Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT-PASIEN TERHADAP

TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI

Artini, Ni Made, Ni Ketut Guru Prapti1, I Gusti Ngurah Putu

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Udayana Email: artini@gmail.com

ABSTRAK

Tindakan pembedahan atau operasi merupakan salah satu bentuk terapi dan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang. Pasien sering tidak puas dengan kualitas dan jumlah informasi yang pasien terima dari tenaga kesehatan, serta kurangnya komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien merupakan salah satu alasan keluhan umum pasien di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan terapeutik perawat-pasien terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi. Penelitian ini merupakan penelitian crossectional untuk mencari hubungan terapeutik perawat dan tingkat kecemasan pasien menggunakan uji statistik Rank Spearman Correlation dengan derajat kemaknaan α ≤ 0,01. Populasi penelitian adalah pasien di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar yang berjumlah 45 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan keluarga dengan nilai p= 0,000 pada derajat kemaknaan α ≤ 0,01 dan koefisien korelasi – 0,895. Penelitian mendatang diharapkan ada penelitian yang lebih mendalam tentang pelaksanaan hubungan terapeutik perawat.

Kata kunci: hubungan terapeutik, kecemasan , pre operasi

ABSTRACT

Operation is the one form of therapy and attempts to bring a threat tothe body, integrity, andsoul. Patients are often not satisfied with the quality and quantity of information that patients receive from health workers, and a lack of communication between the hospital staff to patients is the one of reasons the complaints of patients at the hospital. This study aims to determine therelation of therapeutic nurse-patient to theanxiety level of preoperation’s patient. This study was a cross-sectional study to therelation of therapeutic nurse and patient anxiety levels, data analysis using Rank Spearman Correlation statistical test with significance level α ≤0.01. The study population were the patients in IRNA C RSUP Sanglah Denpasar, amounting to 45 people. Data was collected using a questionnaire. The results showed, there are significant relation of therapeutic and patient's anxiety level with p=0.000 atsignificance level α ≤0.01 and a correlation coefficient -0.895.The further research is expected to have a more in-depth study on the implementation of the therapeutic nurse.

Keywords: the relation of therapeutic, anxiety, pre-operation

PENDAHULUAN

Prosedur pengobatan dapat menimbulkan kecemasaan yang tinggi biasanya adalah prosedur pengobatan dengan operasi atau pembedahan. Tindakan operasi dilakukan untuk mengobati kondisi yang sulit dan tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obat sederhana (Potter & Perry, 2005). Ketakutan atau kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain adalah takut nyeri, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa atau tidak berfungsi normal (body image), takut peralatan pembedahan dan petugas, takut tidak sadar lagi setelah dibius, takut operasi gagal.Berdasarkan data WHO

(2007), hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada 1 Oktober 2003 sampai 30 September 2006 menunjukan dari 35.539 pasien bedah yang dirawat di unit perawatan intensif, terdapat 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan diberbagai rumah sakit di Indonesia diketahui berbagai hal penting mengenai angka kejadian kecemasan dan stres pada pasien pre operasi. Salah satunya adalah penelitian Wijayanti (2009), di RSUD Dr. Soeraji Tirto Negoro Klaten Jawa Tengah ditemukan bahwa 20 (64,5%) pasien mengalami stres ringan

dan 11 (35,5%) pasien mengalami stres berat. Kecemasan dapat menimbulkan hambatan dalam tugas dan kehidupan sehari-hari klien dan menimbulkan berbagai gangguan. Menurut Efendi (2008) (dikutip dari Mohamad 1989) hasil penelitian tim dokter dan ahli psikologis mengenai penyebab penundaan operasi pada pasien, menyimpulkan sebanyak 42% dari 200 pasien yang diamati melakukan penundaan operasi karena faktor psikologis, psikodinamis, dan emosional sebelum operasi.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) kecemasan dapat menimbulkan beberapa gangguan psikologis antara lain bibir terasa kering, merasa kesulitan bernafas, merasa dalam suasana yang tidak nyaman, berkeringat meskipun cuaca tidak panas, jantung bedebar-debar, merasa sulit menelan, gemetar dan ketakutan. Apabila gangguan yang terjadi tidak diatasi dapat berpengaruh dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dari perawat kepada pasien (Potter & Perry, 2005). Berbagai hal diduga sebagai pemicu terjadinya kecemasan selain kurangnya pengetahuan. Ellis (2000) menambahkan kecemasan pasien bisa disebabkan oleh (1) kurangnya kesadaran diri perawat, (2) kurangnya pelatihan keterampilan interpersonal yang sistematik, (3) kurangnya kerangka konseptual dan, (4) kurangnya kejelasan tujuan. Untuk mengatasi kecemasan pasien yang akan menjalani operasi salah satunya adalah dengan pemberian informasi melalui informed consent tentang tindakan persiapan dan kejadian-kejadian yang akan dialami oleh pasien selama dan setelah operasi.

Hasil penelitian Dewi, Suarniati, dan Ismail (2013) di ruang perawatan bedah RSUD kota Makasar pada bulan Januari -Februari 2013 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 27 orang (60,7%) memiliki respon baik setelah diberikan intervensi

komunikasi teraupetik. Menurut Ley (1992), menyatakan 35-40% pasien sering tidak puas dengan kualitas dan jumlah informasi yang pasien terima dari tenaga kesehatan, serta kurangnya komunikasi antara staf rumah sakit dengan pasien merupakan salah satu alasan keluhan umum pasien di rumah sakit (dikutip oleh Smet, 2004). Menurut Widodo, Arif (2004) apabila informasi sebelum operasi yang diberikan atau dijelaskan kepada pasien kurang jelas atau sulit dimengerti pasien maka kecemasan pasien akan semakin tinggi. Hubungan terapeutik perawat-pasien adalah hubungan kerja sama yang ditandai tukar-menukar prilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan yang erat yang terapeutik (Stuart & Sundeen 2007).

Komunikasi terapeutik merupakan salah satu pelaksanaan dari hubungan terapeutik yang baik antara perawat dengan pasien. Dalam komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat hadir secara fisik maupun psikologis. Menurut Truax, Carkhoff, dan Benerson (dikutip dari Stuart & Sundeen 1987), kehadiran perawat secara psikologis terdiri dari dimensi respon dan dimensi tindakkan, kedua komponen tersebut sebagai salah satu dasar penilaian apakah perawat telah membentuk hubungan terapeutik yang baik untuk mengatasi masalah pasien khususnya kecemasan menghadapi operasi.

Dari pemikiran dan fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan terapeutik perawat-pasien dengan tingkat kecemasan pasien, khususnya pada pasien sebelum dilakukan operasi di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar. Apabila hubungan terapeutik perawat-pasien tidak diaplikasikan akan berdampak negatif bagi mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit serta akan menimbulkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam menghadapi suatu tindakan operasi,

maka hubungan perawat-pasien perlu dibangun agar pasien dapat memilih alternatif coping yang positif bagi dirinya sehingga kecemasan pre operasi dapat diminimalisir (Hastuti, 2005).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Correlational yaitu dengan mengumpulkan informasi mengenai hubungan terapeutik perawat baik dimensi respon dan dimensi tindakan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi, dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional dimana pengumpulan data dilakukan hanya satu kali pada suatu saat. Populasi penelitia ini adalah semua pasien yang akan melaksanakan tindakan operasi di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar selama periode pengumpulan data. Jumlah sampel yang didapat berjumlah 45 orang sesuai dengan criteria sampel. Pasien yang akan melaksanakan tindakan operasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Total Sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua jenis kuisioner yaitu untuk menilai pelaksanaan hubungan terapeutik dan untuk mengukur tingkat kecemasan pasien dengan menggunakan alat ukur DASS yang mengacu pada kepustakaan menurut Lovibond. Sampel diambil di IRNA C RSUP Sanglah denpasar, dengan mengambil seluruh pasien pre operasi selama dua minggu untuk dijadikan sampel, sampel yang telah ditentukan diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, kemudian diberikan lembar informed consent. Responden yang bersedia untuk diteliti harus menandatangani lembar persetujuan dan responden yang menolak untuk diteliti tidak dipaksa dan dihormati haknya. Sampel yang telah siap, diberikan kuesioner yang harus diisi yaitu kuisioner mengukur hubungan terapeutik (dimensi respon dan dimensi tindakan) dan kuisioner untuk mengukur tingkat kecemasaan DASS.

Setelah data didapat kemudian data dikumpulkan, dilakukan tabulasi dan selanjutnya dianalisa.Setelah data terkumpul dilakukan melalui perhitungan masing-masing variabel yang akan diteliti yaitu hubungan terapeutik dan tingkat kecemasan dilakukan dengan menghitung prosentase masing-masing katagori variabel yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Selanjutnya data akan diinterpretasikan secara naratif dengan menjabarkan data secara singkat. Untuk menganalisis hubungan antara dua variabel yaitu keeratan hubungan antar variabel, arah hubungan dan signifikan atau tidaknya hubungan. Analisa bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan terapeutik perawat-pasien terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi. Dalam penelitian ini diuji dengan analisis korelasi rank spearman adalah hubungan terapeutik dengan tingkat kecemasan pre operasi. Analisis data menggunakan rumus korelasi Spearman Rank dengan bantuan program komputer dengan tingkat signifikan P < 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN

Pelaksanaan hubungan terapeutik perawat-pasien yang dinilai dengan menggunakan kuisioner didapatkan dari 45 Responden sebagaian besar mengatakan bahwa hubungan terapeutik yang dilakukan perawat di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar adalah baik 53,3 % (24 orang), dan sebagian kecil responden mengatakan kurang 8,9 % (empat orang). Hasil penilaian tingkat kecemasan pasien pre operasi yang diukur dengan kuisioner DASS besar responden merasakan cemas sedang dengan jumlah 44,4% (20 orang) dan sebagian kecil responden yang merasakan panik 6,7% (3 orang).

Menurut hasil uji statistik Spearman Rank (p < 0,05) ditemukan nilai p= 0,000 < 0,05, maka H1 diterima. Berdasarkan statistik ada hubungan yang signifikan antara hubungan terapeutik perawat-pasien

dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

PEMBAHASAN

Hubungan terapeutik yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan kuesioner terhadap pasien pre operasi menunjukan sebagian besar hubungan terapeutik berada dalam kategori baik yaitu sejumlah 24 responden (53,3%) dan empat responden (8,9%) menyatakan hubungan terapeutik kurang. Melalui hubungan terapeutik perawat-klien, perawat termotivasi memberikan pelayanan terbaik dengan cara memakai dirinya secara terapeutik dalam membantu klien untuk mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien (Cook dan Fontaine, 2005). Komunikasi yang bersifat terapeutik akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien. Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu, diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien (Purba, 2008).

Tingkat kecemasan pasien pre operasi yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan kuisioner 44,4% (20 orang) dinyatakan mengalami cemas sedang dan hanya 6,7% (3 orang) dinyatakan panik. Respon cemas seseorang tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi tantangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakan dan juga mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi kecemasannya antara lain dengan menekan konflik, impuls-impuls yang tidak dapat diterima secara sadar, tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya (Stuart 2007). Tingkat kecemasan orang

berbeda-beda meskipun permasalahan yang dihadapi sama (Suryabrata 2008).

Setelah dilakukan uji statistik Spearman Rank dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 didapatkan hasil nilai P= 0,000. Jika dibandingkan dengan tingkat kemaknaan, maka 0,000 < 0,05, berarti H1 diterima. Berdasarkan statistik, hipotesa kerja diterima berarti ada hubungan terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pre operasi. Dilihat dari nilai Correlation Coefficient sebesar -0.895, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi memiliki hubungan sangat kuat dengan arah korelasi hubungan negatif. Hubungan terapeutik perawat-pasien adalah hubungan kerja sama yang ditandai tukar-menukar prilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan yang erat yang terapeutik (Stuart dan Sundeen, 2007). Perawat merupakan profesi yang menolong manusia untuk beradaptasi secara positif terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang diberikan harus bersifat terapeutik. Instrumen utama yang dipakai adalah diri perawat sendiri. Jadi analisa diri sendiri merupakan dasar utama untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas (Keliat, 2012). Reduksi tingkat kecemasan pasien di IRNA C dapat dilakukan melalui hubungan terapeutik yang efektif diharapkan perawat dapat hadir secara fisik maupun psikologis, karena dengan terapeutik yang baik perawat dapat menggali dan mengeksplorasi penyebab kecemasan dan tingkat kecemasan pasien serta merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan untuk mengurangi tingkat kecemasan yang dialami.

SIMPULAN DAN SARAN

Hubungan terapeutik yang dilakukan perawat di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar adalah: kategori baik 53,3%, kategori sedang 37,8% dan kategori kurang 8,9%. Tingkat kecemasan pasien pre operasi di IRNA C RSUP Sanglah

Denpasar adalah: tidak cemas sebanyak 8,9%, cemas ringan 31,1%, cemas sedang 44,4%, cemas berat 8,9% dan panik 6,7%. Terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan terapeutik perawat-pasien dan tingkat kecemasan pasien pre operasi di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar dimana hasil uji statistik didapatkan nilai p < α yaitu p= 0,000 dengan koefisien korelasi -0,895.

Perlu adanya penelitian berikutnya terkait faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan terapeutik perawat dan tingkat kecemasan pasien pre operasi. Hasil pengumpulan data dengan kuisioner disertai dengan observasi pada hubungan terapeutik dan tingkat kecemasan akan memberikan hasil yang lebih representatif.

DAFTAR PUSTAKA

Brust, J.C.M. (2007).Current Diagnosis and Treatment. New York: A large medical book.

Dewi, S., Suarniati, dan Ismail, H. (2013). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang Perawatan Bedah RSUD Kota Makasar.

Cook, J.S., and Fontaine, K.L. (1987). Essentials of Mental Health Nursing. California:          addition-Wesley

Publishing Company.

Effendi, C. (2008). Kiat Sukses Menghadapi Operasi. Yogyakarta: Sahabat Setia.

Ellis, R.B. (2000). Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan Teori dan Praktik, Alih bahasa: Susi Purwoko, Editor: Setiawan. Jakarta: EGC

Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Hastuti. (2009). Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kepuasan Pasien di BP & RB Citra Paramedika Wates Kulon Progo

Hawari, D. (2008). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Edisi 2, Cetakan Ke-2, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Kasana, N. (2014). Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di ruang PONEK RSUD Karanganyar.

Keliat, B.A. (1996). Hubungan Terapeutik Perawat – Klien. Jakarta: EGC.

Liliweri, A. (2007). Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah dan suatu proses pendekatan keperawatan 2. Bandung: Yayasan IAPK

Lovibond, S.H. dan Lovibond, P.F. (1995). Manual for the Depression Anxiety Stress Scales. Ed. 2. Sydney: Psychology Foundation

Niven, N. (2002). Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.

Nugroho. (2008). Efektifitas Pemberian Terapi Musik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan di ruang ICU-ICCU Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Skripsi, Semarang: UNDIP.

Nurjanah dan Intan, S. (2005). Hubungan Terapeutik Perawat Dan Klien. Jakarta: EGC

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika.

Nursahid. (2009). Hubungan Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di IRDA RSUP dr.Kariadi Semarang.

Panduwal, C.A. (2012). Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Tuberkulosis Paru Di Ruang Isolasi Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar. Skripsi Tidak Dipublikasi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Potter, P.dan Perry, A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4, Cetakan ke-1. Terjemahan oleh Asih dkk. Ed. Yulianti & Ester, Jakarta: EGC.

Purba, J. M. 2003. Jurnal: Komunikasi Dalam Keperawatan. Digital Library Universitas Sumatra Utara

Rasmun. (2004). Stres, Koping dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Edisi Pertama, Jakartra: Sagung Seto.

Riwidikdo, H. (2009). Statistik Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendika

Pariani, S. (2000). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto..

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan I. Jakarta: PT Grasindo.

Stuart, G. dan Sundeen, S. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed. 3.

Terjemahan oleh Hamid 1998. Ed. Asih,Y. Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2009). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan   Jiwa.

Jakarta: EGC

Sullivan, H.S. (1995). Interpersonal Theory and Psychotherapy. New York: Routledge

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Suryabrata. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Suryani. (2006). Komunikasi terapeutik Teori dan Praktek. Jakarta: EGC.

Wardhana.      (2010). Pengantar

Psikoneuroimunologi. Denpasar: Yayasan Institut Bhaktivedanta Indonesia..

Widodo, A. (2004). Pendidikan Kesehatan Jiwa Keluarga Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, Tesis, Program Pasca Sarjana UGM Yogyakarta.

Wijayanti. (2009). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pre Operasi di RSUD Dr Soeraji Tirto Negoro Klaten Jawa

Wisnuwardhani, D. dan Mashoedi, S. (2012). Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.

Volume 5, Nomor 3, Desember 2017

152