TERAPI MUSIK RELAKSASI MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA JARA MARA PATI SINGARAJA
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298
TERAPI MUSIK RELAKSASI MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
JARA MARA PATI SINGARAJA
Ni Putu Emy Darma Yanti1, Ni Made Aries Minarti2, Ni Gusti Ayu Putu Triyani3 1Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar 3Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Denpasar
Email: [email protected]
ABSTRACT
Elderly is the age most vulnerable to disease. Most elderly people have psychological disturbances due to the tension because it is not able to adapt to the changes experienced. One of the impacts caused by stress or emotional tension is sleep disturbance. To solve the emotional stress is needed relax condition that can make elderly to sleep. This study aims to determine the effect of relaxation music therapy on sleep quality in elderly. The method used in this study was pre-experimental design with one-group pretest-posttest design. The sample amounted to 30 people who got through purposive sampling technique. Data collected through interviews using The SMH (St. Marry’s Hospital Sleep Quetionnaire). Results obtained before action 40% elderly have less quality of sleep, no elderly who have a good sleep quality. After the action 50% elderly have good sleep quality and no longer has the quality of sleep or less. Relaxation music therapy gives the effect of improvement on sleep quality in elderly. The statistical test used the Wilcoxon Sign Rank test (p ≤ 0.05). After analyzing the data, the results obtained, there was an effect of relaxation music therapy on sleep quality in elderly. Based on these results, it is suggested to the nurses to use these relaxation music therapy as an alternative therapy in treating sleep problems in elderly.
Keywords: Elderly, Relaxation Music Therapy, Sleep Quality of Elderly
PENDAHULUAN
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan kesehatan, telah mewujudkan berbagai keberhasilan yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan baik dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, perbaikan lingkungan hidup, serta yang tidak kalah pentingnya yaitu kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama dibidang kesehatan termasuk di dalamnya bidang keperawatan sehingga mengakibatkan meningkatnya kualitas kesehatan penduduk, serta meningkatkan umur harapan hidup penduduk. Kemajuan teknologi di bidang kesehatan ini menimbulkan bertambahnya jumlah penduduk yang berusia lanjut (Darmojo, 2009).
Fakta memberikan gambaran bahwa pada tahun 2000 penduduk usia lanjut (60 tahun ke atas) diseluruh dunia diperkirakan sebanyak 426 juta jiwa
atau sekitar 6,8%. Jumlah ini meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2005 yaitu menjadi 828 juta jiwa atau sekitar 9,7% dari total penduduk dunia (Nugroho, 2008). Sama halnya dengan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan. Penduduk lansia di Indonesia tahun 2010 diperkirakan berjumlah 23,9 juta jiwa dengan usia harapan hidup 67 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebanyak 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2006; Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2006). Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mendapatkan data hasil proyeksi penduduk lansia di Bali tahun 2009 sebanyak 932.100 orang dan tahun 2010 meningkat menjadi 966.900 orang.
Semakin banyaknya jumlah lansia ternyata juga mempunyai beberapa
dampak yang kurang menggembirakan. Lansia dapat menimbulkan masalah di bidang kesehatan. Banyak penyakit dan kelainan yang prevalensinya meningkat disebabkan karena organ-organ tubuh yang mengalami proses penuaan akan mengalami penurunan fungsi sehingga menjadi rentan terhadap timbulnya penyakit yang bersifat multiorgan (Wold, 2004). Peneliti Andres dan Tobin mengintroduksi “hukum 1%” yang menyatakan bahwa fungsi organ-organ akan menurun sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30 tahun (Whitehead, 1995 dalam Darmojo, 2009). Tidak hanya perubahan kondisi fisik (sistem organ), perubahan kondisi mental dan psikososial juga dapat terjadi pada lanjut usia (Mubarak, Chayatin, & Santoso, 2013). Bliwise (1993, dalam Potter, Perry, & Hall, 2012) mengungkapkan perubahan kualitas tidur merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami para lansia.
Survey yang dilakukan oleh National Institut of Health di Amerika menyebutkan bahwa pada tahun 1970, presentase penderita yang mengalami gangguan tidur lebih tinggi dialami oleh lansia, dimana satu dari empat orang pada usia 60 tahun mengalami sulit tidur yang serius. Penanganan gangguan tidur yang selama ini dialami oleh lansia pada umumnya diatasi secara farmakologis dengan pemberian obat tidur. Akan tetapi, efek samping dari pemberian obat tidur dalam jangka waktu yang lama sangat mengkhawatirkan. Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti mengantuk berlebihan sepanjang hari, kelemahan otot, ataksia, dan reaksi paradoksikal (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009).
Berkenaan dengan hal di atas, penyembuhan secara nonfarmakologis terhadap gangguan tidur pada lansia sangat diperlukan untuk meminimalkan efek terapi farmakologis (Lumbantobing,
2004). Terapi musik merupakan penggunaan musik sebagai peralatan terapis untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi seseorang (Djohan, 2006; Jin & Xudong, 2008).
Potter, Perry, dan Hall (2012) menyebutkan salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan tidur adalah stres emosional. Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan apabila terus berlanjut dapat mempengaruhi kualitas tidurnya (Isaacs, 2005). Pemilihan musik yang sederhana, menenangkan dan mempunyai tempo teratur seperti musik relaksasi, musik alam sekitar atau musik meditatif merupakan salah satu cara untuk mengatasi stres dan menimbulkan kondisi rileks pada seseorang (Johnson, 2003; Lai, & Good, 2005; Mucci & Mucci, 2002).
Terapi musik relaksasi memberi respon melawan mass discharge (pelepasan impuls secara massal) pada respon stres emosional dari sistem saraf simpatis. Hal ini akan memberikan pengaruh perlambatan aliran darah yang melewati arteriol dan kapiler, sehingga memberi cukup waktu untuk mendistribusi oksigen dan nutrisi ke sel atau jaringan, terutama jaringan otak atau jantung dan menyebabkan metabolisme sel menjadi lebih baik karena produksi Adenosine Triphosphate (ATP) meningkat. Terapi musik relaksasi juga bisa memicu terjadi sinkronisasi getaran seluruh sel tubuh dan gelombang medan bioelektrik pun menjadi sangat tenang dan memberikan efek peningkatan pada gelombang alfa sehingga lansia dapat lebih mudah jatuh kekondisi tidur (Guyton & Hall, 2014).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Terapi Musik Relaksasi terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja” guna mengetahui seberapa jauh pengaruh terapi musik
45
relaksasi ini dalam mememenuhi kebutuhan tidur khususnya kualias tidur pada lansia.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan Pre-Eksperimen dengan rancangan
onegroup pre-test dan post-test design tanpa kelompok kontrol yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik relaksasi terhadap kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Jara Mara Pati Singaraja.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah lansia di PSTW Jara Mara Pati Singarajaberumur minimal 60 tahun yang mengalami gangguan tidur. Sampel pada pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling.
Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner The SMH (St. Marry’s Hospital Sleep Quetionnaire). Peneliti menggunakan alat penunjang seperti audiotape dengan musik relaksasi berjenis gambelan Bali rindik berjudul Putri Cening Ayu untuk pelaksanaan intervensi terapi musik. Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Prosedur pengumpulan data diawali dengan penjelasan tentang tujuan dan pelaksanaan penelitian kepada calon responden. Calon responden kemudian akan
menandatangani informed consent apabila bersedia menjadi responden. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara tentang kualitas tidur pada lansia sebelum dan setelah dilakukan terapi musik relaksasi menggunakan skala ordinal. Responden akan diberikan terapi musik satu kali sehari dengan durasi musik 30 menit selama 10 hari.
Setelah data terkumpul maka data dideskripsikan dan diberikan penilaian diantaranya kualitas tidur baik (skor 06), kualitas tidur sedang (skor 7-12), dan kualitas tidur kurang (skor 13-16). Pengaruh terapi musik relaksasi terhadap kualitas tidur pada lansia dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik Wilcoxon Sign Rank Test dengan tingkat signifikansi α=0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL PENELITIAN
Sebelum diberikan terapi musik relaksasi tidak ada satupun responden yang memiliki kualitas tidur baik dan terdapat 12 responden (40%) yang memiliki kualitas tidur kurang. Sedangkan setelah diberikan terapi musik relaksasi terjadi perubahan yang signifikan yaitu kualitas tidur lansia menjadi meningkat dimana sebanyak 15 responden (50%) memiliki kualitas tidur baik dan tidak ada satupun responden yang memiliki kualitas tidur kurang.
Rata-rata kualitas tidur sebelum dilakukan terapi musik relaksasi adalah 12,23 sedangkan rata-rata kualitas tidur setelah dilakukan terapi musik relaksasi adalah 6,87 dan perbedaan rata-rata kualitas tidur sebelum dan setelah dilakukan terapi musik relaksasi sebesar 5,367. Hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan skor kualitas tidur setelah dilakukan terapi musik relaksasi.
Hasil uji statistik didapatkan nilai z hitung atau z output> z tabel (–4,810 > – 1,736) dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,000 yang berarti nilai p< 0,05. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi musik relaksasi terhadap kualitas tidur pada lansia diPanti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja.
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan terapi musik relaksasi tidak ada responden yang memiliki kualitas tidur baik, 18 responden (60%) memiliki kualitas tidur 46
sedang dan 12 responden (40%) memiliki kualitas tidur kurang. Potter, Perry, dan Hall (2012) menyatakan bahwa kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh ritmik sirkadian tidur-bangun lansia. Ritmik sirkandian tidur-bangun lansia sering terganggu. Jam biologis lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju.
Tarwoto dan Wartonah (2006) menyatakan bahwa gangguan ritmik sirkadian tidur ini dapat berpengaruh terhadap kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan melatonin. Hormon-hormon tersebut disekresikan pada saat tidur dalam terutama pada malam hari, sehingga penurunan kadar hormon ini akan menyebabkan lansia sulit untuk mempertahankan tidur.
Gangguan tidur pada lansia dapat disebabkan oleh faktor psikis berupa kecemasan, stres psikologis, ketakutan, dan ketegangan emosional seperti ketidakmampuan beradaptasi dengan teman sekamar, penghuni lain, staf atau pengelola panti, kegiatan di panti, dan aturan yang berlaku di panti yang membuat lansia tidak dapat santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk (Isaacs, 2005; Meiner & Lueckenotte, 2006).
Setelah diberikan terapi musik relaksasi didapatkan sebanyak 15 responden (50%) mengalami peningkatan kualitas tidur menjadi kualitas tidur baik, 15 responden (50%) masih mengalami kualitas tidur sedang dan tidak ada lagi responden yang mengalami kualitas tidur kurang. Hasil analisis statistik menunjukkan ada pengaruh terapi musik relaksasi terhadap kualitas tidur pada lansia di di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja.
Darmojo (2009) menyatakan bahwa gangguan tidur pada lansia dapat diatasi dengan penatalaksanaan gangguan tidur diantaranya dengan
merubah gaya hidup (life style) yang diperlukan untuk memperbaiki faktor fisik dan psikis yang mendasari terjadinya gangguan tidur pada lansia. Lansia yang mempelajari teknik relaksasi ataupun terapi nonfarmakologi lainnya yang dapat menimbulkan kondisi rileks akan sangat membantu lansia mengatasi gangguan tidur yang dialami (Johnson, 2003; Lai, & Good, 2005; Mucci & Mucci, 2002).
Potter, Perry, dan Hall (2012) menjelaskan bahwa untuk dapat membuat seseorang mudah untuk tertidur maka faktor-faktor yang dapat menimbulkan kelelahan yang berlebihan seperti kerja atau latihan fisik yang meletihkan atau penuh stres harus dihindari. Lingkungan fisik seperti ventilasi, posisi tempat tidur, tingkat cahaya, dan pengaturan suhu ruangan juga dapat mempengaruhi tidur seseorang (Potter, Perry, & Hall, 2012). Pemeliharaan lingkungan fisik yang baik tentunya dapat meningkatkan kualitas tidur seseorang.
Salah satu efek dari terapi musik relaksasi adalah membuat seseorang menjadi lebih rileks dan dapat memperbaiki masalah tidur khususnya kualitas tidur seseorang (Johnson, 2003; Lai, & Good, 2005; Mucci & Mucci, 2002). Kondisi rileks yang dirasakan tersebut dikarenakan terapi musik relaksasi dapat menurunkan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga memberi keseimbangan emosi dan ketenangan pikiran dan akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur (Potter, Perry, & Hall, 2012).
Terapi musik relaksasi dapat memberikan pengaruh perlambatan aliran darah yang melewati arteriol dan kapiler, sehingga memberi cukup waktu untuk mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke sel atau jaringan, terutama jaringan otak atau jantung dan menyebabkan metabolisme sel menjadi
47
lebih baik sehingga lansia dapat lebih mudah jatuh ke kondisi tidur (Guyton & Hall, 2014).
Stanley dan Beare (2007) menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara kualitas tidur sebelum dan setelah dilakukan terapi musik relaksasi tersebut menunjukkan bahwa terapi musik relaksasi dapat digunakan sebagai alternatif dalam memberikan intervensi pada lansia khususnya bagi lansia yang mengalami gangguan tidur dan istirahat.
SIMPULAN DAN SARAN
Terapi musik relaksasidapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia dimana ditemukan 15 responden (50%) memiliki kualitas tidur baik, 15 responden (50%) memiliki kualitas tidur sedang, dan tidak ada responden yang memiliki kualitas tidur kurang setelah dilakukan terapi musik relaksasi. Hasil analisis data menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test mendapatkan nilai p< 0,05yang artinya ada pengaruh terapi musik relaksasi terhadap kualitas tidur pada lansia di di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Mara Pati Singaraja.
Penelitian ini terbukti ada pengaruh pemberian terapi musik relaksasi terhadap kualitas tidur pada lansia, maka disarankan kepada petugas panti agar penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran bagi petugas panti untuk menggunakan terapi musik relaksasi ini sebagai salah satu terapi alternatif untuk mengatasi gangguan tidur pada lansia dan meminimalkan efek terapi farmakologis. Bagi lansia agar mengikuti terapi musik relaksasi secara teratur teratur terutama setiap kali memiliki kesulitan untuk memulai tidur dan saat mengalami ketegangan atau stress, dan basgi peneliti selanjutnya dianjurkan untuk melakukan verifikasi secara objektif terhadap gangguan tidur yang dirasakan selain penilaian secara subjektif sehingga hasil penelitian
menjadi lebih akurat baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, R. B. (2009). Buku ajar geriatri: Ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi 3. Jakarta: FKUI.
Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman pembinaan kesehatan jiwa usia lanjut bagi petugas kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
Djohan. (2006). Terapi musik, teori dan aplikasi. Yogyakarta:
Galangpress.
Guyton, A. C. & Hall, J. E. (2014). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Singapura: Elsevier.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
(IFSI). (2009). ISO (Informasi
Spesialite Obat) Indonesia.
Jakarta: PT ISFI.
Isaacs, A. (2005). Keperawatan kesehatan jiwa & psikiatrik. Edisi ketiga, Jakarta: EGC.
Jin, L.& Xudong, W. (2008). Evaluation on the effects of relaxing music on the recovery from aerobic exercise-induce fatigue. Journal of Sports Medicine and Physical Fitness, 48 (1): 102-106.
Johnson, J. E. (2003). The use of music to promote sleep in older women. Journal of Community Health Nursing, 20 (1): 27-35.
Lai, H. & Good, M. (2005). Music
Improves Sleep Quality in Older Adult. Journal of Advanced Nursing Practice, 49 (3): 234
244.
Lumbantobing, S. M. (2004). Gangguan tidur. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
Meiner, S.& Lueckenotte, A. (2006). Gerontologic nursing. Third edition. Amerika: Mosby.
Menteri Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (2006).
48
Peningkatan Jumlah Penduduk Lansia di
Indonesia.http://www.menkokesr a.go.id.
Mubarak, W. I., Chayatin, N., & Santoso, B. A. (2013). Ilmu keperawatan komunitas: Konsep, dan aplikasi. Buku 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Mucci, K. & Mucci, R. (2002). The healing sound of music: Manfaat musik untuk kesembuhan, kesehatan, dan kebahagiaan anda. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Nugroho. W. (2008). Keperawatan gerontik dan geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Potter, P. A., Perry, A. G., & Hall, A. (2012). Fundamentals of nursing. Eight edition. St. Louis Missouri: Mosby.
Stanley, M. & Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi kedua, Jakarta: EGC.
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Wold, G. H. (2004). Basic geriatric nursing. Third edition. Amerika: Mosby.
49
Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016
Discussion and feedback