Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)                                                               I∣

Volume 4, Nomor 2, Oktober                                                                                         ii

; TCimia :

Ij

PENGARUH BIOFILM TERHADAP EFEKTIVITAS PENURUNAN BOD, COD, TSS, MINYAK DAN LEMAK DARI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN MENGGUNAKAN TRICKLING FILTER

Arik Agustina1, Iryanti Eka Suprihatin1,2, James Sibarani1,2

1 Magister Kimia Terapan, Pascasarjana Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali 2 Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali [email protected]

ABSTRAK : Penelitian mengenai proses pengolahan limbah dari pabrik pengolahan ikan menggunakan trickling filter bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber mikroorganisme terhadap pembentukan biofilm serta pengaruh biofilm dan variasi sirkulasi terhadap efektivitas penurunan Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), minyak dan lemak dari limbah pengolahan ikan. Penelitian ini diawali dengan pembuatan biofilm dari pecahan genting sebagai media menggunakan air limbah pengolahan ikan dan air sungai sebagai sumber mikroorganisme. Setelah biofilm terbentuk, air limbah dipercikkan ke dalam bak yang berisi biofilm tersebut sebanyak 4 kali sirkulasi. BOD, COD, TSS, minyak dan lemak diukur pada masing-masing sirkulasi. Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA dua arah untuk mengetahui pengaruh sumber mirkroorganisme dan variasi sirkulasi pada efektivitas sistem dalam menurunkan parameter pencemar. Sumber mikroorganisme dari limbah pengolahan ikan lebih efektif dibandingkan air sungai. Analisis menujukkan bahwa sirkulasi 4 lebih Efektif dalam menurunkan BOD, COD, TSS, minyak dan lemak dengan persentase secara berurutan adalah 87,50%; 59,57%; 91,85%; dan 88,56%.

Kata Kunci : Trickling Filter, BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak

ABSTRACT : The research on waste treatment process from fish processing plant by using trickling filter aims to determine the influence of source of microorganisms on biofilm formation, and the effect of biofilm and the number of circulation on the decrease of Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), oil and grease. This study started with the formation of biofilm on roof tiles as the media, using fish processing waste and river water as the sources of microbes. The liquid waste was then trickled through the biofilm and circulated for four times. Samples were collected at each circulation and were analysed for their BOD, COD, TSS, Oil and fat concentrations. Data were analysed using two way ANOVA to determine the effect of microbe sources and circulation numbers on the effectivity of the system in decreasing the pollutant parameters. It was evident that biofilm formed by the fish processing waste was more effective than that by river water. The analysis also suggested that 4 circulations lower the BOD, COD, TSS, oil and grease most effectively, with the percentages of 87,50%; 59,57%; 91,85%, and 88,56% respectively.

Keywords: Trickling Filter, BOD, COD, TSS, Oil and Grease

  • 1.    PENDAHULUAN

Industri pengolahan ikan yang terdapat di Indonesia umumnya masih konvensional dimana lokasi industri berdekatan dengan tempat penangkapan ikan sebagai tempat

penyediaan sumber bahan baku olahan. Umumnya pengolahan ikan tradisional tidak mengolah limbahnya sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah dapat berupa bekas

pencucian ikan yang masih mengandung protein, lemak dan zat padat terlarut [1]. Proses utama dari pengolahan ikan meliputi penerimaan produk, pemilahan (pemotongan daging ikan, pemfiletan, penghilangan sisik kulit, kepala, isi perut), penimbangan, perendaman dan proses lainnya seperti pengalengan serta pengemasan [2]. Proses pengolahan inilah yang menghasilkan limbah, yang bila langsung dibuang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan pesisir dan laut. Berdasarkan penelitian Oktavia dkk [2], limbah pengolahan ikan mengandung TSS sebesar 47 mg/L, BOD sebesar 270 mg/L, dan COD sebesar 410 mg/L. Sedangkan pada penelitian Hayati [3] pengolahan ikan (sardine) mengandung BOD sebesar 9,22 x 103 mg/kg; TSS sebesar 5,41 x 103 mg/kg; minyak dan lemak sebesar 0,21 x 103 – 0,3 x 103 mg/kg. Karakteristik air limbah yang mengandung senyawa organik ditunjukkan antara lain oleh tingginya parameter BOD dan COD [2].

Salah satu alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair pengolahan ikan adalah menggunakan trickling filter atau biofilter. Trickling Filter adalah proses pengolahan dengan cara menyebarkan air limbah ke suatu tumpukan atau media yang biasanya terdiri dari bahan kerikil, pecahan keramik, medium dari plastik [4] atau pecahan genting [5]. Trickling filter merupakan pengolahan limbah cair dengan jenis pertumbuhan mikroorganisme terlekat (attached growth). Mikroorganisme tersebut akan melekat pada biofilm yang terbentuk pada media trickling filter [6]. Biofilm merupakan lapisan tipis yang tersusun oleh kumpulan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada permukaan media [7]. Lapisan biofilm terdiri dari bakteri, protozoa dan fungi seperti Zoogloea ramiqera, Carchesium dan Opercularia vorticella [6]. Pemanfaatan trickling filter dalam penanganan kontaminan dalam air atau limbah cair sudah banyak dilaporkan, diantaranya oleh Radisty dan Yoga [8], Harahap [9] dan Suprihatin dkk [5]. Pada penelitiannya, Radisty dan Yoga [8], berhasil menurunkan

kadar COD air kolam Retensi Tawang sebesar 5,2 mg/L dengan waktu tinggal 48 jam. Sedangkan penelitian Harahap [9], yang menggunakan dua unit trickling filter dari tempurung kelapa sawit untuk mengolah limbah cair proses pembuatan tempe berhasil menurunkan kadar amoniak (nilai efektivitas) mencapai 30,78%. Pada penelitian Suprihatin dkk [5] berhasil menurunkan kandungan amoniak limbah cair rumah sakit sebesar 3,308 mg/Ljam atau 74% dalam 48 jam dalam sistem dengan volume 20 liter. Namun dari penelitian-penelitian tersebut, belum ada yang melaporkan tentang pengaruh sumber mikroorganisme maupun sirkulasi limbah terhadap penurunan konsentrasi polutan. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan limbah menggunakan sistem trickling filter dengan variasi sumber mikroorganisme untuk pembentukan biofilm dan variasi sirkulasi. Berdasarkan latar belakang diatas, maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah menggunakan trickling filter dengan variaasi sumber mikroorganisme untuk pembentukan biofilm dan variasi sirkulasi untuk menurukan BOD, COD, TSS, minyak dan lemak.

  • 2.    PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air limbah pengolahan ikan yang diambil di salah satu pabrik pengolahan ikan di Desa Pengambengan Kabupaten Jembrana, air sungai, K2Cr2O7, H2SO4 pekat, HgSO4, MnSO4, alkali iodida azida, n-heksan, MTBE, Na2SO4, Na2S2O3, amilum, akuades, kertas saring, dan pecahan genting dengan ukuran ± 5 cm (media trickling filter).

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak trickling filter, aerator, pipa, dan saluran sampling port, termos es, seperangkat alat refluks, buret, pH meter merk Hach, termometer, Global Positoning System (GPS), statif, klem, peralatan gelas, timbangan analitik merk Shimatzu, desikator, pompa vakum, oven merk Memert dan Spektrofotometer UV-Vis merk Shimatzu type UV 1800.

  • 2.2    Metode

    Sampling Air Limbah

Sampel air limbah diambil dengan menampung air limbah dari outlet bak penampungan pertama pada sistem saluran air limbah pengolahan ikan. Air limbah ditampung dalam wadah yang sesuai dengan karakteristik      limbah,      selanjutnya

ditempatkan dalam termos es dan dibawa ke laboratorium. Dilakukan pencatatan pH limbah sebelum diolah dengan sistem trickling filter.

Penyiapan pembentukan biofilm pada trickling filter

Disiapkan pecahan-pecahan genting dengan ukuran ± 5 cm dan 3 buah bak dengan ketentuan bak 1 berisi sumber mikroorganime dari air limbah pengolahan ikan (S1), bak 2 berisi sumber mikroorgansme air sungai (S2) dan bak kontrol (S0). Selanjutnya pecahan genting dimasukkan dan disusun menyerupai sarang tawon dan bertingkat hingga ketebalan ± 5 cm ke masing-masing bak lalu direndam dalam air limbah sesuai dengan variasi pada bak 1 dan bak 2 selama 21 hari. Aerasi dilakukan dengan meneteskan sumber mikroorganisme secara terus menerus agar terbentuk lapisan biofilm pada media. Analisis Volatile Suspended Solid (VSS) dilakukan untuk mengukur tingkat pertumbuhan biomassa hingga mencapai nilai 2000 mg/L [8].

Penentuan efektifitas a. Pemeriksaan awal

Diukur pH, suhu, dan warna sampel air limbah pengolahan ikan. Kemudian kandungan BOD, COD, TSS, minyak dan lemak dianalisis mengikuti prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI).

  • b. Penentuan efektivitas

Air limbah disirkulasikan ke dalam bak trickling filter secara perlahan selama 4 kali. Pada setiap sirkulasi, sampel diambil untuk diukur konsentrasi BOD, COD, TSS, minyak dan lemaknya. Selanjutnya dibuat kurva konsentrasi terhadap variasi sirkulasi dalam menurunkan kadar pencemar air

limbah. Efektivitas pengolahan menggunakan trickling filter ditentukan dengan membandingkan parameter hasil pengolahan dengan sebelum pengolahan.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan hasil pengolahan limbah pengolahan ikan secara trickling filter, sedangkan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung kadar pencemar yang mampu didegradasi oleh mikroorganisme pada sistem trickling filter. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafis menggunakan program Microsoft Excel. Analisis statistik dilakukan menggunakan software costat dan anova dua arah.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Sumber Mikroorganisme terhadap Pembentukan Biofilm pada Media Trickling Filter

Pada proses pembentukan biofilm dari dua sumber mikroorganisme S1 dan S2 dilakukan perhitungan nilai VSS (Volatile Suspended Solids). Pengukuran VSS atau konsentrasi padatan tersuspensi menguap umumnya digunakan untuk memperkirakan konsentrasi mikroorganisme dalam unit pengolahan limbah secara biologis [10]. Analisis VSS dilakukan selama 21 hari dengan rentang waktu 3 hari, yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh waktu terhadap VSS dari proses pembentukan biofilm oleh limbah pengolahan ikan (S1) dan air sungai (S2).

Hasil analisis VSS pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sumber mikroorganisme dari pengolahan ikan di Desa Pengambengan (S1) pada hari ke 18 telah mampu mencapai nilai VSS melebihi 2.000 mg/L yaitu sebesar 2.123 ± 5,77 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke 18 untuk bak S1, mikroorganisme telah tumbuh secara optimal (VSS ≥ 2000 mg/L) dan sudah dapat digunakan untuk mendegradasi senyawa organik dalam proses pengolahan limbah. Sumber mikroorganisme (S1) mampu mencapai nilai VSS melebihi 2.000 mg/L pada hari ke 21 yaitu sebesar 2.013 ± 5,77 mg/L. Berdasarkan kondisi kedua sumber mikroorganisme tersebut dapat dilihat bahwa kondisi ekosistem S1 lebih mendukung untuk pertumbuhan biofilm pada media trickling filter.

Gambar 2. Pengaruh waktu terhadap pH dari proses pembentukan biofilm oleh limbah pengolahan ikan (S1) dan air sungai (S2).

Sumber mikroorganisme S1 memiliki rentang nilai pH sebesar 7,83 – 8,10 dan S2 7,45 – 8,01. Mikrooganisme dapat tumbuh pada pH optimum yaitu pH 6,0 – 8,0, meskipun beberapa mikroorganisme dapat hidup pada pH tinggi [11]. Perubahan pH disebabkan oleh aktivitas fotosistesis dan respirasi dalam ekosistem.

Kenaikan pH ini disebabkan karena reaksi biologis yaitu proses penguraian yang

terjadi oleh mikroorganisme terhadap nutrien yang diberikan seperti glukosa, urea dan NH4Cl. Peningkatan nilai pH ini karena adanya nutrien yang diberikan ke dalam sumber mikroorganisme [13]. Tetapi kondisi pH antara 7,45 – 8,10 pada sumber mikroorganisme S1 dan S2 selama proses pembentukan biofilm dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme sehingga membantu proses pembentukan biofilm.

Efektivitas penurunan BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak

  • a.    Efektivitas Sistem Trickling Filter Terhadap Penurunan BOD

Efektivitas dari sumber mikroorganisme S1 lebih tinggi dibandingkan dengan S2 karena lebih banyaknya mikroorganisme yang menempel pada biofilm yang menggunakan limbah untuk menguraikan bahan organik yang digunakan sebagai nutrien [10].

Gambar 3. Penurunan BOD dengan variasi sirkulasi pada sistem Trickling Filter menggunakan limbah pengolahan ikan (S1), air sungai (S2), dan kontrol (S0).

Berdasarkan Gambar 3, untuk aplikasi dari kontrol (S0) tidak ada limbah yang dapat memenuhi baku mutu (Baku mutu BOD adalah 100 mg/L). Penurunan konsentrasi limbah pengolahan ikan tertinggi berasal dari sumber mikroorganisme S1 khususnya pada sirkulasi III dan IV. Hal ini disebabkan karena mikroorganisme S1 berasal dari sumber yang sama dengan limbah sehingga

mikroorganisme telah beradaptasi terlebih dahulu dengan ekosistemnya. Fakta ini telah sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suyasa [10]. bahwa lokasi pengambilan bibit disesuaikan dengan limbah yang akan diolah.

Selain itu, disampaikan juga oleh Penn et al [14] bahwa jumlah oksigen yang memadai akan mendukung proses degradasi biologis secara aerobik dari limbah organik sampai semua limbah terdegradai. Awalnya sebagian air limbah dioksidasi untuk melepaskan energi yang digunakan oleh mikroorganisme untuk pemeliharaan sel serta pembentukan sel baru. Disini CHONS (Carbon, Hydrogen, Oxygen, Nitrogen, Sulphur) digunakan untuk mewakili limbah organik dan C5H7NO2 mewakili serat-serat sel pada perairan dan limbah yang mengandung senyawa organik, sehingga reaksinya sebagai berikut :

Oksidasi :

CHONS + O2 + energi ----► CO2 + H2O

+ NH3 + produk + energi

Persenyawaan:

CHONS + O2 + mikroorganisme + energi -----► C5H7NO2

Respirasi endogen :

C5H7NO2+ 5O2 ----k  5O2+ NH3+ H2O

Reaksi ini berlangsung pada perairan dan limbah yang mengandung senyawa organik. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Singh et al [15]. Terlebih apabila mikroorganisme tersebut masih berada dalam fase eksponensial, yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah sel karena mikroorganisme mengalami fase pertumbuhan. Pada fase ini jumlah mikroorganisme mencapai maksimal sehingga limbah yang didegradasi juga maksimal yang menyebabkan kandungan senyawa organik menurun [10].

  • b.    Efektivitas Sistem Trickling Filter Terhadap Penurunan COD

Gambar 4. Penurunan COD dengan variasi sirkulasi pada sistem Trickling Filter menggunakan limbah pengolahan ikan (S1), air sungai (S2) dan kontrol (S0).

Berdasarkan Gambrar 4, sumber mikroorganisme yang berasal dari limbah pengolahan ikan (S1) lebih efektif dalam menurunkan kadar COD dibandingkan dengan sumber mikroorganisme yang berasal dari air sungai (S2). Selain itu, dapat diamati pula bahwa semakin banyak sirkulasi, maka nilai COD akhir semakin menurun (persentase penurunan COD semakin besar).

Ditinjau dari baku mutu COD yaitu 300 mg/L, sumber mikroorganisme S0 belum efektif dalam menurunkan nilai COD. Sedangkan S1 telah efekktif pada sirkulasi III dan IV, serta untuk S2 hanya efektif pada sirkulasi IV. Pengolahan limbah dengan sumber mikroorganisme S1 lebih efektif dibandingkan dengan sumber mikroorganisme S2. Tingginya penurunan nilai COD dengan aplikasi sumber mikroorganisme S1 disebabkan oleh tingginya konsentrasi mikroorganisme (VSS) serta kesamaan sumber mikroorganisme dengan limbah yang diolah sehingga pembentukan biofilm lebih baik [10]. Pada lapisan biofilm senyawa organik diurai oleh mikroorganisme aerob, sehingga nilai COD menjadi turun. Nilai COD yang tinggi, menunjukkan kandungan senyawa organik pada limbah tinggi, sehingga bila melewati biofilm akan sedikit yang mampu diurai oleh mikroorganisme. Ini telah sejalan

dengan fakta yang disampaikan oleh Radhisty dan Yoga [8].

c. Efektivitas Sistem Trickling Filter

Terhadap Penurunan TSS

Gambar 5. Penurunan TSS dengan variasi sirkulasi pada sistem Trickling Filter menggunakan limbah pengolahan ikan (S1), air sungai (S2) dan kontrol (S0).

Berdasarkan Gambar 5 dapat dinyatakan bahwa sistem kontrol (S0) dan sistem dengan sumber mikroorganisme dari sungai yang mengandung limbah domestik (S2) belum efektif dalam menurunkan kadar TSS pada air limbah. Pengolahan limbah dengan sistem trickling filter telah efektif sesuai baku mutu pada sistem yang menggunakan sumber mikroorganisme limbah pengolahan ikan (S1) pada sirkulasi keempat.

Penurunan nilai TSS terjadi karena tertahannya partikel-partikel padatan oleh biofilm yang menyebabkan jumlah padatan dalam limbah pengolahan ikan menjadi berkurang. Media biofilm mampu menahan laju air limbah sehingga terjadi interaksi antara limbah dengan mikroorganisme yang terdapat pada biofilm dimana penyaringan diawali dengan penahanan dan pengikatan padatan tersuspensi sehingga dapat menurunkan nilai TSS. Fakta ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Abrori dkk [16] dalam penelitiannya pengolahan limbah cair industri tahu menggunakan biofilter horizontal untuk menurunkan BOD, COD, TSS, dan pH.

  • d. Efektivitas Sistem Trickling Filter Terhadap Penurunan Minyak dan Lemak

Gambar 6. Penurunan minyak dan lemak dengan variasi sirkulasi pada sistem Trickling Filter menggunakan limbah pengolahan ikan (S1), air sungai (S2) dan kontrol (S0).

Berdasarkan Gambar 6, dapat dinyatakan bahwa sistem kontrol (S0) dan dengan sumber mikroorganisme dari sungai (S2) belum efektif terhadap baku mutu (baku mutu minyak dan lemak adalah 15 mg/L) dalam menurunkan kadar minyak dan lemak pada air limbah. Sedangkan Pengolahan limbah dengan sumber mikroorgamisme dari limbah pengolahan ikan (S1) telah efektif sesuai baku mutu pada sirkulasi IV.

Penurunan kandungan minyak dan lemak disebabkan karena mikroorganisme yang melekat pada biofilm menguraikan senyawa minyak dan lemak. Mekanisme penguraiannya mungkin melalui proses fermentasi (anaerob) air limbah pengolahan ikan dengan memanfaatkan mikroorganisme anaerob yang mampu menghasilkan enzim lipase [11]. Pada lapisan biofilm, maka pada lapisan luar akan berada pada kondisi aerob sedangkan pada bagian biofilm yang melekat pada media akan berada pada kondisi anaerob [17]. Lipase dapat menghidrolisis lemak pada limbah menjadi gliserol dan asam lemak.

Lipase

C55H98O6 + H2O -► C3H8O3 + R-COOH

Proses inilah yang menyebabkan minyak dan lemak pada limbah menurun setelah proses pengolahan limbah [18].

Pengaruh Biofilm dan Variasi Sirkulasi terhadap penurunan kadar pencemar BOD, COD, TSS, Minyak dan Lemak dari limbah pengolahan ikan dengan trickling filter

Penurunan tertinggi untuk BOD, COD, TSS, minyak dan lemak terjadi pada trickling filter menggunakan sumber mikroorganisme (S1) pada sirkulasi ke empat. Hal ini karena senyawa organik dalam limbah menjadi makanan bagi mikroorganisme yang terdapat pada limbah, dimana makin tinggi kandungan senyawa organik dalam sumber mikroorganisme (S1), main banyak pula nutrien yang tersedia untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme berfungsi untuk mengurai senyawa organik dalam limbah sehingga dalam jangka waktu tertentu kandungan senyawa organik pada limbah akan menurun [7].

Persentase penurunan beban pencemar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak terendah adalah pada sirkulasi pertama. Ini disebabkan karena air limbah hanya melewati media trickling fiter sebanyak satu kali sehingga air limbah hanya diuraikan oleh mikroorganisme pada lapisan biofilm yang melekat sebanyak 1 kali. Sedangkan pada sirkulasi yang kedua, persentase penurunan senyawa organik lebih besar daripada sirkulasi 1 kali. Hal ini karena air limbah pengolahan ikan mengalami 2 kali sikulasi sehingga dapat lebih lama mengalami kontak dengan lapisan biofilm. Demikian pula dengan trickling filter sirkulasi III dan IV, dimana presentase penurunan beban pencemar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak terbesar pada sirkulasi IV. Hal ini karena air limbah mengalami kontak dengan mikrooganisme pada biofilm lebih lama [7].

Penurunan beban pencemar BOD, COD, TSS, minyak dan lemak setelah melalui sistem trickling filter terjadi karena

dua proses, yaitu proses aerasi dan proses penguraian oleh mikroorganisme yang terdapat pada lapisan biofilm. Proses penetesan air limbah ke bawah dan proses lewatnya air limbah ke permukaan biofilm pada sistem trickling filter mempermudah pengambilan oksigen dari udara bebas oleh mikroorganisme pengurai. Selain faktor tersebut, kondisi lingkungan seperti pH dan suhu juga mendukung pertumbuhan mikroorganisme dalam menguraikan limbah pengolahan ikan [19].

Senyawa organik yang ditunjukkan oleh BOD, COD, TSS, minyak dan lemak akan terdistribusi ke lapisan biofilm yang melekat pada permukaan medium. Selanjutnya senyawa organik tersebut akan diurai oleh mikroorganisme yang terdapat di lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan diubah menjadi biomassa. Bertambahnya jumlah oksigen dan jumlah mikroorganisme pengurai akan membantu proses penguraian senyawa organik. Selain itu bertambahnya sirkulasi juga dapat membantu proses penurunan senyawa organik, karena lebih lamanya kontak senyawa oganik dengan lapisan biofilm, sehingga nilai BOD, COD, TSS, minyak dan lemak mengalami penurunan[19].

  • 4.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, mikroorganisme dari limbah kegiatan pengolahan ikan (S1) memberikan pengaruh terhadap pembentukan biofilm pada media trickling filter yang ditunjukkan dengan pertumbuhan biomassa mikroorganisme tertinggi (nilai VSS) sebesar 2310,0 mg/L. Untuk tingkat efekivitas trickling filter dalam menurunkan BOD, COD, TSS, minyak dan lemak tertinggi dicapai menggunakan limbah pengolahan ikan sebagai sumber mikroorganisme pada sirkulasi IV secara berurutan adalah 87,50%; 59,57%; 91,85%; dan 88,56%

  • 5.    UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Gede Mahardika, MS; Prof. Dr. Drs. I W. Budiarsa Suyasa, M.Si., dan Dr. I Nengah Wirajana, S.Si. M.Si yang telah memberikan masukan serta kritikan demi kesempurnaan dan kelancaran penelitian, penulisan tesis, hingga penyusunan jurnal ini.

  • 6.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Moertinah, S. 2010. Kajian Proses Anaerobik     sebagai     Alternatif

Teknologi Pengolahan Air LImbah Industri Organik Tinggi. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. Vol I (2), 104-114.

  • [2]    Oktavia, D., Djumali, M., Singgih, W., Titi, C., Mulyorini, R. 2012. Pengolahan Limbah Cair Perikanan Menggunakan Konsorsium Mikroba Indigenous Proteolitik dan Lipolitik. Jurnal Agrointek. Vol VI (2), 65-71.

  • [3]    Hayati, M. 1998. Mempelajari Proses Produksi Udang beku dan Pengolahan Limbah di PT. Kalimantan Fishery. Laporan Praktek Lapangan. Jurusan TIN Fateta IPB, Bogor.

  • [4]    Anonim. 2005. Wastewater treatment Plant Operator Certification Training. The Pennsylvania States Association of Township Supervisors. Gannett Flenning, Inc.

  • [5]   Suprihatin, I. E., Budiarsa, S., Mayun,

  • L. 2015. Penurunan Kandungan Ammonia Limbah Cair Rumah Sakit dengan Trickling Filter dan Lahan Basah. Seminar Nasional Sains dan Teknologi, Denpasar.

  • [6]  Alfiah, T. 2015. Perbandingan Kinerja

Lumput Aktif dan Trickling Filter untuk Mengolah Limbah Cair Rumah Pemotongan Unggas. Jurnal IPTEK Media Komunikasi Teknologi. ISSN : 1411-7010, Surabaya.

  • [7]   Siwiendrayanti, A., Mardiana., Irwan,

B. 2008. Penurunan Kadar BOD5 Air Limbah Pemotongan Ayam (RPA) Pasar Rejomulyo Semarang pada

Pengoperasian Trickling Filter dengan Berbagai Variasi Frekuensi Sirkulasi. Jurnal. Kemas-Vol. 4(1) Juli-Des 2008, Semarang.

  • [8]    Radhisty, H A., Yoga A P. 2002. Pengolahan Limbah Air Kolam Retensi Tawang dengan Trickling Filter.   Jurusan Teknik Kimia

Universitas Diponogoro, Semarang.

  • [9]    Harahap, M., Thamrin., Saiful, B. 2013. Pengolahan Limbah Ikan Patin menjadi Biodiesel. Jurnal. Pusat Penelitian    Lingkungan    Hidup

Universitas Udayana, 113-122.

  • [10]    Suyasa, B. 2015. Pencemaran Air dan Pengolahan Air Limbah. Denpasar: Udayana University Press.

  • [11]    Romayanto, M E W., Wiryanto., Sajidan.     Pengolahan     Limbah

Domestik dengan Aerasi dan Penambahan Bakteri Pseudomonas putida. Junal Bioteknologi Vol 3 (2), 42 – 49.

  • [12]    Izzati, M. 2000. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan Tambak setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum Plagyophyllum dan Ekstraknya.    Jurnal.    Universitas

Ponogoro, Semarang.

  • [13]    Sari, S. 2015. Pemanfaatan Biosistem Tanaman untuk Menurunkan Kadar Fenol, Amonia, Ion Klorida, dan COD dari proses Biodegradasi Air Limbah yang Mengandung Rhodamin B. Tesis. Program Magister Kimia Terapan. Universitas Udayana, Denpasar.

  • [14]    Penn, M.L., James J.P., James R.M. 2015. Biochemical Oxygen Demand. Environmental and Ecological Chemistry Vol II. US.

  • [15]    Singh N.B., Ruchi Singh., Mohammed M.I. 2014. Waste Water Management in Dairy Industry :   Pollution

Abatement and Preventive Atitudes. Internasional Journal of Science, Environment and Technology, Vol. 3 (2), 672 – 683.

  • [16]    Abrori, T., Sri K.., Mas’ud Effendi. 2014. Pengolahan Limbah Tahu Menggunakan Biofilter Horizontal. FTP Universitas Brawijaya. Malang.

  • [17]    Sholichin, M. 2012. Pengolahan Limbah  Cair Pengolahan Limbah

dengan Proses Biofilm, Trickling Filter dan    RBS.    Universitas

Brawijaya, Malang.

  • [18]    Kanmani P., Kumaresan K., Aravid J. 2015. Utlization of Coconut Oil Mill Waste as a Substrate for Optimized Lipase Production, Oil Biodegradation and Enzym Purification Studies in Staphyococcus Pasteuri. Electronic Journal of Biotecnology. Vol. 18,2028.

  • [19]    Suparman, H.M, Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EG.

145