PENGALAMAN PERAWAT STRUKTURAL DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 PADA INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID-19 DI BALI
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
PENGALAMAN PERAWAT STRUKTURAL DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 PADA INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID-19 DI BALI
I Gusti Ngurah Juniartha*1, Ni Putu Emy Darma Yanti1
1Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu profesional yang rentan untuk mengalami stres, lelah, dan perubahan emosi terlebih pada situasi pandemi COVID-19. Guna menghadapi hal tersebut, selain bertindak sebagai pemimpin, perawat struktural IGD memiliki peran penting dalam menurunkan gejala negatif tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pengalaman perawat struktural dalam menghadapi pandemi COVID-19 pada IGD RS rujukan COVID-19 di Bali. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi dengan pendekatan postpositivism, yang dilaksanakan selama 4 bulan pada lima ruang IGD RS rujukan COVID-19 di Bali. Partisipan dipilih dengan teknik purposive sampling dan pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara semi terstruktur pada 8 partisipan perawat struktural IGD. Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara dan perekaman suara dengan voice recorder dan handphone. Hasil analisis verbatim pada penelitian ini teridentifikasi empat tema utama yakni: Merawat pasien COVID-19 di IGD, Manajemen pelayanan IGD saat pandemi, Solidaritas tim IGD, Komunikasi efektif di IGD. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selama pandemi COVID-19 berlangsung, terjadi perubahan manajemen pelayanan yang disesuaikan dengan aturan yang berlaku dan kebijakan dari manajemen RS rujukan COVID-19. Adanya perubahan tersebut membuat perawat struktural harus bisa beradaptasi dan memberikan contoh kepada timnya dalam memberikan pelayanan pada situasi luar biasa. Untuk mempertahankan solidaritas tim pelayanan, perawat struktural menjadi teladan untuk memotivasi anggota tim perawat di IGD dengan mempertahankan komunikasi efektif.
Kata kunci: instalasi gawat darurat, pandemi covid-19, pengalaman, perawat struktural
ABSTRACT
Nurses worked in the Emergency Room (ER) are health professionals who are vulnerable to experiencing stress, fatigue, and emotional changes, especially during the COVID-19 pandemic. In order to deal with those problems, besides acting as a leader of ER nurses, ER leader has an important role in reducing these negative symptoms. The aim of this study was to describe the experience of ER leaders in dealing with the COVID-19 pandemic in the Emergency Room of COVID-19 referral hospital in Bali. This is a qualitative study with the post-positivism approach with phenomenology method. This research was carried out for 4 months at five Emergency Rooms at the COVID-19 referral hospital in Bali. Participants were selected using a purposive sampling technique and data collection was carried out using a semi-structured interview technique/in depth-interview on 8 participants consist of ER leaders and deputies. The results of the verbatim analysis in this study identified four main themes, namely: Caring for COVID-19 patients in the ER, Management of ER services during a pandemic, Solidarity with the ER team, Effective communication in the ER. The results of the study also show that during the COVID-19 pandemic, there were changes in service management that were adjusted to the applicable rules and policies from the management of the COVID-19 referral hospital. These changes make structural nurses have to be able to adapt and set an example to their team in providing services in extraordinary situations. To maintain the solidarity of the service team, the ER leaders must become a role model for motivating their team members in the ER by maintaining effective communication.
Keywords: emergency room, emergency room leaders, experience, covid-19 pandemic
PENDAHULUAN
Pandemi COVID-19 merupakan salah satu kejadian luar biasa yang dialami oleh penduduk di dunia. Meskipun tren kasus mengalami penurunan dari 3 bulan terakhir, kasus COVID-19 tidak dipungkiri masih memiliki potensi untuk meningkat kembali mengingat informasi terakhir adanya mutasi varian tipe Omicron. Dengan kata lain, virus ini masih memiliki peluang untuk bermutasi dan menjadi pandemi kembali. Oleh karena itu, kasus ini masih menjadi sorotan dunia khususnya bagi pelaku kesehatan di rumah sakit.
Pada sektor kesehatan, tentunya pandemi COVID-19 ini akan berdampak pada penyelenggara pelayanan kesehatan salah satunya di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Penelitian sebelumnya oleh Rosa, Ferrell, and Wiencek (2020) menyebutkan perawat yang bertugas di IGD rentan untuk terjangkit COVID-19. Hal ini dikaitkan dengan kondisi dimana perawat IGD akan mengalami tantangan seperti merasa takut atau stres dalam melaksanakan tugas baru yang mengakibatkan terbatasnya kemampuan mereka. Selain itu kurangnya dukungan dari para sejawat (García‐Martín et al., 2021). Ditekankan lagi bahwa dalam proses menghadapi tantangan tersebut, potensi munculnya burnout dan ketakutan meningkat sehingga untuk menghadapi tantangan ini dibutuhkan perhatian dan dukungan dari pembuat kebijakan. Dalam hal ini, pembuat kebijakan terdekat adalah perawat struktural sebagai pemimpin mereka di IGD.
Berdasarkan hasil studi sebelumnya yang sudah dilakukan pada beberapa RS rujukan COVID-19 di Bali, diketahui bahwa tingkat kecemasan dan stres perawat IGD berada pada rentang yang ringan hingga sedang. Selain itu, dari hasil studi An et al (2020) menunjukkan depresi adalah hal yang sering terjadi pada perawat IGD dan dibutuhkan perawatan dini untuk depresi perawat agar tidak mengganggu kualitas kerja perawat. Sesuai dengan kedua temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa profesi perawat IGD merupakan profesi yang rentan untuk mengalami kecemasan,
stres, dan bahkan depresi akibat pekerjaan di era pandemi COVID-19 ini. Namun, perlu dicermati pula bahwa status tersebut dalam rentang yang ringan hingga sedang, hal ini dapat dikaitkan dengan ketahanan atau resiliensi / resilience dari perawat IGD tersebut (Jung and Park 2021). Salah satu pendukung terjadinya relisiensi ini adalah adanya dukungan dari perawat struktural.
Selain sebagai motivator, perawat struktural mempunyai peran dalam mempertahankan komunikasi efektif selama pandemi COVID-19. Sebuah studi menyatakan bahwa komunikasi yang efektif, dua arah, dan konsisten akan mengarahkan pada persepsi dukungan yang tinggi sehingga mampu menurunkan stres dan burnout pada perawat yang bekerja di IGD dan triage (Sangal et al., 2021).
Pengalaman merupakan hasil proses belajar yang mampu meningkatkan hasil pada waktu yang akan datang. Dalam hal ini, pengalaman seseorang akan suatu kejadian terlebih orang tersebut ikut terlibat dalam menangani sebuah kejadian akan berkontribusi pada adaptasi dan meningkatkan adaptasi lingkungan sekitarnya. Sebuah studi kualitatif kepada sepuluh perawat IGD menghasilkan empat tema utama, antara lain ketakutan akan infeksi dan transmisi, stres kerja, penghargaan, dan harapan dari manajer (Xu et al., 2021). Dapat dicermati dari hasil studi tersebut, harapan dari perawat yang bertugas pada IGD adalah adanya kontribusi nyata dari pimpinannya yakni perawat struktural baik dari ketua tim maupun dari kepala ruangan IGD itu sendiri. Tema-tema yang ditemukan tersebut sebelumnya tidak ditemukan pada studi kuantitatif, sehingga melalui studi kualitatif temuan tersebut akhirnya dikemukakan.
Berdasarkan hasil studi literatur diatas, belum ditemukan bagaimana peran, hambatan, tantangan dan solusi dari perawat struktural selama pandemi, peneliti merasa sangat perlu untuk dijadikan prioritas penelitian kualitatif guna menggali lebih dalam informasi mengenai
pengalaman perawat struktural dalam menghadapi pandemi COVID-19 di RS rujukan COVID-19 di Bali. Terlebih lagi penelitian-penelitian sebelumnya masih terbatas pada jenis kuantitatif sehingga masih ada hal lain yang belum dapat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi. Pendekatan yang diterapkan pada penelitian ini berdasarkan filsafat post positivisme. Penelitian ini dilaksanakan pada 5 IGD rumah sakit rujukan COVID-19 di Bali, diantaranya adalah RSUD Bali Mandara, BRSU Tabanan, RSUD Wangaya, RSUD Klungkung, dan RSUD Karangasem. Penelitian ini terlaksana pada bulan Mei hingga September 2022.
Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan partisipan pada penelitian ini adalah perawat struktural IGD yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yakni: perawat struktural yang bekerja pada IGD Rumah Sakit tipe B dan C yang ada di Bali, perawat struktural IGD yang terlibat langsung dalam proses perawatan pasien saat pandemi COVID-19, perawat struktural IGD yang bersedia menjadi partisipan dengan menandatangani lembar informed consent. Sedangkan untuk kriteria eksklusi yakni perawat struktural yang tidak hadir karena sakit/cuti/izin. Jenis
dijangkau dari hasil statistik tersebut. Hasil temuan ini juga akan berkontribusi sebagai dasar dalam pembentukan model preventif hingga kuratif untuk menghadapi situasi pandemi di rumah sakit.
data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dengan wawancara semi terstruktur. Dalam wawancara, peneliti membuat panduan wawancara, menggunakan alat perekam, memo, dan alat tulis. Guna mempertahankan validitas dan reliabilitas, sebelum digunakannya panduan wawancara, peneliti sudah melakukan konsultasi dengan peneliti ahli/pakar dalam bidang kualitatif.
Wawancara berlangsung selama 3045 menit untuk setiap partisipan. Teknik analisis pada penelitian ini berdasarkan dari Braun dan Clarke (2006), sebagai berikut: membiasakan diri dengan data, inisial koding, membuat tema, mengulas tema-tema, mendefinisikan tema, dan menuliskan analisa. Rekomendasi etik pada penelitian ini dengan nomor: 021/KEPK/RSUD/2022.
HASIL PENELITIAN
Partisipan pada penelitian ini merupakan perawat struktural pada IGD RS rujukan COVID-19 di Bali sejumlah 8 orang yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Partisipan
Partisipan |
P2 |
P3 |
P4 |
P5 |
P6 |
P7 |
P8 | |
Karakteristik |
P1 | |||||||
Usia |
41 tahun |
32 tahun |
45 tahun |
36 tahun |
34 tahun |
35 tahun |
40 tahun |
56 tahun |
Jenis Kelamin |
Perempuan |
Perempuan |
Laki-laki |
Perempuan |
Perempuan |
Perempuan |
Laki-laki |
Perempuan |
Riwayat Pendidikan |
D4 |
Sarjana |
Sarjana |
Sarjana |
Sarjana |
Sarjana |
Sarjana |
Sarjana |
Status/Jabatan |
PNS |
PNS |
PNS |
PNS |
PNS |
PNS |
PNS |
PNS |
Karakteristik data partisipan dan proses wawancara dijelaskan sebagai berikut:
P1 merupakan seorang perempuan berusia 41 tahun dengan pendidikan terakhir D4 keperawatan dan sudah menjadi PNS. Wawancara mendalam dilaksanakan pada ruangan Kepala IGD RSUD Karangasem tertanggal 13 Juli 2022 pukul 09.42 WITA.
P2 merupakan seorang perempuan berusia 32 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana keperawatan dan sudah menjadi PNS. Wawancara mendalam juga dilaksanakan pada ruangan Kepala IGD RSUD Karangasem tertanggal 13 Juli 2022 pukul 10.59 WITA.
P3 merupakan seorang laki-laki berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana keperawatan dan sudah menjadi PNS. Wawancara mendalam dilaksanakan pada ruang kepala IGD RSUD Klungkung tertanggal 20 Agustus 2022 pukul 13.20 WITA.
P4 merupakan seorang perempuan berusia 36 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana keperawatan dan sudah menjadi PNS. Wawancara mendalam dilaksanakan pada ruang istirahat perawat RSUD Bali Mandara tertanggal 15 September 2022 pukul 13.17 WITA.
P8 merupakan seorang perempuan berusia 34 tahun dengan pendidikan terakhir sarjana keperawatan dan sudah menjadi PNS. Wawancara mendalam dilaksanakan pada ruang istirahat perawat RSUD Bali Mandara tertanggal 15 September 2022 pukul 14.09 WITA.
P8 merupakan seorang perempuan
berusia 56 tahun dengan pendidikan
terakhir sarjana keperawatan dan sudah menjadi PNS. Wawancara mendalam dilaksanakan pada ruang Kepala UGD RSUD Wangaya tertanggal 26 September 2022 pukul 10.20 WITA.
Tema yang ditemukan pada analisis diantaranya adalah:
-
1. Merawat Pasien COVID-19 di UGD Tema ini disusun dari beberapa kategori yakni respon fisik, respon psikologis, dan respon etik profesi.
Uraian masing-masing kategori
ditunjukkan oleh transkrip wawancara berikut ini:
-
a. Respon Fisik
Kategori ini tersusun oleh kode kelelahan selama bertugas dan overload pasien baik yang terkonfirmasi maupun yang masih suspect yang dinyatakan oleh partisipan yakni:
“berat jujur saja kalo dilihat beban luar biasa serius bebannya luar biasa, 20 pasien belum lagi kita harus menerima pasien baru, belum lagi rjp, belum lagi lain” (P1). “…tapi stresnya itu karena gimana ya karena ee pasien harus membludak banyak khawatir juga sama kita ngerawat covid disini” (P2).
“waktu itu sdm kita berapa ya kalo ga salah ya 23an, dibagi dua dengan UGD seperti ini, dengan satu shift jumlahnya 4 orang, jelas beban kerjanya pertama tinggi… syukurlah mereka orang-orang siap, karena orang-orang UGD mungkin, karena mereka terbiasa di pressure dengan pasien UGD, seperti nike mungkin” (P3).
-
b. Respon Psikologis
Kategori ini mencakup respon kecemasan, pasrah, stres, ketakutan akan menularkan ke keluarga, dan stigma lingkungan sekitar. Kode tersebut tercakup dalam pernyataan partisipan sebagai berikut:
“…awal pandemi itu maret 2020 itu memang masih menakutkan jujur saja, saya pertama kali menerima pasien kebetulan ya, lumayan waktu itu jujur aja, awal itu stresnya tinggi” (P1).
“iya takut juga, takut terpapar juga kan keluarga di rumah gitu” (P2).
“kalau dibilang, itu juga namanya pandemi saya kan baru, kalau dibilang cemas pasti cemas, siapapun pasti cemas, paling kasusnya, belum lagi di media sosial, begitu melihat angka kejadiannya, dampaknya, kasusnya, pasti cemas yang pertama” (P3). “…disana kita kan ada 3 lokasi yang igd di dalam. Yang di dalam tu terisi, 8 bed terisi. Kemudian yang isolasi di triase kami terisi 5 disini isi 5. Kelelahan ada 3 perawat yang masuk, belum lagi kami menerima pasien non iso” (P5).
“ya sedihlah, orang kita kerja bener kok. Demi siapa sih kita kerja, kan demi masyarakat juga. Kalau kita diperlakukan begitu ya sedih lah” (P4).
“kalau diawal kalau covid yang pertama sekali memang iya, karena kita merasa kita terkena kalau kita terkena covid kan sudah seperti ada diskriminasi kan begitu” (P8). c. Respon Etik Profesi
Kategori ini tersusun oleh beberapa kode meliputi dilema etik profesi, dilema pengambilan keputusan, dan mispersepsi antar tenaga kesehatan yang dinyatakan oleh partisipan sebagai berikut:
“sampe dapet kamar, bahkan sampe meninggal disini,….sebenernya kalo dilihat dari… kasat mata pasti stres ya” (P1).
“iya overload, waktu itu pas awal-awal pandemi kan seperti belum ada kesiapan harus menunggu hasil lab pcr yang harus ke denpasar juga kan waktu itu dikirim waktu itu kan belum ada pcr juga harus menunggu hasil itu juga gitu sih” (P2).
“karna sudah profesi kita disini, mau tidak mau ya harus siap, ya itu aja intinya sebenernya” (P3).
"..pada saat itu kita tidak memikirkan kompetensi, karena inikan outbreak, outbreak itukan sifatnya ee ini.. luar biasa. kalau kita melihat situasi seperti itu sebenernya sih kurang, sebenarnya kurang. Tetapi kita memberdayakan tenaga yang ada” (P8).
Tema kedua ini tersusun dari beberapa kategori yakni: manajemen sumber daya manusia, manajemen sarana dan prasarana,
manajemen dokumentasi dan manajemen pasien.
Paparan masing-masing kategori seperti di bawah ini:
-
a. Manajemen Sumber Daya Manusia Kategori ini disusun oleh kode seperti tenaga perawat terpapar Covid-19, instruksi manajemen keperawatan, role model, pembagian shift kerja dan koordinasi antar ruangan. Adapun pernyataan partisipan adalah sebagai berikut:
“sekarang kan sudah aman, udah divaksin juga dan booster juga waktu itu apalagi agustus kemarin itu agustus tahun 2021 tahun kemarin itu pas mau pandemi lagi eh pas mau lonjakan lagi langsung booster itu terbuktilah boosternya emang ampuh *ketawa* ahh makanya sudah booster ketiga jadi amanlah gitu” (P2).
“tantangannya, disamping seperti
pengaturan jadwal seperti yang tadi ada yang terpapar, nike akan mempengaruhi jumlah personil yang jaga akan berkurang, nike aja cara mengatur supaya tetep jalan, nike aja tantangannya” (P3).
“…di manajemen saya hubungi bagian bidang perawatan “saya butuh tenaga pak, mulai hari ini mohon sekali saya butuh tenaga” akhirnya diserahkan perawat supervise untuk bantuan tenaga” (P4).
“jadwalnya berubah, jadi PSMLM itu kan jadwalnya metropolis double tu, pagi-pagi, sore-sore, malem-malem. Jadi semenjak covid itu kami ubah jadwalnya jadi single dia PSMLL” (P5).
“kalau penambahan sih tidak ada, karena kita menciutkan ini ke isolasi jadinya perawat ruangan lain dibawa ke isolasi, kalau untuk di UGD sendiri sih gak ada tambahan ya… iya 3 pasien 1 perawat, jagalah kita ber-6 dengan jumlah segitu satu pasien 3-4, eh satu perawat 3-4 pasien lah” (P6).
“Jadi kita ingin kita mengajukan bahwa kalau misalnya outbreaknya seperti ini, ada lonjakan kasus, temen saya juga harus melayani pasien yang lain, saya
mengajukan untuk penambahan tenaga” (P8).
-
b. Manajemen Sarana dan Prasarana
Kategori ini tersusun atas beberapa kode yaitu ketersediaan APD, kekurangan tabung oksigen, ketersediaan ruang isolasi, ketersediaan ventilator, ketersediaan obat-obatan, perubahan alur layanan, dan ketersediaan nutrisi tambahan. Kode tersebut dalam pernyataan partisipan sebagai berikut:
“sempet kita ada kekurangan oksigen dan kita memilah-milah pasien baru datang tu kita cek dulu saturasi, kalau misalnya kita gak bisa disini kita punya oksigen konsentrat waktu itu ada beberapa, jadinya kalau bisa pake itu kita terima sempet ada seperti itu juga sih disini waktu kelangkaan oksigen itu” (P6).
“kapasitas sebenarnya 18 tapi tambah dari ruang ini kita disini jadi satu karena untuk standar ppi jarak satu setengah meter, ndak sih, ndak nyampe” (P1).
“Cuma pas awal-awal pandemi kan emang kesulitan nyari masker pas itu aja dari sini” (P2).
“vitamin juga bantuan dari luar itu banyak banget sampai setiap hari ada aja orang baik yang ngasi. Ya banyak banget orang baiknya disini” (P4).
“jadi itulah kita paniknya, jadi kita ada pasien yang saturasinya masih 90 ya, yang ngasi berapa rpm misalnya 6. Coba deh diturunin dulu sedikit demi sedikit, observasi dia. Oh masih stabil dia. Masih saturasinya segitu, diturunin lagi, sampai nunggu oksigennya datang” (P5).
“…karena kan kita untuk gitu tu setelah ke pasien kita ganti, sementara untuk yang disiapkan dari rumah sakit tidak sebebas itu kita memakai, dibatasin… iya konsul dengan manajemen, karena waktu itu kan oksigen kita juga dipantau dan dokter manajemen juga menyarankan kita ga bisa persediaan kita waktu itu juga habis untuk oksigen centralnya jadi sementara pasien yang sangat memerlukan seperti itu biar
kita tidak gini jadinya disuruh mencari pilihan yang lain yang pantas dari manajemen” (P6).
“Nah kita koordinasi, bahwa situasi kita di bawah seperti ini, kita koordinasi dengan bagian pelayanan, ada namanya direktorat pelayanan dan medik. Tempat tidur yang awalnya 15, kita shift menjadi 10 gitu.” (P7).
“kita ada SK untuk membuat intermediate itu menjadi 11 tempat tidur karena ruangannya penuh, ruangan isolasi penuh. Kita ngirim gak bisa, tempat rujukan juga penuh jadi ada SK 11 tempat tidur kita gunakan sebagai ruang intermediate” (P8). “kelangkaan oksigen tapi di rumah sakit kita sudah bisa mengantisipasi ee oksigen tersebut dengan hibah, hibah oksigen dari dinas kesehatan” (P7).
-
c. Manajemen Dokumentasi
Kategori ini tersusun atas adanya informed consent, dokumentasi elektronik, penggunaan teknologi (Google Form) sesuai dengan pernyataan partisipan diantaranya sebagai berikut:
“…jadi ya cukup karena venti tidak ada mau tidak mau ya kita kie dengan health life agent, hfnc ya, kan sudah maksimal sekali ya yang kayak gitu, hfnc. Karna ya alat kita juga terbatas jadinya dokternya kie ke keluarga bahwa ya itu dah risikonya ya seperti itu dirawat di sini… tentunya dengan tanda tangan, selalu itu diedukasi” (P4).
“untuk pendokumentasian sih apalagi disini ditambah dengan rekam medis elektronik jadinya kita harus nginput itu dulu, lagi nulis pemeriksaan penunjang di les… iya karena kita belum siap untuk yang rawat inap karena tetap memakai les, jadi kita dua kali input REC sama yang itu, ya jadinya lumayan ini sih untuk itunya” (P6). “kalau misalnya ada yang dia administratif mereka belum lengkap atau tidak terselesaikan saya bisa mengevaluasi sesuai dengan uraian tugas itu, oh ini yang tugas di bagian bedah, saya cari katimnya,
saya selesaikan karena ini kerja tim, kita selesaikan. Masalah rekam medis harus selesai 1x24 jam, tidak boleh dibawa pulang, harus diselesaikan gitu” (P8).
-
d. Manajemen Pasien
Kategori ini tersusun oleh empat kode terdiri dari pemilahan pasien, alur penerimaan pasien, alur pemeriksaan pasien, dan screening pasien yang tercermin dari pernyataan:
“Pasien datang tu kita cek dulu semua saturasi tensi segala macem nanti dokternya yang memilah yang mana yang bisa kita layani di sini, yang mana kita perlu nyari yang lain” (P6).
“waktu itu sih karena kalau ga salah karena ee tenaga yang belum disiapkan sama manajemen” (P2).
“Jadi selanjutnya biasa mereka mungkin merasa nyaman karena dengan apd ya, masker, face shield cukup seperti itu pokoknya kalau memang masuk hazmat saya bilang” (P1).
“kemudian karna di iso wing penuh, karna disana dari perawatan gawat daruratnya, rawat jalannya, rawat inap di sana, namun karena mereka sudah engga bisa menghandle diarahkanlah kesini” (P4).
“Nah mengedukasi pasien datang cukup “pak UGD kita penuh, sudah tertulis juga kita ada pasien suspek dicurigai covid, kalau misalnya bapak berkenan bapak boleh menunggu, tapi kalau bapak gawat darurat bapak boleh menuju rumah sakit lain” kan begitu salah satunya, ada info visualnya” (P8).
Tema ketiga ini tersusun dari beberapa kategori, yaitu dukungan sejawat, integritas bekerja, dan loyalitas.
Masing-masing kategori akan dipaparkan sebagai berikut:
-
a. Dukungan Rekan Sejawat
Kategori pertama tersusun oleh dua kode yakni kekompakan tim dan pemberian reward yang termuat dalam pernyataan partisipan sebagai berikut:
“ee.. selama itu tantangan atau penolakan dari temen sih ndak, semua welcome semua sangat bekerja sama dengan baik, saya bilang , sekali lagi saya bilang salut punya temen igd” (P1).
“kita misalnya kalo ruangan non isolasinya lagi pas aman pas mereka jaga berbanyak kita minta bantuan kesana” (P2).
“.. ndak kita gini prinsipnya, kita IGD niki ibaratnya padagelang. Masalah sakit itu kita ga tau, karena masalah sakit, yang ini cover, kalau dia sakit, temannya yang lain cover, kan seperti itu” (P3).
“saya pasti video call ke mereka, “bawain saya ini”, dibawain sama mereka, temen-temen di sini juga” (P4).
“.. selama berapa hari itu mbok mengganti tugasnya kepala ruangan karena positif eee ada 20 hari” (P5).
“ada yang pinjem liburnya temen, nanti kita kembalikan, yang libur kan ada libur kedua gitu” (P6).
“tapi kalau hanya sekedar sampai kita melihat temen-temen itu ya gimana ya, ya kita ini kan istirahat dulu gantian makan gitu saya paling tidak dari segi apa ya, fisik kan yang penting nggih” (P8).
-
b. Integritas Bekerja
Kategori kedua terdiri dari tiga kode terdiri dari bekerja sesuai prosedur, kerja sama tim, dan semangat bekerja yang dinyatakan oleh partisipan sebagai berikut:
“jiwa petarung ya, kepala ruangannya begini (ketawa) jadi banyak hal yang saya tularkan kepada mereka, seperti dasar-dasar kita melayani pasien itu tidak hanya masalah materi, tapi bagaimana menjadikan pasien itu adalah seperti kita keluarga kita seperti itu” (P1).
“Prinsipnya begini, kalau sekarang mereka besok jadwalnya mereka, mereka juga akan ngorbanin yang lain, padagelang maksudnya seperti nike, kamu sakit kamu ganti yang lain, tapi besok kamu yang sakit ini yang kamu ganti. Ya seperti nike aja dah” (P3).
“sistem kekeluargaan lah istilahnya… kalau itu sih kita sama temen-temen yak karena udah punya kewajiban ya semua berpikirnya untuk gimana caranya kita ngambil pasien supaya cepet tertangani cepet ter ini itu, tinggal kita sama temen-temen itu istilahnya saling bahu-membahu lah sama temen-temen gitu” (P6).
“kalau ada yang sakit pasti saya rollingkan, saya carikan dari tim yang lainnya yang jumlahnya banyak…. mereka terima” (P4).
“…mereka MRS nya deket-deket gini ya, jadi kita support berapa orang kirim kesana, kirim kesini gitu. Jadi itu yang kita lakukan oleh temen-temen. Kaya dulu saya pernah “ibu saya kirim ini ya” gitu yang kita lakukan” (P7).
“kalau kita pada saat temen-temen terkena, kan kita di grup itu bukan yang dibahas itu bukan hal yang itu, bukan hal yang covid yang kita bahas, ngapain bahas covid, gak usah dipikir, jadi kita ayo, temen-temen apa sih yang kita lakukan kalau sampai ada temen yang sampai MRS, jadi kita bisa memberikan semangat “yoo gampang itu, yok semangat semangat, kita tunggu ya kamu sekian hari udah harus sembuh, kita bergabung lagi” (P8).
-
c. Loyalitas
Kategori ini terdiri dari dua kode, yaitu melibatkan kepemilikan pribadi untuk penunjang rumah sakit, melebihi batas waktu kerja yang diutarakan oleh partisipan sebagai berikut:
“cuman kita kembali, men kalau kita takut siapa, akhirnya mau tidak mau, kita siapin mental, ya tanggung jawab dengan pekerjaan” (P3).
“ndak masalah gampang itu, bisa kita ketik ulang pemberitahuan di grup temen” permakluman ya si ini hasil swabnya positif isolasi saya atur ulang jadwalnya seperti ini, ya mbok siap, gitu tapi tetep saya wanti” bila ada yang sakit tolong lapor minimal saya kasi istirahat 2, 3 hari biasanya gitu sebelum ujuk” swab 2, 3 hari
membaik bagaimana sudah sehat, sehat bu ga papa kerja” (P1).
“cuman kan kita tidak hanya mengandalkan dari rumah sakit kita bawa juga beberapa yang kita punya, temen-temen ada yang beli juga, emang sih rumah sakit menyediakan waktu pas kita nganter itu, cuman kan karena keselamatan kita jadi kita lebih memakai untuk ini” (P6).
Tema terakhir pada penelitian ini disusun oleh kategori : komunikasi terapeutik dan penggunaan media sosial. Masing-masing kategori akan dipaparkan di bawah ini: a. Komunikasi Terapeutik
Kategori ini tersusun dari empat kode yang terdiri dari komunikasi dengan tim, update informasi terkini, pertukaran jadwal jaga, koordinasi dengan sejawat yang dipaparkan oleh partisipan sebagai berikut:
“Teknik komunikasi tiang dengan staf atau dengan bawahan artinya jangan jangan terlalu serius ..kita anggap sebelumnya mereka sebagai temen, komunikasinya terbuka, membuat mereka gak tersinggung, tidak perlu kita jaga jarak antara kepala ruangan dan staf, dan kalau komunikasi kita selalu serius terus pendekatan atau komunikasi kita juga akan gak nyampai kalau serius terus, anggap tiang sebagai temen” (P3).
“kita emang tiap pagi ada timbang terima, sebelum bekerja kita berdoa dulu, ya sebelum ada permasalahan apa kita bahas di sana dan memberikan apa misalnya ada informasi terbaru kita berikan di sana kita bisalah membahas di sana sama temen-temen” (P6).
“Nah kemarin kebetulan penuh, igd penuh krodit dan lain sebagainya, kita tidak bisa melayani, menyarankan ke rumah sakit lain, satu rumah sakit datang ke satu rumah sakit, penuh juga akhirnya lari ke rumah sakit lain, disitulah menjadi masalah, ya kemungkinan ya digarisbawahilah kita masalah komunikasi aja sebenarnya nggih” (P7).
“iya kita tampung dulu keluhannya, kalau bisa diselesaikan kita selesaikan, jadi kita
kan mencari sebenarnya masalahnya dimana” (P8).
-
b. Penggunaan Media Sosial
Kategori ini terdiri dari pemberian dukungan melalui Whatsapp (WA), koordinasi menggunakan Zoom, pengaturan jadwal melalui grup WA, diskusi kasus melalui WA, dan penggunaan Google Form.
“selama pandemi kami jarang ketemu…. jadi apa” kami share di grup wa” (P1).
“ya pokoknya di grup wa itu informasi apapun kita share disana” (P2).
“kewalahan jelas iya kewalahan tapi kan dari kalo pasien rame aja kan kita saling
koordinasi ni di grup wa nanti” (P2).
“langsung biasanya sama grup wa aja kalo lagi pas ketemu pas persiapan shift itu kan biasa berdoa tu dah kita ngasi semangat biar tetep semangatlah merawat pasien walaupun dibayar ga dibayar insentif tetep harus semangat” (P2).
“kalau waktu pandemi kita morning reportnya semua via zoom, ada juga grup
untuk isoman di rumah, menanyakan kabar, follow up kayak gitu” (P6).
“kadang-kadang mereka langsung menyampaikan, apa yang menurut mereka tidak sesuai, yang harus diperbaiki mereka langsung ke tiang, kadang-kadang lewat wa seperti nike” (P3).
“ya tetap nike, kita ada masalah kita diskusikan dumun ya kita sampaikan permasalahan di ruangan ugd seperti niki, mohon petunjuk, seperti misalnya kemarin temen sakit atau pengaturan jadwal, kalau kita pernah minta support tenaga, kita tau situasinya tidak akan memenuhi” (P3).
“iya pastinya kan saya diskusi sama grup
saya, gini gini gini pasti kan namanya kita manusia, harus kita keluarkan unek-uneknya secara sehat” (P4).
“karena udah terbiasa kupingnya kita ya sama complain jadinya saya kasi tau temen-temen yang penting kamu udah kerja sesuai aturan” (P4).
“…nah kalau saya di ugd kan kita sendiri nih, sendiri kita dikasi google form, google
PEMBAHASAN
Adapun tema-tema yang didapatkan melalui proses analisis data dijelaskan sebagai berikut:
Tema ini didapatkan dari transkrip wawancara partisipan dengan kategori respon fisik, respon psikologis, respon etik profesi. Pada tema ini, melakukan pekerjaan merawat pasien pada era pandemi COVID-19 tentu merupakan tantangan yang baru bagi perawat UGD khususnya perawat struktural. Tidak elak ketika melakukan perawatan dengan kondisi yang krodit, jumlah pasien yang banyak, kondisi ruangan yang penuh akan menyebabkan perawat mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun dilema etik profesi. Apabila masalah-masalah tersebut tidak segera diidentifikasi dan dimanajemen oleh perawat yang memiliki wewenang mengatur timnya tentu akan berakhir pada kurang puasnya kinerja dan terjadi burnout (Firouzkouhi et al., 2022). Secara tidak langsung apabila seorang perawat sudah berada dalam fase burnout ini tentunya akan memberikan dampak dalam kualitas layanan yang diberikan.
Dari segi fisik, perawat UGD akan dihadapkan pada kondisi multitasking yaitu dimana waktu sangat singkat namun pekerjaan sangat banyak dan beragam yang harus dikerjakan dalam satu waktu. Terlebih jika ada tim yang terjangkit COVID-19 tentunya akan menambah beban kerja perawat UGD jika jumlah personilnya tidak ditambah. Dalam hal ini, Karu dan Wakaru memiliki andil untuk melakukan sebuah upaya penelusuran / tracing guna mencari anggota tim perawatnya yang berada pada tekanan kinerja (Anon, 2021).
Dari sisi psikologis, kecemasan, dan ketakutan merupakan beberapa dampak yang dikatakan oleh seluruh partisipan. Selain pasien dewasa, pasien yang datang ke UGD juga berasal dari kelompok usia anak, lansia, dan kelompok khusus seperti ibu hamil. Dikatakan oleh Arıkan dan Esenay (2022), merawat pasien anak akan menimbulkan kelelahan emosional. Diperkuat oleh beberapa pernyataan
partisipan yang mengungkapkan bahwa memang selama pandemi COVID-19, mereka kerap bertemu pasien lansia, wanita hamil, dan anak-anak dengan saturasi yang sudah sangat turun dan berakhir dengan kematian pasien tersebut. Pengalaman tersebut membuat para perawat mengalami kesedihan dan stres saat bekerja. Selain itu, ketakutan akan menularkan kepada anggota keluarga menjadi jawaban atas pertanyaan untuk seluruh partisipan. Hal ini merupakan salah satu bentuk gangguan psikologis yang merupakan kondisi umum terjadi di seluruh dunia saat pandemi (Çınar et al., 2021). Guna menyiasati hal tersebut, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan manajemen stres, bercerita dengan rekan sejawat, dan penyesuaian pengaturan jaga yang dikonsulkan dengan Karu dan Wakaru UGD.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa selama pandemi COVID-19 banyak dampak yang dirasakan oleh perawat UGD yang mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan etik profesi. Tentunya semua hal tersebut akan berimplikasi terhadap kinerja perawat selama menghadapi pandemi COVID-19.
Tema ini didapatkan setelah melalui transkrip wawancara yang tersusun dari 4 kategori, yakni manajemen sumber daya manusia, manajemen sarana dan prasarana, manajemen dokumentasi, dan manajemen pasien. Pada tema kedua ini, terlihat bahwa situasi pandemi merupakan sebuah kondisi kritis yang selain mempengaruhi kesehatan perawat tentunya juga akan mengubah proses maupun cara memanajemen pasien yang datang ke UGD. Menurut pendapat Khrais and Nashwan (2022) disebutkan bahwa selain meningkatkan motivasi tim, seorang perawat struktural baik yang menjabat sebagai kepala ruangan (Karu) dan wakil kepala ruangan (Wakaru) untuk menyesuaikan dengan perubahan juga harus mengubah gaya kepemimpinannya selama pandemi. Dalam prosesnya
disebutkan juga bahwa harus ada gaya kepemimpinan yang mampu meningkatkan komunikasi efektif sebagai syarat proses manajemen yang lebih baik (Boamah 2018). Dengan kata lain, gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Karu dan Wakaru akan meningkatkan mutu layanan yang diberikan oleh tim perawat UGD.
Selama wawancara dengan para partisipan gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah gaya demokratis. Gaya demokratis yang dimaksud adalah pendekatan kekeluargaan yang memposisikan seluruh tim UGD sebagai keluarga. Hal senada juga disebutkan oleh Cummings et al (2021) bahwa dengan menggunakan gaya kepemimpinan relasi / kekeluargaan ternyata sangat signifikan dalam meningkatkan kepuasan tim dan kinerja. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya hubungan relasi kekeluargaan dalam tim UGD, seluruh anggota akan merasa dihargai dan memiliki peran yang relatif sama satu sama lain.
Namun demikian, dalam praktiknya Karu maupun Wakaru di UGD tidak tetap menggunakan satu gaya kepemimpinan, melainkan bisa berubah sesuai dengan kondisi di UGD saat itu. Sebagai alternatif, gaya kepemimpinan Laizzes-faire bisa diaplikasikan karena memposisikan kepercayaan kepada tim untuk bekerja sesuai prosedurnya (Alboliteeh, 2022). Pada gaya kepemimpinan ini, Karu dan Wakaru akan terlihat lebih pasif namun dibalik itu semua mereka sangat mempercayai tim di bawahnya untuk bekerja optimal sesuai kompetensi serta mampu mengambil keputusan dengan cepat saat pandemi COVID-19.
Tema ketiga tersusun dari tiga kategori yakni dukungan rekan sejawat, integritas bekerja, dan loyalitas. Selama pandemi COVID-19, perawat struktural yang bertugas di masing-masing ruangan memberikan motivasi kepada anggota tim di bawahnya secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung perawat yang
berperan sebagai karu maupun wakilnya akan mengumpulkan rekan sejawatnya untuk laporan pagi / morning report sebelum melanjutkan kerjanya. Saat laporan pagi tersebut Karu memberikan instruksi dan dorongan untuk tetap mengingat kembali semangat bekerja sebagai tim UGD. Selain itu, secara tidak langsung Karu dan Wakaru juga tetap secara kontinyu memberikan arahan, semangat, dan motivasi melalui media sosial seperti grup Whatsapp. Hal ini akan sangat signifikan meningkatkan semangat, antusiasme, dan kepuasan kinerja bagi tim perawat UGD (Goktas, Gezginci, and Kartal 2022).
Dalam kondisi pandemi, solidaritas tim dalam memberikan pelayanan menjadi cerminan kualitas sebuah rumah sakit bagi pasien. Bila sebuah tim tidak mampu mempertahankan kinerjanya dengan baik, tentu akan menurunkan citra sebuah rumah sakit. Kekuatan sebuah tim terbentuk dengan adanya adaptasi dan proses penerimaan dari masing-masing orang dalam tim tersebut. Adaptasi yang dimaksud adalah proses perjalanan tim seiring berjalannya waktu. Dengan kata lain, tim yang baik terbentuk dengan tidak langsung / instan namun melalui proses adaptasi hingga pengakuan masing-masing individu sebagai hasil dari penerimaan.
Tema terakhir yang didapat dari penelitian ini tersusun dari kategori komunikasi terapeutik dan penggunaan media sosial. Dalam situasi yang luar biasa seperti pandemi, ketersinggungan, dan konflik di dalam tim perawat UGD sangat kerap terjadi. Dikatakan oleh beberapa partisipan bahwa konflik dalam tim memang terjadi ketika adanya beban kerja yang meningkat, kelelahan akibat memakai APD, dan berkurangnya jumlah perawat akibat terjangkit COVID-19. Hal ini merupakan hal yang wajar terjadi, namun apabila tidak segera diselesaikan akan mengganggu sinergi perawatan (Abd El-Moneam Ahmed and Gaballah 2022). Guna mengantisipasi hal tersebut, Karu dan
Wakaru harus memiliki andil untuk segera mengenali dan melakukan manajemen konflik dengan komunikasi terapeutik (Shin and Jin Yoo, 2022). Permasalahan komunikasi yang dinyatakan oleh partisipan selama pandemi Covid-19 adalah kurangnya waktu untuk memberikan edukasi kepada pasien ketika jumlah pasien
SIMPULAN
Perawat struktural UGD RS Rujukan COVID-19 pada umumnya mengalami tantangan dan perubahan signifikan selama pandemi COVID-19. Kondisi kelelahan fisik, emosional, dan dilema etik saat merawat pasien COVID-19 di UGD dirasakan oleh semua partisipan. Guna
DAFTAR PUSTAKA
Abd El-Moneam Ahmed, Shereen, and Samia Gaballah. (2022). “Conflict and
Communication Gap among the Critical Care Nurses during Care of Patients with COVID-19.” International Journal of Africa Nursing Sciences 100499. doi:
10.1016/j.ijans.2022.100499.
Alboliteeh, Mohammad. (2022). “Leadership Styles of Nurse Managers and Employees’
Organizational Commitment during the COVID-19 Pandemic.” Dubai Medical
Journal 1–10. doi: 10.1159/000526315.
An, Ying, Yuan Yang, Aiping Wang, Yue Li, Qinge Zhang, Teris Cheung, Gabor S. Ungvari, Ming-Zhao Qin, Feng-Rong An, and Yu-Tao Xiang. (2020). “Prevalence of Depression and Its Impact on Quality of Life among Frontline Nurses in Emergency Departments during the COVID-19 Outbreak.” Journal of Affective Disorders 276:312–15. doi:
10.1016/j.jad.2020.06.047.
Anon. (2021). “Emergency Nurses in the Frontline during the COVID-19 Pandemic: A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing and Health Care Research 4(7). doi: 10.29011/2688-9501.101250.
Braun, Virginia, and Victoria Clarke. (2006). “Using Thematic Analysis in Psychology.” Taylor & Francis 3(2):77–101. doi:
http://dx.doi.org/10.1191/1478088706qp063 oa.
Çınar, Derya, Nazan Kılıç Akça, Pınar Zorba Bahçeli, and Yaşar Bağ. (2021). “Perceived Stress and Affecting Factors Related to COVID‐19 Pandemic of Emergency Nurses in Turkey.” Journal of Nursing Management 29(7):1916–23. doi: 10.1111/jonm.13329.
Cummings, Greta G., Sarah Lee, Kaitlyn Tate, Tatiana Penconek, Simone P. M. Micaroni,
melebihi kapasitas jumlah perawat. Keterbatasan waktu komunikasi bisa diakali dengan penggunaan media sosial seperti Whatsapp group, Zoom untuk koordinasi tatap muka, dan pada beberapa partisipan, sudah dilakukan upaya tracing tersebut melalui Google form.
mempertahankan kinerja yang optimal, dibutuhkan banyak perubahan dan adaptasi yang diterapkan dalam kepemimpinan perawat struktural di UGD. Perubahan dan adaptasi dimulai dari manajemen pelayanan, solidaritas tim perawat, dan peningkatan komunikasi efektif.
Tanya Paananen, and Gargi E. Chatterjee. (2021). “The Essentials of Nursing Leadership: A Systematic Review of Factors and Educational Interventions Influencing Nursing Leadership.” International Journal of Nursing Studies 115:103842. doi: 10.1016/j.ijnurstu.2020.103842.
García‐Martín, Manuel, Pablo Roman, Miguel Rodriguez‐Arrastia, Maria del Mar Diaz‐ Cortes, Pedro Jose Soriano‐Martin, and Carmen Ropero‐Padilla. (2021). “Novice Nurse’s Transitioning to Emergency Nurse during COVID‐19 Pandemic: A Qualitative Study.” Journal of Nursing Management 29(2):258–67. doi: 10.1111/jonm.13148.
Goktas, Sonya, Elif Gezginci, and Hilal Kartal. (2022). “The Effects of Motivational Messages Sent to Emergency Nurses During the COVID-19 Pandemic on Job Satisfaction, Compassion Fatigue, and Communication Skills: A Randomized Controlled Trial.” Journal of Emergency Nursing 48(5):547–58. doi: 10.1016/j.jen.2022.06.001.
Jung, Sun-Young, and Jin-Hwa Park. (2021). “Association of Nursing Work Environment, Relationship with the Head Nurse, and Resilience with Post-Traumatic Growth in Emergency Department Nurses.”
International Journal of Environmental Research and Public Health 18(6):2857. doi: 10.3390/ijerph18062857.
Khrais, Huthaifah, and Abdulqadir J. Nashwan. (2022). “Leadership Practices as Perceived by Emergency Nurses During the COVID-19 Pandemic: The Role of Structural and
Psychological Empowerment.” Journal of Emergency Nursing S0099176722002793. doi: 10.1016/j.jen.2022.10.003
Rosa, William E., Betty R. Ferrell, and Clareen Wiencek. (2020). “Increasing Critical Care Nurse Engagement of Palliative Care During the COVID-19 Pandemic.” Critical Care Nurse e1–8. doi: 10.4037/ccn2020946.
Sangal, Rohit B., Alexandra Bray, Eleanor Reid, Andrew Ulrich, Beth Liebhardt, Arjun K. Venkatesh, and Marissa King. (2021). “Leadership Communication, Stress, and
Burnout among Frontline Emergency Department Staff amid the COVID-19
Pandemic: A Mixed Methods Approach.” Healthcare 9(4):100577. doi:
10.1016/j.hjdsi.2021.100577.
Shin, Soyoung, and Hye Jin Yoo. (2022). “Emergency Nurses’ Communication Experiences with Patients and Their Families during the COVID-19 Pandemic: A
Qualitative Study.” International Emergency Nursing 101240. doi:
10.1016/j.ienj.2022.101240.
Xu, Shihai, Qiaohong Yang, Manying Xie, Jin Wang, Aijun Shan, and Fei Shi. (2021). “Work Experience of Triage Nurses in Emergency Departments during the Prevalence of COVID-19.” International Emergency Nursing 56:101003. doi: 10.1016/j.ienj.2021.101003.
Volume 11, Nomor 3, Juni 2023
178
Discussion and feedback