IDENTIFIKASI EFEDRIN HIDROKLORIDA, DEKSTROMETORFAN DAN TRAMADOL HIDROKLORIDA DALAM TABLET DENGAN SPEKTROSKOPI RAMAN
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2017
j Cafya ! ; fKirnia |
IDENTIFIKASI EFEDRIN HIDROKLORIDA, DEKSTROMETORFAN DAN TRAMADOL HIDROKLORIDA DALAM TABLET DENGAN SPEKTROSKOPI RAMAN
Khairul Mahfuz 1, I Made Agus Gelgel Wirasuta 1,2*, Ni Made Suaniti 1.2
1 Program Magister Kimia Terapan, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar-Bali, Indonesia 2 Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Jimbaran-Badung, Bali, Indonesia *mgelgel1@yahoo.de
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pola spektrum Raman Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida pada tablet obat (Decolsin®,Tramifen®) dan sampel simulasi. Tablet Obat serta sampel simulasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramdol Hidroklorida dengan konsentrasi 80%, 60%, 40% dan 20% dalam serbuk Amprotab diukur dengan spektroskopi Raman 1064 nm pada bilangan gelombang 200-2000 cm-1. Hasil yang didapat dianalisis dengan cross correlation function dan dilihat nilai koefisien korelasi (r). Pada masing-masing tablet Obat hanya Parasetamol yang dapat diidentifikasi karena nilai koefisien korelasi r > 0,95. Berdasarkan hasil sampel simulasi diketahui bahwa konsentrasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida pada suatu campuran berpengaruh terhadap pola spektrum Raman yang dihasilkan. Pola puncak spektrum Raman untuk identifikasi Efedrin Hidroklorida yaitu pada bilangan gelombang 1305 cm-1 (C-N), 1380 cm-1 (C-CH3), 1662 cm-1 (C=C), 1600 cm-1 (C-OH), dan 315 cm-1 (C-C alifatik); Dekstrometorfan yaitu puncak pada bilangan gelombang 1040 cm-1 (cincin Aromatis I), 1495 cm-1 (cincin Aromatis II), 768 cm-1 (C-Cl), 1580 cm-1 (cincin Hetero), 1667 cm-1 (C=C ) dan 855 cm-1 (C-O-C); Tramadol Hidroklorida yaitu puncak pada bilangan gelombang 1006 cm-1 (cincin aromatis I), 1467 cm-1 (cincin aromatis II), 1552 cm-1 (C-OH), 1635 cm-1 (C=C), 285 cm-1 (C-C Alifatik), 1345 cm-1 (C-N) dan 855 cm-1 (C-O-C).
Kata kunci : Spektroskopi Raman, Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan, Tramadol
ABSTRACT: The aims of this study were determined to change in the pattern of Raman spectrum of Ephedrine Hydrocloride, Dextrometorfan and Tramadol Hydrocloride on tablet (Decolsin®,Tramifen®) and simulation samples. Tablets and simulation samples of this active compound made in Amprotab with concentration 80%, 60%, 40% and 20% measured by 1064 nm Raman spectroscopy in wave numbers 200-2000 cm-1. The results can be analyzed by cross-correlation function and showed the value of the correlation coefficient r. On tablet only Paracetamol can be identified because it has coefficient correlation r > 0,95. Based on the results of the simulation sample is known that the concentration of active compound in a mixture affect the pattern of the Raman spectra. Peak pattern to identification Ephedrine Hydrocloride is at wave number 1305 cm-1 (C-N), 1380 cm-1 (C-CH3), 1662 cm-1 (C=C), 1600 cm-1 (C-OH), dan 315 cm-1 (C-C alifatik); Dextrometorfan is at wave number 1040 cm-1 (Aromatic Ring I), 1495 cm-1 (Aromatic Ring II), 768 cm-1 (C-Cl), 1580 cm-1 (Hetero Ring), 1667 cm-1 (C=C ) dan 855 cm-1 (C-O-C); Tramadol Hydrocloride is at wave number 1006 cm-1 (Aromatic Ring I), 1467 cm-1 (Aromatic Ring II), 1552 cm-1 (C-OH), 1635 cm-1 (C=C), 285 cm-1(C-C Alifatik), 1345 cm-1(C-N) and 855 cm-1(C-O-C).
Keywords: Raman Spectroscopy, Ephedrine Hydrocloride, Dekstrometorfan, Tramadol
Spektroskopi Raman merupakan salah satu metode yang menghasilkan spektra vibrasi suatu senyawa. Spektrum geseran Raman mirip dengan spektrum absorpsi inframerah suatu senyawa. Kedua spektrum ini merupakan spektrum vibrasional dari gugus fungsi kimia penyusun suatu molekul. Spektrum geseran Raman sangat khas dan karakteristik untuk gugus fungsi tersebut [1]. Oleh sebab itu spektrum geseran Raman ini dapat dimanfaatkan untuk identifikasi suatu molekul. Atas dasar kemanfaatannya spektrum Raman banyak dimanfaatkan dalam forensik sains khususnya dalam identifikasi suatu molekul senyawa kimia berupa senyawa terlarang atau berbahaya [2].
Adapun penerapan identifikasi spektrum Raman dalam Kimia Forensik dan Toksikologi Kimia adalah untuk identifikasi penyalahgunaan narkotika, bahan peledak, metabolit narkotika, senjata berbahan kimia, racun, rambut serta merunut industri pembuat bahan peledak dan narkotika [3]. Spektroskopi Raman dalam pengukurannya sangat mudah dan praktis namun terdapat beberapa kekurangan dari instrumen ini. Spektrum Raman dari sebuah sampel serbuk atau tablet heterogen tidak dapat menginformasikan komposisi sampel secara keseluruhan [4]. Selain itu penggunaan spektroskopi Raman seringkali menimbulkan interferensi berupa fluoresensi [5]. Hal ini disebabkan oleh sinyal biasan Raman yang cenderung lebih lemah dibandingkan fluoresensi dan absorpsi UV [3]. Namun hal ini dapat diatasi dengan penggunaan laser yang memiliki panjang gelombang pada daerah infra merah dekat salah satunya dengan laser pada panjang gelombang 1064 nm, namun intensitas yang dihasilkan lebih rendah.
Selain kontrol terhadap senyawa – senyawa berbahaya seperti narkotika, kesesuaian zat aktif dengan etiket pada
sediaan farmasi juga penting untuk dikontrol. Penerapan metode spektroskopi Raman yang cepat dan spesifik tentunya sangat menguntungkan untuk quality control sediaan farmasi. Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang mengandung berbagai komponen di dalamnya. Jika spektroskopi Raman digunakan untuk quality control tablet obat yang memiliki bobot 700 mg mengandung Parasetamol 400 mg (57,14%), Efedrin Hidroklorida 30 mg (4,28%) Dekstrometorfan 10 mg (1,42%) dan Tramadol Hidroklorida 37,5 mg (5,35%) maka seluruh zat aktif pada tablet obat ini harus dapat diidentifikasi. Hal ini bisa menjadi masalah karena spektrum Raman tidak dapat menunjukkan komposisi sampel secara keseluruhan. Penelitian Ryder et al. (2000) menyatakan bahwa kokain dalam bentuk campuran sulit untuk diidentifikasi pada konsentrasi 30% karena ditutupi oleh spektrum kafein yang memiliki komposisi 50% [6]. Hal ini juga dapat terjadi pada spektrum Raman tablet obat. Spektrum Parasetamol dengan konsentrasi dominan akan menutupi spektrum Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida.
Berdasarkan kajian di atas, senyawa minor pada tablet obat ini diharapkan dapat diidentifikasi dengan pola puncak spektrum Raman masing – masing komponen zat aktifnya. Pola puncak ini dapat diketahui dari analisis pengenalan pola puncak pada spektrum Raman sampel simulasi.. Pengenalan pola puncak penting ketika identifikasi suatu senyawa dilakukan pada konsentrasi berbeda dengan spektroskopi Raman. Parameter yang digunakan pada analisis pengenalan pola puncak ini adalah kedekatan spektrum terhadap spektrum standar dan bilangan gelombang puncak yang muncul secara spesifik pada masing – masing gugus fungsi yang dimiliki zat aktif.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk baku Efedrin Hidroklorida, serbuk baku Dekstrometorfan, serbuk baku Tramadol Hidroklorida, serbuk amprotab (Brataco), tablet obat Decolsin® dan Tramifen®. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sendok tanduk, mortir, stamper, spatula logam, gelas objek, timbangan analitik (AND®), spektroskopi Raman (Hand Handled Rigaku). Spesifikasi spektroskopi Raman yang digunakan yaitu memiliki panjang gelombang laser 1064 nm, laser power 300 mW, exposure time 1000 ms, detektor InGaAs dan rentang spektra 2002000 cm-1.
-
2.2 Metode
Pendataan Bilangan Gelombang Puncak Standar
Serbuk baku Efedrin Hidroklorida, serbuk baku Dekstrometorfan, serbuk baku Tramadol Hidroklorida ditempatkan pada gelas objek dan diukur dengan spektroskopi Raman. Spektrum Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol
Hidroklorida dibuat pada rentang bilangan gelombang gugus fungsi berdasarkan struktur yang dimiliki. Bilangan gelombang puncak yang muncul pada masing – masing rentang bilangan gelombang gugus fungsi kemudian didata.
Analisis Spektrum Raman Tablet Obat
Tablet obat (Decolsin®)
mengandung Efedrin Hidroklorida 30 mg, Dekstrometorfan 10 mg dan Paracetamol 400 mg. Tablet obat (Tramifen®)) mengandung Tramadol Hidroklorida 37,5 mg dan Paracetamol 325 mg. Masing-masing tablet obat tersebut diukur dengan spektroskopi Raman, spektrum Raman yang didapat selanjutnya dianalisis dengan cross corelation function untuk mengetahui hubungan spektrum sampel dengan masing – masing spektrum serbuk standar baku.
Preparasi Sampel Simulasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida dalam Pengisi dengan Konsentrasi 80%, 60%, 40% dan 20%
Sampel simulasi Efedrin Hidroklorida (SSE), Dekstrometorfan (SSD) dan Tramadol Hidroklorida (SST) dibuat masing – masing pada konsentrasi 80%, 60%, 40% dan 20% dalam serbuk amprotab. Masing – masing sampel simulasi ini dibuat sebanyak 50 mg.
Analisis Spektrum Raman Sampel Simulasi
Spektrum sampel simulasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% diukur dengan spektroskopi Raman. Selanjutnya masing – masing spektrum dianalisis dengan cross corelation function untuk mengetahui kedekatan spektrum sampel simulasi dengan masing – masing spektrum serbuk standar. Spektrum Raman kemudian dibandingkan antar konsentrasi untuk melihat perubahan pola spektrum yang terjadi.
Analisis Pola Puncak Sampel Simulasi
Spektrum Raman sampel simulasi dibuat sesuai rentang bilangan gelombang gugus fungsi masing – masing serbuk standar. Spektrum rentang gugus fungsi itu kemudian dianalisis dengan cross corelation function dengan spektrum standar pada rentang bilangan gelombang gugus fungsi serbuk standar yang sesuai. Bilangan gelombang puncak sampel simulasi yang muncul pada masing – masing rentang gugus fungsi ini kemudian didata. Bilangan gelombang yang merupakan identitas Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida kemudian ditentukan dari kemunculannya yang spesifik pada berbagai konsentrasi. Bilangan gelombang dari puncak pengenal dengan pola
Tabel 1. Contoh Pengelompokkan Data Intensitas Spektrum Raman pada Keseluruhan Rentang Bilangan Gelombang
|
Bilangan Gelombang (cm-1) |
Intensitas Spektrum Tablet Obat |
Intensitas Spektrum Serbuk Baku Efidrin |
Intensitas Spektrum Serbuk Dekstro |
Intensitas Spektrum Serbuk Baku Tramadol |
|
200 |
IT200 |
IE200 |
ID200 |
IR200 |
|
201 |
IT201 |
IE201 |
ID201 |
IR201 |
|
202 |
IT202 |
IE202 |
ID202 |
IR202 |
|
20…00 |
IT2000 |
IE2000 |
ID2000 |
IR2000 |
|
Rata-rata |
Rata-rata Intensitas Tablet Obat |
Rata-rata Intensitas Serbuk Baku Efidrin |
Rata-rata Intensitas Serbuk Baku Dekstro |
Rata-rata Intensitas Serbuk Baku Tramadol |
Keterangan:
IT : Intensitas Tablet Obat
IE : Intensitas Efedrin Hidroklorida
ID : Intensitas Dekstrometorfan
IR : Intensitas Tramadol Hidroklorida
intensitas yang spesifik pada sampel simulasi ini kemudian digunakan pada sampel tablet untuk mengidentifikasi komponen yang ada pada sampel tablet yang digunakan.
Analisis Data dengan Cross Correlation Function
Analisis cross correlation function digunakan untuk membandingkan perubahan bentuk spektrum Raman pada keseluruhan bilangan gelombang (200 s/d 2000 cm-1).
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi Pendahuluan Spektrum Raman Tablet Obat
Awal tahap penelitian ini yaitu identifikasi Efedrin Hidroklorida,
Dekstrometorfan dan Tramadol
Hidroklorida pada tablet dari spektrum secara keseluruhan. Tablet yang digunakan sebagai sampel adalah tablet obat (Decolsin® dan Tramifen® ) yang memiliki spektrum Raman pada Gambar 1. Tablet obat dengan bobot rata – rata 716,4 mg mengandung Efedrin Hidroklorida sebesar 30 mg (4,18% b/b), Dekstrometorfan
sebesar 10 mg (1,39% b/b) dan Tramadol Hidroklorida sebesar 37,5 mg (5,23% b/b). Spektrum Raman dari masing – masing
standar zat aktif pada tablet ini (Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida) ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.


Gambar 1. Spektrum Raman tablet obat Decolsin (atas) dan Tramifen (bawah).
Dari spektrum Raman yang ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2 kemudian dianalisis dengan cross correlation function yang dilihat dari nilai
Gambar 2. Spektrum Standar Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida
koefisien korelasi r antara spektrum tablet Obat dengan spektrum serbuk standar zat aktif. Nilai koefisien korelasi r dari masing – masing spektrum standar terhadap spektrum sampel terlihat pada Tabel 2. Nilai koefisien korelasi rmenunjukkan bahwa Parasetamol dalam masing-masing sampel tablet obat dapat diidentifikasi karena nilai koefisien korelasi r spektrumnya dengan spektrum standar > 0,95, sedangkan Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida pada sampel tablet obat ini tidak dapat diidentifikasi karena nilai koefisien korelasi r-nya < 0,95 (Taylor, 1990). Nilai r > 0,95 digunakan karena kesalahan yang diterima selama pengukuran < 0,05. Berdasarkan nilai koefisien korelasi r yang dimiliki antara spektrum standar dengan spektrum sampel pada keseluruhan bilangan gelombang (200-2000 cm-1) menunjukkan bahwa spektrum Raman dari sampel yang diukur dalam bentuk campuran tidak dapat memperlihatkan komposisi sampel secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan zat aktif yang terdapat dalam sampel tablet obat tidak berada pada konsentrasi yang sama, dimana pada masing-masing sampel tablet obat tersebut parasetamol berada pada konsentrasi terbesar. Spektrum Parasetamol dengan konsentrasi terbesar dalam tablet obat tersebut kemungkinan menutupi spektrum Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida yang konsentrasinya lebih kecil.
Tabel 2. Nilai Koefisien Korelasi r Spektrum Sampel Tablet Obat dengan Spektrum Standar Baku Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida
Nilai Koefisien Korelasi r
|
Spektrum Standar |
Spektrum Tablet Decolsin® |
Spektrum Tablet Tramifen® |
|
Paracetamol |
0,964573 |
0,983573 |
|
Efedrin Hidroklorida |
0,066927 |
- |
|
Dekstrometorfan |
0,080434 |
- |
|
Tramadol Hidroklorida |
- |
0,089974 |
Untuk membuktikan pengaruh konsentrasi ini maka dibuat spektrum Raman sampel simulasi pada berbagai konsentrasi dan dihubungkan dengan spektrum standar.
-
3.2 Perubahan Spektrum Raman Akibat
Perubahan Konsentrasi pada
Sampel Simulasi
Sampel simulasi ini dibuat dengan mencampurkan zat aktif dengan pengisi tablet (amprotab) pada 4 konsentrasi berbeda yaitu 80%, 60%, 40% dan 20%. Spektrum Raman yang dihasilkan dari masing – masing sampel simulasi ini diukur dengan spektroskopi Raman dan terlihat pada Gambar 3.
Dari spektrum Raman yang ditunjukkan pada Gambar 3 dihitung koefisien korelasi r untuk melihat hubungan antara spektrum simulasi dengan spektrum standar masing – masing senyawa. Nilai koefisien korelasi r masing – masing sampel simulasi ini terlihat pada Tabel 3.
Koefisien korelasi r pada Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi suatu senyawa pada suatu campuran mempengaruhi pola spektrum Raman yang terbentuk. Konsentrasi juga berhubungan dengan dikenalinya senyawa tersebut, hal ini dilihat dari nilai koefisien korelasi r spektrum Raman secara keseluruhan yang dihasilkan antara sampel dan standar. Perubahan spektrum yang dihasilkan pada sampel simulasi akibat perubahan konsentrasi juga terkait dengan pengisi tablet yang digunakan yaitu amprotab. Pada Gambar 4 yang menunjukkan spektrum Raman Amprotab terlihat menyerupai spektrum sampel simulasi pada konsentrasi 20%. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas spektrum Raman yang dihasilkan merupakan intensitas keseluruhan komponen yang ada di dalam sampel.
200 400 600 SOO IOOO 1200 1400 1600 1800 2000
----SsmpeisimulssiefedrIneOW cm-*
200 400 600 800 IOOO 1200 1400 1600 ISOO 2000
----Sumpel Slmulusl Efcdrln 60« cm
200 400 600 800 IOOO 1200 1400 1600 1800 2000
-----SurnpeI Slmulcsl Efcdrln 40« cm
Gambar 3. Spektrum Raman Sampel Simulasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan
Tramadol Hidroklorida pada konsentrasi 80%, 60%, 40%, dan 20% pada Bilangan
Gelombang 200-2000 cm-1
Tabel 3. Data Koefisien Korelasi r Sampel Simulasi Efedrin Hidroklorida (SSE), Dekstrometorfan (SSD) dan Tramadol Hidroklorida (SST) dengan Konsentrasi 80%, 60%, 40%, dan 20% Terhadap Masing – masing Standar.
Koefisien Korelasi r
SSE
SSD
SST
Standar Efedrin Standar Dekstro Standar
Tramadol
80% 60% 40% 20% 80% 60% 40% 20% 80% 60% 40% 20%
0,817 0,676 0,434 0,230
0,802 0,553
0,537 0,329
0,621 0,447 0,225 0,219
700

200 400 600 800 1000 1200 1400 IMO 1800 2000
cm’1
Gambar 4. Spektrum Raman Amprotab pada Bilangan Gelombang200 – 2000 cm-1
Selain itu, spektrum komponen yang konsentrasinya lebih besar dalam sampel akan menutupi spektrum komponen yang lebih kecil pada sampel seperti pada spektrum sampel simulasi konsentrasi 20% yang berarti jumlah amprotab sebesar 80%.
Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada sampel simulasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida, pada konsentrasi 80% nilai koefisien korelasi r ketiga senyawa ini sudah < 0,95. Maka dari itu baik Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan maupun Tramadol Hidroklorida tidak dapat diidentifikasi pada konsentrasi 80% jika dilihat dari spektrum secara keseluruhan.
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi senyawa tersebut pada campuran maka identifikasi semakin sulit dilakukan karena hubungan spektrumnya dengan spektrum senyawa standar senyawa
tersebut semakin kecil, dimana hubungan ini menunjukkan kemiripan spektrum antara senyawa standar dengan sampel simulasi. Hubungan antara spektrum standar dan sampel semakin kuat tergantung nilai koefisien korelasi yang dimiliki [7]. Dengan adanya pengaruh konsentrasi terhadap kedekatan antara spektrum keseluruhan sampel simulasi dengan spektrum standar yang dihasilkan, maka identifikasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida dalam tablet dianalisis dengan pola puncak spektrum yang khas berdasarkan gugus fungsinya.
Identifikasi sulit dilakukan pada spektrum secara keseluruhan apabila sampel berada dalam bentuk campuran maka dari itu dilakukan pengenalan pola puncak pada masing – masing gugus fungsi yang dimiliki senyawa. Gugus fungsi yang berbeda memiliki bilangan gelombang yang berbeda pula pada spektrum Raman, tergantung jumlah energi yang menimbulkan getaran dari gugus fungsi tersebut [8]. Masing – masing senyawa juga memiliki gugus fungsi yang berbeda hal ini membuat Spektrum Raman pada masing – masing gugus fungsi karakteristik untuk senyawa tersebut [9]. Pada pengenalan pola puncak ini memanfaatkan spektrum sampel simulasi Efedrin
Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida pada konsentrasi 80%, 60%, 40% dan 20% untuk mendapatkan puncak yang khas dan konsisten pada setiap konsentrasi dari masing – masing senyawa ini.
Sebelum melakukan pengenalan pola puncak maka perlu dilihat hubungan spektrum yang terbentuk pada masing – masing rentang bilangan gelombang gugus fungsi penyusun Efedrin Hidroklorida. Nilai koefisien korelasi r antara spektrum standar dengan spektrum sampel simulasi pada rentang bilangan gelombang masing – masing gugus fungsi menyatakan hubungan yang terjadi, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Apabila nilai koefisien korelasi r > 0,95, kemungkinan besar terdapat puncak yang konsisten antara spektrum standar Efedrin Hidroklorida dengan spektrum sampel simulasi pada rentang bilangan gelombang gugus fungsi tersebut. Dari hasil pada Tabel 4 gugus fungsi cincin aromatis I, CH3, CH2 memiliki korelasi < 0,95 namun nilainya ≠ 0 sehingga masih terdapat hubungan pada gugus fungsi tersebut. Maka dari itu perlu didata puncak – puncak spektrum yang timbul pada masing – masing gugus fungsi tersebut.
Pola puncak yang dipilih adalah puncak yang konsisten [10]. Puncak yang konsisten merupakan puncak yang terbentuk pada bilangan gelombang yang sama dari spektrum standar yang memiliki kandungan zat aktif 100% hingga spektrum simulasi yang memiliki kandungan zat aktif 20%. Dari data yang diperoleh diketahui bahwa puncak dijadikan sebagai pola puncak yang khas dari Efedrin Hidroklorida yaitu pada bilangan gelombang 1305 cm-1 (C-N), 1380 cm-1 (C-CH3), 1662 cm-1 (C=C), 1600 cm-1 (C-OH), dan 315 cm-1 (C-C alifatik).
Pada Dekstrometorfan juga dilihat nilai koefisien korelasi r antara spektrum standar dengan spektrum sampel simulasi pada rentang bilangan gelombang masing – masing gugus fungsi penyusun Dekstrometorfan. Pada Tabel 5 gugus fungsi yang memiliki nilai koefisien korelasi r > 0,95 yaitu cincin aromatic rentang II Namun gugus fungsi lainnya yang menyusun Dekstrometorfan masih memiliki korelasi (≠ 0) sehingga masih perlu didata puncak – puncak spektrum yang timbul pada gugus fungsi tersebut.
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa pola puncak yang khas dan konsisten dari Dekstrometorfan yaitu 1040
Tabel 4. Data Koefisien Korelasi r Sampel Simulasi Efedrin Hidroklorida (SSE) dengan Konsentrasi 80%, 60%, 40%, dan 20% terhadap Standar Efedrin Hidroklorida pada Masing – masing Rentang Bilangan Gelombang Gugus Fungsi.
|
No. |
Gugus Fungsi |
Rentang Bilangan |
Koefisien Korelasi r | |||
|
Gelombang Teoritis (cm-1) |
Efedrin vs SSE 80% |
Efedrin vs SSE 60% |
Efedrin vs SSE 40% |
Efedrin vs SSE 20% | ||
|
1. |
C – C (Alifatik) |
250 – 400 |
0,450 |
0,724 |
0,605 |
0,783 |
|
2. |
Cincin Aromatik Rentang I |
990 – 1100 |
0,981 |
0,875 |
0,421 |
-0,512 |
|
3. |
C – N |
1250 – 1305 |
0,716 |
0,157 |
-0,228 |
-0,262 |
|
4. |
C-CH3 |
1355-1385 |
0,543 |
0,354 |
-0,374 |
0,185 |
|
5. |
CH3, CH2 |
1405 – 1455 |
0,949 |
0,726 |
0,339 |
0,853 |
|
6. |
C = C |
1625 – 1680 |
-0,155 |
0,326 |
-0,394 |
-0,011 |
|
7. |
Cincin Aromatik Rentang II |
1450 – 1500 |
0,598 |
0,717 |
0,494 |
-0,061 |
|
8. |
C-OH |
1500 – 2000 |
0,768 |
0,556 |
0,288 |
-0,226 |
Tabel 5. Data Koefisien Korelasi Sampel Simulasi Dekstrometorfan (SSD) dengan Konsentrasi 80%, 60%, 40%, dan 20% Terhadap Standar Dekstrometorfan pada Masing – masing Rentang Bilangan Gelombang Gugus Fungsi
|
No. |
Gugus Fungsi |
Rentang Bilangan |
Koefisien Korelasi r | |||
|
Gelombang Teoritis (cm-1) |
Dekstro vs SSD 80% |
Dekstro vs SSD 60% |
Dekstro vs SSD 40% |
Dekstro vs SSD 20% | ||
|
1. |
C-O-C |
800 – 950 |
0,807 |
0,557 |
0,492 |
0,492 |
|
2. |
Cincin Aromatik Rentang I |
990 – 1100 |
0,939 |
0,843 |
0,774 |
0,469 |
|
3. |
C – N |
1250 – 1305 |
0,924 |
0,902 |
0,909 |
0,321 |
|
4. |
CH3, CH2 |
1405 – 1455 |
0,927 |
0,918 |
0,833 |
0,282 |
|
5. |
Cincin Aromatik Rentang II |
1450 – 1500 |
0,981 |
0,879 |
0,716 |
0,857 |
|
6. |
Cincin Hetero |
1550 – 1610 |
-0,149 |
0,404 |
0,856 |
-0,331 |
|
7. |
C = C |
1625 – 1680 |
-0,425 |
0,006 |
0,550 |
0,055 |
cm-1 (cincin Aromatis rentang I), 1495 cm-1 (cincin Aromatis rentang II), 768 cm-1 (C-Cl), 1580 cm-1 (cincin Hetero), 1667 cm-1 (C=C ) dan 855 cm-1 (C-O-C).
Pada Tramadol Hidroklorida juga dilihat nilai koefisien korelasi r antara spektrum standar dengan spektrum sampel simulasi pada rentang bilangan gelombang masing – masing gugus fungsi penyusun Tramadol Hidroklorida. Kedekatan spektrum pada masing – masing rentang bilangan gelombang gugus fungsi penyususn Tramadol Hidroklorida dilihat dari nilai koefisien korelasi r yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Pada Tabel 6 gugus fungsi yang memiliki nilai koefisien korelasi r > 0,95 hanya cincin hetero. Nilai koefisien korelasi r > 0,95 menunjukkan kemungkinan ada puncak yang sama antara spektrum standar Tramadol Hidroklorida dengan spektrum sampel simulasi pada rentang bilangan gelombang gugus fungsi tersebut. Namun gugus fungsi lainnya yang menyusun Tramadol Hidroklorida memiliki korelasi ≠ 0 sehingga masih perlu didata puncak – puncak spektrum yang timbul pada gugus fungsi tersebut.
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa pola puncak yang khas dari Tramadol Hidroklorida yaitu 1006 cm-1 (cincin aromatis rentang I), 1467 cm-1 (cincin aromatis rentang II), 1552 cm-1 (C-OH), 1635 cm-1 (C=C), 285 cm-1 (C-C Alifatik), 1345 cm-1 (C-N) dan 855 cm-1 (CO-C).
Pada proses pengenalan pola puncak Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida terdapat koefisien korelasi r yang bervariasi pada beberapa gugus fungsi. Berdasarkan rentang bilangan gelombang gugus fungsi yang dimiliki zat aktif (Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida) tidak selalu memiliki koefisien korelasi r yang semakin kecil seiring dengan penurunan konsentrasi. Hal ini dikarenakan penggerusan yang tidak sama antar sampel simulasi, sehingga ukuran partikelnya bervariasi. Perubahan polimorfisme dari sampel mungkin saja terjadi akibat penambahan serbuk amprotab pada zat aktif. Polimorfisme juga mempengaruhi spektrum Raman yang dihasilkan [11]. Selain itu amprotab juga memiliki gugus fungsi yang mungkin sama dengan gugus fungsi yang dimiliki zat aktif, sehingga memberikan biasan pada daerah yang sama dengan zat aktif. Hal ini juga mempengaruhi koefisien korelasi r
Tabel 6. Data Koefisien Korelasi r Sampel Simulasi Tramadol Hidroklorida (SST) dengan Konsentrasi 80%, 60%, 40%, dan 20% Terhadap Standar Tramadol Hidroklorida pada Masing – masing Rentang Bilangan Gelombang Gugus Fungsi.
|
No. Gugus Fungsi |
Rentang Koefisien Korelasi r Teoritis Tramadol vs SST Tramadol vs Tramadol vs Tramadol vs Teoritis (cmg-1) 80% SST 60 % SST 40 % SST 20 % |
|
C – C
Cincin
Rentang I
Cincin Aromatik . Rentang II
|
250 – 400 0,742 0,847 0,313 0,337 800-950 0,852 0,779 0,421 0,678 990 – 1100 0,827 0,834 0,245 0,590 1250 – 1305 0,446 0,183 0,232 0,116 1405 – 1455 0,946 0,829 0,826 -0,109 1450 – 1500 0,857 0,976 0,796 0,990 1550-1610 0,968 0,866 0,290 0,614 1625 – 1680 0,127 -0,670 -0,108 0,057 1500 – 2000 0,434 0,658 0,034 0,547 |
yang bervariasi tersebut. Adanya biasan amprotab yang terakumulasi dengan biasan zat aktif ini juga menjadi alasan terbentuknya spektrum.
1006 cm-1 (cincin aromatis I), 1467 cm-1 (cincin aromatis II), 1552 cm-1 (C-OH), 1635 cm-1 (C=C), 285 cm-1 (C-C Alifatik), 1345 cm-1 (C-N) dan 855 cm-1 (C-O-C).
Perubahan konsentrasi Efedrin Hidroklorida, Dekstrometorfan dan Tramadol Hidroklorida pada suatu campuran berpengaruh terhadap pola spektrum Raman yang dihasilkan. Semakin kecil konsentrasi senyawa tersebut dalam campuran memberikan nilai koefisien korelasi r semakin kecil terhadap spektrum standar. Pola puncak yang digunakan untuk identifikasi Efedrin Hidroklorida yaitu puncak pada bilangan gelombang 1305 cm-1 (C-N), 1380 cm-1 (C-CH3), 1662 cm-1 (C=C), 1600 cm-1 (C-OH), dan 315 cm-1 (C-C alifatik). Pola puncak yang digunakan untuk identifikasi Dekstrometorfan yaitu puncak pada bilangan gelombang 1040 cm-1 (cincin Aromatis I), 1495 cm-1 (cincin Aromatis II), 768 cm-1 (C-Cl), 1580 cm-1 (cincin Hetero), 1667 cm-1 (C=C ) dan 855 cm-1 (C-O-C). Pola puncak yang digunakan untuk identifikasi Tramadol Hidroklorida yaitu puncak pada bilangan gelombang
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si; Prof. Dr. Drs. I Wayan Budiarsa Suyasa, M.Si; Dra. Ni Made Puspawati, M.Phil. PhD atas bimbingan, saran dan ide yang telah diberikan.
-
[1] Batrick, E. G..2002a. Aplication of Vibrational Spectroscopy in Criminal Forensic Analysis.
England: John Wiley & S ons, Page: 1-12
-
[2] Chalmers, J. M., H. G. M. Edwards, and M. D. Hargreaves. 2010. Infrared and Raman Spectroscopy in Forensic Science. United Kingdom: John Wiley & Sons, Page: 5-10
-
[3] Thomson, G. 2002. Forensic Applications of Raman
Spectroscopy (Disertation).
England: The University of Leeds
-
[4] Bell, S. E. J., J. R. Beattie, J. J. McGarvey, K. L. Peters, N. M. S. Sirimutu and S. J. Speers. 2004. Development of Sampling Method for Raman Analysis of Solid Dosage Forms of Therapeutic and Illicit Drugs. Journal of Raman Spectroscopy. 35: 409-417
-
[5] Fedchak, S.. 2014. Presumptive
Field Testing Using Portable Raman Spectroscopy. Las Vegas: U. S. Departement of Justice
-
[6] Ryder, A. G., G. M. O’Connor and T. J. Glynn. 2000. Quantitative
Analysis of Cocaine in Solid
Mixtures Using Raman
Spectroscopy and Chemometric
Method. Journal of Raman Spectroscopy. 31(3): 221-227
-
[7] Taylor, R. 1990. Interpretation of Correlation Coefficient : A Basic Review. Journal of Diagnostic Medical Sonography, 6: 35-36
-
[8] Smith, E. and G. Dent. 2005. Modern Raman Spectroscopy – A Practical Approach. England: John Wiley & Sons
-
[9] Batrick, E. G.. 2002b. Forensic
Analysis by Raman Spectroscopy: An Emerging Technology. France: MEDIMOND
-
[10] Froment, F., A. Tournie and P.
Colomban. 2008. Raman
Identificatiom of Natural Red to Yellow Pigments : Ochre and Iron-Containing Ores. Journal of Raman Spectroscopy. 39: 560-568
85
Discussion and feedback