PEMANFAATAN KITOSAN DALAM PENINGKATAN MUTU NIRA GULA TEBU
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 8 Nomor 1, Mei 2020
PEMANFAATAN KITOSAN DALAM PENINGKATAN MUTU NIRA
GULA TEBU
Moh. Hamzah*, Mahendra Anggaravidya, Ika Maria Ulfa, Rina Dewi Mayasari, Sudirman Habibie, Dwi Astuti
Pusat Teknologi Material – TIEM, BPP Teknologi. Tel.: +62-21-757911324 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia, 15314 * *[email protected]
ABSTRAK : Gula kristal putih (GKP) merupakan bahan pemanis alami dari bahan baku sebagai sumber kalori dan energi. Kebutuhan GKP nasional yang semakin tinggi akibat pertambahan populasi penduduk tidak diimbangi dengan tingkat produksi industri gula yang mencukupi. Permasalahan industri gula nasional saat ini disebabkan oleh rendahnya kualitas rendemen, kondisi mesin dan pabrik yang sudah tua, dan teknologi atau metodologi yang tidak berkembang. Untuk mendukung peningkatan produktivitas dan mutu gula nasional maka perlu dilakukan inovasi teknologi dengan memanfaatkan kitosan (chitosan) yang ramah lingkungan. Keunggulan teknis kitosan antara lain: pengikat ion logam, decolorization, dan flokulan yang dapat meningkatkan mutu gula. Penelitian ini telah berhasil melakukan pemurnian nira gula dengan menggunakan kitosan berpelarut 3 jenis asam organik, yaitu asam oksalat, asam sitrat, dan asam asetat. Berdasarkan hasil analisis kekeruhan nilai NTU nira tebu setelah dilakukan pemurnian dengan kitosan berpelarut 3 jenis asam organik turun hingga 88%-95% terhadap bahan baku nira gula (referensi). Kadar kalium (K) dan magnesium (Mg) pada nira hasil pemurnian juga turun hingga 46%-87% dan 24%-40%, secara berturut-turut. Dari ketiga jenis asam organik pelarut kitosan, asam oksalat memiliki potensi untuk dikembangkan hingga skala industri pada proses pemurnian nira gula karena memiliki nilai NTU terkecil sebesar 41,6; kadar K 1,67 mg/L; dan kadar Mg 7,03 mg/L.
Kata kunci: pemurnian nira gula, kitosan, asam oksalat, asam sitrat, dan asam asetat.
ABSTRACT: White crystal sugar is a natural sweetener which can be an alternativecalorie and energy source. The high need of national sugar due to the growthof population does not balanced by the adequate production of sugar industry. The problems of national sugar industries are caused by the low quality of sucrose content, the condition of old machines and factory, and undeveloped either technology or methodology. Technology innovation need to be developed for supporting the enhance of national productivity and sugar quality, such as using chitosan in the sugarcane purification. The chitosan advantages include metal ion binder, decolorization, and flocculants which can improve the quality of sugar. This research has been successfully refined sugarcane using chitosan dissolved in three organic acids, i.e. oxalic acid, citric acid, and acetic acid. Based on the analysis data of turbidity, the NTU value of purified sugarcane using chitosan decreased in 88%-95% due to the raw sugarcane (reference). The kalium (K) and magnesium (Mg) contents of chitosan-purified sugarcane also reduced to 46%-87% and 24%-40%, respectively. From the three organic acids, oxalic acid has a potential to be developed in industrial scale of sugarcane purification because it has the smallest turbidity value of 41.6 NTU, K content of 1,67 mg/L; and Mg content of 7,03 mg/L.
Keywords: sugarcane purification, chitosan, oxalic acid, citric acid, and acetic acid
Pabrik gula di Indonesia sebagian besar sudah berdiri dan beroperasi sejak jaman Belanda, umumnya mesin dan peralatan produksi juga masih menggunakan peralatan yang lama. Sehingga menyebabkan efisiensi dan produktifitas pabrik menjadi kurang maksimal. Walaupun produksi gula kristal putih (GKP) nasional semakin meningkat, tetapi peningkatannya belum mampu mengimbangi peningkatan konsumsi. Disamping kuantitas produksi yang belum dapat mencukupi untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri, kualitas GKP yang diproduksi juga masih belum maksimal [1]. Sebanyak 69,4% pabrik gula BUMN berkapasitas kecil dengan pengolahan tebu di bawah 4.000 ton per hari. Sementara itu 64,5% pabrik gula telah berumur di atas 100 tahun dengan jumlah karyawan lebih dari 1.000 orang dalam satu pabrik.
Permasalahan utama pada industri gula di Indonesia adalah rendahnya produktivitas hasil yang disebabkan oleh rendahnya adopsi teknologi. Sebagian besar menggunakan teknologi proses pemurnian nira menggunakan teknologi sulfitasi, hanya sebagian kecil yang menggunakan teknologi karbonatasi yang diaplikasikan sejak jaman Belanda.Pada proses pemurnian gula, zat bukan gula dipisahkan dari zat yang mengandung gula. Ada 3 tahapan pemurnian nira tebu di Indonesia, yaitu proses defekasi, proses sulfitasi dan karbonatasi.
Rangkaian proses produksi berpengaruh besar terhadap mutu produk GKP yang dihasilkan melalui proses pemurnian nira yang dilakukan setelah tebu diperah dan diperoleh nira mentah (raw juice), selanjutnya dimurnikan. Nira mentah mengandung sukrosa, gula invert (glukosa + fruktosa), zat bukan gula, unsur ion logam yang terikat pada ; asam ( asam organik dan anorganik), zat warna, wax, asam yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. Meskipun nira tebu sering diperlakukan sebagai larutan
sukrosa dalam air, berbagai senyawa ekstraksi lainnya mungkin ada, beberapa di antaranya dapat mempengaruhi klarifikasi dan pemrosesan selanjutnya. Rincian jenis senyawa tersebut diatas dibagi seperti pada Tabel 1.
Zat warna yang paling berpengaruh selama proses terbentuknya gula diklasifikasikan dalam tiga kelompok umum: (a) melanin (b) melanoidin dan (c) karamel [3]. Asam amino, asam hidroksi, aldehid, zat besi, dan gula pereduksi [4-6]. Fenolat dan flavonoid berasal dari tebu, di mana zat tersebut ada sebagai glikosida yang menempel pada residu gula [4].
Sekitar dua pertiga warna dalam gula mentah berasal dari kelompok fenolat dan flavonoid. Beberapa fenolat tidak diwarnai saat pertama kali berasal dari tanaman, tapi mengoksidasi, kompleks, atau bereaksi (kadang dengan amina) untuk membentuk pewarna selama pemrosesan [7]. Bahan pengotor tersebut harus dipisahkan sedini mungkin sebelum nira diproses lebih lanjut untuk menghindari masalah warna, inversi sukrosa, peningkatan viskositas, dan pembentukan molase yang berlebih.
Jenis teknologi yang digunakan dalam proses pemurnian akan menentukan tingkat absorbsi komponen warna sehingga produknya lebih cerah dan bersih [8]. Pemurnian juga mampu menekan kerusakan gula reduksi sehingga juga menentukan besar kecilnya kehilangan gula dalam proses [9]. Kuantitas dan mutu produk akhir sangat ditentukan oleh efisiensi proses pemisahan bahan pengotor tersebut [10].
Selanjutnya karbon aktif telah dimanfaatkan pada proses penghilangan warna gula karena kemampuan menukar ion logam yang berikatan dengan asam lemah pembentuk warna yang terkandung dalam nira gula [11] dan pemurnian nira gula [12], resin penukar ion dimanfaatkan juga pada proses penghilangan warna nira gula [13].
Teknologi membran filtrasi dewasa ini mampu menghasilkan gula bermutu
tinggi dan berbiaya rendah dalam proses pemurnian dan penghilangan warna secara fisika yakni; membran ultrafiltrasi yang mampu mereduksi warna dan kekeruhan nira masing-masing sebesar 50% dan 99% [14]; teknologi SATProcess (Simplified Advanced Technology Process) yaitu penambahan bahan penjernih ke dalam nira (penjernihan primer), dilanjutkan dengan penjernihan membran ultrafiltrasi [15] ; teknologi membran ultrafiltrasi dengan sistem silang [16] ; teknologi membran ultrafiltrasi yang dilanjutkan dengan proses ion exchange [17] ; teknologi membran mikrofiltrasi dari gula hasil sulfitasi efektif dalam mengeliminir bahan bukan gula yang terkandung dalam nira yang tidak dapat diendapkan dalam pemurnian sulfitasi alkalis [18] ; teknologi membran ultrafiltrasi yang sepasang dengan material penukar ion [19].
Kitosan adalah produk deasetilasi dari kitin, yang diperoleh dari kutikula krustasea laut seperti kepiting dan udang yang diklasifikasikan sebagai polimer alami karena adanya enzim yang dapat terdegradasi, chitosanase. Kelarutan kitosan yang paling baik ialah dalam larutan asam asetat 2% [20]. Kitosan merupakan biopolimer alam yang bersifat polielektrolit kationik yang berpotensi tinggi untuk penyerapan logam dan mudah terbiodegredasi serta tidak beracun [21]. Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun, kationik kuat, flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau film serta
membentuk gel dengan anion bervalensi ganda.
Gambar 1. Struktur molekul kitin dan kitosan.
Kitosan mempunyai kemampuan mengikat asam lemak dalam bentuk interaksi secara anionic antara gugus carboxyl asam lemak dengan gugus amino kitosan [22]. Kitosan dalam bentuk khelat mampu sebagai pengikat ion logam transisi dan agen koagulasi protein yang efektif [23]. Protein dapat dihilangkan dari air limbah whey kedelai dengan menggunakan teknik flokulasi kitosan, dan metode ini telah dibandingkan dengan flokulasi kapur, dan polimerisasi transglutaminase. Tingkat percobaan pengangkatan protein 61,21%, yang konsisten dengan nilai prediksi 58,85% [24].
Pencegahan pencoklatan enzimatik juga bisa dilakukan dengan cara perlakuan secara fisik, yaitu pemucatan (bleaching), ultrafiltrasi, sonifikasi, karbon dioksida superkritis. Penambahan konsentrasi kitosan sebesar 90 ppm sudah dapat menurunkan kadar tanin dan juga meningkatkan kejernihan sari buah [25].
Pencegahan pencoklatan non-enzimatik dapat dilakukan dengan cara pencegahan oksidasi lipid. Kitosan dengan berat molekul rendah lebih efektif daripada kitosan dengan berat molekul tinggi pada penghambatan oksidasi lipid [26]. Kitosan telah dimanfaatkan sebagai agen khelat dan perangkap logam [27]. Situs aktif kitosan baik dalam bentuk NH2 atau terprotonasi NH3+ mampu menyerap ion logam Co2+, Fe2+, Ni2+, Cd2+, Mn2+, Zn2+, Mg2+ melalui mekanisme pembentukan khelat atau penukar ion [23]. Kitosan dalam bentuk butiran juga telah diteliti untuk adsorpsi ion logam Cu2+dan Cr6+ [28].
Gambar 2. Proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi zat terlarut [29].
Chitosan yang berasal dari
PT.Biotech Surindo Indramayu dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Tabel 2. Spesifikasi Teknis Kitosan.
Item |
Specification Standart |
Test Result |
Grade |
Food grade | |
Apperance |
Light bown |
Off white |
Particle size |
Flake-Powder |
30 -40 mesh |
Degree of deacetylation |
85 – 89 % |
85,89 % |
Viscosity |
20 – 500 cPs |
141,5 cPs |
Moisture content |
≤ 10 % |
9,75 % |
Ash content |
≤ 1,5 % |
1,48 % |
pH (1 %) |
7 - 8 |
complies |
Asam asetat, asam sitrat dan asam oksalat dengan kadar 1% digunakan untuk membuat gel kitosan sebesar 1%. Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah nira tebu yang diperoleh dari batang tebu yang digiling. Sebelum digiling, tebu dibersihkan dan dikupas kulit luarnya untuk mengurangi pengotor kasar pada nira, kemudian disaring terlebih dahulu menggunakan kain saring untuk mengurangi serpihan serat kasar batang tebu.
Analisis kekeruhan nira tebu hasil pemurnian menggunakan alat water quality monitor Horiba U-50. Kadar persentase magnesium (Mg) dan kalium (K) dikarakterisasi dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA-6800. Uji kadar Mg dan K dilakukan sesuai dengan standar SNI 06-6989.55-2005 dan SNI 06-6989.69-2009 secara berturut-turut. Alat particle size analyzer (PSA) Nano DS digunakan untuk mengukur partikel organik dan anorganik yang tersisa dari nira tebu yang dimurnikan dengan gel kitosan.
Pembuatan gel kitosan, 1 gram kitosan serbuk dilarutkan dalam larutan asam asetat 1%, begitu juga kitosan yang terlarutkan dengan asam sitrat dan oksalat 1%. Pembuatan gel kitosan dengan asam organik yang berbeda dimaksudkan untuk memperbandingkan hasil penjernihan nira tebu. Kemudian 100 ml nira tebu dalam
gelas becker diletakkan di atas magnetic stirrer hot plate. Nira tebu tersebut diaduk dengan magnetic stirrer bar dengan kecepatan 300 rpm dan temperaturnya disetting kisaran 400C. Dilanjutkan dengan menetesi gel kitosan 1% sebanyak 3 ml (30 miligram). Waktu pengadukan selama 15 menit. Setelah itu didiamkan selama 20-30 menit, kemudian disaring dengan kertas filter sebelum dilakukan analisis kekeruhan dan kadar K dan Mg.
Pada penelitian ini, kitosan dimanfaatkan sebagai bahan yang membantu proses pemurnian nira gula karena kemampuannya sebagai bahan flokulan yang mengikat asam lemak, bahan penggumpal protein, dan pengikatan ion logam. Secara visual Gambar 3a, Gambar 4a dan Gambar 5a menunjukkan perbedaan kejernihan. Gambar 3a memperlihatkan gumpalan hasil flokulasi yang mengendap, sementara pada Gambar 4a sebagian gumpalan masih mengapung dan sebagian mengendap sementara pada Gambar 5a menunjukkan gumpalan berukuran yang lebih kecil dan terdispersi cenderung merata. Setelah dilakukan penyaringan dengan kertas filter didapatkan nira gula yang jernih dengan residu penyaringan nampak warnanya hampir sama Gambar 3d, 4d, dan 5d. Kekeruhannya yang diduga disebabkan masih tertinggalnya zat organik dan anorganik diukur dengan metode NTU diuraikan di Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Kekeruhan (NTU) Sebelum dan Sesudah Penjernihan Nira Tebu dengan Gel Kitosan Berpelarut 3 Jenis Pelarut Asam Organik.
No. |
Jenis Nira |
Nilai NTU |
1. |
Nira Tebu (NT) |
877 |
2. |
NT+Kitosan(as.oksalat) |
41,6 |
3. |
NT+Kitosan(as.sitrat) |
45,3 |
4. |
NT+Kitosan(as.asetat) |
98,0 |
Tabel 4. Kadar Ion Logam dalam Nira Tebu.
No. |
Jenis Ion Logam |
Kadar (mg/L) |
1. |
Fe |
0,052 |
2. |
Cd |
< 0,0005 |
3. |
Pb |
< 0,0038 |
4. |
K |
13,36 |
5. |
Mg |
9,32 |

pelarut asam oksalat 1%.
pelarut asam sitrat 1%.
pelarut asam asetat 1%.
Analisis kekeruhan nira tebu yang yang dijernihkan dengan gel kitosan berpelarutkan asam oksalat mencapai nilai tertinggi dan penurunan sebesar 95,25%. Selanjutnya kadar ion logam dalam nira tebu diukur terlebih untuk menentukan kandungan terbanyak yang akan diamati
lebih lanjut seperti pada Tabel 4. Kemudian dilakukan perlakuan penambahan gel kitosan berpelarutan berbagai jenis asam organik, didapat pengukuran kadarK dan Mg seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar K dan Mg Sebelum dan Sesudah Penjernihan Nira Tebu dengan Gel Kitosan Berpelarut 3 Jenis Pelarut Asam Organik.
No. |
Jenis Nira |
K, mg/L |
Mg, mg/L |
1. |
Nira Tebu (NT) |
13,36 |
9,32 |
2. |
NT+Kitosan(as.oksalat) |
1,67 |
7,03 |
3. |
NT+Kitosan(as.sitrat) |
2,65 |
6,97 |
4. |
NT+Kitosan(as.asetat) |
7,22 |
5,57 |
Hasil akhir pengukuran kadar K setelah penjernihan dengan menggunakan gel kitosan berpelarut ketiga jenis asam pelarut menunjukkan bahwa gel kitosan berpelarut asam oksalat memberi hasil yang paling baik diikuti oleh jenis pelarut kitosan asam sitrat dan asam asetat. Ketiga jenis asam yang digunakan selain mampu melarutkan kitosan ternyata juga berkemampuan menyerap ion logam bersamaan dengan fungsi gel kitosan itu sendiri secara khelat [30]. Gel kitosan berpelarut asam oksalat yang mempunyai kekuatan keasaman lebih tinggi dari pada kedua asam lainnyamampu menyerap ion logam K mencapai 87,5%. Diikuti oleh kemampuan gel kitosan berpelarut asam sitrat sebesar 80,16% dan asam asetat mencapai 45,96%.
Kadar Mg yang terserap oleh gel kitosan yang berpelarutkan ketiga asam organik tersebut diantara 24,57% sampai dengan 40,24%.Kompleksitas berbagai jenis dan kadar material (seperti fosfolipid, protein, serat organik dan lain lainnya) dalam nira tebu juga dapat dieliminasi oleh gel kitosan secara koagulasi dan flokulasi. Jumlah gel kitosan yang hanya sekitar 30 miligram per 100 ml nira tebu menjadikan bahan ini yang mempunyai prospek sebagai bahan alternatif penukar ion dalam proses penjernihan atau peningkatan mutu nira tebu. Karakteristik struktur rantai polimer kitosan yang fleksibel menjadikan penyerapan ion logam lebih meningkat [31]. Kemampuan serbuk kitosan dalam penyerapan ion logam juga terbukti mampu mengungguli resin penukar ion dan zeolit [32].
Analisis ukuran partikel organik dan anorganik yang masih ada dalam nira telah yang dijernihkan dengan gel kitosan berpelarutkan asam oksalat mempunyai ukuran partikel rata-rata 1,15 µm, oleh sebab itu masih dibutuhkan penyaringan lanjutan dengan metode ultrafiltrasi maupun nanofiltrasi (Gambar 6).
Gambar 6. Hasil PSA dari nira tebu yang dijernihkan dengan gel kitosan berpelarutkan asam oksalat.
Gel kitosan secara khelat mempunyai kemampuan sangat baik dalam hasil uji penjernihan nira tebu. Gel kitosan berpelarut asam oksalat memberi hasil yang paling baik diikuti oleh jenis pelarut kitosan asam sitrat dan asam asetat. Kadar Mg yang terserap oleh gel kitosan yang berpelarutkan ketiga asam organik tersebut tidak jauh perbedaannya. Asam oksalat sebagai pelarut kitosan untuk pemurnian nira tebu memiliki nilai kekeruhan terkecil sebesar 41,6 NTU; kadar K 1,67 mg/L; dan kadar Mg 7,03 mg/L. Sementara kadar Mg terkecil sebesar 5,57 mg/L diperoleh pada nira hasil purifikasi kitosan berpelarut asam asetat. Jumlah gel kitosan yang hanya sekitar 30 miligram per 100 ml nira tebu mempunyai prospek sebagai bahan alternatif penukar ion dalam proses penjernihan atau peningkatan mutu nira tebu.
Terima kasih disampaikan kepada kepada Kepala Balai Teknologi Pengolahan Air dan Limbah, BPPT yang membantu pengujian karakterisasi kitosan.
DAFTAR PUSTAKA
-
[1] Departemen Perindustrian, 2009. Roadmap Industri Gula. Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian, Jakarta.
-
[2] Walfrod, S. N., 1996.Composition of Cane Juice, Sugar milling Research Institute, University of Natal, Durban.
-
[3] Kearsley, M.W., Dziedzic, S.Z.,
-
1995.Handbook of Starch Hydrolysis Products and Their Derivatives. Chapman Hill, London.
-
[4] Nick, J.B., 1992. A Review of
Physical and Chemical Properties of Char which Affect Its Decolorizing Ability, Proc. 51 Annual Meeting of Sugar Industry Technologists Inc.
-
[5] Clarke, M. A., R. S. Blanco, and M.
-
A. Godshall, 1984. Color Test and Other Indicators of Raw Sugar Refining Characteristics, Proc. Sugar Processing Research Conference.
-
[6] Carpenter, 1985.Cane Sugar refining II. Ch 17. In Cane Sugar Handbook. Eleventh Edition Chen, J.C.P (ed). John Wiley & Son, New York.
-
[7] Smith P. and Gregory P.E., 1971.
Sugarcane Technology. Proc. Int. Soc.,pp. 1415-1425.
-
[8] Kurniawan, Y., 2009. Bachtiar, A., dan Triantarti. Potret Kualitas Gula Kristal Putih dan Upaya Peningkatan Menuju SNI GKP. Prosiding Seminar. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, p. 5.
-
[9] Anonim, 2011.Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Tebu. Bahan Kajian MK, Metode Pengembangan Wilayah. PMPSLP PPSUB.
-
[10] Abbara A.A., Abdei-Rahman A.K., Bayoumi M.R.,2007. Application of membrane filtration to the sugar industry, state of the art.
-
[11] HertzogE. S. and BroderickS. J., 1941. Activated Carbon for Sugar Decolorization. Ind. Eng. Chem.,Vol. 33 (9): 1192–1198.
-
[12] Pale A.A., 1950.Methode for Purifing Sugar Cane, patent, United States Patent Office.
-
[13] Stevens, and Rex R.,1991. Process for Decolorizing Aqueous Sugar Solution. European Patent
Application. Publication number EP 0 417 361 A1.
-
[14] Kaseno, Wulyoadi, Sasmito, dan Koesnandar, 2002. Penerapan Teknologi Mernbran pada Pernurnian Nira Tebu pada Pabrik Gula. Jurnal Sains dan Teknologi 7(2a):02.
-
[15] Chou C.C. and Kwok R.J., 2004. Direct Production of Refined Sugar and Value Added Products from Sugar Cane Mills. Third Annual Technical Conference Vancouver. Canada.
-
[16] Suprihatin, 2007. Penjernihan Nira Tebu Menggunakan Membran Ultrafiltrasi Dengan Sistem Aliran Silang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 12(2): 93 – 99
-
[17] Jensen C.R.C., 2007. Direct White Sugar Manufacture in the Cane Sugar Industry Via Membrane Filtration And Continuous Ion-Exchange Demineralization. Zuckerindustrie, 132(6): 446–452.
-
[18] Yulianingtias H.P., 2010.
Peningkatan Efektifitas Pemurnian Nira Tebu Menggunakan
Mikrofiltrasi Membran Skala
Laboratorium. Skripsi: Jurusan
Kimia FMIPA, Universitas Negeri Malang.
-
[19] Susanto H., Roihatin A., dan Widiasa I.N., 2013. Penghilangan Warna
Larutan Gula dengan Membran Ultrafiltrasi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Teknologi Oleo dan Petro Kimia.
-
[20] Sugita P., Wukirsari T., Sjahriza A., dan Wahyono D., 2009. Kitosan:
Sumber Biomaterial Masa
Depan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.
-
[21] Muzzarelli, RAA. Chitin, and Pergamon, 1977. Oxford, Chapter 6.
-
[22] Santas J., and Rafecas M, 2010. Saturated Fatty Acid Absorption is Selectively Reduced by Chitosan in
Relation to Chain Length, 8th Euro Fed Lipid Congress.
-
[23] Gamage, D.A.S., 2003.Use of
chitosan for the removal of metal ion contaminants and proteins from water, Master thesis. Memorial University of Newfoundland.
-
[24] Cheng J., Xie, S., Wang S., Xue, Y, Jiang, L., Liu, L., 2016. Optimization of Protein Removal from Soybean Whey Wastewater Using Chitosan Ultrafiltration. Journal of Food Process Engineering, 40(2): 1 – 9
-
[25] Haryati S. dan Kristiani E.B., 2014. Pengaruh Penambahan Larutan Khitosan Terhadap Kadar Tanin, Vitamin C Dan Kejernihan Pada Sari Buah Jamblang (Eugenia Cumin Merri) Pasca Perlakuan Blanching. Teknologi Pangandan Hasil
Pertanian, 7(2): 77 – 88
-
[26] Mao, L. and Wu, T., 2007. Gelling Properties and Lipid Oxidation of Kamaboko Gels from Grass Carp (Ctenopharyngodonidellus)
Influenced by Chitosan. Journal of Food Engineering, 82: 128 – 134
-
[27] Khor, E. and Lim, L.Y., 2003.
Implantable Applications of Chitin and Chitosan. Biomaterials, 24: 2339 -2349
-
[28] Nurdiani D., 2005. Adsorpsi Logam Cu(II) Dan Cr(VI) Pada Kitosan Bentuk Serpihan Dan Butiran, Skripsi, Institut Pertanian Bogor.
-
[29] Tutor Vista Company,
2016.http://chemistry.tutorvista.com.
-
[30] Bhat M.A., Mukhtar F., Chisti H.,
and Shah S.A., 2014. Removal Of Heavy Metal Ions From Waste Water By Using Oxalic Acid: An
Alternative Method, International Journal of Latest Research in Science and Technology, 3(3); 61 – 64
-
[31] Inoue K., Baba Y. and Yoshizuka K.,
-
1993. Adsorption of metal ions on chitosan and crosslinked copper (II)-complexed chitosan. Bulletin of the Chemical Society of Japan, 66(5); 2915-2921.
-
[32] Wan Ngah W.S., Isa I.M., 1998.
Comparison Study of Copper Ion Adsorption on Chitosan, Journal of Applied Polymer Science, 67(6); 1067 – 1070.
8
Discussion and feedback