Hubungan Karakteristik dan Kepribadian Anak dengan Kejadian Bullying pada Siswa Kelas V di SD “X” di Kabupaten Badung
on
COPING Ners Journal
ISSN: 2303-1298
HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN KEPRIBADIAN ANAK DENGAN KEJADIAN BULLYING PADA SISWA KELAS V
DI SD “X” DI KABUPATEN BADUNG
1Ni Kadek Diyantini, 2Ni Luh Putu Eva Yanti, 3Sagung Mirah Lismawati 1,2Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar 3UPTD Puskesmas IV Denpasar Selatan
Abstract. The phenomenon of bullying in children most often occurred in schools, especially primary schools. The final stages of school age (10-12 years) are very vulnerable involved in bullying. Many factors affect bullying in children, both internal and external of children. This study aims to determine the relationship between child’s characteristics and personalities with bullying in fifth grade students in the elementary school "X" in Badung Regency. This is correlational descriptive study with cross sectional design. The samples in this study are 55 people that selected by simple random sampling. The results showed that the majority of children (58,2%) are involved in bullying at school. But the results of Spearman Rank and Lambda correlation test showed no significant correlation between the child’s characteristics and personalities with bullying in students. Therefore, it is very important for the school and parents to control the children activities.
Keywords: bullying, child’s characteristics, child’s personalities, school
PENDAHULUAN
Usia sekolah (6-12 tahun) adalah masa dimana terjadi perubahan yang beragam pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik dan kepribadian anak. Anak akan diarahkan untuk mulai keluar dari kelompok keluarga menuju ke kelompok yang lebih luas, dengan harapan dapat mencapai perkembangan yang sesuai dengan kelompok usianya melalui peningkatan keterampilan, dasar pengetahuan serta perluasan lingkungan (Potter dan Perry, 2005). Lingkungan sekolah selain dapat memperluas dunia anak dapat juga menjadi tempat berkembangnya stressor yang bisa mengganggu perkembangan anak, salah satunya adalah kekerasan antar siswa atau bullying.
Bullying dikarakteristikkan sebagai perilaku agresif yang bersifat merusak yang
dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang dengan tujuan untuk merugikan korbannya serta dapat disertai dengan adanya perbedaan atau ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban (Latifah, 2012). Perilaku negatif ini dapat berupa kontak fisik, kontak verbal, isyarat wajah atau seksual, pengucilan dengan sengaja dari kelompok maupun melalui perangkat elektronik atau cyberbullying (Dake, Price dan Telljohann, 2003; Siswati dan Widayanti, 2009).
Prevalensi bullying di sekolah yang terjadi di beberapa negara Asia, Amerika, dan Eropa diperkirakan sekitar 8%-50% (Soedjatmiko, Nurhamzah, Maureen dan Wiguna, 2011). Selain itu, Dake, Price dan Telljohann (2003), menyatakan bahwa 11,3% sampai dengan 49,8% bullying terjadi khususnya di sekolah dasar (SD). Sedangkan di Indonesia, KPAI mencatat dari tahun 2011 hingga Agustus 2014, terdapat 369
pengaduan terkait masalah ini dimana 25%nya adalah di bidang pendidikan (KPAI, 2014). Data KPAI juga menyebutkan bahwa 87,6% anak mengaku pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah dalam berbagai bentuk, dimana 29,9% dari kekerasan tersebut dilakukan oleh guru, 42,1% dilakukan oleh teman sekelas, dan 28% dilakukan oleh teman lain kelas (Prima, 2012, dalam Latifah, 2012).
Bullying yang terjadi di sekolah belum banyak mendapatkan perhatian serius dari guru ataupun orang tua. Hasil statistik dari School Bullying Statistic, menemukan bahwa 85% kasus bullying tidak dihentikan oleh tenaga pendidik (Andina, 2014). Hasil penelitian juga telah menunjukkan bahwa perilaku bullying yang tidak diatasi di sekolah dapat menimbulkan efek negatif bagi anak khususnya yang terjadi pada tingkat sekolah yang rendah atau SD, karena dapat mempengaruhi perkembangan anak pada tingkat yang lebih tinggi. Dake, Price dan Telljohann (2003), mendapatkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku bullying dengan kesehatan pada anak baik dari segi fisik, psikologis ataupun sosial.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait perilaku bullying yang terjadi pada anak di SD dengan tujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara karakteristik dan kepribadian anak dengan kejadian bullying pada siswa kelas V di SD “X” yang ada di Kabupaten Badung.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian descriptive corelational dengan pendekatan pengumpulan data yang bersifat cross sectional.
Populasi dan Sampel
Populasi yang dapat dijangkau pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar yang berusia 10-12 tahun yang duduk di kelas V di sebuah SD yang ada di Kabupaten Badung, dengan jumlah 122 orang. Peneliti kemudian menentukan sampel dengan menggunakan probability sampling dengan teknik simple random sampling. Sehingga didapatkan sampel dalam penelitian adalah semua siswa kelas V yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dengan jumlah minimal 55 siswa yang terdiri dari kelas A 18 siswa, kelas B 19 siswa dan kelas C 18 siswa.
Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti, untuk mengetahui karakteristik, tipe kepribadian dan kejadian bullying yang terjadi pada siswa, dengan total 42 pertanyaan.
Analisa Data
Hubungan antara karakteristik dan kepribadian anak dengan kejadian bullying yang terjadi, dianalisis menggunakan uji korelasi Lambda dan Rank Spearman dengan nilai signifikansi (α) sebesar 0,05.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Anak
Berdasarkan umurnya, sebagian besar responden (63,6%) berusia 11 tahun dan sebagian kecil lainnya berusia 10 tahun (30,9%) dan 12 tahun (5,5%). Dilihat dari jenis kelaminnya, jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada responden perempuan, yaitu 31 anak laki-laki (56,4%) dibandingkan dengan 24 anak perempuan (43,6%). Sedangkan dilihat dari ada tidaknya geng, jumlah responden yang memiliki geng sebanyak 27 anak (49,1%) sedangkan yang tidak memiliki geng sebanyak 28 anak (50,9%) (tabel 1).
Kepribadian Anak
Sebagian besar responden (94,5%) memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan hanya sebagian kecil (5,5%) yang memiliki tipe kepribadian introvert (tabel 1).
Tabel 1. Gambaran Karakteristik dan Kepribadian Responden
JenisBiilliing |
Frekuensi {n) |
Total |
Persentase (0Zo) |
Total |
Bullying Fisik Ya |
24 |
71,9 | ||
Tidak |
S |
28,1 |
IUU | |
Bullying Verbal Ya |
15 |
46.9 | ||
Tidak |
17 |
■1 |
53,1 |
100 |
Bullying Relasional Ya |
13 |
40.6 | ||
Tidak |
19 |
’l |
59,4 |
100 |
Karakteristikiiak |
Trekueiisi(Ii) |
Total |
Persentase(0A) |
Total |
Kmur | ||||
IOtahtm |
17 |
30,9 | ||
IlUlllffi |
35 |
55 |
63,6 |
100 |
12tahιm |
3 |
5,5 | ||
JeiiisKeIaiuiii | ||||
Laki-laki |
31 |
55 |
56,4 |
100 |
24 |
43,6 | |||
J⅛ΠESUQ | ||||
KeltiiiiptikTeitiaiiSebaya(Geiij) | ||||
l⅛(menulιkι) |
27 |
55 |
49,1 |
100 |
Tidik(Iidakmemili)Ii |
28 |
50,9 | ||
TipeKepribadiau | ||||
Introyert |
3 |
55 |
5,5 |
100 |
i⅛≡!i |
52 |
94,5 |
Kejadian Bullying pada Siswa
Sebagian besar responden (58,2%) terlibat dalam kejadian bullying di sekolah, dimana lebih banyak yang berstatus sebagai korban (30,9%) dan pelaku sekaligus korban (18,2%) dibandingkan dengan yang berstatus sebagai pelaku saja (9,1%) (tabel 2).
Tabel 2. Gambaran Kejadian Bullying Berdasarkan Status Bullying Anak
Status Bullying Anak |
Frekuensi (n) |
Penentase (W) |
Pelaku |
5 |
9.1 |
Koiban |
17 |
30,9 |
Pelaku sekaligus korban |
10 |
18^ |
Tidak terlibat |
23 |
41.8 |
Total |
55 |
100 |
Tabel 3. Gambaran Kejadian Bullying Berdasarkan Jenis Bullying
Dari kejadian bullying tersebut, yang paling sering terjadi adalah jenis bullying fisik (71,9%) dibandingkan dengan bullying verbal (46,9%) maupun bullying relasional (40,6%) (tabel 3). Sedangkan dilihat dari lokasi terjadi bullying, diketahui bahwa ruangan kelas merupakan lokasi tersering terjadinya bullying (90,6%) (tabel 4).
Tabel 4. Gambaran Kejadian Bullying Berdasarkan Lokasi terjadinya Bullying
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian bullying terjadi pada anak laki-laki (65,6%) dibandingkan dengan anak perempuan (34,3%) (tabel 5).
LokasiBulZring |
Frekuensi (n) |
Total |
Persentase W |
Total |
Kelas | ||||
Ya |
29 |
90,6 | ||
Tidak |
3 |
32 |
9,4 |
IOO |
Kantin sekolah | ||||
Ya |
12 |
37,5 | ||
Tidak |
20 |
32 |
62,5 |
100 |
KoridorZlorong sekolah | ||||
Ya |
10 |
31,2 | ||
Tidak |
22 |
32 |
68,8 |
IOO |
Halaman sekolah | ||||
Ya |
15 |
46,9 | ||
Tidak |
17 |
32 |
53,1 |
IOO |
Jalanmenuju atau pulang sekolah | ||||
Ya |
16 |
50 | ||
Tidak |
16 |
32 |
50 |
100 |
Kamar mandi sekolah | ||||
Ya |
10 |
31,2 | ||
Tidak |
22 |
32 |
68,8 |
100 |
Lokasiyanglain | ||||
Ya |
4 |
12.5 | ||
Tidak |
28 |
32 |
87,5 |
IOO |
Tabel 5. Hubungan Jenis Kelamin Anak dengan Kejadian Bullying pada Siswa
Jenis Keliiiiiii Anak |
KejadianBulljinf |
Total |
P r | ||||
Pelaku |
Korban |
Pelaku sekaligus korban | |||||
n % |
n |
N |
n ⅝ |
n |
% | ||
Laki-laki |
4 19 |
12 |
57,1 |
5 23,9 |
21 |
65,6 | |
Perempuan |
1 9 |
5 |
45,5 |
5 45,5 |
11 |
34,3 |
0210 0,087 |
Total |
32 |
100 |
Anak yang memiliki geng juga didapatkan memiliki peluang lebih besar (53,1%) untuk terlibat dalam kejadian bullying dibandingkan dengan yang tidak memiliki geng (46,9%) (tabel 6).
Tabel 6. Hubungan Kelompok Teman Sebaya (Geng) dengan Kejadian Bullying pada Siswa
KejadianBulljinf
Kelompok teman sebaya ∣Ge∣ι:) |
Pelaku |
Korban |
Pelaku sekaligus korban |
Total |
P r | ||
n % |
n |
M |
n % |
n |
W | ||
Ya |
1 5,8 |
10 |
58,8 |
6 35,4 |
17 |
53,1 | |
Tidak |
4 26,7 |
7 |
46,7 |
4 26,7 |
15 |
46,9 |
0271 0,082 |
Total |
32 |
100 |
Selain itu, didapatkan juga bahwa sebagian besar anak yang terlibat memiliki tipe kepribadian ekstrovert (90,6%) dibandingkan dengan yang memiliki tipe kepribadian introvert (9,4%) (tabel 7).
Tabel 7. Hubungan Kepribadian Anak dengan Kejadian Bullying pada Siswa
KejadianBuiljiitf
Pelaku 1
* Pelaku Korban sekaligus p p
kerjibadian ____________________⅛__________’
Iktrowt 5 173 K 552 S 27.6 29 90,6 0,562 0,067
Total 32 100
Akan tetapi hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik anak yang
dilihat dari umur, jenis kelamin serta ada tidaknya geng maupun antara tipe kepribadian anak dengan kejadian bullying yang terjadi pada siswa, dengan nilai p>0,05.
PEMBAHASAN
Dari 55 anak yang diteliti, 32 anak (58,2%) terlibat dalam kejadian bullying. Hasil ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang mendapatkan bahwa sebagian besar anak usia sekolah terlibat dalam kejadian bullying (Soedjatmiko, Nurhamzah, Maureen, dan Wiguna, 2011; Latifah, 2012). Rigby (2010) menyatakan bahwa angka kejadian bullying meningkat pada akhir masa sekolah dasar atau pada masa peralihan ke remaja (Dake, Price, dan Telljohann, 2003).
Sebagian besar anak yang terlibat dalam kejadian bullying (n=32), lebih banyak yang berstatus sebagai korban (30,9%) dan pelaku sekaligus korban (18,2%) dibandingkan dengan yang berstatus sebagai pelaku (9,1%). Atlas dan Pepler (1998) mengkategorikan anak menjadi pelaku dan korban, karena pada satu kondisi anak melakukan bullying terhadap anak lain dan pada kondisi yang lain anak tersebut menjadi korban bullying dari anak lainnya (Dake, Price dan Telljohann, 2003). Argenbright dan Edgell dalam Siswanti dan Widayanti (2009), juga menjelaskan tentang tipe perilaku bullying yaitu reactive bullies, dimana seseorang yang awalnya adalah korban bullying, karena adanya dorongan dari pelaku untuk melakukan tindakan merugikan menyebabkan korban menjadi ikut berperan sebagai pelaku selanjutnya, sehingga akhirnya terciptalah siklus kekerasan pada anak.
Sebagian besar anak (90,6%) yang terlibat dalam kejadian bullying, menyatakan pernah mengalami atau melakukan bullying di ruangan kelas. Hasil ini sejalan dengan
hasil yang diperoleh Atlas dan Pepler (1998) yang juga menyatakan bahwa kejadian bullying lebih banyak ditemukan di ruang kelas, dimana pada saat tidak ada guru sehingga pengawasan menjadi berkurang (Dake, Price, dan Telljohann, 2003). Selain itu, didapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis bullyingnya, yang paling sering terjadi adalah jenis bullying fisik (71,9%; n=32). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang mendapatkan bahwa jenis bullying yang paling sering adalah bullying verbal atau relasional (Latifah, 2012; Dwipayanti dan Indrawati, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian bullying melibatkan anak pada semua tingkatan usia pada masa praremaja (usia 10-12 tahun), meskipun tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena pada tahap perkembangan ini, anak mulai untuk berinteraksi dengan lingkungan yang baru, mulai mengembangkan rasa percaya diri, serta berusaha mencapai kompetensi penting yang harus dimilikinya (Potter dan Perry, 2005; Wong, et al, 2008). Kegagalan dalam mencapai kompetensi tersebut akan dapat memicu anak untuk melakukan tindakan bullying.
Kejadian bullying yang terjadi juga lebih melibatkan anak laki-laki (65,6%) dibandingkan dengan anak perempuan (34,3%), namun tidak terdapat hubungan yang bermakna diantara keduanya (p>0,05). Kecenderungan bahwa anak laki-laki lebih sering terlibat dalam kejadian bullying sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain (American Association of School Administrators, 2009; Siswanti dan Widayanti, 2009; Dwipayanti dan Indrawati, 2012; Latifah, 2012). Hal ini dapat disebabkan karena anak laki-laki memiliki kekuatan yang lebih dibandingkan dengan
perempuan sehingga lebih cenderung untuk berperilaku agresif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki geng di sekolah memiliki peluang lebih besar (53,1%) untuk terlibat dalam kejadian bullying dibandingkan dengan yang tidak memiliki geng (46,9%). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna diantara keduanya (p>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena ikatan yang kuat dalam kelompok dapat menimbulkan tekanan bagi anak, yang kemudian dapat memaksa anak untuk mengambil risiko, berperilaku melawan, dan menyebabkan timbulnya kekerasan (Wong, et al, 2008). Thompkin (2000), juga mengemukakan bahwa adanya geng di sekolah sering dikaitkan dengan peningkatan angka kekerasan di sekolah (American Association of School Administrators, 2009).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang terlibat dalam kejadian bullying di sekolah memiliki tipe kepribadian ekstrovert (90,6%), namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tipe kepribadian anak dengan kejadian bullying yang terjadi (p>0,05). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Aliyah (2013), yang mendapatkan bahwa tipe kepribadian seseorang tidak memiliki hubungan dengan perilaku agresif yang dilakukan. Carl Gustav Jung dalam Semiun (2013), juga menyebutkan bahwa kepribadian seseorang bukan merupakan faktor penting dalam menentukan sikap atau perilaku yang akan diambil, karena sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diluar diri individu.
Keterbatasan Penelitian
Instrumen penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui keterlibatan responden dalam kejadian bullying dan kurang dapat menggambarkan jumlah kejadian bullying yang dilakukan atau
dialami oleh responden. Selain itu, situasi dan kondisi saat pengumpulan data sangat ramai dan kurang kondusif karena berada dalam satu ruangan, sehingga mempengaruhi konsentrasi dan kesungguhan responden dalam mengisi kuesioner yang diberikan.
KESIMPULAN
Sebagian besar siswa kelas V di SD “X” di Kabupaten Badung, yang ikut dalam penelitian ini terlibat dalam kejadian bullying (58,2%; n=55), baik sebagai pelaku, korban, ataupun pelaku sekaligus korban. Namun tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara karakteristik dan kepribadian anak dengan kejadian bullying yang terjadi. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat mendeteksi secara dini masalah bullying yang terjadi pada siswa agar dapat mencegah atau meminimalkan dampak yang ditimbulkan.
Semua pihak yang terlibat baik sekolah, orang tua maupun tenaga kesehatan sangat penting untuk meningkatkan pemahaman mengenai bullying yang terjadi pada anak, serta memberikan pengawasan terhadap segala aktivitas yang dilakukan anak. Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kejadian bullying pada anak usia sekolah, diharapkan dapat meneliti mengenai prevalensi jumlah kejadian bullying yang terjadi pada anak dan bukan hanya keterlibatan anak dalam kejadian bullying.
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah, Putri. (2013). Hubungan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert dengan Perilaku Asertif pada Siswa-Siswi Pesantren “X” di Bogor. (Online), http://thesis.binus.ac.id/doc/Lain-lain/2012-2-00076-
PS%20WorkingPaper001.pdf, diakses pada tanggal 16 Oktober 2014.
American Association of School Administrators. (2009). Bullying at School and Online. (Online), http://www.education.com/topic/school -bullying-teasing/htm, diakses pada tanggal 5 Desember 2014.
Andina, Elga. (2014). Budaya Kekerasan Antar Anak di Sekolah Dasar. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI. (Online),
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/i nfo_singkat/Info%20Singkat-VI-9-I-P3DI-Mei-2014-63.pdf, diakses pada tanggal 11 Januari 2015.
Dake, J. A., Price, J. H., dan Telljohann, S. K. (2003). The Nature and Extent of Bullying at School. The Journal of School Health, 73(5):173-180. (Online), http://media.proquest.com/media/pq/cla ssic/doc/348101681/...3D, diakses pada tanggal 15 Oktober 2014.
Dwipayanti, I. A. S. dan Indrawati, K. R. (2012). Hubungan Antara Tindakan Bullying dengan Prestasi Belajar Anak Korban Bullying pada Tingkat Sekolah Dasar. Jurnal Psikologi Udayana 2014, 1(2):251-260. (Online),
http://ojs.unud.ac.id/index.php/psikolog i/article/download/8538/6398, diakses pada tanggal 22 Oktober 2014.
KPAI. (2014). Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter. (Online),
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/html, diakses pada tanggal 17 Oktober 2014.
Latifah, Fika. (2012). Hubungan
Karakteristik Anak Usia Sekolah dengan Kejadian Bullying di Sekolah Dasar X di Bogor. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. (Online),
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313 561-S43718-
Hubungan%20karakteristik.pdf, diakses pada tanggal 13 Oktober 2014.
Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4, Vol. 1. Jakarta: EGC.
Semiun, Yustinus. (2013). Teori-teori Kepribadian: Psikoanalitik
Kontemporer, Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.
Siswati dan Widayanti, C. G. (2009). Fenomena Bullying di Sekolah Dasar Negeri di Semarang: Sebuah Studi Deskriptif. Jurnal Psikologi UNDIP, 5(2). (Online),
http://core.kmi.open.ac.uk/download/pd f/11710457.pdf, diakses pada tanggal 16 Oktober 2014.
Soedjatmiko, Nurhamzah, W., Maureen, A., dan Wiguna, T. (2011). Gambaran Bullying dan Hubungannya dengan Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak Sekolah Dasar. Sari Pediatri, 15(3):174-180. (Online),
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/15-3-8.pdf, diakses pada tanggal 15 Oktober 2014.
Wong, Donna L., et al. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Ed. 6. Jakarta: EGC.
Vol 3, No. 3 Edisi September-Desember 2015
99
Discussion and feedback