lebih lanjut anak dapat mengalami penurunan status gizi buruk bahkan kematian (UNICEF, 2009).

Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan aktivitas. Pertumbuhan dan perkembangan yang menyimpang dari standar yang ditentukan diwujudkan dengan kekurangan atau kelebihan gizi. Biasanya pertumbuhan fisik dijadikan sebuah indikator untuk mengukur status gizi individu maupun populasi. Oleh karenanya, orang tua perlu menaruh perhatian pada aspek pertumbuhan dan perkembangan anak bila ingin mengetahui keadaan gizi mereka.

Masih adanya kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita, bukan hanya masalah kemiskinan, tingkat status sosial, status ekonomi semata, tetapi banyak hal yang mempengaruhi salah satunya pola asuh ibu yang kurang memadai khususnya tentang gizi. Dalam hal pola asuh ibu yang menunjukkan praktek dalam keluarga yang diwujudkan dengan tersedianya makanan dan perawatan kesehatan serta sumber lainya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (Zeitlin, 2003 dalam Hidayat, 2008).

Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak pola asuh ibu mempengaruhi psikologisnya, kemampuan bersosialisasi, kemandirian serta perilaku sulit makan pada

anak. Sikap ibu juga menentukan karakter seorang anak menjadi sulit makan seperti dalam cara menyiapkan makan, cara memberikan makan, menenangkan anak dalam memberikan makanan pendamping, melarang anak untuk makan makanan tertentu, terlambat memberikan makanan pokok dan ibu tidak membiasakan anak makan tepat waktu (Nafratilawati, 2004 dalam Karaki 2016).

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya (Gunarsa, 2002). Saat berinteraksi tersebut ibu harus memperhatikan kebutuhan dan kemampuan anak. Hal ini diperlukan karena kebutuhan dan kemampuan anak berbeda setiap orang. Dalam pelaksanaannya memang orangtua menggunakan berbagai pola asuh sesuai dengan situasi baik secara demokrasi, permisif, dan otoriter (Prasetya, 2003). Masalah pola asuh ibu yang negatif berdampak pada perkembangan anak yang kurang sehat dan perilaku sulit makan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya balita yang mengalami defisiensi nutrisi (Sofyan, 2006 dalam Hidayat, 2008)

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di desa Jambearum terdapat 258 balita di mana jumlah balita dengan gizi kurang sebanyak 71 balita dan 7 balita di Bawah Garis Merah (BGM). Pada 10 September 2016 di Posyandu Melati RW III Jambearum dilakukan wawancara terhadap 6 ibu yang memiliki anak balita secara acak diperoleh data bahwa sebanyak 2 ibu merupakan tipe yang harus menuruti apapun perintah ibu untuk makan dan memaksanya jika tidak mau menuruti, 2 ibu merupakan tipe yang memanjakan anaknya dengan menuruti makanan yang anak inginkan, 2 ibu yang memiliki balita merupakan tipe yang memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri tetapi mereka tidak segan-segan mengendalikan anak. Berani menegur anak bila anak berperilaku buruk.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi. Deskriptif korelasi merupakan penelitian hubungan dua variabel pada sekelompok subjek dimana hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel lain (Notoat,odjo, 2012).

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 ibu yang memiliki balita sesuai dengan rumus Slovin yang telah digunakan. teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu dengan memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang tidak bekerja dan ibu balita yang ada di desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja dan dalam keadaan sakit.

Data dikumpulkan menggunakan kuesione terstruktur yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti. Data yang diambil adalah data primer dangan variabel independen pola asuh ibu. Sedangkan

variabel dependen untuk mengetahui status gizi balita di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Analisa data dilakukan dengan menggunakan spss hingga pada tahapan analisis bivariat dengan uji fisher exact test.

HASIL PENELITIAN

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik setiapvariabel penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran responden juga mendeskripsikan masing-masing variabel meliputi pola asuh ibu di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Dengan analisis univariat ini menghasilkan tabel distribusi frekuensi jenis kelamin balita, pendidikan terakhir ibu, status gizi balita dan pola asuh ibu dan sentral tendensi berupa usia balita, berat badan balitadan usia ibu. Kemudian untuk hubungan pola asuh ibu dengan status gizi pada balita di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Berikut iiadalah pemaparan dari hasil peneltian yang telah dilakukan:

Tabel 1.

Sentral tendensi berdasarkan usia balita dalam bulan (n=72)

Mean

Median         Standar Deviasi

Min      Max

29,49

28,50               16,786

2         59

Tabel 2.

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita (n=72)

Jenis Kelamin                 f

%

Laki-laki                    25

Perempuan                47

34,7

65,3

Tabel 3.

Sentral tendensi berdasarkan berat badan balita dalam kilogram (n=72)

Mean

Median Standar Deviasi         Min

Max

12,781

12,200        4,8572               3,8

30,0

Tabel 4.

Sentral tendensi berdasarkan jenis usia ibu dalam tahun (n=72)

Mean

Median       Standar Deviasi       Min

Max

29,14

29,0              6,471              18

44

Tabel 5 .

Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan terakhir ibu (n=72)

Pendidikan terakhir ibu

f

%

SD

5

6,9

SLTP

28

38,9

SLTA

33

45,8

PT (S1, D3, D4)

6

8,3

Tabel 6.

Distribusi frekuensi pola asuh ibu (n=72)

Pola asuh ibu

Frekuensi

Presentase (%)

Permisif

5

6,9

Demokrasi

62

86,1

Otoriter

5

6,9

Tabel 7.

Distribusi frekuensi status gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) balita (n=72)

Status gizi

Frekuensi                  Presentase (%)

Kurang Baik Lebih

10                             13,9

52                          72,2

10                             13,9

Tabel 8.

Hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita berdasarkan berat badan menurut usia (n=72)

Pola Asuh Ibu

Transformasi status gizi (BB/U)

f

%

p-value

Tidak Normal

Normal

f%

f%

Permisif+ otoriter

10     100

0      0,0

10

13,9

Demokrasi

10     16,1

52     83,9

62

86,1

0,000

PEMBAHASAN Karakteristik Balita

Hasil penelitian membuktikan dari 72 responden rata-rata berusia 29,49 bulan, berjenis kelamin perempuan. Berat badan balita rata-rata 12,78 kg. Toddler adalah anak antara rentang usia 12-36 bulan. Toddler tersebut ditandai dengan peningkatan kemandirian yang diperkuat dengan kemampuan mobilitas fizik dan kognitif lebih besar. Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai ranah pertumbuhan dan perkembangannya. Anak usia toddler merupakan salah satu kelompok rawan gizi selain pada kelompok usia sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui dan kelompok usia lanjut. Kelompok rawan gizi adalah

suatu kelompok di dalam masyarakat yang paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rentan kekurangan gizi. Kelompok umur tersebut artinya berada pada siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan anak usia toddler. Makanan yang berlebihan juga tidak, karena dapat menyebabkan obesitas. Kedua keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak usia toddler (Hidayat, 2005).

Pada dasarnya masa pertumbuhan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Hanya sedikit perbedaan masa pertumbuhan antara laki-laki dan

perempuan dan ini sama sekali bukan masalah, karena karakteristik berbeda saja antara keduanya. Anak laki-laki dan perempuan dapat mengenali diri mereka sebagai laki-laki dan perempuan sejak usianya masih kecil. Laki-laki dan perempuan mengalami pertumbuhan tinggi dan berat badan anak yang hampir sama dan tetap stabil. Sebenarnya tidak ada perbedaan yang terlalu jauh hingga mereka menginjak usia akhir sekolah dasar. Biasanya anak perempuan akan tumbuh lebih cepat tinggi, meskipun nanti anak laki-laki akan dapat mengejar dan melampaui mereka dalam beberapa tahun ke depan (Hungu, 2007).

Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penuruan semua jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator yang terbaik saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi (Soetjiningsih, 1995). Pengukuran berat badan merupakan pilihan utama karena merupakan parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan. Berat badan juga dapat memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik memberikan gambaran pertumbuhan.

Ibu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu 29 tahun dan tamat SLTA (35,8%). Menurut WHO, usia 29 tahun tergolong di dewasa awal. Sopiah (2008) menyatakan bahwa usia menentukan perilaku seorang individu. Usia juga menentukan kemampuan seseorang untuk merespons atau menerima stimulis dari individu lain. Selain itu menurut Notoatmodjo (2010) usia merupakan salah satu faktor yang cukup dominan terhadap pembentukan karakteristik seseorang. Usia mempunyai pengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya.Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menerima informasi, pengambilan keputusan, dan memahami ketika dilibatkan dalam tindakan mengasuh anak. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atas setiap masalah yang dihadapi (Cumming, 2007).

Pola Asuh Ibu

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa mayoritas ibu memiliki pola asuh demokrasi sebanyak 62 responden (86,1%).Pola asuh adalah pola pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk prilaku generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat (Hardywinoto, 2003). Diakui dalam prakteknya di masyarakat, tidak digunakan pola asuh yang tunggal, dalam kenyataan ketiga pola asuh tersebut digunakan secara bersamaan di dalam mendidik, membimbing, dan mengarahkan anaknya, adakalanya orang tua menerapkan pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. Dengan demikian, secara tidak langsung tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga, tetapi orang tua cenderung menggunakan ketiga pola asuh tersebut.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Dariyo dalam Anisa (2005), bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh situasional, di mana orang tua tidak menerapkan salah satu jenis pola asuh tertentu, tetapi memungkinkan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes, dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

Status Gizi Balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Status Gizi Balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) mayoritas memiliki status gizi balita yang baik sebanyak 52 responden (72,2%). Menurut penelitian Dewi (2014) yang berjudul “Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Perkembangan Usia Toddler (1236 Bulan) di Kelurahan Sanur Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan” berdasarkan hasil uji statistik Rank Spearman pada tingkat kemaknaan atau alpha 5% (α=0,05), diperoleh hasil p=0,000 (p<α), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan tingkat perkembangan usia Toddler (12-36 bulan) di Kelurahan Sanur wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan dengan kekuatan hubungan 0,484 (hubungan sedang) berdasarkan hasil pengukuran menggunakan standar antropometri gizi berat badan menurut umur.

Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi pada balita

Hasil penelitian diperoleh p-value=0,000 dengan hasil uji Fisher Exact didapatkan p-value kurang dari α, di mana α=0,05 sehingga p-value <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal. Hal ini ditunjukkan bahwa 10 responden (100%) berstatus gizi tidak normal dengan pola asuh permisif dan otoriter, 10 responden (16,1%) berstatus gizi tidak normal dan 52 responden (83,9%) berstatus gizi normal dengan pola asuh demokrasi.

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Berat nadan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, di mana keadaan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertumbuhan umur. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutrion Status).

Secara umum pola asuh ibu berada pada kategori baik mempunyai status gizi (BB/U) anak yang baik pula. Hal ini sesuai dengan penelitian Hafrida (2004) yang menyatakan bahwa ada kecendrungan dengan semakin baiknya pola asuh, maka proporsi status gizi baik juga semakin besar. Hasil penelitian secara statistik menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan status gizi. Akan tetapi ini menunjukkan bahwa status gizi bukan semata-mata disebabkan karena pola asuh saja melainkan banyak faktor yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Purwati dan kawan-kawan (2012) tentang hubungan pola asuh makan oleh ibu pekerja dengan status gizi baduta di kecamatan Tongkuno Selatan Kabupaten Muna menunjukan bahwa ada hubungan namun tidak singnifikan antara pola asuh makan dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.

Menurut Astutik (2014) yang berjudul “The Correlation Among The Type of Care Pattern, The Pattern Education Level and The status of Children Under Five Nutrition”, menyatakan bahwa penerapan tipe pola asuh yang efektif adalah tipe pola asuh autoritative (demokratis) dan hal ini tampak pada hasil penelitian bahwa orang tua yang menggunakan pola asuh otoriter, indulgent dan neglecfult cenderung mempengaruhi status gizi anak balita pada kategori status gizi kurang dan buruk.

SIMPULAN

Ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur di Desa Jambearum Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal, dengan didapatkannya nilai p value 0,000.

DAFTAR PUSTAKA

Astutik, Puji. (2014). The correlation among the type of care patern, the parents’ education level and the status of children under five nutritionin Sumberkepuh Vilage, Tanjunganom Districk, Nganjuk Regency.Jurnal.

Chunlaka, Poramaphorn. (2010). International patients satisfaction toward nurses service quality at SamitivejSrinakarin Hospital. Available from:http://thesis. swu.ac.th/swuthesis/Bus_Eng_Int_C om / PoramaphornC.pdf. Accessed April 20, 2014.

Dewi, Pradnya Paramitha. (2014). Hubungan status gizi dengan tingkat perkembangan usia toddler (12-36 bulan) di Kelurahan Sanur Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.

Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Karaki, Karlie Bellafilly., dkk. (2016). Hubungan pola asuh ibu dengan perilaku sulit makan pada anak usia prasekolah (3-5 Tahun) di Taman Kanak-Kanak Desa Palelon Kec. Modoinding Minahasa Selatan. 4 (1)

Merryana, Bambang. (2012).Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Merryana, Bambang. (2012). Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta: TIM

Notoatmodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

__________. (2011). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika

Sutomo, Budi, dan Anggraini, Dwi Yanti. (2010). Menu sehat alami untuk balita dan batita. Jakarta: Demedia Pustaka.

Volume 6, Nomor 3, Desember 2018

190