Kajian Retrospektif Gambaran Histopatologi Kasus Streptokokosis Pada Babi Dan Monyet Di Provinsi Bali
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 6 No. 1
Februari 2014
Kajian Retrospektif Gambaran Histopatologi Kasus Streptokokosis Pada Babi Dan Monyet Di Provinsi Bali
(RETROSPECTIVE STUDY OF HISTOPATHOLOGY OF STREPTOCOCCOSIS CASES IN SWINES AND MONKEYS IN BALI PROVINCE)
Laila Gianita Veralyn 1), I Ketut Berata 2), I Ketut Eli Supartika 3)
-
1) Mahasiswa FKH Unud, 2) Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jalan PB. Sudirman Denpasar, Bali
-
3 ) Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar, Bali.
E-mail : Lailagianita_veralyn@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan distribusi lesi dan tingkat keparahan gambaran histopatologi antara babi dan monyet yang positif menderita streptokokosis dari tahun 1994-1998 di Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan 15 preparat histologi (metode pewarnaan Harris- Hematoksilin-Eosin) dari 15 babi positif streptokokosis dan 7 preparat histologi dari 7 monyet positif streptokokosis. Preparat histologi tersebut berasal dari organ otak, jantung, paru-paru, ginjal dan limpa. Preparat diamati dengan menggunakan mikroskop perbesaran 200x dan 400x. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan bahwa distribusi lesi jaringan pada beberapa organ babi dan monyet tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan serta tidak terdapat perbedaan tingkat keparahan gambaran histopatologi pada organ otak, jantung, paru-paru dan limpa antara babi dan monyet. Tingkat keparahan gambaran histopatologi yang dominan pada organ otak, paru-paru dan limpa babi maupun monyet yaitu kategori lesi sedang; dicirikan dengan terjadinya kongesti diikuti infiltrasi sel radang neutrofil. Pada organ jantung, baik pada babi maupun monyet sama-sama masuk kategori lesi ringan; dicirikan dengan terjadinya kongesti dan edema ringan. Perbedaan hanya terjadi pada organ ginjal, pada babi dicirikan dengan terjadinya hemoragi sedangkan pada ginjal monyet dicirikan dengan terjadinya kongesti yang diikuti infiltrasi sel radang neutrofil.
Kata kunci : Streptokokosis, Histopatologi, Babi, Monyet.
ABSTRACT
The purposes of this study is to compare the lesion distribution and severity level of histopathological changes between swines and monkeys that positif diagnosed for streptococcosis in Bali Province since 1994 to 1998. This study used 15 preparat from swines and 7 preparat from monkeys that positive diagnosed for streptococcosis. The preparat was made from sample brain, heart, lung, renal and spleen. Preparat were observed by using microscope with magnification 200x and 400x. histopatological analyses showed that distribution of histologic lesion in some organs from swines and monkeys did not showed any significant differences and there were not difference in severity of histopatological changes from brains, hearts, lungs, and spleen between swines and monkeys. Severity level of histopathological changes that found prominently from brains, lungs, and spleen either from swines or monkeys were moderate; characterized by congestions followed by neutrophyl infiltrations. The severity level of histopathological changes in heart were mild, either in swines or monkeys, characterized by congestion and mild edema. The differences were only
found in renal; in swines, characterized by hemoraghies, whereas in monkeys characterized by congestions and neutrophyl infiltration.
Key words : Streptococcosis, Histopathology, Swines, Monkeys
PENDAHULUAN
Streptokokosis pernah mewabah di Bali pada bulan april tahun 1994 dan telah menimbulkan kematian sekitar 2.200 babi di peternakan rakyat Bali. Secara bersamaan streptokosis juga menimbulkan kematian pada ratusan monyet di kawasan Hutan Wisata Alam Bali, antara lain di Sangeh, Ubud, dan Alas Kedaton. Penyebab wabah tersebut telah diidentifikasi oleh Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah VI Denpasar Bali yaitu bakteri Streptococcus zooepidemicus (Dibia et al, 1995). Penelitian lebih lanjut menunjukkan bakteri tersebut diidentifikasi sebagai Streptococcus equi subspesies zooepidemicus yang diidentifikasi grup C menurut klasifikasi Lancefield (Soedarmanto et al., 1996).
Wabah streptokokosis yang pernah terjadi pada tahun 1994 berpotensi merebak kembali, karena penyebaran penyakit dapat terjadi melalui hewan pembawa yakni babi, karena babi merupakan komoditi perdagangan yang diantarpulaukan (Salasia, 2005). Bakteri Streptococcus Grup C (SGC) yang mewabah pada tahun 1994, dapat ditemukan pada babi yang secara klinis sehat dan dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) Denpasar-Bali pada tahun 1998 (Salasia, 1999). Selain itu, isolat SGC yang berasal dari babi sakit pada tahun 1994 secara genotip terbukti mempunyai kemiripan dengan isolat babi hasil isolasi pada tahun 1998. Awal tahun 2000 juga telah berhasil diisolasi bakteri SGC pada pekerja Rumah Potong Hewan dan pemandu wisata di Hutan Wisata Alam Bali (Salasia et al., 2002).
Gejala klinis streptokokosis yang muncul pada babi lebih beragam dan organ atau jaringan yang mengalami lesi lebih banyak dari pada monyet. Hal ini dapat dikaitkan dengan sistem kekebalan tubuh atau respon tubuh babi dan monyet terhadap infeksi
Streptococcus zooepidemicus. Faktor ini dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perbedaan gambaran histopatologi streptokokosis antara babi dan monyet.
Faktor genetik diketahui berperan terhadap kekebalan atau kerentanan suatu spesies terhadap penyakit (Suradhat, 2005). Meskipun babi dan monyet sama-sama tergolong sebagai hewan mamalia, namun aspek genetik yang berbeda antara kedua spesies ini harus tetap dipertimbangkan. Tingkah laku, fisiologis dan respon metabolik hewan terhadap tantangan dari luar tergantung pada latar belakang genetik (Terlouw, 2005). Genotip babi memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap patogen dan non patogen, yang diperlihatkan melalui produktivitas yang menurun dan mortalitas yang meningkat, selama tekanan atau stres penyakit atau dalam lingkungan sub-optimal (Leininger et al., 2000). Dari uraian di atas dapat diduga ada kemungkinan munculnya perbedaan gambaran histopatologi pada babi dan monyet akibat bakteri Streptococcus sp.
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan 15 preparat histopatologi dari babi dan 7 preparat histopatologi (metode pewarnaan Hematoksilin-Eosin) dari monyet positif streptokokosis dari tahun 1994-1998, koleksi laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar. Adapun organ yang diamati antara lain otak, jantung, paru-paru, ginjal dan limpa.
Metode Penelitian
Pengumpulan Sampel
Sebelum mengumpulkan preparat, terlebih dahulu data preparat diambil dari buku log (log book), yaitu buku catatan hasil diagnosa penyakit pada laboratorium
Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar. Nomor patologi sampel babi dan monyet positif streptokokosis dicatat dan selanjutnya pengumpulan preparat histologi dapat dilakukan berdasarkan nomor patologi tersebut.
Pemeriksaan Sampel
Sampel preparat yang telah dikumpulkan, diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 200x dan 400x. Data yang diambil dari hasil identifikasi histopatologi yakni berupa data perbandingan distribusi lesi histologis pada beberapa organ babi dan monyet serta data perbandingan tingkat keparahan gambaran histopatologi antara babi dan monyet yang positif streptokokosis. Kriteria tingkat keparahan gambaran histopatologi adalah sebagai berikut:
-
- Ringan = jika hanya ditemukan
kongesti dan edema
-
- Sedang = jika hanya ditemukan
infiltrasi sel-sel radang
-
- Parah = jika ditemukan nekrosis dan hemoragi
Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh disajikan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pemeriksaan preparat histopatologi menunjukkan bahwa lesi jaringan dapat ditemukan hampir pada semua organ yang diamati (otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan limpa). Distribusi lesi jaringan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Distribusi Lesi Jaringan pada beberapa Organ dari Kasus Streptokokosis pada Babi dan Monyet di Provinsi Bali (19941998)
Jenis Organ |
Spesies Hewan | |
Babi (15) |
Monyet Ekor Panjang (7) | |
Otak |
100,0 |
100,0 |
Jantung |
60,0 |
85,7 |
Paru |
100,0 |
85,7 |
Ginjal |
93,3 |
85,7 |
Limpa |
86,6 |
85,7 |
Sedangkan tingkat keparahan gambaran histopatologi dapat dilihat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Tingkat Keparahan Gambaran Histopatologi pada beberapa Organ dari Kasus Streptokokosis pada Babi dan Monyet di Provinsi Bali (19941998)
Q⅛ J≡m M⅛ra ⅜⅛ ⅛
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 12 3 0 12 3
0,0 6,« 80,0 134 40,0 60,0 0,0 0,0 0,0 6,6 934 0,0 6.7 26.7 26.7 40,0 134 20,0 66,7 0,0
0,0 0,0 100,0 0,0 144 85,7 0,0 0,0 144 0,0 57,1 28,6 144 28,6 57,1 0,0 144 144 71,4 0,0
Keterangan : 0 = Tidak ada lesi; 1= Lesi ringan = kongesti dan edema; 2 = Lesi sedang = infiltrasi sel-sel radang dan hipertrofi endotel pembuluh darah; 3 = Lesi parah = nekrosis dan hemoragi
Masing-masing gambaran histopatologi masing-masing jaringan pada babi dan monyet, dapat dilihat pada gambar 1,2,3,4,5, dan 6.


Gambar 1
-
A. Streptokokosis pada babi. Kongesti pada otak besar (a) diikuti dengan infiltrasi sel radang neutrofil (b) (Termasuk kategori lesi sedang; skoring 2) (H&E, 400x)
-
B. Streptokokosis pada monyet. Kongesti pada otak kecil (a) diikuti dengan infiltrasi sel radang neutrofil (skoring 2) (H&E, 200x).
Gambar 2
-
A. Hemoragi meningeal (a) yang terjadi pada otak babi (Skoring 3) (H&E, 200x).
-
B. Meningitis (a) yang terjadi pada otak monyet (skoring 2), hemoragi meningeal tidak ditemukan pada otak monyet (H&E, 200x).
Gambar 3
-
A. Gambaran histopatologi streptokokosis dengan skoring 2 pada paru-paru babi. Terlihat adanya infiltrasi sel radang, dominan sel neutrofil (a) (H&E, 200x).
-
B. Gambaran histopatologi streptokokosis dengan skoring 2 pada paru-paru monyet. Infiltrasi sel radang netrofil (a) (H&E, 200x).
Gambar 4
A. Gambaran histopatologi streptokokosis pada limpa babi dengan skoring 2. Kongesti dan infiltrasi sel radang (a) (H&E, 200x).
B. Gambaran histopatologi streptokokosis pada limpa monyet dengan skoring 2 (H&E, 200x).
Gambar 5
A. Gambaran histopatologi streptokokosis dengan skoring 3 pada ginjal babi. Tampak terjadi hemoragi (a) dan infiltrasi sel radang neutrofil (b) (H&E, 200x)
B. Gambaran histopatologi streptokokosis dengan skoring 1 pada ginjal monyet. Terlihat adanya kongesti (a) (H&E, 200x).
Khusus pada organ jantung, baik babi maupun monyet, skoring terhadap gambaran histopatologi yang paling mendominasi adalah kategori tingkat keparahan ringan, yaitu dicirikan dengan ditemukannya kongesti di beberapa lokasi.
Gambar 6
-
A. Kongesti (a) pada jantung babi (skoring 1), (H&E, 400x)
-
B. Kongesti (a) pada jantung monyet (skoring 1), (H&E, 200X).
Pembahasan
Babi dan monyet merupakan hewan yang tergolong kelompok hewan menyusui (mamalia). Menurut Fawcet (1994) walaupun dari segi fisik berbeda, baik bentuk maupun ukuran, namun struktur dasar jaringan mamalia tergolong sama. Walaupun demikian, babi dan monyet memiliki respon yang berbeda terhadap streptococcus.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa lesi streptokokosis terdistribusi pada semua organ yang diamati (otak, jantung, paru-paru, ginjal, dan limpa) baik pada babi maupun monyet, diantaranya meningitis supurativa, pneumonia, nefritis, endokarditis, dan peradangan serta kongesti pada limpa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran histopatologi yang paling dominan pada otak babi dan monyet adalah kongesti diikuti infiltrasi sel radang neutrofil pada selaput otak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Salasia (1997) bahwa, perubahan patologis yang menonjol akibat streptokokosis adalah meningitis yang terjadi secara konsisten pada babi maupun monyet sehingga disebut streptococcal meningitis.
Streptococcus sp menginfeksi babi melalui tonsil kemudian terbawa oleh aliran darah difagosit oleh monosit dan bertahan hidup dalam monosit (intracellular survive). Monosit merupakan sel-sel hospes sebagai sarana untuk bertahan dan menyebar infeksi Streptococcus sp tanpa dianggap asing oleh sistem pertahanan tubuh. Monosit-monosit yang mengandung Streptococcus sp tersebut masuk ke dalam cairan serebrospinal melalui plexus choroideus yang mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan cairan dalam
jaringan otak, selanjutnya Streptococcus sp akan keluar dan merangsang produksi sitokin secara berlebihan, sehingga timbul gejala-gejala klinik meningitis (Salasia, 2005).
Sama halnya seperti pada babi yang menderita streptokokosis, monyet juga menunjukkan gambaran histopatologi meningitis dengan persentasi kemunculannya pada otak sebesar 100%. Menurut Rachel et al (1994), gambaran histopatologi dan munculnya gejala klinis tertentu sangat berkaitan. Munculnya gejala syaraf baik pada babi dan monyet berkaitan dengan peradangan pada pusat pengendali syaraf yakni otak. Pada kasus lapangan streptokokosis babi dan monyet di Bali, baik babi dan monyet sama-sama mengalami kekakuan gerak, terbukti bahwa ditemukan gambaran histopatologi berupa infiltrasi sel radang pada otak dan meningen.
Tingkat keparahan gambaran histopatologi yang muncul pada organ paru-paru dan limpa baik pada babi maupun monyet yang paling mendominasi adalah tingkat keparahan sedang. Dicirikan dengan terjadinya kongesti dan diikuti infiltrasi sel radang terutama neutrofil. Neutrofil merupakan sel darah putih bergranula yang berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak, menyebabkan adanya nanah atau supurasi (Wikipedia, 2010). Infeksi Streptococcus equi subspesies zooepidemicus pada tikus percobaan menyebabkan peningkatan leukosit dan neutrofil secara signifikan. Hal ini menunjukkan adanya respon leukosit terutama neutrofil dalam melawan infeksi bakterial tersebut (Andriyan, 1997; Iryani, 2004).
Infeksi Streptococcus equi subspesies zooepidemicus pada babi dan monyet dapat menimbulkan pola respon sistem pertahanan yang sama, karena baik babi, monyet, maupun tikus sama-sama merupakan hewan mamalia. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan rata-rata tingkat keparahan
Vol. 6 No. 1 Februari 2014 gambaran histopatologi antara babi, monyet, dan tikus sama.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan distribusi lesi pada jaringan babi dan monyet yang menderita streptokokosis di Provinsi Bali, serta tidak terdapat perbedaan tingkat keparahan gambaran histopatologi pada organ otak, jantung, paru-paru dan limpa antara babi dan monyet yang menderita streptokokosis di Provinsi Bali. Perbedaan tingkat keparahan gambaran histopatologi terjadi pada organ ginjal, tingkat keparahan yang dominan pada organ ginjal babi adalah tingkat lesi berat sedangkan tingkat keparahan yang dominan pada organ ginjal monyet adalah tingkat lesi sedang. Tingkat keparahan yang dominan pada organ otak, paru-paru, dan limpa babi maupun monyet adalah tingkat lesi sedang, sedangkan tingkat keparahan yang dominan pada organ jantung babi maupun monyet adalah tingkat lesi ringan.
Saran
Sebaiknya sampel yang digunakan untuk penelitian jumlahnya disesuaikan dengan prevalensi terjadinya penyakit pada populasi tertentu untuk menambah keakuratan data
DAFTAR PUSTAKA
Andriyan, F. 1997. Gambaran leukosit dan histopalogi berbagai organ tikus putih (Rattus novergicus) yang diinfeksi dengan Streptococcus
zooepidemicus. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, UGM.
Dibia, N., S. Soeharsono, dan N.L, Dartini. 1995. Keganasan isolat Streptococcus zooepidemicus pada kera, mencit dan babi. Bull. Vet. BPPH. VI. Vol. III. 6-12.
Fawcet, D.W. 1994. A Text Book of Histology. Edisi 12. EGC. Jakarta.
Iryani, F. 2004. Gambaran leukosit, total protein plasma (TPP) dan fibrinogen tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinfeksi dengan Streptococcus equi seubspesies zooepidemicus isolat asal kera. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, UGM.
Leininger, M. T., Portocarrero, C. P., Schinckel, A. P., Spurlock, M. E., Bidwell, C. A., Nielsen, J. N. and Houseknecht, K. L. 2000. Physiological response to acute endotoxemia in swine: effect of genotype on energy metabolites and leptin. Domes. Anim. Endocrinol. 18: 71-82
Rachel, Y.R., Lawrence, T.G., Danniel, D.H., Leon, T., Therry, L.B. 1994. Streptococclcs suis infection in swine: a retrospective study of 256 cases. Part II. Clinical signs, gross and microscopic lesions, and coexisting microorganisms. J Vet Diagn Invest 6:326-334
Salasia, S.I.O. 1997. Streptococcosis : Ancaman bagi ternak dan manusia. Pidato Ilmiah, Dies Natalis, Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Salasia, S.I.O. 1999 : Hubungan Antara Serotype dan Penanda Virulensi Streptococcus suis isolat babi dan manusia. Hemerea Zoa, 81: 1-8
Salasia, S.I.O., Bambang, D.H., Suarjana, I.G.K., Aris, P., Michael, H. 2002. Potensi Zoonotik Streptococcus equi subs. zooepidemicus : Karakterisasi Isolat Asal Manusia, Kera dan Babi di Bali. J. Sain Vet. Vol. XX No. 1
Salasia, S.I.O. 2005. Fenomena Streptokokosis dan Permasalahannya di Indonesia, Rapat Terbuka
Majelis Guru Besar Universitas Gajah Mada. 1 September 2005, Yogyakarta.
Soedarmanto, I., F.H. Pasaribu, I.W.T. Wibawan and C. Lammler. 1996. Identification and molecular characterization of serological group C Streptococci isolates from diseased swines and monkey in Indonesia. Clin. Microbiol., 34. 2201-2204.
Suradhat, S. 2005. Relationships Between The Immune System and Stress Reactivity in Swines: Visualizing The Immuno-Neuroendocrine Framework in Action. TJVM, 36(1): 9-18
Terlouw, C. 2005. Stress reactions at slaughter and meat quality in swines: genetic background and prior experience: A brief review of recent findings. Livest. Prod. Sci. 94: 125135
Wikipedia bahasa Indonesia. 2010. Sel darah putih., http://id.wikipedia
.org/wiki/White Blood Cell. Tanggal akses : 4 Mei 2012
72
Discussion and feedback