QUALITY OF LOCAL PORK STORED AT ROOM TEMPERATURE
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 6: 1051-1057
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Desember 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p03
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Kualitas Daging Babi Lokal yang Disimpan pada Suhu Ruang
(QUALITY OF LOCAL PORK STORED AT ROOM TEMPERATURE)
I Nyoman Widya Putra Adnyana1*, I Wayan Masa Tenaya2, Romy Muhammad Dary Mufa2
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
-
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
Corresponding author email: [email protected]
Abstrak
Babi Bali merupakan babi lokal yang berasal spesies Sus scrofa vittatus yang hidup di pulau Bali. Daging mempunyai sifat yang mudah rusak akibat kegiatan fisik, kimiawi dan mikrobiologis setelah pemotongan. Sifat tersebut akan mempengaruhi daya tahan dan umur simpan daging sebelum mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas daging babi lokal yang disimpan pada suhu ruang selama 24 jam dan diperiksa setiap 6 jam ditinjau dari uji organoleptik dan uji objektif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging babi Bali bagian collum, ekstremitas cranial, dorsal, dan abdomen masing-masing sebanyak 125 g yang diambil dari satu babi Bali jantan berumur 4 bulan yang diperoleh dari tempat pemotongan babi guling yang beralamat di Desa Penatih, Denpasar. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas daging babi Bali yang diuji secara organoleptik (warna, bau, konsistensi, dan tekstur) dan uji objektif kadar air, daya ikat air dan Ph) yang diambil pada empat bagian yang di potong di tempat pemotongan babi guling yang beralamat di Desa Penatih, Denpasar, berdasarkan uji statistik pada uji organoleptik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Sedangkan pada uji objektif, tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05). Pada penelitian ini kondisi nilai organoleptik adalah normal, mengingat sampel daging didapatkan dari hewan yang baru disembelih. Tidak terdapat perubahan dari uji objektif menandakan bahwa tidak ada perubahan kualitas daging babi yang disimpan pada suhu ruangan yang cukup rendah dan perkembang biakan bakteri menjadi terhambat akibat suhu yang sangat dingin. Diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait kualitas organoleptik dan uji obyektif daging babi Bali berdasarkan daging yang disembelih menggunakan system tradisional dan pemotongan menggunakan mesin sebagai data dasar dari kualitas daging babi Bali.
Kata kunci: babi bali, kualitas daging babi bali, penyimpanan pada suhu ruang
Abstract
Balinese pig is a local pig derived from the species Sus scrofa vittatus that lives on the island of Bali. Meat has properties that are easily damaged due to physical, chemical and microbiological activities after cutting. These properties will affect the durability and shelf life of the meat before undergoing further processing. The purpose of this study was to determine the quality of local pork stored at room temperature for 24 hours and examined every 6 hours in terms of organoleptic tests and objective tests. The samples used in this study were Balinese pork in collum, cranial extremities, dorsal, and abdomen as much as 125 g each taken from one 4-month-old male Balinese pig obtained from a rolling pig slaughterhouse located in Penatih Village, Denpasar. The results showed that the quality of Balinese pork tested organoleptically (color, smell, consistency, and texture) and objective tests of water content, water binding power and Ph) taken in four parts cut at the babi guling slaughterhouse located in Penatih Village, Denpasar, based on statistical tests on organoleptic tests showed significantly different results (P<0.05). Meanwhile, in the objective test, there was no real difference (P>0.05). In this study, the condition of organoleptic values was normal, considering that meat samples were obtained from newly slaughtered animals. No change from the objective test
indicates that there is no change in the quality of pork stored at a sufficiently low room temperature and the proliferation of bacteria has been hampered due to extremely cold temperatures. It is expected to conduct further research related to organoleptic quality and objective tests of Balinese pork based on meat slaughtered using traditional systems and slaughter using machines as the basic data of Balinese pork quality.
Keywords: bali pork, bali pork quality, storage at room temperature
PENDAHULUAN
Babi merupakan salah satu jenis ternak yang digemari untuk dipelihara sebagian besar masyarakat Bali (Agustina et al., 2017). Babi bersifat prolific yang ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai banyak anak setiap kelahirannya yaitu berkisar antara 8-14 ekor dalam setahun dan bisa dua kali melahirkan (Nangoy et al., 2015). Hal tersebut merupakan suatu alasan bagi masyarakat untuk semakin tertarik di dalam beternak babi. Babi sendiri akan lebih efisien di dalam mengubah bahan makannya jika kualitas ransum yang dikonsumsi juga dalam kualitas yang baik, dan babi juga merupakan penghasil sumber daging untuk pemenuhan gizi yang sangat efisien karena babi memiliki konversi terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa diubah menjadi daging dan lemak (Djando dan Beyleto, 2018).
Daging babi merupakan keseluruhan bagian tubuh dari babi yang terdiri atas otot bagian serat yang berasal dari otot rangka, otot tanpa lemak, organ jantung, esophagus dan diafragma, dikecualikan atau tidak termasuk telinga, lidah, pembuluh darah, moncong dan bagian-bagian dari tulang (Soeparno, 2011). Kandungan gizi yang dimiliki daging babi seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral, serta memiliki kelebihan yaitu mengandung banyak thiamin yang diperlukan oleh tubuh untuk mencerna karbohidrat dan menunjang kerja sistem saraf (Aman et al., 2014). Ciri khas daging babi sendiri memiliki pembeda dari daging ternak lainnya yaitu lebih kenyal dan mudah direnggangkan, warna daging agak pucat, serat lebih halus dibandingkan
daging sapi, bau dagingnya juga khas, lemak berwarna putih dan nampak tebal (Naibaho et al., 2013).
Konsumen memerlukan daging yang berkualitas, oleh karena itu perlu diupayakan mulai dari memelihara babi hingga proses pemotongan agar nantinya didapat daging babi kualitas baik (Veerman, 2013). Kualitas daging merupakan hal yang sangat penting bagi konsumen, konsumen tentunya akan memilih kualitas terbaik, kualitas daging babi yang baik memiliki kriteria sebagai berikut, yaitu warna dari daging cerah dan berbau aromatis (khas), rasanya agak manis dengan konsistensi yang kenyal (Aman et al., 2014). Kualitas daging juga dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan (spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, bahan aditif dan stres) dan setelah pemotongan (metode pelayuan, stimulasi listrik, marbling, metode penyimpanan dan preservasi juga metode pemasakan) (Soeparno, 2011). Karakteristik lain yang turut menentukan kualitas daging babi adalah lemak intramuscular, retensi cairan, susut masak, kandungan atau jumlah dari mikroba dan pH daging (Empang et al., 2018).
Daging mempunyai sifat yang mudah rusak akibat kegiatan fisik, kimiawi dan mikrobiologis setelah pemotongan. Sifat tersebut akan mempengaruhi daya tahan dan umur simpan daging sebelum mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Daging yang diproduksi juga tidak langsung dikonsumsi tetapi disimpan sampai beberapa waktu sebelum dikonsumsi oleh pembeli. Pada masa simpan ini, pertumbuhan bakteri dapat berlangsung karena penyimpangan suhu (Erda dkk.,2003). Evaluasi terhadap
kualitas dan kesehatan daging dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian secara subjektif meliputi uji organoleptik yaitu penilaian terhadap warna, bau, dan konsistensi. Sedangkan penilaian objektif dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratorium atau dengan standar perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, daya ikat air dan kadar air (Arka, 1988).
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini observasional yaitu menguji kualitas daging babi secara organoleptik dan uji objektif.
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah sebanyak 4 sampel daging babi Bali yang diambil dari daging bagian collum, ekstremitas cranial, dorsal, dan abdomen masing-masing sebanyak 125g dibeli dari tempat pemotongan hewan tradisional Desa Penatih. Pengambilan sampel dilakukan dari satu babi Bali utuh.
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah; Variabel bebas: Babi Bali lokal; Variabel terikat: Kualitas daging babi secara organoleptik (warna, aroma, konsistensi, tekstur) dan secara objektif (pH, daya ikat air, dan kadar air); Variabel kendali (kontrol): Lokasi daging babi yaitu pada bagian collum, dorsal, ekstremitas cranial, dan abdomen serta penyimpanan pada suhu ruang
Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengambilan daging babi dari bagian collum, ekstremitas cranial, dorsal, dan abdomen babi Bali di Rumah Potong Tradisional di Desa Penatih.
Prosedur Penelitian
Sampel daging babi Bali pada bagian collum, ekstremitas cranial, dorsal, dan abdomen yang dibeli dari Desa Penatih, Denpasar disimpan pada suhu ruang yang
diuji secara organoleptik (warna, bau, konsistensi, dan tekstur) dan uji objektif (tingkat pH, daya ikat air, kadar air ) yang diuji setiap 6 jam sekali selama 24 jam.
Analisa Data
Data berupa skoring kualitas fisik daging babi Bali dianalisis dengan Uji Kruskal-Walis jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Mann Whitney (Sampurna dan Nindya, 2015).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil skorsing pemeriksaan organoleptik dan objektif daging babi Bali selanjutnya dianalisis menggunakan uji statistik non parametric kruskal-wallis dengan hasil dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Berdasarkan hasil uji statistik non parametric kruskal-wallis pada ke empat sampel daging babi Bali terdapat perbedaan nyata (P<0,05) oleh karena itu uji Mann-Whitney sebagai uji lanjutan dilakukan.
Berdasarkan hasil uji statistik non parametric kruskal-wallis pada ke empat sampel daging babi Bali tidak terdapan perbedaan nyata (P>0,05) oleh karena itu uji Mann-Whitney sebagai uji lanjutan tidak dilakukan.
Pembahasan
Evaluasi terhadap kualitas dan kesehatan daging babi Bali dapat dilakukan secara subjektif yang meliputi uji organoleptik yaitu penilaian terhadap Warna, Bau, Konsistensi, dan Tekstur dan uji objektif yaitu dari segi pH, daya ikat air dan kadar air. Secara umum, hasil evaluasi organoleptic pada penelitian ini masih dalam batas-batas normal. Hal ini mungkin terkait perlakuan pengambilan sampel yang cukup baik dan sampel yang diperiksa merupakan sampel masih relative masih segar.
Warna merupakan salah satu sifat sensoris daging yang dinilai paling awal, karena penilaian warna dapat dilakukan
saat pertama kali daging dilihat. Hasil penelitian ini pada 4 bagian Collum, Ekstremistas Cranial, Dorsal dan Abdomen yang ditinjau dari parameter warna secara statistic menunjukan hasil terdapat berbeda nyata (P<0,05). Warna daging merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan suatu kualitas fisik daging.
Hasil penelitian ini pada 4 bagian Collum, Ekstremistas Cranial, Dorsal dan Abdomen yang ditinjau dari parameter bau/aroma yang di uji secara statistic menunjukan terdapat berbeda nyata (P<0,05). Suardana dan Swacita (2009) menjelaskan bahwa bau daging disebabkan oleh adanya fraksi yang mudah menguap berupa inosin-5-monofosfat (merupakan hasil konversi dari adenosin-5- trifosfat pada jaringan otot hewan semasa hidup) yang mengandung hidrogen sulfida dan metil merkaptan. Daging yang masih segar berbau seperti darah segar. Daging yang telah mengalami pembusukan khususnya pada daging merah akan berbau busuk atau dengan kata lain tidak memiliki bau darah segar. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 menunjukan dari keempat bagian yang menjadi bahan penelitian memiliki bau menyimpang yang lebih tinggi dari pada bau dara segar. Bau daging merupakan pengaruh campuran dari aktivitas enzim lipolitik triasilgliserol, ketengikan oksidatif asam lemak tak jenuh serta produk degradasi protein yang terakumulasi dalam jaringan lemak. Produk degradasi protein daging dapat diketahui dari pelepasan gas-gas amonia (NH3), dan hidrogen sulfida (H2S) serta metil merkaptan yang berbau busuk. Pelepasan gas-gas ini bersumber dari asam-asam amino penyusun protein daging yang mengandung gugus NH, gugus S dan gugus CH3 dalam kombinasi dengan senyawa lain (Merthayasa et al., 2015).
Dari aspek parameter konsistensi daging sampel pada 4 bagian Collum, Ekstremistas Cranial, Dorsal dan Abdomen yang di uji secara statistic menunjukan terdapat berbeda nyata
(P<0,05). Konsistensi daging disebabkan oleh banyak sedikitnya jaringan ikat yang terdapat dalam daging. Jaringan ikat dalam daging terdiri atas jaringan ikat kolagen, jaringan ikat retikulin, dan jaringan ikat elastis dan banyak sedikitnya jaringan ikat sangat mempengaruhi kualitas daging. Semakin sedikit kandungan jaringan ikat pada daging, maka konsistensi daging akan semakin empuk dan kualitasnya semakin baik, sebaliknya apabila jaringan ikat pada daging semakin banyak, maka kualitas daging semakin jelek, konsistensinya sangat kenyal/liat, dan jaringan ikat yang banyak pada daging sering ditemukan pada daging hewan yang sudah tua (Sihombing et al., 2020)
Sedangkan dari aspek parameter tekstur, keempat sampel daging Collum, Ekstremistas Cranial, Dorsal dan Abdomen yang di uji secara statistic menunjukan hasil terdapat berbeda nyata (P>0,05). Tekstur daging dipengaruhi oleh konsistensi daging. Daging yang konsistensinya kenyal karena banyak mengandung jaringan ikat, akan memiliki tekstur kasar, seBaliknya jika konsistensi daging empuk, maka teksturnya terlihat halus (Suardana dan Swacita, 2009) dalam (Sihombing et al., 2020). Menurut Soeparno (2005), tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi tekstur daging digolongkan menjadi faktor antemortem seperti genetik dan termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur, managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor postmortem antara lain meliputi metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan serta metode pengolahan termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk. (Sihombing et al., 2020).
Berdasarkan hasil analisis Mann Whitney menunjukan dari ke empat bagian pengamatan yaitu Collum, Ekstremistas Cranial, Dorsal dan Abdomen terdapat perbedaan yang signifikan dari waktu 5
pengamatan yaitu setiap 6 jam. Sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Sehingga pada uji subjektif terdepat perbedaan kualitas daging babi lokal yang disimpan pada suhu ruang ditinjau dari uji organoleptik pada masing-masing bagian yang digunakan menjadi sampel penelitian.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widarti (2012) dimana semakin lama proses penyimpanan yang dilakukan terhadap daging babi akan berdampak pada dari segi warna, bau, konsistensi dan tekstur daging babi.
Pada hasil uji objektif menunjukan bahwa berdasarkan hasil uji statistik non parametric kruskal-wallis pada sampel daging babi Bali bagian collum, Ekstremitas Cranial, dorsal dan abdomen tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05).
Tidak terdapat perubahan dari uji objektif menandakan bahwa tidak ada perubahan kualitas daging babi yang disimpan pada suhu ruangan yang cukup rendah dimana jika diihat dari segi kadar air daging babi ke empat bagian memiliki rata-rata 98%. Menurut kadar air daging yang sangat tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung nitrogen, mengandung sejumlah zat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral, dan mempunyai pH yang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme (5,3-6,5). Cepat atau lambatnya daging mengalami kerusakan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu daging, suhu lingkungan, kadar air, kelembapan, jumlah oksigen, tingkat pH, dan kandungan gizinya (Soeparno, 1998). Oleh karena itu, upaya mencegah terjadinya kerusakan daging tersebut dilakukan dengan pengawetan dan salah satunya dengan pengawetan suhu rendah atau pembekuan terhadap daging sehingga kualitas daging akan terjaga.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada hasil uji subjektif kualitas daging babi Bali yang diuji secara organoleptik
(warna, bau, konsistensi, dan tekstur) dan uji objektif kadar air, daya ikat air dan Ph) yang diambil pada empat bagian yang di potong di tempat pemotongan babi guling yang beralamat di Desa Penatih, Denpasar, berdasarkan uji statistik pada uji organoleptik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada empat bagian yang menjadi sampel penelitian yang dimana kondisi nilai organoleptik pada penelitian ini adalah normal, mengingat sampel daging didapatkan dari hewan yang baru disembelih.Pada hasil uji objektif, tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05). Tidak terdapat perubahan dari uji objektif menandakan bahwa tidak ada perubahan kualitas daging babi yang disimpan pada suhu ruangan yang cukup rendah dan perkembang biakan bakteri menjadi terhambat akibat suhu yang sangat dingin.
Saran
Diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait kualitas organoleptik dan uji obyektif daging babi Bali berdasarkan daging yang disembelih menggunakan system tradisional dan pemotongan menggunakan mesin sebagai data dasar dari kualitas daging babi Bali.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Kepala Lab. Kesehatan Masyarakat Veteriner,
pedagang babi guling di Penatih Denpasar dan semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina KK, Sari PH, Suada IK. 2017. Pengaruh perendaman pada infusa daun salam terhadap kualitas dan daya tahan daging babi. Bul. Vet. Udayana. 9(1): 34-41.
Aman EP, Suada IK, Agustina KK. 2014. Kualitas daging se’i babi produksi Denpasar. Indon. Med. Vet. 3(4): 328333.
Arka IB. 1988. Peranan ilmu kesmavet dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Pidato Guru Besar. PSKH UNUD. Denpasar.
Djando YAS, Beyleto VY. 2018. Pengaruh lama pengasapan menggunakan daun kosambi (Schleichera oleosa) terhadap keempukan, susut masak, pH, dan daya ikat air daging babi pedaging. J. Anim. Sci. 3(1): 8-10
Empang FPI, Ariana IN, Putri TI. 2018. Kualitas fisik dan kimia daging babi landrace persilangan yang diberi pakan berbasis sampah Kota Denpasar. J. Pet. Trop. 6(3): 529-540.
Erda ERH, Eny R. 2003. Pengaruh kondisi dan lama penyimpanan pada suhu ruang dan refrigerator terhadap angka total plate count (TPC) sampel sei babi dari 4 toko di Kota Kupang. Jurusan Peternakan - Politeknik Pertanian Negeri Kupang.
Naibaho A, Oka IBM, Swacita IBN. 2013. kualitas daging babi ditinjau dari uji obyektif dan pemeriksaan larva cacing Trichinella spp. Indon. Med. Vet. 2(1): 12-21.
Merthayasa JD, Suada IK, Agustina KK. 2015. Daya ikat air, pH, warna, bau dan tekstur daging sapi bali dan daging wagyu. Indon. Med. Vet. 4(1): 16-24.
Nangoy MM, Lapian MT, Najoan M, Soputan JEM. 2015. Pengaruh bobot lahir dengan penampilan anak babi sampai disapih. Zootec. 35(1): 138-150.
Sampurna IP, Nindya TS. 2015. Bahan ajar statistika (SPSS). Denpasar: Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.
Sihombing VE, Swacita IBN, Suada IK. 2020. Perbandingan uji subjektif kualitas daging sapi bali produksi Rumah Pemotongan Hewan Gianyar, Klungkung dan Karangasem. Indon. Med. Vet. 9(1): 99-106.
Soeparno. 1998. Ilmu dan teknologi
daging. Edisi ke-3. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi
daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2011. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pp. 110120.
Suardana IW, Swacita IBN. 2009. Higiene makanan. Kajian Teori dan Prinsip Dasar. Denpasar: Universitas Udayana. Pp. 31-75.
Veerman M. 2013. Pengaruh metode pengeringan dan konsentrasi bumbu serta lama pengeringan dalam larutan bumbu terhadap kualitas fisik dan sensori dengdeng babi. Bul. Pet. 37(1): 34-40.
Widarti SS, Purnomo H, Rosyidi D. 2012. Studi tentang preferensi konsumen, sifat fisiko kimia dan nilai organoleptik sei daging babi asal Kupang (Nusa Tenggara Timur). Sains Pet. 10(1): 2329.
Tabel 1. Hasil uji statistik non parametric kruskal-wallis pada sampel daging babi Bali pemeriksaan organoleptik.
Warna |
Bau/Aroma |
Konsistensi |
Tekstur | ||
Collum |
Chi-Square |
18.485 |
49.000 |
12.511 |
37.333 |
Df |
4 |
4 |
4 |
4 | |
Asymp. Sig. |
0,001 |
0,000 |
0,014 |
0,000 | |
Ekstremitas Cranial |
Chi-Square Df Asymp. Sig. |
4.257 4 0,037 |
49.000 4 0,000 |
8.023 4 0,009 |
31.907 4 0,000 |
Dorsal |
Chi-Square Df Asymp. Sig. |
14.753 4 0,005 |
49.000 4 0,000 |
8.167 4 0,008 |
17.043 4 0,002 |
Abdomen |
Chi-Square Df Asymp. Sig. |
29.068 4 0,000 |
49.000 4 0,000 |
12.511 4 0,014 |
26.727 4 0,000 |
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Pengujian
Tabel 2. Hasil uji statistik non parametric kruskal-wallis pada sampel daging babi Bali pemeriksaan ojektif.
Daya Ikat Air |
Kadar Air |
Ph | ||
Collum |
Chi-Square |
1.206 |
0.029 |
0.572 |
Df |
3 |
3 |
3 | |
Asymp. Sig. |
0,752 |
0,999 |
0,903 | |
Ekstremitas Cranial |
Chi-Square Df Asymp. Sig. |
4.000 4 0,406 |
4.000 4 0,406 |
4.000 4 0,406 |
Dorsal |
Chi-Square Df Asymp. Sig. |
4.000 4 0,406 |
4.000 4 0,406 |
4.000 4 0,406 |
Abdomen |
Chi-Square Df Asymp. Sig. |
4.000 4 0,406 |
4.000 4 0,406 |
4.000 4 0,406 |
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Pengujian
1057
Discussion and feedback