HISTOLOGICAL STUCTURE OF THE DOG’S SKIN WITH DERMATITIS IN EXTREMITAS CAUDAL, DORSUM, AND ABDOMEN
on
Volume 14 No. 3: 302-309
Juni 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i03.p15
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Struktur Histologi Kulit Bagian Ekstremitas Caudal, Dorsum, dan Abdomen Anjing Penderita Dermatitis
(HISTOLOGICAL STUCTURE OF THE DOG’S SKIN WITH DERMATITIS IN EXTREMITAS CAUDAL, DORSUM, AND ABDOMEN)
Putu Dian Purnama Putra1*, Ni Ketut Suwiti2, Ni Nyoman Werdi Susari3 1Mahasiswa Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB.
Sudirman, Denpasar, Bali;
-
2Laboratorium Histologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl.
PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
-
3Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB.
Sudirman, Denpasar, Bali.
*Email: [email protected]
Abstrak
Kulit merupakan organ terbesar pada anjing yang berfungsi untuk mengatasi adanya agen asing baik dari eksogen maupun endogen. Salah satu gangguan kesehatan pada kulit anjing adalah dermatitis dan dapat ditemukan hampir pada suluruh bagian tubuh. Penelitan ini bertujuan untuk mengamati perubahan struktur histologi kulit anjing jantan maupun betina yang menderita dermatitis pada bagian ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen. Sebanyak 24 sampel penelitian berupa organ kulit dikumpulkan dari pasien di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan (P>0,05) struktur histologi kulit anjing jantan dan betina yang menderita dermatitis, baik kulit dari bagian ekstremitas caudal, dorsum dan abdomen. Perubahan histologi yang ditemukan berupa: segmen parasitik, hiperkeratosis, nekrosis, degenerasi, edema, hiperplasia, infiltrasi sel lemak stratum retikularis, dan infiltrasi sel - sel radang. Infiltrasi sel-sel radang neutrofil, dan makrofag banyak ditemukan di bagian dermis sedangkan basofil ditemukan pada bagian epidermis.
Kata kunci: Anjing; dermatitis; kulit; struktur histologi
Abstract
Skin is the largest organ in dogs that serves to overcome the presence of foreign agents both from exogenous and endogenous. One of the health problems on dog skin is dermatitis and can be found in almost all parts of the body. This study aims to observe changes in the histological structure of the skin of male and female dogs suffering from dermatitis on the caudal, dorsum, and abdominal extremities. A total of 24 research samples in the form of skin organs were collected from patients at the Animal Hospital Teaching Udayana University. The results showed that there was no difference (P>0.05) the histological structure of the skin of male and female dogs suffering from dermatitis, both skin from the caudal extremities, dorsum and abdomen. Histological changes found were: parasitic segments, hiperkeratosis, necrosis, degeneration, edema, hyperplasia, infiltration of stratum reticular fat cells, and infiltration of inflammatory cells. Infiltration of inflammatory cells, neutrofils, and macrophages are mostly found in the dermis while basofils are found in the epidermis.
Keywords: Dermatitis; dog; histological; structure; skin
PENDAHULUAN
Kulit merupakan organ terluar dan terbesar tubuh yang memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap gangguan agen baik dari eksogen maupun endogen
(Andriani, 2017), seperti agen biologis, fisik, bahan kimia, termoregulasi, metabolisme, dan rangsangan (Moyo et al., 2018). Menurut Kalangi (2013), kulit tersusun atas empat jaringan dasar yaitu jaringan epitel (epitel squamus kompleks
berkeratin), jaringan ikat (jaringan ikat elastis dan kolagen, dan jarinan lemak), jaringan otot pada jaringan dermis, dan jaringan saraf (badan meissner dan badan pacini). Dalam pemeliharan hewan kesayangan, kulit merupakan organ yang sangat rentan akan suatu infeksi penyakit. Salah satunya adalah kejadian dermatitis pada kulit anjing yang sangat sering ditemui. Dermatitis merupakan suatu infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh bebargai faktor seperti; ektoprasit, bakteri, penyakit metabolisme, dan
immunosupresif.
Data tahun 2010 - 2018 menunjukkan, pasien dengan gangguan dermatitis di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Fakultas kedokteran Hewan merupakan penyakit kedua terbanyak setelah penyakit gastrointestinal. Khususnya pada masa pandemi covid-19 mengalami peningkatan mencapai 30% (data unpublished). Selain itu, menurut Wiryana (2014) kejadian dermatitis sangat tinggi terjadi baik pada anjing jantan (50,9%) maupun betina (32,9%). Infeksi dermatitis pada anjing dapat diakibatkan oleh peningkatan perilaku agresif yang menyebabkan tingginya kontak langsung terhadap anjing lainnya (Purnama et al., 2019). Faktor – faktor lain yang menyebabkan terjadinya dermatitis pada anjing seperti faktor lingkungan, nutrisi, faktor genetik, stress fisiologis, habitat yang rendah dan sistem imum bawaan (Widyastuti et al., 2012). Sejauh ini data mengenai perubahan histologi pada anjing penderita dermatitis masih perlu dikembangkan. Oleh karena itu penelitian dapat memberikan informasi untuk melakukan diagnosa, saran pengobatan dan melengkapi data base tentang histologi kulit berbagai hewan, khususnya histologi kulit anjing penderita dermatitis.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan berupa kulit anjing jantan dan betina penderita
dermatitis yang diambil di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana. Sampel dibedakan atas jenis kelamin (jantan dan betina) dan lokasi pengambilan (ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen) dan dilakukan pengamatan sebanyak 2 kali dengan total sampel 24. Pengambilan sampel dilakukan metode biopsi dengan menggunakan anestesi umum di injeksikan secara intramuskuler dengan dosis atropin 0,03 mg/kgBB (Atropine Sulfat®, Ethica, Bekasi, Indonesia), xylasin 0,15 ml/kgBB (Xyla®, Interchemie, Holland), dan ketamin 0,1 ml/kgBB (KetA-100®, Interchemie, Holland). Sampel diambil dengan ukuran 1 x 1 cm dengan kedalaman pengambilan sampai bagian hipodermis kulit. Kemudian sampel di letakan pada pot yang sudah diberikan tanda dan neutral buffer formalin 10%.
Pembuatan Preparat Histologi
Pembuataan sediaan histologi mengacu pada metode Suwiti et al (2015), sebagai berikut; jaringan yang telah difiksasi dengan neutral buffer formalin 10% selama 24 jam di-trimming. Kemudian dimasukan untuk proses tissue processor. Sampel dilakukan dehidrasi bertingkat (formalin 10% I sampai dengan formalin 10% III, alkohol 70%, alkohol 90%, alkohol absolut I sampai dengan alkohol absolut III, xylol I sampai dengan xylol II, toluene I sampai dengan III, paraffin I, paraffin II) selama ± 23 jam. Selanjutnya dilakukan blocking menggunakan embedding set yang sudah dituangkan paraffin cair. Kemudian dilakukan seksioning dengan ukuran ± 3 – 4 µm.
Pewarnaan Hemaktoxylin dan Eosin (H&E) mengunakan metode Suwiti et al (2010), sebagai berikut; Jaringan yang sudah diseksioning kemudian direndam dengan xylol I, II, dan III selamat 5 menit, setelah itu rendam pada aquadest selama 1 menit dan Hariss-Hemaktoxylin selama 5 – 7 menit. Dilakukan dua kali dengan waktu aquadest 1 menit dan 15 menit. Kemudian dilakukan perendaman pada Eosin 2 menit, dilanjutkan dengan perendaman pada
alkohol 96% I dan II masing – masing selama 3 menit, alkohol absolut III dan IV masing – masing 3 menit, kemudian dilakukan pembilasan dengan menggunakan xylol I dan II masing – masing selama 5 menit. Finishing menggunakan kanada balsam sebagai perekat dan diamkan sampai mengering. Kemudian, pengamatan preparat histologi dilakukan menggunakan Olympus microscopes dengan pembesaran 4x, 10x, 40x, dan 100x.
Analisis Data
Struktur histologi kulit anjing yang menderita dermatitis dianalisis dengan deskriptip kuantitatif dengan memberikan skor. Skor 1, ditemukan perubahan histologi hiperkeratosis, nekrosis, degenerasi pada lapisan epidermis. Skor 2, terjadi perubahan nekrosis, hiperplasia, infiltrasi sel radang, edema pada lapisan dermis. Skor 3, ditemukan perubahan pada hipodermis berupa nekrosis, infiltrasi sel radang, dan degenerasi. Kemudian dilakukan pengujian menggunakan uji stastitik non-parametrik Kruskall-Wallis apabila ada perbedaan maka dilanjutkan dengan Uji Man-Whitney menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil pengamatan struktur histologi kulit anjing yang menderita dermatitis pada ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen disajikan pada Gambar 1. Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya
segmen parasitik, hiperkeratosis, nekrosis, degenerasi, edema, hiperplasia, infiltrasi sel lemak stratum retikularis dan infiltrasi sel-sel radang. Infiltrasi sel-sel radang neutrofil, dan makrofag banyak ditemukan di lapisan dermis sedangkan basofil ditemukan pada lapisan epidermis.
Pada Gambar 2. Ditemukan A. Ditemukan adanya hiperkeratosit (1), spongiotik interseluar (2), nekrosis epidermal keratinosit (3). B. Hiperkeratosis (1) degenerasi hidrofik (2), edema stratum retikularis dermis (3). C. hiperplasia (akantosis) (1) diikuti dengan infiltrasi sel radang (2). D. infiltrasi sel radang (H&E 400x). Dan pada Gambar 3. ditemukan A. Degenerasi hidrofik (1) penebalan stratum korneum (2) nekrosis jaringan keratin (3). B. infiltrasi sel radang berupa neutrofil, basofil dan makrofag. C. edema stratum retikularis (1). D. hiperplasia membrana folikel rambut (1) infiltrasi sel radang (2).
Pada Gambar 4. ditemukan A. infiltrasi sel radang (1), nekrosis (2), dan hiperkeratosis (3). B. Nekrosis jaringan epidermal (2) segmen S. scabiei sp (2). C. hiperplasia (akantosis) (1). D. Degenerasi hidrofik (1), hiperplasia (akantosis) pada membrana basalis epitel (2) (H&E 400x).
Pada Tabel 1 diketahui bahwa perubahan struktur histologi kulit pada jantan dan betina tidak terdapat perbedaan nyata terhadap lokasi pengambilan bagian ekstremitas caudal (P=0,317), dorsum (P=0,05), dan abdomen (P=1). Dalam uji statistik untuk uji tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) maka uji lanjutan Mann-Whitney tidak dilanjutkan.
Caudal
Dorsum
Abdomen
Gambar 1. Struktur histologi kulit anjing yang menderita dermatitis (H&E 40x)
Gambar 2. Perubahan struktur histologi pada ekstremitas caudal (H&E 400x).
Gambar 3. Perubahan pada struktur histologi dorsum (H&E 400x).
Gambar 4. Perubahan struktur histologi abdomen (H&E 400x).
Tabel 1. Perubahan histologi kulit anjing jantan dan betina yang menderita dermatitis. Ekstremitas N Mean Std. Dev Minimum Maximum Asymp. Sig.
Caudal |
8 |
2,13 |
0,354 |
2 |
3 |
0,317 |
Dorsum |
8 |
2,13 |
0,641 |
1 |
3 |
0,05 |
Abdomen |
8 |
2 |
0 |
2 |
2 |
1 |
Tabel 2. Perubahan histologi kulit anjing jantan dan betina yang menderita dermatitis pada bagian ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen.
Jenis Kelamin |
N |
Mean |
Std. Dev. |
Minimum |
Maximum |
Asymp. Sig. |
Jantan |
12 |
2,17 |
0,577 |
1 |
3 |
0,712 |
Betina |
12 |
2 |
0 |
2 |
2 |
1 |
Keterangan: perubahan struktur histologi pada daerah ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen tidak terdapat perbedaan nyata pada jantan (P = 0,172) dan betina (1). Dari uji tersebut didapatkan P > 0,05 maka untuk uji lanjutan Mann-Whitney tidak dilanjutkan.
Pembahasan
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang penyusunnya yaitu sel keratinosit, melanosit, sel langerhans (Bourguignon et al., 2013), dan sel merkel (Kalangi, 2013). Lapisan Dermis merupakan lapisan kedua kulit yang
penyusunya berupa stratum papilaris dan stratum retikularis dengan batas antara kedua lapisan tidak tegas (Kalangi, 2013), Hipodermis merupakan lapisan subkutan yang terletak dibawah lapisan retikularis terdiri dari jaringan ikat yang lebih longgar (Arda et al., 2013). Untuk anjing yang
menderita dermatitis struktur histologinya masih ditemukan seperti yang ditemukan oleh Bourguignon et al. (2013) dan Kalangi (2013).
Dermatitis merupakan peradangan kulit sebagai respon terhadap adanya infeksi pada kulit baik dari eksogen maupun endogen. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan pada anjing jantan dan betina pada bagian ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen dengan diamati pada lapisan epidermis, dermis dan hipodermis. Berdasarkan hasil pengamatan perubahan struktur histologi pada kulit anjing yang menderita dermatitis (Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4) ditemukan adanya segmen parasitik, hiperkeratosis, nekrosis, degenerasi, edema, hiperplasia, infiltrasi sel lemak stratum retikularis dan infiltrasi sel-sel radang. Perubahan tersebut disebabkan oleh peradangan kulit sebagai respon terhadap adanya infeksi pada kulit baik dari eksogen maupun endogen.
Perubahan yang terjadi pada bagian epidermis ditemukan adanya hiperkeratotis, spongiotik interselular, nekrosis, dan degenerasi. Hiperkeratosis merupakan gangguan kornifikasi pada stratum korneum dengan ciri khas terlihat adanya peningkatan ketebalan pada stratum korneum (Gambar 2 A, Gambar 3 A, dan Gambar 4 A). Hasil pengamatan ditemukan adanya segmen parasitik yang menimbulkan hiperkeratosis (Putra et al., 2019; Solanki et al., 2011). Selain hal tersebut hiperkeratosis terjadi karena adanya inflamasi sel radang, trauma, adanya reaksi immunologi dan kekurangan vitamin A (Bourguignon et al., 2013).
Lesi kedua pada epidermis ditemukan adanya degenerasi yang disertai dengan hiperplasia jaringan. Degenerasi merupakan perubahan abnormal sel yang bersifat bersifat sementara (reversible). Degenerasi hidrofik (Gambar 4 D) merupakan degerasi yang terjadi pada lapisan sel basal (stratum basal) epidermis yang digunakan untuk menunjukkan adanya edema intraselular (D'Ambrose et al., 2016). Degenerasi pada penelitian ini
ditandai adanya peningkatan vakuolisasi air pada sitoplasmik yang tidak mengandung sel adiposa atau glikogen sehingga menampakan warna bening atau jernih. Kasus ini terjadi akibat adanya degenerasi yang irreversible (Gambar 2 A), keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan osmosis pada jaringan yang menyebabkan terjadinya nekrosis yang diperparah oleh adanya trauma, radiasi suhu ekstrem pada kulit anjing yang menderita dermatitis dan inflamasi sel radang (D'Ambrose et al., 2016).
Perubahan berikutnya berupa nekrosis pada jaringan epitel. Nekrosis merupakan kematian sel pada suatu jaringan akibat adanya degerasi yang irreversible yang dimana nekrosis lebih cepat terjadi dibandingkan dengan degenerasi (Berata et al., 2019). Nekrosis epidermal pada kasus ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi agen pathogen, terbukti dengan di ditemukannya segmen parasitik (Gambar 4.B). Keadaan ini melibatkan sel limfosit T dan sel radang yang mengakibatkan adanya induksi apoptosis pada sel keratinosit sehingga menimbulkan terjadinya
hiperkeratosit sel stratum korneum (Banovic et al., 2014).
Pada lapisan dermis perubahan struktur histologi yang ditemukan adalah edema, infiltrasi sel radang berupa neutrofil, basofil, dan makrofag. Adanya hiperplasia pada jaringan sebaceus (Gambar 2 C dan D, Gambar 3 C dan D, dan Gambar 4 C). Edema merupakan adanya cairan yang menumpuk pada permukaan jaringan atau sel yang mengakibatkan adanya rongga antar jaringan. Edema papilaris dermis pada kasus ini ditemukannya agen eosinofilik dan limfositik serta adanya pelebaran jaringan kolagen dan retikularis dermis (Alsaad dan Ghazarian, 2005). Pemunculan lesi edema menunjukan anjing tersebut menderita infeksi kronis (Putra et al., 2019).
Adanya infiltrasi sel radang pada lapisan dermis. Infiltrasi sel radang merupakan proses tubuh mengatasi adanya agen asing yang ditandai dengan adanya sel
– sel darah pada jaringan (Berata et al., 2019). Infiltrasi sel radang ditemukan (Gambar 2 D dan Gambar 3 B) berupa sel leukosit yang terdiri atas neutrofil, basofil, makrofag, dan limfosit. Pada anjing yang menderitas dermatitis, juga ditemukan adanya hiperplasia membrana basalis folikel rambut (Gambar 3 D) dan kelenjar sebaceus (Gambar 4 C). Keadaan hiperplasia tersebut merupakan meningkatnya jumlah sel yang terjadi akibat peningkatan proses mitosis. Hiperplasia pada folikel rambut dapat diakibatkan oleh adanya gigitan oleh agen parasitik yang menyebabkan terjadinya pelepasan sitokin dan inflamasi dari sel radang. menurut Ali et al. (2011) hiperplasia pada jaringan sel seperti folikel rambut dan kelenjar sebaceus disebabkan anjing telah terinfeksi lama sehingga bersifat kronis dari agen parasitik seperti demodekosis, S. scabiei dan akumulasi jamur.
Pada lapisan lapisan hipodermis, ditemukannya adanya kerusakan sel adiposa dan adanya peningkatan jaringan ikat pada membrana adiposa. Nekrosis pada jaringan subkutan diakibatkan oleh akivitas enzim yang bersifat liptolitik. Pada kasus ini diakibatkan adanya lisis pada sel adiposa. Dengan perubahan awal jaringan lemak terlihat lunak dan gelatinous, sampai pada proses lipolisi menjadi warna putih yang diakibatkan oleh penurunan kalsium dari pencernaan asam lemak yang tereleminasi saat proses lipolisis (Nazarudin et al., 2017).
Hasil dari uji statistik non-parametrik tidak terdapat perbedaan (P>0,05) perubahan struktur histologi kulit anjing jantan maupun betina bagian ekstremitas caudal, dorsum, dan abdomen pada anjing yang menderita dermatitis dikarenakan struktur hitostologi kulit anjing baik jantan maupun betina memiliki kesamaan baik dari bagian ekstremitas caudal, dorsum, abdomen. Sedangkan terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya dermatitis pada anjing seperti faktor lingkungan, nutrisi, faktor genetik, stress fisiologis,
habitat yang rendah dan system imum bawaan (Widyastuti et al., 2012).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan perubahan struktur histologi anjing jantan dan betina yang menderita dermatitis pada bagian ekstremitas caudal, dorsum dan abdomen (P>0,05). Ditemukan adanya segmen parasitik, hiperkeratosis, nekrosis, degenerasi, edema, hiperplasia, infiltrasi sel lemak stratum retikularis dan infiltrasi sel-sel radang pada kulit anjing yang menderita dermatitis.
Saran
Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut mengenai perubahan struktur histologi kulit anjing yang menderita dermatitis berdasarkan ras/Bred.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rumah Sakit Hewan Pendidikan Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sangat tulus juga ditunjukan kepada Balai Besar Veteriner Denpasar Bali. Serta seluruh pihak yang telibat dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali MH, Begum N, Azam MG, Roy BC.
2011. Prevalence and pathology of mite infestation in street dogs at Dinajpur Municipality area. J. Bangladesh Agril. 9(1): 111–119.
Alsaad KO, Ghazarian D. 2005. My approach to superficial inflammatory dermatoses. J. Clin. Pathol. 58(12), 1233-1241.
Andriani D, Masyitha D, Zainuddin Z.
(2017). Struktu histologi kulit ikan gabus (Channa striata). J. Ilm. Mahasiswa Vet. 1(3): 283-290.
Banovic F, Olivry T, Bazzle L, Tobias JR, Atlee B, Zabel S, Hensel N, Linder KE.
2014. Clinical and microscopic characteristics of canine toxic
epidermal necrolysis. Vet. Pathol. 52(2): 321-330.
Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM, Adnyana IBW. 2019. Buku Ajar Patologi Veteriner Umum. Cetakan Ke-5. Denpasar: Swasta Nulus.
Bourguignon E, Guimarães LD, Ferreira TS, Favarato ES. 2013. Dermatology in dogs and cats. Insights Vet. Med. Pp. 334.
D'Ambrose SP, Scott DW, Erb HN. 2016. Prevalence of hydropic degeneration of epidermal basal cells in feline inflammatory skin diseases. Japanese J. Vet. Dermatol. 22(2): 91-95.
Kalangi SJR. 2013. Histofisiologi Kulit. J. Biomed. (5)3: 12-30.
Moyo D, Gomes M, & Erlwanger KH. 2018. Comparison of the histology of the skin of the Windsnyer, Kolbroek and Large White pigs. J. South African Vet. Assoc. 89(1): 1-10.
Nazarudin Z, Muhimmah I, Fidianingsih I. 2017. Segmentasi citra untuk menentukan skor kerusakan hati secara histologi. Proc. Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed). Pp. 1521.
Purnama KA, Winaya IBO, Adi AAAM, Erawan IGMK, Kardena IM, Suartha IN. 2019. Gambaran histopatologi kulit anjing penderita dermatitis. J. Vet.
20(4): 486-496.
Putra IPAA, Budiartawan IKA, Berata IK. 2019. Gambaran patologi anatomi dan histopatologi kulit anjing yang terinfeksi demodekosis. Indon. Med. Vet. 8(1): 90-98.
Solanki JB, Hasnani JJ, Panchal KM, Naurial DS, Patel PV. 2011. Histopathological changes in canine demodicosis. Haryana Vet. 50: 57-60.
Suwiti NK, Setiasih NLE, Suastika IP, Piraksa IW, Susari NW. 2010. Studi histologi usus besar sapi bali. Bul. Vet. Udayana. 2(2): 101-107.
Suwiti NK, Suastika IP, Swacita IBN, Besung INK. 2015. Studi histologi dan hitomorfometri daging sapi bali dan wagyu. J. Vet. 3(16): 432-438.
Wiryana IKS, Damriyasa IM, Dharmawan NS, Arnawa KAA, Dianiyanti K, Harumna D. 2014. Kejadian dermatosis yang tinggi pada anjing jalanan di Bali. J. Vet. 15(2): 217-220.
309
Discussion and feedback