Hubungan antara tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis anak sekolah dasar
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PEDIKULOSIS KAPITIS ANAK SEKOLAH DASAR
Siti Nur Anifah*, Lestari Eko Darwati, Setianingsih
Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Jln Laut 31A Kendal 51311 *Email: anifahnur90@yahoo.co.id
ABSTRAK
Kejadian pedikulosis kapitis masih cukup tinggi di kalangan anak sekolah yang terjadi bukan hanya di Indonesia saja melainkan berbagai negara.Personal hygienemerupakan perilaku yang perlu diperhatikan pada anak untuk mencegah terjadinya penyakit salah satunya yaitu kejadian pedikulosis kapitis.Penyakit ini dapat menyebabkan rasa gatal, gangguan tidur, rasa tidak nyaman hingga anemia serta dampak psikologis diantaranya rasa malu dan tidak percaya diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis anak sekolah dasar di MI NU 59 Sendang Dawung Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan desain penelitian asosiatif dengan pendekatan cross-sectional dan Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square. Sampel sebanyak 70 siswa putri dari kelas 1-kelas 6 dengan pengambilan sampel secara proportioned simple random sampling. Penelitian diperoleh ada hubungan antara tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis anak sekolah dasar di MI NU 59 Sendang Dawung Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal diperoleh p value 0,004 (α<0,05). Penelitian ini dapat dijadikan sumber data bagi pihak sekolah, orang tua maupun siswa mengenai kondisi kesehatan anak tentang personal hygiene terhadap pediculus humanus capitis, yang berguna untuk mengatasi masalah kesehatan dan sebagai sarana untuk meningkatkan personal hygiene yang lebih baik pada anak.
Kata Kunci : personal hygiene, pedikulosis kapitis, anak usia sekolah
ABSTRACT
The incidence of pediculosis of capitis is still high among schoolchildren not only in Indonesia but in different countries. Personal hygiene is a behavior that needs to be considered in children to prevent the occurrence of disease one of which is the incidence of pediculosis capitis. This disease can cause itching, sleep disorders, discomfort to anemia and psychological effects such as shame and not confident. This study aims to determine the relationship of personal hygiene level with pediculosis incidence of elementary school children in MI NU 59 Sendang Dawung District Kangkung Kendal Regency. This research use associative research design with crosssectional approach and statistic test used is Chi Square. Sample of 70 female students from grade 1 - class 6 with sampling by Proportioned simple random sampling. The research obtained there is correlation between level of personal hygiene with pedicule incidence of capitis of elementary school children at MI NU 59 Sendang Dawung District Kangkung Kendal obtained p value 0,004 (α <0,05). This study can be used as a source of data for the school, parents and students about the health condition of children about personal hygiene to pediculus humanus capitis, which is useful to overcome health problems and as a means to improve personal hygiene better in children.
Keywords: personal hygiene, pediculosis capitis, school-age children
PENDAHULUAN
Pedikulosis kapitis disebabkan oleh Pediculus humanus var. capitis. (Natadisastra & Ridad, 2009). Parasit ini hanya dapat tumbuh dan berkembang di rambut kepala manusia (Isro’in & Andarmoyo, 2012). Penularan pediculus humanus capitis dapat langsung (dari rambut ke rambut) atau melalui perantara diantaranya sisir, topi, bantal, kasur, dan kerudung yang digunakan secara bergantian atau bersamaan (Michigan Department Of Community Health, 2013).
Kejadian pedikulosis kapitis di beberapa negara pada murid sekolah dasar menunjukkan perbedaan angka. Di Amerika Serikat pedikulosis kapitis setiap tahunnya menyerang 6 sampai 12 juta pada anak usia 3-11 tahun (Nutanson et al., 2008). Hasil penelitian (Saddozai, 2008) di sekolah dasar kota Quetta Pakistan diperoleh 87% menderita pedikulosis kapitis sedangkan sekolah dasar di Iran hanya 7,4% (Moosazadeh, 2015).
Resiko tertularnya pedikulosis kapitis dua kali lebih besar terjadi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan
dengan laki-laki (Nani, Betta, Hanna, Jhons, 2015). Penelitian Rassami & Soonwera (2012) di Bangkok, Thailand, terdapat rasio pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki dimana antara 26.07% sampai 59.89% karena anak perempuan cenderung bermain secara berkelompok yang memungkinkan akan terjadi kontak kepala dengan kepala.
Dampak pediculosis humanus capitis bagi manusia diantaranya pruritus atau gatal di kepala karena gigitan kutu itu sendiri. Rasa gatal timbul ketika kutu mencari makanan yang bertempat di kepala manusia, sambil memasukkan air liur dan fasesnya ke dalam kulit (Michigan Department Of Community Health, 2013). Rasa gatal timbul setelah 4 - 6 minggu setelah kutu berkembang, rasa gatal yang berlebihan dan terus-menerus mengakibatkan gangguan tidur karena pada malam hari aktivitas pediculus humanus capitis meningkat (Cohen B.A., 2013).
Dampak lain yang disebabkan oleh pediculus humanus capitis adalah terjadinya luka pada kepala. Luka terjadi akibat rasa gatal yang membuat penderita pedikulosis menggaruk kulit kepala sehingga menyebabkan lecet pada kulit, sehingga bakteri mudah masuk dan membuat infeksi. Speare, (2006) menyebutkan bahwa penderita pedikulosis kapitis dapat mengalami anemia, rata-rata anak dengan pedikulosis aktif akan kehilangan 0.008 ml darah per hari atau 2,1 ml/tahun. Dampak psikologis juga dapat terjadi akibat pedikulosis kapitis yaitu membuat anak merasa malu karena dikucilkan dari anak lain dengan alasan anak-anak lain takut tertular.
Faktor-faktor yang dapat menyebarkan pedikulosis kapitis diantaranya: faktor sosial ekonomi, tingkat pengetahuan, kepadatan hunian, karakteristik individu dari personal hygiene yang buruk (Kamiabi, 2005). Personal Hygiene terutama mencuci rambut mempunyai peranan yang penting dalam kejadian pedikulosis kapitis.
Penelitian yang dilakukan di Jordan menunjukkan 50,5 % orang yang terinfestasi kutu kepala mempunyai kebiasaan mencuci rambutnya hanya satu kali dalam minggu (Albashtawy, 2012).
Pengelolaan Personal Hygiene sangat penting terutama untuk anak-anak meliputi kemampuan memelihara diri sendiri dan menjaga kesehatan fisik. Anak perlu dilatih agar mampu mengurus dirinya sendiri dan menjaga kebersihan dirinya (Mulyani dan Gracinia, 2007). Menjaga Personal Hygiene secara langsung maupun tidak langsung merupakan salah satu cara pencegahan terbaik terhadap terjadinya penyakit Pedikulosis kapitis (Fitzpatrick's, 2007 dalam Ansyah, 2013).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan desain penelitian asosiatif adalah untuk mencari suatu hubungan antara tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis anak sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional adalah melakukan pengukuran atau pengamatan dalam satu waktu yang bersamaan dan hanya satu kali pada suatu saat (Nursalam, 2012).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa yang bersekolah di Sekolah Dasar MI NU 59 Sendang Dawung, jumlah seluruh siswa kelas 1 sampai kelas 6 ada 144 siswa, terdiri dari siswa putra 68 dan siswa putrinya 76. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa putri dari kelas 1- kelas 6 dengan jumlah sebanyak 76 siswi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Proportioned simple random sampling yaitu Pengambilan sampel dengan mempertimbangkan stratifikasi atau strata yang yang ada dalam populasi sehingga pada setiap strata terwakili untuk diambil dalam penentuan sampel (Kelana, 2015). Cara pengumpulan data dengan menggunakan rumus slovin kemudian rumus. Sehingga di dapatkan sampel sebanyak 70 responden.
HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1.
Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah anggota keluarga yang mempunyai pedikulosis kapitis, tipe rambut dan panjang rambut (n=70)
Karakteristik responden f (%) |
IK95% |
Anggota keluarga mempunyai pedikulosis kapitis Ya 39 (55,7) Tidak 31 (44,3) Tipe Rambut Lurus 35 (50,0) Bergelombang 24 (34,3) Krinting 11 (15,7) Panjang Rambut Kurang dari sebahu 28 (40,0) Lebih dari sebahu 42 (60,0) |
44,1-67,3 32,7-55,9 38,3-61,7 23,2-45,3 7,20-24,2 28,6-51,4 48,6-71,4 |
Hasil analisis menunjukkan sebagian (50,0%), sedangkan sebagian kecil
besar responden yang memiliki anggota mempunyai tipe rambut keriting ada 11
keluarga dengan pedikulosis kapitis responden (15,7%). Mayoritas panjang
sebanyak 39 responden (55,7%). Sebagian rambut responden lebih dari sebahu
besar responden mempunyai tipe rambut sebanyak 42 responden (60,0%).
lurus yaitu sebanyak 35 responden
Tabel 2.
Tingkat personal hygiene dan kejadian pedikulosis kapitis pada siswi (n=70)
Variabel penelitian n (%) |
IK95% |
Tingkat Personal Hygiene Personal hygiene baik 27 (38,6) Personal hygiene buruk 43 (61,4) Kejadian Pedikulosis Kapitis Positif 41 (58,6) Negatif 29 (41,4) |
27,3-49,9 50,1-72,7 47,1-70,1 29,9-52,9 |
Hasil penelitian menunjukkan Kejadian pedikulosis |
kapitis sebagian |
variabel tingkat personal hygiene besar positif mempunyai pedikulosis
mayoritas mempunyai personal hygiene kapitis sebanyak 41 anak (58,6%).
buruk sebanyak 43 siswi (61,4%).
Analisa bivariat
Tabel 3.
Hubungan tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis pada siswi
(n=70)
Personal hygiene Pedikulosis kapitis Total Positif Negatif f% f % f% |
ρ value |
Baik 10 14,3 17 24,3 27 48,6 0,004
Buruk 31 44,3 12 17,1 43 51,4
Hasil analisis uji Chi-Square yang diperoleh p value = 0,004< α (0,05), hal tersebut berarti Ho ditolak, maknanya ada hubungan antara tingkat personal hygienedengan kejadian pedikulosis kapitis pada anak sekolah dasar di MI NU 59 Sendang Dawung Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal.
PEMBAHASAN
Karakteristik responden
Tipe rambut responden Dari 41 responden yang positif mempunyai pedikulosis kapitis diantaranya 22 responden tipe rambut lurus, tipe rambut bergelombang sebanyak 14 responden dan tipe rambut kriting ada 5 responden. Hal ini menunjukkan responden yang mempunyai tipe rambut lurus pun lebih beresiko terkena pedikulosis kapitis karena dalam penelitian ini mayoritas responden mempunyai tipe rambut lurus. Ahmad (2012), Tipe rambut kriting lebih beresiko terhadap pedikulosis kapitis karena lebih mudah bersembunyi pada rambut yang kriting. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tahmina (2015) yang menunjukkan bahwa jumlah anak yang mempunyai tipe rambut lurus sebanyak 169 responden (56,80%) diantara terdapat pedikulosis kapitis, responden yang mempunyai rambut kriting sebanyak 131 responden (63,36%).
Karakteristik yang lain yaitu panjang rambut, menunjukkan mayoritas responden mempunyai panjang rambut lebih dari sebahu sejumlah 42 orang (60.0%) yang terdiri dari 26 responden positif dengan pedikulosis kapitis dan sebanyak 15 responden negatif dengan pedikulosis kapitis. Hal ini menunjukan anak yang mempunyai panjang rambut lebih dari sebahu lebih beresiko terkena pedikulosis kapitis karena panjang rambut anak perempuan dapat memfasilitasi pedikulosis humanus capitis dari kepala ke kepala yang lainnya karena anak perempuan lebih mudah bergaul dan sering menyentuh rambut antar temannya.
Penelitian yang dilakukan Yuni Nindia (2016), menunjukkan bahwa panjang rambut yang positif mempunyai pedikulosis kapitis panjangnya sebahu-lebih dari sebahu sebanyak 12 dan 64 responden, serta panjang rambut setelinga ada 19 responden.
Personal hygiene
Sebagian besar responden mempunyai personal hygiene buruk sejumlah 43 responden. Hal ini menunjukkan personal hygiene responden mayoritas dalam kategori buruk, perlu adanya suatu pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri sehingga kenyamanan, kesehatan, kerapian, keindahan tetap terjaga dan ketika beraktifitas tidak terganggu dengan personal hygiene yang terjadi (Hidayat, 2008). Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nurjannah (2011) menyebutkan bahwa personal hygiene pada anak sekolah dasar tergolong masih rendah. Penelitian Yulinda (2017), menyebutkan bahwa dari 385 responden sebagian besar responden memiliki kebiasaan personal hygiene kurang sebanyak 52 anak (61,2%).
Kejadian pedikulosis kapitis
Menunjukkan mayoritas responden positif mempunyai pedikulosis kapitis sebanyak 41 responden (58,6%). Hal ini juga di dapatkan dari wawancara, selain tertular dari saudaranya juga tertular dari teman sekelompok saat bermain. Responden yang tidak mempunyai PK tetap bermain dengan responden lain yang mempunyai pedikulosis kapitis karena mereka teman sekelompok bermain dengan menjaga jarak kepala, tidak pinjam/meminjami benda yang berpotensi menularkan pedikulosis kapitis.
Penelitian yang dilakukan Hartinah, Nurhefi (2014), menunjukkan bahwa dari 32 responden, mayoritas positif dengan pedikulosis kapitis sebanyak 21 responden (65,6%), sedangkan yang tidak pedikulosis kapitis sebanyak 11 responden (34,4%).
Hubungan tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis anak sekolah dasar
Responden yang personal hygienenya baik dan positif dengan pedikulosis kapitis sebanyak 10 responden, responden yang personal hygiene baik dengan negatif pedikulosis kapitis ada 17 responden. Terdapat responden yang mempunyai personal hygiene baik tetapi mempunyai pedikulosis kapitis jumlahnya tidak banyak akan tetapi ada yaitu 10 responden. Hal tersebut bisa terjadi karena responden tertular pedikulosis kapitis tidak dari temannya melainkan dari anggota keluarga responden yang mempunyai PKkadang-kadang dan keramasnya 2 kali seminggu bahkan bisa juga kurang, pemakaian kerudung pada saat rambut masih basah, tidak menjaga jarak kepala dengan temannya yang mempunyai pedikulosis kapitis, serta kurangnya mencuci sprei dan sarung bantal yang minimal dilakukan 1 kali seminggu karena dapat juga menjadi jalur perpindahan infestasi pedikulosis kapitis.
Responden yang personal hygiene buruk dengan positif/ya pedikulosis kapitis ada 31 responden, responden yang personal hygiene buruk negatif sebanyak 12 responden. Hal tersebut bisa dikarenakan ketika keramas membilasnya sampai bersih, tidak pernah mengikat rambut saat rambut masih basah, tidak pernah menggunakan sisir bergantian dengan temannya, dan juga dapat menjaga jarak kepala dengan temannya yang mempunyai kutu rambut. Kemungkinan juga apabila responden kepalanya terasa gatal peran ibu langsung bertindak untuk memeriksa dan menjaga kebersihan rambut anaknya. Hasil analisis uji Chi-Square diperoleh p value = 0,004 < α (0,05), Hal ini maknanya ada hubungan antara tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis.
SIMPULAN
Karakteristik rambut responden dari tipe rambut responden sebagian besar lurus
sebanyak 35 responden (50,0%) dan panjang rambut responden sebagian besar lebih dari sebahu sejumlah 42 responden (60,0%). Sedangkan, Personal hygiene responden sebagian besar buruk sejumlah 43 responden (61,4%),kejadian pedikulosis kapitis sebagian besar positif ada 41 responden (58,6%).Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat personal hygiene dengan kejadian pedikulosis kapitis anak sekolah dasar di MI NU 69 Sendang Dawung dengan nilai p value = 0,004< α (0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Cohen Bernard A. (2013). Meeting the Clinical and Psychosocial Challenges of Head Lice.
Dermatology and Pediatrics Johns Hopkins University. USA. MPR. 12(7): 1 -15.
Dharma Kusuma Kelana. (2015). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman Melaksanakan dan Menetapkan Hasil Penelitian). Jakarta: IKAPI
Hartinah Dewi & Nurhefi. (2014). Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Pedikulosis di Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Jragung Kabupaten Demak. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.8 No.2. p41-48: Demak
Isro’in Laily dan Andarmoyo Sulistyo. (2012). Personal hygiene : Konsep, Proses, dan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Karim Tahmina, Musa Sharmin, Khanum Hamida, Mondal Dinesh. (2015).Occurrence Of Pediculus Humanus Capitis In Relation To Their Personal Hygiene And Social Behaviour Among The Children In Dhaka City. Bangladesh J. Zool. 43(2): 327-332.
Michigan Department Of Education. (2013). Michigan Head Lice Manual. Lansing: Michigan Department Of Community Health.
Michigan Department Of Education. (2013). Michigan Head Lice Manual. Lansing: Michigan Department Of Community Health.
Mohammed Albashtawy. (2012). Head Lice Infestation in Schoolchildren and Related Factors in Mafraq Governorate, Jordan. International Journal of Dermatology. Vol. 51, pp 168-172;
Moosazadeh Mahmood, Afshari Mahdi, Keianian Hormoz, Nezammahalleh Asghar, Enayati Ahmad Ali. (2015). Prevalence of Head Lice Infestation and Its Associated Factors among Primary School Students in Iran: A Systematic Review and Metaanalysis. Osong Public Health Res Perspect 6(6), 346-356
Natadisastra D. & Ridad A. (2009). Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC
Nindia Yuni. (2016). Prevalensi Infestasi Kutu Kepala (Pediculus Humanus Capitis) Dan Faktor Risiko Penularannya Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Sabang Provinsi Aceh. Tesis. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Nur Ansyah Ahmad. (2013). Hubungan Personal Hygiene Dengan Angka
Kejadian Pediculosis Capitis Pada Santri Putri Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Nursalam. (2012). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika
Nutanson I., Steen C.J., Schwartz R.A., Janniger C.K. (2008). Pediculosis Humanus Capitis: An update. Acta Dermatoven APA.17(4): 147-53.
Rassami W., & Soonwera M. (2012). Epidemiology of Pediculosis Capitis AmongSchool Children in Eastern Area of BangkokThailand. Asian Pac J Trop Biomed.2(11): 901–904.
Saddozai S., Kakarsulemankhel K.K. (2008) Infestation Of Head Lice, PediculusHumanus Capitis in Schoolchildren At Quetta City and its SuburbanAreas, Pakistan. Pakistan J Zool; 40: 45-52.
Yani Mulyani dan Juliska Gracinia. (2007). Kemampuan Fisik, Seni danManajemen Diri. Jakarta: PT. Elex Media Kompentindo
Yunida Sovia, Rachmawati Kurnia, Musafaah. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pediculosis Capitis Di Smp Darul Hijrah Putri Martapura: Case Control Study. Dunia Keperawatan Vol.4. No.2. 124-132.
Volume 6, Nomor 2, Agustus 2018
66
Discussion and feedback