DIVERSITY AND CORRELATION OF BODY LENGTH DIMENSIONS OF BALI CATTLE AT THE BALI CATTLE BREEDING CENTER, GEROKGAK, BULELENG, BALI
on
Volume 15 No. 1: 75-81
Pebruari 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v01.i01.p10
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Keragaman dan Korelasi Dimensi Panjang Tubuh Induk Sapi Bali di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali
(DIVERSITY AND CORRELATION OF BODY LENGTH DIMENSIONS OF BALI CATTLE AT THE BALI CATTLE BREEDING CENTER, GEROKGAK, BULELENG, BALI)
Meilendry Angelina Sigiro1*, I Putu Sampurna2, I Ketut Suatha3
-
1Mahasiswa Program Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
2Laboratorium Biostatistika Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
3Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia.
*Email: [email protected]
Abstrak
Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli di Indonesia. Menyeleksi untuk menghasilkan keturunan yang baik merupakan faktor penting dalam manajemen sapi bali. Dalam melakukan seleksi terhadap induk sapi bali, keragaman dan korelasi antar dimensi panjang tubuh dapat dipakai sebagai patokan. Potensi populasi sapi bali di Gerokgak memungkinkan untuk diajukan mendapatkan sertifikasi sebagai daerah sumber bibit sapi bali agar dapat menjadi model sapi bali unggul yang tersertifikasi. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur panjang kepala, leher, tubuh, telinga, ekor, dan panjang tanduk pada 25 ekor sapi yang ada di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak dengan metode purposive sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis biplot, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil keragaman dimensi panjang yang paling beragam adalah panjang tanduk yaitu sebesar 18,2082% dan yang paling seragam adalah panjang kepala sebesar 4,9797%. Panjang tubuh berkorelasi positif dengan panjang kepala, oleh karena itu dalam memilih bibit sapi bali betina, panjang kepala bisa dijadikan alternatif untuk menentukan klasifikasi bibit sapi yang lebih unggul dan peternak disarankan memperhatikan faktor internal dan eksternal dalam pemeliharaan sapi bali.
Kata kunci: Dimensi panjang tubuh; keragaman; korelasi; seleksi induk sapi bali
Abstract
Bali cattle are one of the original cattle breeds in Indonesia. Selecting to produce good offspring is an important factor in bali cattle management. In selecting bali cattle, the diversity and correlation between body length dimensions can be used as a benchmark. The potential of the bali cattle population in Gerokgak makes it possible to apply for certification as a source area for bali cattle so that it can become a certified superior bali cattle model. This research was conducted by measuring the length of the head, neck, body, ears, tail, and horn on 25 cattles at Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak by purposive sampling method. The data obtained were analyzed by descriptive analysis and biplot analysis, presented in the form of tables and graphs. The results of the most diverse diversity of length dimensions are horn length, which is 18.2082% and the most similar is the head length of 4.9797%. Body length is positively correlated with head length, therefore in selecting bali cattle, head length can be used as an alternative to determine the classification of superior breeds of cattle and breeders are advised to pay attention to internal and external factors in the maintenance of bali cattle.
Keywords: Body length dimensions; correlation; diversity; selecting bali cow
PENDAHULUAN
Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng liar yang telah berjalan lama. Sapi Bali telah tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dan berkembang cukup pesat di daerah karena memiliki beberapa keunggulan. Sapi Bali mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk seperti daerah yang bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, dan lain-lain. Disamping itu, tingkat kesuburan (fertilitas) Sapi Bali termasuk amat tinggi dibandingkan dengan sapi lain, yaitu mencapai 83%, tanpa terpengaruh oleh mutu pakan. Tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi ini merupakan salah satu keunikan Sapi Bali (Wati, 2016). Populasi yang tinggi dan menyebar diseluruh daerah di Indonesia juga menjadi bukti bahwa Sapi Bali mampu beradaptasi dengan baik dan cocok untuk dipelihara dan dikembangkan oleh peternak sebagai sumber pangan nasional. Penyebaran Sapi Bali yang berada diluar Bali tersebut dapat menjadi pengembangan Sapi Bali, namun perlu adanya kajian secara mendalam untuk memperoleh informasi yang lengkap dalam proses pelestariannya. Salah satu aspek kajian tersebut adalah upaya mempertahankan sifat-sifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Hal ini didasarkan dari adanya penurunan mutu genetik Sapi Bali yang diduga menurun sebagai akibat seleksi negatif dan faktor lain seperti menejemen pemeliharaan yang kurang tepat. Keragaman fenotipik diantara Sapi Bali tersebut dapat menjadi dasar perbaikkan mutu genetik melalui seleksi dalam upaya mendapatkan Sapi Bali yang berkualitas dan memiliki mutu genetik yang tinggi. Pendekatan morfometrik dapat digunakan untuk mempelajari hubungan genetik melalui pengukuran terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh (Saputra et al., 2019).
Induk sapi Bali merupakan hal yang harus diperhatikan dalam usaha
meningkatkan populasi dan produktivitas dalam peternakan sapi potong/pedaging. Induk sapi Bali akan mengawini pejantan sehingga terjadi kebuntingan dan menghasilkan pedet yang baru. Induk sapi harus dipelihara dengan baik karena akan berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan. Kualitas pakan dan jumlah yang diberikan harus benar-benar di kontrol. Tujuannya agar tubuh induk sapi tidak terlalu gemuk atau terlalu kurus (Nurhayu dan Sariubang, 2016). Menyeleksi atau memilih ternak sapi Bali untuk menghasilkan keturunan yang baik merupakan faktor penting dalam manajemen sapi Bali. Faktor ini terkait antara induk sapi Bali dengan pedetnya. Pradana (2014) melaporkan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh zat-zat makanan, genetik, jenis kelamin, dan hormon. Sifat-sifat pertumbuhan seperti bobot sapih pada hewan mamalia dipengaruhi oleh genetik individu hewan secara langsung dari induknya dan pengaruh genetik induk (maternal effect) yang merupakan ekspresi dari gen induk. Gen adalah faktor pembawa sifat menurun yang terdapat di dalam sel mahluk hidup (Susanta et al., 2016).
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dimensi panjang tubuh induk sapi Bali yaitu faktor ekternal dan internal, sehingga menyebabkan terjadi perbedaan keragaman dan korelasi dimensi panjang tubuh induk sapi Bali. Perbedaan keragaman dan korelasi melibatkan beberapa variabel penyebab perbedaan keragaman dan korelasi antar dimensi panjang. Penulisan artikel ini bertujuan untuk meneliti keragaman dan korelasi dimensi panjang tubuh induk sapi bali di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali.
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk sapi Bali yang berada di Pusat Pembibitan Sapi Bali
Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali. Sebanyak 25 ekor sapi Bali digunakan sebagai objek penelitian. Data yang digunakan berupa hasil pengukuran panjang tubuh sapi Bali.
Alat dan Bahan
Data dikumpulkan melalui pengukuran langsung. Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa pita ukur, tongkat bantu, alat ukur digital berupa meteran laser, alat tulis untuk mencatat hasil, dan alat dokumentasi berupa handphone.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling, yaitu memilih PPSBU Gerokgak, Buleleng. Pengambilan data dilakukan dengan teknik sampling jenuh yaitu pengukuran dimensi panjang semua induk sapi yang dipelihara oleh pihak PPSBU Gerokgak, Buleleng. Dimensi panjang yang diukur adalah panjang kepala, panjang leher, panjang tubuh, panjang telinga, panjang ekor, dan panjang tanduk. Cara pengumpulan data pada penelitian ini diawali dengan pendataan induk Sapi Bali yang berada di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali. Data awal yang dimuat meliputi kode sapi, umur sapi, dan status reproduksi. Selanjutnya berdasarkan hasil pendataan awal, dilakukan pengukuran panjang tubuh secara langsung.
Mengukur Panjang Sapi Bali
Menurut Sampurna (2013), keragaman panjang sapi Bali terdiri dari beberapa pengukuran, meliputi panjang kepala yaitu ukuran terpanjang kepala diukur pada cermin hidung (planum naso labial) sampai Intercornuale dorsal pada garis median. Panjang telinga adalah jarak antara pangkal telinga dengan ujung telinga. Panjang tanduk adalah jarak antara pangkal sampai ujung tanduk mengikuti arah tumbuhnya. Panjang tubuh adalah jarak antara tepi depan sendi bahu (tuberositas lateralis os humerus) dan tepi belakang bungkul tulang duduk (tuber ischiadicum) diukur dari garis tegak
tuberositas lateralis dari humerus (depan sendi bahu) sampai dengan tuber ischium (tepi belakang bungkul tulang duduk). Panjang leher diukur dari ramus mandibula sampai pada garis tegak yang ditarik dari tuberositas lateralis dari humerus (sendi bahu/ articulatio scapula humeri). Panjang ekor adalah jarak antara pangkal ekor (vertebrae coccygea
pertama) dengan ujung tulang ekor (vertebrae coccygea terakhir).
Analisis Data
Data yang diperleh di analisis dengan analisis deskriptif untuk mencari rata-rata, standar deviasi, dan koefesien keragaman dicari dengan rumus:
Standar Deviasi
—:-- × 100%
Rata — rata
Makin kecil koefisien keragaman menunjukkan dimensi bagian panjang tubuh induk sapi tersebut makin seragam, dan semakin besar menunjukkan makin beragam. Sedangkan untuk mencari matriks korelasi dan grafik korelasinya antara dimensi panjang tubuh dianalisis dengan analisis biplot. Beberapa informasi penting yang bisa didapatkan dari analisis biplot adalah kedekatan antar objek (induk sapi Bali) yang diamati, informasi ini dapat dijadikan panduan untuk mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain, posisi relatif objek dan sudut antara vector dimensi lebar yang menggambarkan besarnya korelasi. Prosedur analisis menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solutions) IBM versi 26.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengukuran panjang kepala, panjang tanduk, panjang telinga, panjang leher, panjang tubuh, dan panjang ekor sapi bali yang diukur pada 25 ekor induk sapi bali betina yang berada di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali ditunjukkan pada hasil analisis data sebagai berikut:
Dua variabel yang berkorelasi positif ditandai dengan besar sudut yang mengapitnya kurang dari 90°, sedangkan dua peubah yang yang berkorelasi negatif ditandai dengan besar sudut yang mengapitnya lebih dari 90° dan apabila sudut yang terbentuk 90° maka kedua variabel tersebut tidak berkorelasi. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa panjang tubuh berkorelasi positif dengan panjang kepala, panjang telinga dan panjang ekor dan tidak berkorelasi dengan panjang tanduk dan panjang leher, sedangkan panjang ekor berkorelasi negatif dengan panjang leher. Hasil ini menunjukkan bahwa makin panjang tubuh sapi tersebut, maka kepala, telinga dan ekornya juga semakin panjang, tetapi tanduk dan lehernya belum tentu bertambah panjang, namun ada kecenderungan jika lehernya semakin panjang tanduknya semakin pendek.
Pembahasan
Berdasarkan Tabel 1 ditunjukkan bahwa keragaman dimensi panjang yang paling besar (beragam) adalah panjang tanduk yaitu sebesar 18,2082%, kemudian disusul oleh panjang ekor sebesar 14,9609%, panjang leher sebesar 14,9056%, panjang telinga sebesar 8,8409%, panjang tubuh sebesar 8,3306% dan yang paling seragam adalah panjang kepala sebesar 4,9797%.
Menurut Saptayanti, et al (2015) perbedaan tuntutan fisiologis akibat aktivitas fungsional yang berbeda serta komponen penyusunnya yang berbeda, maka akan menyebabkan setiap dimensi tubuh mempunyai urutan pertumbuhan yang berbeda-beda. Dimensi panjang yang komponennya tersusun dari tulang ada kecenderungan lebih homogen daripada disusun oleh otot atau lemak, dimensi panjang yang mempunyai tuntutan fungsional cenderung lebih beragam dari yang tidak mempunyai tuntutan fungsional. Panjang tanduk dan ekor mempunyai keragaman yang lebih besar dari dimensi panjang yang lain. Tanduk
mempunyai tuntutan fungsional untuk pertahanan diri dari mara bahaya (Ris et al., 2012), ekor dipengaruhi oleh tuntutan fungsional sebagai pertahanan tubuh, misalnya untuk menangkal lalat atau serangga (Satayanarayana, 2013) sedangkan Purwanti, et al (2021) menyebutkan bahwa adanya potensi pertumbuhan pada leher yang tinggi agar dapat membantu dalam mencari pakan hijauan.
Tingkat koefisien keragaman yang berbeda-beda dapat disebabkan oleh beberapa hal. Ukuran tubuh ternak dapat berbeda antara satu sama lain yang kemungkinan adanya disebabkan potensi genetik, lokasi asal, sistem pemeliharaan dan perkawinan yang diterapkan. Lebih lanjut Hikmawaty (2014) menyatakan keragaman suatu sifat yang tinggi pada populasi memungkinkan upaya seleksi terhadap sifat tersebut efektif dilaksanakan. Sebaliknya semakin rendah tingkat keragaman dimensi panjang sapi bali dalam suatu populasi, maka semakin akan baik.
Adanya keragaman yang berbeda pada suatu populasi juga dapat dimungkinkan oleh beberapa hal, seperti keadaan yang menunjukkan bahwa belum pernah dilakukan kegiatan seleksi pada sapi. Sapi-sapi dengan kualitas unggul telah dilakukan pengeluaran tanpa ada usaha pencegahan mempertahankan sapi-sapi tersebut, sehingga hanya sapi-sapi berukuran kecil yang tetap berada dalam populasi dan mendapat kesempatan berkembang biak. Selain itu juga dapat disebabkan oleh faktor biosekuriti, identifikasi, monitoring, evaluasi dan kontrol (Hamdani et al, 2017).
Menurut SNI Sapi Bali (2017), bibit sapi bali betina dapat dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas I, kelas II dan kelas III, pembagian kelas berdasarkan ukuran lingkar dada, tinggi pundak dan panjang tubuh. Dimensi panjang merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai indikator produktivitas ternak karena dengan melihat dimensi panjang
maka dapat dilihat keberhasilan suatu manajemen pemeliharaan dan dapat digunakan dalam penentuan apakah induk tersebut masih perlu dipertahankan atau diganti dengan indukan yang baru (Saptayanti et al, 2015). Bedasarkan hasil penelitian, panjang tubuh membentuk sudut yang paling kecil dengan panjang kepala, hal ini menunjukkan bahwa panjang tubuh berkorelasi positif paling tinggi dengan panjang kepala, oleh karena itu salah satu alternative untuk mengklasifikasikan sapi bisa diukur dari panjang kepalanya. Panjang kepala dan panjang tubuh termasuk bagian yang terlihat tumbuh dini, yaitu bagian tubuh yang menggambarkan pertumbuhan tulang dan bagian tubuh yang berfungsi lebih dulu, sehingga dimensi tubuh tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang hampir sama dengan yang lainnya (Dharma et al, 2015).
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponen-komponen tubuh (otot, lemak, tulang, dan organ tubuh) serta komponen kimia (berupa lemak, air, dan protein) (Soeparno, 2005). Komponen penyusun tubuh, kepala, ekor, telinga dan leher memiliki kesamaan yaitu dipengaruhi juga oleh tulang, lemak, dan otot (laju pertumbuhan berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa tubuh (Utomo et al., 2016)), sedangkan pertumbuhan tanduk cenderung dipengaruhi oleh konstituen utamanya yaitu keratin (Neff, 2016) dan pertumbuhannya terjadi secara terus menerus sepanjang hidupnya, sehingga sesuai dengan Gambar 1, dimana dimensi panjang tanduk memiliki korelasi yang negatif (antara panjang tanduk dan panjang ekor, panjang tanduk dan panjang leher) atau bahkan tidak berkorelasi dengan dimensi panjang tubuh yang lain (antara panjang tanduk dan panjang tubuh, panjang tanduk dan panjang telinga, panjang tanduk dan panjang kepala).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dimensi panjang yang paling besar (beragam) adalah panjang tanduk yaitu sebesar 18,2082%, kemudian di susul oleh panjang ekor sebesar 14,9609%, panjang leher sebesar 14,9056%, panjang telinga sebesar 8,8409%, panjang tubuh sebesar 8,3306% dan yang paling seragam adalah panjang kepala sebesar 4,9797. Panjang tubuh berkorelasi positif dengan panjang kepala, panjang telinga dan panjang ekor dan tidak berkorelasi dengan panjang tanduk dan panjang leher, sedangkan panjang ekor berkorelasi negatif dengan panjang tanduk.
Saran
Dalam memilih bibit sapi bali betina, panjang kepala bisa dijadikan alternatif untuk menentukan klasifikasi bibit sapi yang lebih unggul dan peternak disarankan memperhatikan faktor internal (genetik, spesies, umur, hormon, jenis kelamin) dan eksternal (manajemen pemeliharaan) dalam pemeliharaan sapi bali karena kedua faktor ini saling berhubungan dalam upaya melakukan seleksi terhadap pemilihan bibit induk sapi bali sehingga nantinya dapat dihasilkan keturunan sapi bali yang lebih baik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih utamanya kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng Provinsi Bali beserta jajarannya, dan para petugas yang telah memberikan izin serta membantu kelancaran penelitian di Pusat Pembibitan Sapi Bali Unggul Gerokgak, Buleleng, Bali, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dharma IGNBS, Sampurna IP, Suatha IK.
2015. Pertumbuhan dimensi panjang tubuh pedet sapi bali. Indon. Med. Vet. 4(5): 428-436.
Hamdani MDI, Adhianto K, Husni A. 2017. Ukuran-ukuran tubuh sapi krui jantan dan betina di Kabupaten Pesisir Barat Lampung. J. Ilmu Ternak Univ. Padjadjaran. 17(2): 97-102.
Hikmawaty H, Gunawan A, Noor RR, Jakaria J. 2014. Identifikasi ukuran tubuh dan bentuk tubuh sapi bali di beberapa pusat pembibitan melalui pendekatan analisis komponen
utama. J. Ilmu Produksi dan Teknol. Hasil Peternakan. 2(1): 231-237.
Neff AS, Beatrice H, Ricco S. 2016. Why cows have horns. Research Institute of Organic Agriculture FiBL.
Nurhayu A, Sariubang M. 2016. Pengaruh pemberian silase jerami jagung dan konsentrat pakan murah terhadap kondisi tubuh induk sapi potong di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Proc. Sem. Nas. Inovasi Teknol. Pertanian Banjarbaru. 20: 1220-1226.
Pradana IMYW, Sampurna IP, Suatha IK. 2014. Pertumbuhan dimensi tinggi
tubuh pedet sapi Bali. Bul. Vet.
Udayana. 6(1): 81-85.
Purwanti NLL, Sampurna IP, Susari NNW. 2021. Laju pertumbuhan dimensi panjang tubuh kerbau lumpur di Kabupaten Lombok Tengah. Bul. Vet. Udayana. 13(2): 187-195.
Sampurna IP. 2013. Pola pertumbuhan dan kedekatan hubungan dimensi tubuh sapi bali. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana
Saptayanti NNJ, Suatha IK, Sampurna IP. 2015. Hubungan antara dimensi panjang induk dengan pedet pada sapi bali. Bul. Vet. Udayana. 7(2): 129-136.
Saputra DA, Maskur M, Rozi T. 2019. Karakteristik morfometrik (ukuran linier dan lingkar tubuh) sapi bali yang dipelihara secara semi intensif di Kabupaten Sumbawa. Indon. J. Anim. Sci. Technol. 5(2): 67-75.
Satayanarayana G. 2013. Studies on affection of tail and its management in buffaloes. Sri Venkateswara Veterinary University. Thesis. Tirupati
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Standar Nasional Indonesia. 2017. Bibit sapi potong-bagian 4: Bali. SNI 7514:2017
Susanta IME, Sampurna IP, Suatha IK. 2016. Hubungan bagian-bagian panjang kaki depan dan belakang pada induk sapi bali dengan pedet yang dilahirkan. Bul. Vet. Udayana. 8(1): 4451.
Ris A, Suatha IK, Batan IW. 2012. Keragaman silak tanduk sapi bali jantan dan betina. Bul. Vet. Udayana. 4(2): 8793.
Utomo GS, Sukarno SD, Lestari CS. 2016. Pola pertumbuhan kambing jawarandu betina di Kabupaten Rembang (growth pattern of female jawarandu goat in Rembang Regency). Anim. Agric. J. 3(3): 362-368.
Wati NKDY, Suarjana IGK, Besung INK. 2016. Perbandingan bakteri coliform pada feses sapi bali menurut tingkat kedewasaan dan tipe
pemeliharannya. Indon. Med. Vet. 5(5): 430-437.
Tabel 1. Tabel Uji Statistik Deskriptif Dimensi Panjang Tubuh Induk Sapi Bali di PPSBU, Gerokgak, Buleleng, Bali
Minimum |
Maximum |
Mean |
Std. Deviation |
Koefisien Keragaman | |
Panjang Kepala |
30,0 |
37,0 |
34,040 |
1,6951 |
4,9797 |
Panjang Tanduk |
8,0 |
19,0 |
14,120 |
2,5710 |
18,2082 |
Panjang Telinga |
17,0 |
25,0 |
20,360 |
1,8000 |
8,8409 |
Panjang Leher |
30,0 |
54,0 |
41,160 |
6,1351 |
14,9056 |
Panjang Tubuh |
96,0 |
129,0 |
107,920 |
8,9904 |
8,3306 |
Panjang Ekor |
45,0 |
86,0 |
61,200 |
9,1561 |
14,9609 |
Factor score 2
score 1 lent 2 Component 1

Gambar 1. Grafik Biplot Dimensi Panjang Tubuh Induk Sapi Bali di PPSBU, Gerokgak, Buleleng, Bali
81
Discussion and feedback