PENGARUH MASASE KAKI TERHADAP SENSASI PROTEKSI PADA KAKI PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DENGANDIABETIC PERIPHERAL NEUROPATHY TAHUN 2014

Harmaya, P.D.P., Ns. I Wayan Sukawana,S.Kep., M.Pd. (1), Ns. Made Pande Lilik Lestari,S.Kep (2).

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Abstract. Diabetes mellitus can lead some chronic complications. One of the most common complication is Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN), which attacks the nerves and result in the patient diabetes melitus loss protective sensation in their feet. One way to overcome this DPN by doing foot massage. This study aims to determine the effect of foot massage to the protective sensation in type 2 diabetic patient’s foot in North Denpasar Community Health Center I.This study used a nonequivalent control group design with sample size of 10 in the treatment group and 10 in the control group. The data obtained from the results of examination by using a 10-g monofilament homemade. The results of data analysis using the Mann-Whitney test showed that p value <α (p = 0.003; α = 0.05), it means there is a significant effect of foot massage with protective sensation on diabetic patient’s foot in North Denpasar Community Health Center I. Based on this research, it is recommended for health care professional to suggest and practice foot massage to patients with type 2 diabetes melitus on a regular basis to cope diabetic peripheral neuropathy and maintain a good sensation on the feet.

Keyword: Diabetic Peripheral Neuropathy, Foot Massage, Protective Sensastion

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Suyono, 2009). Menurut data dari International Diabetes Federation pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak 371 juta orang di dunia menderita DM dan Indonesia sendiri menduduki peringkat ke-7 terbanyak dengan perkiraan jumlah sekitar 7,6 juta kasus dan menurut Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Prof. Sidhartawan Soegondo mengatakan, penyakit DM yang ada di Indonesia 90% diantaranya merupakan DM tipe II (Bali Post, 2014).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2011,

tercatat jumlah penderita DM cukup banyak yaitu 3004 kasus. Di Puskesmas se-Kota Denpasar jumlah kunjungan pasien DM pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu sebanyak 8.543 kunjungan, sedangkan jumlah kasus terbanyak terdapat pada Puskesmas I Denpasar Utara dengan total 1391 kunjungan. Pada tahun 2013 jumlah kunjungan pasien DM di Puskesmas I Denpasar Utara meningkat yaitu sebanyak 1630 kunjungan dengan 85% jumlah kunjungan adalah pasien dengan DM tipe II.

Pada DM tipe II terjadi resistensi insulin sehingga pengambilan glukosa oleh jaringan menjadi tidak efektif yang mengkibatkan kadar gula dalam darah meningkat (hiperglikemia). Hiperglikemia yang berkepanjangan pada pasien DM dapat menimbulkan beberapa komplikasi kronis. Salah satu komplikasi kronis yang paling sering terjadi adalah Diabetic Peripheral

Neuropathy (DPN), yaitu kerusakan pada saraf perifer yang mengkibatkan gejala kesemutan, nyeri, mati rasa, atau kelemahan pada kaki dan tangan, yang menjangkit sampai dengan 50% dari penderita DM tipe II (American Diabetes Association, 2013; Boulton, 2005).

Kehilangan sensasi proteksi nyeri dan kelemahan otot dapat menyebabkan peningkatan resiko terjadinya cedera dan ulkus yang berujung pada diabetic foot (DF) pada penderita DM. Apabila ulkus DF meluas sampai ke tulang atau sendi dan terjadi infeksi yang tidak dapat dikendalikan, maka tindakan amputasi merupakan penanganan yang harus dilakukan. Selain menyebabkan amputasi, DF merupakan penyebab pasien DM mengalami mortalitasSebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 15% dari penderita DM setidaknya terjadi satu kasus DF selama masa hidup mereka, dan penelitian tersebut juga menemukan sekitar 60-70% DF berawal dari kejadian neuropati(Gordois, 2003)..

Untuk mencegah terjadinya DF yang lebih lanjut akan berdampak pada tindakan amputasi dan kematian, diperlukan suatu strategi penanganan gejala DPN. Salah satu penanganannya adalah perawatan kaki. Menurut Rose (2001), Mayo Clinic (2013), dan Ezzo (2001), masase kaki dapat digunakan sebagai suatu perawatan tambahan pada penderita DM, dan juga efektif dalam meringankan gejala DPN. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemberian masase kaki dapat meringankan gejala dari DPN, salah satunya menurut Ezzo (2001) yang meneliti tentang pengaruh masase kaki yang menggunakan alat pada pasien DM dengan keluhan DPN. Setelah satu bulan observasi berdasarkan penilaian subjektif pasien menunjukkan respon yang baik dalam 14 kasus (56 %), peningkatan delapan kasus (32%) , dan tidak ada efek dalam tiga kasus (12 %).

Dengan latar belakang diatas maka peneliti ingin mengetahui pengaruh masase kaki terhadap sensasi proteksi pada kaki pasien DM tipe II dengan keluhan diabetic peripheral neuropathy di Puskesmas 1 Denpasar Utara.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan Quasi Eksperimen dengan rancangan Non Equivalent Control Group Design.

Populasi dan Sampel

Populasi Penelitian ini adalah semua penderita DM tipe II yang mengalami penurunan sensasi proteksi pada kaki dengan skor sensasi proteksi (-) 1 – 20 dari 20 area yang ada yang dinilai menggunakan Homemademonofilament 10g, di Puskesmas I Denpasar Utara. Peneliti mengambil 20 sesuai dengan kriteria sampel yang kemudian dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Nonprobability Sampling dengan teknik Purposive Sampling.

Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menilai sensasi proteksi pasien dengan menggunakan alat Homemade Monofilament 10g yang terbuat dari benang pancing yang ditekan ke 10 area di masing-masing telapak kaki klien. Ketidakmampuan klien untuk merasakan sensasi monofilamen yang ditekan pada telapak kaki akan dicatat sebagai nilai negatif (-).Hasil dari pengukuran tersebut berupa skor dari (-) 1 sampai dengan (-) 20 dan 0 apabila sensasi kaki pasien DM tipe II normal.

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data

Dari sampel yang terpilih akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Selanjutnya peneliti melakukan pre-test untuk mengukur sensasi proteksi kaki dengan menggunakan monofilamen 10g sebelum diberikan intervensi masase kaki. Setelah hasil pre-test terkumpul, peneliti kemudian melakukan masase kaki sebanyak dua kali seminggu selama empat minggu pada kelompok perlakuan. Masase kaki dilakukan selama dua kali seminggu selama empat minggu dengan durasi pemberian masase kaki selama ± 15 menit, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Setelah 4 minggu berakhir, selanjutnya peneliti melakukan post-test pada masing-masing kelompok untuk mengetahui perubahan sensasi pada kaki pasien DM tipe II setelah diberikan intervensi masase kaki selama 4 minggu.

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Karena skala data yang terkumpul merupakan skala data rasio maka perlu di lakukan uji normalitas data sebagai prasyarat uji parametrik dengan menggunakan uji Saphiro Wilk. Hasil yang diperoleh didapatkan data tidak berdistribusi normal sehingga untuk menganalisis perbedaan perubahan sensasi proteksi kaki pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menggunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-whitney, dengan derajat kemaknaan p < 0,05.

HASIL PENELITIAN

Sebelum diberikan intervensi masase kaki didapatkan data rata-rata skor sensasi proteksi kaki pasien DM pada kelompok perlakuan sebesar 4,3 dan setelah diberikan masase kaki selama empat minggu didapatkan rata-rata skor sensasi proteksi kaki sebesar 1,4. Pada kelompok kontrol pada penilaian pre-test didapatkan rata-rata skor sensasi proteksi kaki sebesar 4,6 dan pada penilaian post-test skor sensasi proteksi kaki pasien DM sebesar 5,3.

Hasil dari analisis perbedaan perubahan skor sensasi proteksi pada kaki pasien DM tipe II pre-post antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan hasil Asymp Sig. (2 tailed) sebesar 0,003 yang lebih kecil dari nilai α penelitian (0,05) yang berarti hipotesis penelitian diterima, sehingga diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan antara perubahan skor sensasi proteksi kaki pasien DM pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh masase kaki terhadap sensasi proteksi kaki pasien DM tipe II dengan gejala diabetic peripheral neuropathy di Puskesmas 1 Denpasar Utara

PEMBAHASAN

Sebelum diberikan masase kaki didapatkan rata-rata skor sensasi proteksi pada kaki pasien DM kelompok perlakuan sebesar 4,3 dan setelah diberikan masase kaki selama empat minggu didapatkan rata-rata skor sensasi proteksi kaki sebesar 1,3. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan skor setelah diberikan masase kaki dengan rata-rata sebesar 2,9 pada kelompok perlakuan.

Pemberian masase kaki dapat membantu melancarkan dan memperbaiki sirkulasi darah pada kaki. Penekanan yang dilakukan melalui teknik masase mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang melibatkan refleks pada otot di dinding arteriol. Selain itu penekanan yang dilakukan dapat mendorong aliran darah vena kembali ke jantung. Aliran darah pada vena dibantu oleh klep-klep pada pembuluh darah vena sehingga mencegah aliran darah kembali ke perifer. Pengosongan pada pembuluh darah vena menyediakan ruang untuk darah pada aerteriol untuk mengisi ruang pada pembuluh darah tersebut sehingga masase dapat memperbaiki sirkulasi darah pada area yang di berikan masase. Sirkulasi darah yang lancar yang

membawa oksigen dan nutrisi menuju jaringan dan sel saraf yang akan mempengaruhi proses metabolisme sel Schwann sehingga fungsi akson dapat dipertahankan. Fungsi sel saraf yang optimal pada pasien DM akan mempertahankan fungsi sensasi kakinya (Premkumar, 2004; Cassar, 2004). Mekanisme ini dibuktikan pada penelitian ini bahwa sebagian besar responden mengalami penurunan skor sensasi proteksi kaki dan terdapat perbaikan yaitu tiga orang responden yang memiliki sensasi kaki yang baik setelah diberikan masase kaki.

Pada kelompok kontrol terdapat peningkatan rata-rata skor sensasi proteksi pre-test yang awalnya 4,60 menjadi 5,30 pada skor post-test, dengan rata-rata selisih nilai tersebut sebesar -0,7.

Hasil analisis dengan Wilcoxon didapatkan data bahwa nilai p = 0,518. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang bermakna antara nilai skor sensasi proteksi pre-test dan post-test pada kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan tidak adanya mekanisme tekanan masase seperti yang diberikan pada kelompok perlakuan. Selain itu DPN juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kontrol glikemik, lama menderita, hipertensi dan usia (Tanenberg, 2009)

Pada penilitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara selisih skor sensasi proteksi antara dua kelompok dengan nilai p < α (0,003 < 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka Ho ditolak, yang artinya terdapat pengaruh pemberian masase kaki terhadap sensasi proteksi pada kaki pasien DM tipe II di Puskesmas I Denpasar Utara. Berdasarkan dari perbedaan yang signifikan tersebut, masase kaki dapat digunakan sebagai suatu intervensi keperawatan dalam perawatan kaki pada pasien DM tipe II khususnya pasien DM yang mengalami gejala diabetic peripheral neuropathy (DPN), karena kaki

pada pasien DM yang mengalami DPN lebih beresiko mengalami diabetic foot akibat kehilangan sensasi proteksi, kelemahan pada otot kaki dan gangguan sirkulasi darah ke kaki. Hal tersebut terjadi diakibatkan oleh hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme sel yang mengakibatkan terjadinya mikro-makroangiopati. Gangguan tersebut mengakibatkan penurunan aliran darah saraf yang berdampak akan terjadinya hipoksia pada sel saraf. Hipoksia pada sel saraf mengakibatkan gangguan metabolisme pada sel saraf dan sel Schwann sehingga mengakibatkan stasis aksonal dan demielinasi serabut saraf. Hantaran saraf akan tergganggu apabila terdapat kelainan pada selubung mielin (Subekti, 2009; Smeltzer & Bare, 2002).

Pemberian masase kaki dapat membantu melancarkan dan memperbaiki sirkulasi darah pada kaki. Penekanan yang dilakukan melalui teknik masase mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah yang melibatkan refleks pada otot di dinding arteriol. Manipulasi yang dilakukan mengaktifkan refleks kontraksi dari otot-otot dinding arteriol yang kemudian diikuti oleh dilatasi paralasis dari otot-otot involunter. Ketika dinding arteri paralisis sementara dan tidak dapat berkontraksi lebih lanjut maka terjadi vasodilatasi dan hiperemi. Penyebab lain yang dapat menyebabkan vasodilatasi dapat dicapai dengan penekanan melalui teknik masase yang diaplikasikan pada permukaan kaki dan berlangsung selama beberapa detik, dan ketika tekanan dilepaskan maka terjadi refleks vasodilatasi pada pembuluh darah superfisial. Selain dari yang disebutkan diatas penekanan yang dilakukan dapat mendorong aliran darah vena kembali ke jantung. Aliran darah pada vena dibantu oleh klep-klep pada pembuluh darah vena sehingga mencegah aliran darah kembali ke perifer. Pengosongan pada pembuluh darah vena menyediakan ruang

untuk darah pada aerteriol untuk mengisi ruang pada pembuluh darah tersebut sehingga masase dapat memperbaiki sirkulasi darah pada area yang di berikan masase. Sirkulasi darah yang lancar yang membawa oksigen dan nutrisi menuju jaringan dan sel saraf yang akan mempengaruhi proses metabolisme sel Schwann sehingga fungsi akson dapat dipertahankan. Fungsi sel saraf yang optimal pada pasien DM akan mempertahankan fungsi sensasi kakinya (Premkumar, 2004; Cassar, 2004).

Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian lain tentang Syncardial Massage in Diabetic and Other Neuropathies LowerExtremitis meneliti tentang efek masase pada gejala neuropati pada penderita DM. Jenis masase yang digunakan adalah syncardial massage, yaitu teknik masase kaki yang menggunakan alat mekanik yaitu manset. Manset ditempatkan di sekitar paha pasien dan kemudian di sekitar betis. Manset akan mengembang dan mengempis sesuai dengan gelombang elektrokardiogram. Hal ini diyakini bahwa tekanan yang diberikan oleh manset membantu elastisitas arteri dalam memberikan kontraksi yang lebih lengkap sehingga aliran darah akan meningkat.Hasil subjektif didefinisikan sebagai “tidak berpengaruh”, “peningkatan” (penurunan gejala pasien dimana mereka menganggap syncardial massage bermanfaat dan ingin melanjutkannya setelah 10 perawatan pertama), atau “baik” (hilangnya gejala secara lengkap atau pasien menganggap diri mereka tidak perlu perawatan lebih lanjut). Pada 1 bulan observasi, hasil penelitian menunjukkan respon yang baik dalam 14 kasus (56%), perbaikan dalam 8 kasus (32%), dan tidak berpengaruh dalam 3 kasus (12%) (Ezzo, 2001).

Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini oleh Mulyati (2012) dalam penelitiannya yang mencoba

untuk mengidentifikasi perbedaan antara sensasi proteksi, nyeri dan ABI pada pasien diabetes mellitus tipe 2 setelah intervensi masase kaki secara manual. Intervensi masase kaki dilakukan selama 12 hari, tiga hari pertama dilakukan oleh perawat danselanjutnya dilakukan oleh keluarga responden. Post test dilakukan pada hari ke 13 setelah intervensi. Hasil dari Independent T-test menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara sensasi proteksi dan nyeri setelah melakukan pijat manual kaki (p = 0,000) sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Mulyati bahwa masase kaki secara manual berpengaruh pada peningkatan sensasi perlindungan pada penderita DM tipe II.

KESIMPULAN DAN SARAN

Masae kaki dapat menurunkan skor sensasi proteksi kaki pasien DM tipe II pada kelompok perlakuan dengan rata-rata perubahan skor sebesar 2,9, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan masase kaki terjadi peningkatan skor sensasi proteksi kaki dengan rata-rata perubahan skor sensasi proteksi sebesar -0,7. Berdasarkan analisis perbedaan perubahan skor sensasi proteksi pada kaki pasien DM tipe II pre-post antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapatkan perbedaan yang signifikan antara perubahan skor senasi proteksi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p = 0,003. Hal ini menunjukkan Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara masase kaki diabetes terhadapsensasi proteksi kaki pada pasien DM tipe II dengan diabetic peripheral neuropathy di Puskesmas 1 Denpasar Utara.

Pada penelitian ini ditemukan bukti bahwa terdapat pengaruh masase kaki terhadap sensasi proteksi pada kaki pasien DM tipe II, sehingga diharapkan kepada perawat dan petugas kesehatan lainnya agar dapat memberikan dan menyarankan

intervensi komplementer masase kaki sebagai perawatan kaki pada pasien DM yang bertujuan untuk menjaga sensasi proteksi kaki pasien DM tetap baik. Bagi pasien DM khususnya dengan keluhan diabetic peripheral neuropathy diharapkan agar dapat melakukan masase kaki secara rutin untuk mempertahankan fungsi saraf kaki secara optimal dan juga keluarga pasien DM diharapkan ikut berperan aktif dalam membantu melakukan masase kaki terhadap keluarganya yang menderita DM. Pasien DM dan keluarga diharapkan dapat menyebarkan informasi ini kepada banyak orang khususnya pasien DM dengan tujuan mencegah dan meminimalkan risiko komplikasi diabetic foot. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian serupa diharapkan dapat meneliti pengaruh masase kaki terhadap DM tipe I denganmenggunakan monofilament 10g yang asli agarpenilaian sensasi proteksi kaki lebih akurat. Selain itu untuk mengurangi terjadinya bias dalam penelitian diharapkan penelitian selanjutnya agar dapat menilai ketebalan kulit (kapalan) sebagai kriteria inklusi dan eksklusi sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Suyono, S, et al. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi Ke 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Bali Post. (19 Januari 2014).70 Persen Masyarakat Indonesia Tak Sadar Terserang Diabetes. Bali Post, hlm 22.

Bali Post. (2012). Di Bali Penyakit Noninfeksi Didominasi DM dan Hipertensi,                  (online),

(http://www.balipost.co.id/mediadeta il.php?module=detailberitaminggu& kid=24&id=66866, diakses 15 September 2013).

Boulton, A. (2005). Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. Clinical Diabetes. 23(1): 9-15

American Diabetes Asociation. (2013). Peripheral Neuropathy, (online), (http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/neuropathy/p eripheral-neuropathy.html, diakses 20 September 2013).

American Diabetes Association. (2013). Neuropathy: Nerves   Damage,

(online), (http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/neuropathy/, diakses 16 September 2013)

Rose, M. K. (2003). Associated Bodywork and Massage Professionals : Diabetes, Massage as an Adjunct Treatment,                  (online),

(http://www.massagewithfede.com/si tes/default/files/diabetes.pdf, diakses 15 September 2013).

Mayo Clinic Staff. (2013). Peripheral Neuropathy,                (online),

(http://www.mayoclinic.com/health/ peripheral-neuropathy/DS00131/METHOD=pri nt, diakses 8 Oktober 2013).

Ezzo, J. Nicols, D. (2001). Is massage useful in the management of diabetes? A systematic review. United States : American Diabetes Association.

Premkumar, K. (2004). The Massage Connection:     Anatomy and

Physiology. Edisi Kedua. Amerika Serikat: Lippincott Williams & Wilkins

Cassar, M. (2004). Handbook of Clinical Massage: A Complete Guide for Students and Practitioners. Amerika Serikat: Elsevier.

Tanenberg, R. J. (2009). Diabetic Peripheral Neuropathy : Painful or Painless,                     (online),

(http://www.turner-white.com/memberfile.php?PubCode =hp_dec09_neuropathy.pdf , diakses 3 Oktober 2013).

Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.