Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Vol. 5 No. 2

Agustus 2013

Efek Toksisitas Ekstrak Daun Sirih Merah Terhadap

Gambaran Mikroskopis Ginjal Tikus Putih Diabetik yang Diinduksi Aloksan

(THE TOXIC EFFECT OF RED BETEL LEAF EXTRACT ON MIKROSKOPIC KIDNEY IN ALLOXAN INDUCED DIABETIC RATS)

Ni Made Rina Yulinta1, Ketut Tono Pasek Gelgel2, I Made Kardena2.

  • 1.    Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan

  • 2.

Laboratorium Mikrobiologii Fakultas Kedokteran Hewan

  • 3.

laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik dari ekstrak daun sirih merah terhadap gambaran mikroskopis ginjal tikus putih diabetes mellitus yang diinduksi aloksan. Sebanyak 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague-dawley umur ± 3 bulan digunakan dalam penelitian ini. Seluruh sampel tersebut dibagi secara acak menjadi lima kelompok perlakuan yaitu: (P0) tikus sehat yang hanya diberikan aquades; (P1) tikus yang diberikan aloksan 120 mg/kg bb/intraperitoneal; (P2) tikus yang diberikan aloksan 120 mg/kg bb/intraperitoneal dan ekstrak daun sirih merah 50 mg/kg bb/peroral; (P3) tikus yang diberikan aloksan 120 mg/kg bb/intraperitoneal dan ekstrak daun sirih merah 100mg/kg bb/peroral; (P4) tikus yang diberikan aloksan 120mg/kg bb/intraperitoneal dan suspensi glibenklamid 1 mg/kgbb/peroral. Perlakuan diberikan selama 30 hari. Pada hari ke-31 semua tikus dieuthanasi dan dinekropsi untuk melihat gambaran mikroskopis ginjal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) dosis 50 mg/kg bb dan 100 mg/kg bb tidak menunjukkan perubahan patologi terhadap gambaran mikroskopis ginjal. Hal ini menunjukkan ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kgbb dan dosis 100 mg/kgbb tidak toksik terhadap jaringan ginjal tikus putih diabetes mellitus.

Kata kunci: Ekstrak daun sirih merah, diabetes mellitus, gambaran mikroskopis ginjal, uji toksisitas, tikus putih.

ABSTRACT

This study aim was to determine the effects of red betel leaf extract on microskopic white rat’s kidney alloxan-induce diabetic. A total of twenty 3 month-old male rats strain Sprague-dawley were used in this study, which were randomly devided into five groups; (P0) healthy rats given only aquades; (P1) given alloxan 120 mg/kg bw intraperitoneally; (P2) given alloxan 120 mg/kgbw intraperitoneally and red betel leaf extract 50 mg/kg bw orally; (P3) given alloxan 120 mg/kg bw intraperitoneally and red betel leaf extract 100 mg/kg bw orally; (P4) given alloxan 120 mg/kg bw intraperitoneally and glibenclamide suspension 1 mg/kg bw orally. The treatmen were given for 30 days. On day-31 the rats were sacrificed. Then, the kidneys were taken and processed for microscopic examination. The results showed red betel leaf extract (Piper crocatum) at doses 50 mg/kg bw and 100mg/kg bw did not affect the kidneys microscopically. It indicates that the red betel leaf extract at these doses are not toxic for rat’s kidney.

Key word: red betel leaf extract, diabetes mellitus, mikroskopic examination, toxic effect, white rat.

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang secara klinis ditandai dengan hiperglikemia. Penyakit ini penyebab primernya adalah rusaknya sel beta pankreas sehingga tidak dihasilkannya insulin. Untuk tipe sekunder terjadi akibat respon abnormal jaringan perifer terhadap insulin (Damjanov, 2000). Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3% atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025. Setengah dari total angka tersebut kemungkinan besar berada di Asia, terutama India, Pakistan, dan Indonesia (Wakhidiyah dan Zainafree, 2010). Menurut World Health Organization (WHO) penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 8,4 juta jiwa. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai angka 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia berada di peringkat keempat dalam jumlah penyandang diabetes mellitus paling banyak di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina (Tandra, 2008).

Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Kumalasari, 2006). Obat herbal meskipun berbahan alami bukan berarti aman 100% karena tanaman obat pun mengandung racun. Penggunaan obat herbal selama ini hanya bersifat empiris artinya hanya berdasarkan dosis dan efek yang didapat dari pengalaman yang bervariasi tiap-tiap orang (Wulandari, 2010). Kandungan zat kimia pada obat herbal bisa menimbulkan efek samping dan toksik. Efek samping itu bisa disebabkan obat itu sendiri maupun oleh kontaminan atau zat sintesis yang ditambahkan (Dewoto, 2007)

Salah satu tanaman yang dipakai masyarakat Indonesia sebagai bahan obat tradisional adalah daun sirih merah (Piper crocatum). Banyak khasiat dari tanaman sirih merah ini, seperti: senyawa flavonoid dan polovenolad yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antidiabetik, anti kanker, antiseptik dan anti-inflamasi. Kandungan zat lain berupa senyawa alkaloid mempunyai sifat antineoplastik yang ampuh menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Sudewo, 2010).

Sebagai obat untuk menurunkan kadar gula darah (antidiabetik), untuk mengetahui penggunaan herbal ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) aman dikonsumsi maka tulisan ini dibuat untuk mendeskripsikan studi pengaruh ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) terhadap gangguan stuktur dilihat dari gambaran mikroskopis ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes mellitus yang diinduksi aloksan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) sehat berumur 3 bulan. Seluruh sampel dibagi secara acak menjadi 5 kelompok, yaitu: kelompok (P0) adalah tikus sehat tanpa diberi perlakuan hanya diberi aquades; kelompok (P1) adalah tikus putih yang hanya diberikan aloksan; kelompok (P2) tikus yang diinduksi aloksan dan ekstrak daun sirih merah 2% dengan dosis 50 mg/kg bb peroral; kelompok (P3) tikus diinduksi aloksan dan ekstrak daun sirih merah 2% dengan dosis 100mg/kg bb; kelompok (P4) tikus diinduksi aloksan dan glibenklamid 0,02% dengan dosis 1 mg/kg bb.

Pembuatan ekstrak etanol daun sirih merah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Universitas Udayana. Daun

sirih merah diiris tipis-tipis dan dikeringkan selama 1 minggu. Dalam proses pengeringannya, diletakkan di tempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah itu sebanyak ±100 gram daun sirih merah yang telah kering diblander sampai berbentuk serbuk kering. Daun sirih merah yang telah berbentuk serbuk direndam dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:10 selama 3 hari, kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk mendapatkan cairan dari hasil perendaman, selanjutnya hasil penyaringan diuapkan dengan vacum rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak daun sirih merah. Ekstrak kemudian diuapkan kembali dengan freeze dryer untuk memperoleh ekstrak dalam bentuk serbuk (kering). Kemudian ekstrak kering tersebut diambil sebanyak 2 gram tetes demi tetes aquades, volumenya ditambahkan dengan aquades hingga volumenya menjadi 100 ml dengan demikian diperoleh ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 2%. Glibenklamid yang digunakan sebanyak 20 mg glibenklamid dan ditambahkan aquadest hingga volumenya menjadi 100 ml.

Pemberian aloksan dilakukan pada hari ke-0, sedangkan pemberian suspensi glibenklamid dilakukan mulai hari ke-3 hingga hari ke-30 disesuaikan dengan

metode Cintari (2009). Kadar glukosa darah tikus diukur pada hari ke-0 dan hari ke-3 untuk memastikan tikus mengalami diabetes mellitus. Pada hari ke-31 sebelum dilakukan nekropsi tikus dieuthanasia menggunakan chloroform, selanjutnya dilakukan nekropsi untuk kemudian diambil ginjalnya dan dibuat preparat histopatologinya.

Pembuatan preparat histologi dilakukan terhadap semua sampel ginjal tikus pada tiap-tiap kelompok perlakuan. Sampel jaringan ginjal difiksasi dengan buffer formalin 10% dan selanjutnya dikirim ke Laboratorium Patologi untuk dibuat sediaan histopatologis. Sediaan tersebut dibuat pada obyek glas mengikuti prosedur rutin pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan hematoxilin eosin (HE). Pembacaan preparat dilakukan di bawah mikroskop binokuler dengan pembesaran 100x dan 400x.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pemberian ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) tidak berpengaruh nyata terhadap adanya degenerasi ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes mellitus namun berpengaruh nyata terhadap nekrosis ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes mellitus. Hasil uji Mann-Witney untuk melihat perbedaan pada jaringan

ginjal yang mengalami nekrosis antara perlakuan yang satu dengan yang lain menunjukkan antara kelompok perlakuan yang hanya diberikan aquades (P0) dengan kelompok perlakuan yang hanya aloksan (P1) dan kelompok perlakuan pemberian glibenklamid 1mg/kgBB (P4) terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05). Untuk membandingkan antara kelompok kontrol (P0) dengan kelompok perlakuan ekstrak daun sirih merah dosis 50mg/kgBB (P2) dan dosis 100mg/kgBB (P3) memiliki rata-rata skor kerusakan ginjal yang hampir sama. Antara kelompok P1 dengan kelompok P2, P3 dan P4 juga tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05). Kelompok P2 (pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kgBB) menunjukkan adanya nekrosis yang skoringnya tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok P3 (pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 100 mg/kgBB) dan P4 (glibenklamid 1mg/kgBB). Sedangkan untuk kelompok perlakuan P3 (ekstrak daun sirih merah dosis 100mg/kgBB) menujukkan skoring nekrosis yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan kelompok perlakuan P4 (glibenklamid).

Perubahan mikroskopik ginjal tikus putih dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


Gambar 1. Gambaran mikroskopis ginjal tikus putih yang dipakai sebagai kontrol (Placebo). Menunjukkan adanya sedikit degenerasi dan nekrosis (tanda panah) pada sel-sel penyusun tubulus ginjal masih pada taraf ringan (HE,400x)

Gambar 2.


Gambaran mikroskopis jaringan ginjal tikus putih yang diinduksi aloksan 120 mg/kgBB (kontrol negatif).(HE,400x). Telah terjadinya nekrosis epitel tubulus (tanda panah hitam)

Gambar 3. Gambaran mikroskopis


ginjal yang diinduksi aloksan 120mg/kgBB dan ekstrak daun sirih merah dosis 50mg/kgBB menunjukkan adanya degenerasi dan nekrosis tahap karyolisis (tanda panah hitam) (HE,400x)


Gambar 4. Gambaran mikroskopis ginjal tikus putih yang diinduksi aloksan 120mg/kgBB dan ekstrak daun sirih merah dosis 100mg/kgBB (HE,400x).

Gambar 5. Gambaran mikroskopis ginjal tikus putih yang diinduksi aloksan 120 mg/kgBB dan diberikan glibenklamid 1 mg/kgBB. Ditemukan adanya nekrosis yang mengarah pada deskuamasi sel epitel tubulus (tanda panah). (HE,400x).

PEMBAHASAN

Epitel penyusun jaringan ginjal merupakan bagian ginjal yang cukup sensitif terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik. Bahan-bahan toksik yang biasanya masuk ke ginjal melalui aliran darah, dapat menimbulkan perubahan pada sel-sel epitel ginjal berupa cloudy swelling, degenerasi hialin, degenerasi melemak dan nekrosa. Tingkat perubahan yang ditimbulkan tersebut sangat tergantung dari sifat zat toksik yang masuk ke dalam aliran darah (Smith dan Jones, 1974; Thomas, 1979)

Hasil pengamatan gambaran mikroskopis ginjal menunjukkan sel-sel epitel glomerulus dan tubulus ginjal

mengalami degenerasi dan nekrosis. Kerusakan ini terjadi pada seluruh kelompok tikus. Adapun gambaran mikroskopis ginjal tikus putih pada kelompok kontrol (placebo) menunjukkan adanya degenerasi dan nekrosis pada sel-sel penyusun tubulus ginjal akan tetapi hal ini relatif masih dalam taraf ringan. Hal ini kemungkinan dikarenakan penggunaan tikus yang tidak SPF (Spesific Pathogen Free) sehingga evaluasi awal terhadap tikus sebagai sampel tidak dilakukan secara spesifik.

Degenerasi dan nekrosis juga terjadi pada tikus kelompok (P1) dengan derajat keparahan yang bervariasi. Degenerasi tampaknya lebih sering ditemukan pada sel-sel di daerah glomerulus ginjal, sedangkan nekrosis lebih banyak terjadi pada bagian epitel tubulus ginjal. Hal ini menunjukkan pemberian aloksan berpengaruh terhadap kerusakan sel-sel penyusun jaringan ginjal. Pada kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 50mg/kg BB (P2) dan dosis 100mg/kg BB (P3) terjadi perubahan histologi ginjal berupa nekrosis yang derajat keparahannya hampir sama namun tidak lebih ringan jika dibandingkan dengan kelompok (P1). Perbandingan antara kelompok (P2) dan (P3), terdapat perbedaan derajat nekrosis yang tidak berbada nyata. Nekrosis yang

terjadi pada kelompok (P2) lebih berat jika dibandingkan dengan kelompok (P3). Hal ini menunjukkan kemungkinan ekstrak daun sirih merah dosis 100 mg/kg BB masih lebih baik dalam memberikan efek regenerasi nekrosis sel ginjal dibandingkan dosis 50 mg/kg BB yang relatif lebih rendah sehingga proses regenerasi sel nekrosis akibat pemberian aloksan tidak maksimal. Sebaliknya kelompok (P4) menunjukkan perubahan mikroskopik nekrosis yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok (P3).

Diduga pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB yang dilakukan pada penelitian ini, mengakibatkan kerusakan pada struktur ginjal, khususnya sel-sel ginjal baik glomerulus maupun tubulus mungkin disebabkan karena adanya zat-zat yang bersifat toksik pada ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum). Menurut Di Bartola (1981) bila proses keracunan tidak berlangsung lama dan kerusakan ginjal masih pada tahap awal, maka proses nefrotoksik akan segera berhenti dan ginjal akan melakukan perbaikan baik struktur maupun fungsinya secara sempurna. Menurut Huxtable (1988) ginjal yang terkena bahan nefrotoksik akan melakukan perbaikan pada 1 sampai 2 minggu fase penyembuhan dan proses perbaikan dapat

terus berlangsung hingga 12 bulan atau sampai fungsi ginjal sepenuhnya normal kembali. Menurut Skopicki et al., (1996) bahan nefrotoksik yang masuk ke dalam ginjal mungkin akan memperpanjang masa toksisitasnya sampai bahan-bahan tersebut dikeluarkan dari brush border tubulus proksimalis.

Pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kg BB pada sampel menunjukkan gambaran mikroskopik (degenerasi dan nekrosis) derajat ringan dan lebih ringan dibandingkan dengan tikus putih yang hanya diberikan aloksan. Kemungkinan pemberian ekstrak daun sirih merah mempengaruhi percepatan perbaikan atau daya tahan sel-sel penyusun ginjal walaupun dosis pemberiannya rendah. Lebih spesifik, pemberian ekstrak daun sirih merah dosis 100 mg/kg BB memberikan gambaran mikroskopik (degenerasi dan nekrosis) yang lebih ringan dibandingkan dengan kelompok tikus putih yang diberikan ekstrak daun sirih merah 50 mg/kg BB. Dosis ekstrak daun sirih merah 100 mg/kgBB memiliki kandungan zat aktif yang lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak daun sirih merah dosis 50 mg/kg BB, sehingga pada tikus putih yang diberikan ekstrak daun sirih merah dosis 100 mg/kg BB tampak memiliki zat aktif yang mendukung proses perbaikan yang lebih baik dilihat dari

gambaran mikroskopik sel-sel penyusun ginjal.

Ekstrak daun sirih merah memiliki kandungan flavonoid, alkaloid, polivenolad, tannin dan minyak atsiri. Senyawa flavonoid dan polivenolad bersifat antioksidan (Sudewo, 2010). Antioksidan adalah zat yang mampu mematikan zat yang lain yang membuat sel menjadi rapuh dan mampu memperbaiki sel yang rusak. Antioksidan merupakan senyawa penting yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas (Mardiana, 2004). Bagi penderita diabetes mellitus, antioksidan dapat menurunkan peroksida lipid sehingga kerusakan jaringan akibatnya dapat diminimalisasi (Kalaivanam et al., 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB tidak toksik terhadap gambaran mikroskopik ginjal tikus putih diabetes mellitus yang diinduksi aloksan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) dengan menggunakan dosis yang lebih tinggi, dan

dalam jangka waktu yang lebih lama. Serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan pemberian obat sintetik yang lain dengan obat herbal (ekstrak daun sirih merah) untuk penderita diabetes mellitus.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. drh. I Made Damriyasa, MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Laboratorium Bioteknologi Universitas Udayana sebagai tempat dilakukannya pembuatan ekstrak etanol daun sirih merah. Terima kasih juga disampaikan pada Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas kedokteran Hewan Udayana yang membantu dalam pembuatan preparat histopatologi.

DAFTAR PUSTAKA

Damjanov, I. 2000. Histopatologi: Buku Teks dan Atlas berwarna. Alih bahasa: Brahm, U. Jakarta: Widya Medika.

Dewoto, H. 2007. Obat Herbal Tak Selalu Aman. Available at

http://infokito.wordpress.com/200 7/09/15/obat-herbal-tak-selalu-aman/. Tanggal akses 20 Desember 2011

Di Bartola, S.P. 1981. Acute renal failure: Pathophysiology and

management. Compendium of Cont. Education Veterinary Practices 2: 952.

Haumahu, D.A. 2011. Uji Farmakologi dan Uji                    Toksisitas.

http://lppt.ugm.ac.id/berita- 200-uji-farmakologi-dan-uji-toksisitas.html tanggal akses: 20 Desember 2011

Huxtable, C.R.R. 1988. The urinary system in: W.F. Robinson and C.R.R Huxtable (eds). Clinicopathologic Principle for Veterinary medicine. 1st

Kalaivanam, K.M., Dharmalingram, M, and Markus S.R. 2006. Lipid Peroksidation intype 2 Dibetes Mellitus int J Diap Dev Ctries;26 :30-2

Kumalasari, L.O.R. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. III, No.1.

Mardiana, L. 2004. Kanker pada Wanita : Pencegahan dan Pengobatan dengan Tanaman Obat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Smith, H.T and T.C. Jones. 1974. Veterinary Pathology 4th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.

Sudewo, B. 2010. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah, PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sukandar, E.Y. 2006. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB, http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf.   Tanggal Akses 20

Desember 2011

Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia.

Thomas, C. 1979. Colour Atlas and Textbook Histopatology. 7th Edition. Richter G.W. Year Book Medical Publishes, Inc Chicago.

Wakhidiyah dan Zainafree, I. 2010. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan , Sikap dan Keikutsertaan Penyuluhan Gizi dengan Perilaku Diit pada Pasien Diabete Mellitus Tipe II di Klinik Diabetes Mellitus RSJ. PROF. DR. Soeroyo Magelang. KEMAS - Volume 6 / No. 1 / Juli -Desember 2010.

Wulandari, B.D. 2010. Pengaruh Pemberian Seduhan Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus   sabdariffa)   Dosis

Bertingkat  Selama 30 Hari

Terhadap Gambaran Histologik Ginjal Tikus Wistar

121