PHYSICAL CHARACTERISTICS OF ACTIVE MUSCLE BALI BEEF GIVES THAT GIVEN ADDITIONAL FEED AND GROWTH PROMOTORS
on
Volume 14 No. 4: 391-396
Agustus 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i04.p11
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Karakteristik Fisik Otot Aktif Daging Sapi Bali yang Diberikan Pakan Tambahan dan Growth Promotor
(PHYSICAL CHARACTERISTICS OF ACTIVE MUSCLE BALI BEEF GIVES THAT GIVEN ADDITIONAL FEED AND GROWTH PROMOTORS)
Ni Wayan Suryanadi 1, Ida Bagus Ngurah Swacita 2, Ni Ketut Suwiti3
-
1Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
-
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
-
3Laboratorium Histologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234.
Email: [email protected]
Abstrak
Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi dan mengandung asam amino esensial yang lengkap. Untuk meningkatkan jumlah dagingnya, peternak memberikan pakan tambahan dan growth promotor. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengaruhnya terhadap kualitas daging yang dihasilkan, khususnya daging yang berasal dari otot aktif. Penelitian eksperimental yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial, menggunakan 24 ekor sapi bali jantan umur 18 bulan dan dibagi dalam 4 perlakuan, yakni G0P0/kontrol tidak diinjeksi growth promotor dan tanpa pakan tambahan. G0P1, tidak diinjeksi growth promotor namun diberikan pakan tambahan. G1P0 diinjeksi growth promotor tanpa pakan tambahan dan G1P1 diinjeksi growth promotor dan diberikan pakan tambahan. Penelitian dilakukan selama enam bulan, dan pada akhir penelitian diambil sampel daging masing masing sebanyak 500 gr. Pengukuran daya ikat air, pH, susut masak dilakukan mengikuti metode Joo et al. (2013). Hasil penelitian menunjukkan pemberian growth promotor dan pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap pH dan daya ikat air namun kombinasi perlakuannya menurunkan susut masak daging sapi bali. Dari pemberian pakan tambahan dengan growth promotor dapat memberikan kualitas daging sapi bali yang dapat ditinjau berdasarkan lokasi otot aktif.
Kata kunci: Sapi bali; growth promotor; karakteristik fisik
Abstract
Meat is one of the agricultural commodities needed to meet protein needs, because meat contains high quality protein and contains complete essential amino acids. To increase the amount of meat, breeders provide feed additive and growth promoters. Therefore, it is necessary to conduct research on its effect on meat quality, especially meat derived from active muscles. Experimental research was conducted using a completely randomized design factorial pattern, using 24 male Bali cows aged 18 months and divided into 4 treatments, namely G0P0 / control not injected with growth promoter and without additional feed. G0P1, growth promoter is not injected but given additional feed. G1P0 was injected with the growth promoters without additional feed and G1P1 was injected with the growth promoter and given additional feed. The study was conducted for six months, and at the end of the study, 500 grams of meat samples were taken each. Measurement of water holding capacity, pH and cooking losses were carried out following the method of Joo et al. (2013). The results showed that the provision of growth promoter and additional feed had no effect on pH and water binding capacity, but the combination of treatments reduced Bali beef cooking losses. From the provision of additional feed with growth promoters can provide quality Bali beef which can be reviewed based on the location of active muscles.
Keywords: Bali cattle; growth promoters; physical characteristic
PENDAHULUAN
Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng (Bos-bibos banteng) dan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang sekarang telah menyebar hampir di seluruh penjuru Indonesia (Siswanto et al., 2013). Sapi bali dikenal sangat menguntungkan peternak karena cara pemeliharaannya yang mudah dan sifatnya yang mudah beradaptasi terhadap lingkungan. Menurut Nurwantoro et al. (2012) pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk peningkatan produktivitas ternak, baik dari segi jenisnya, kualitas dan kuantitas yang cukup sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi ternak. Penggunaan growth promotor dinyatakan mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas sapi bali karena harganya murah dan produknya gampang diperoleh (Suwiti et al., 2017). Growth promotor yang paling sering digunakan antara lain hormonal anabolic implasn (baik estrogenic maupun androgenic), bovine somatropin (bST), feed additives, repartitioning agenst (beta-agonists) dan probiotik (Herago dan Agonafir, 2017). Pakan sangat berpengaruh terhadap kuantitas karkas dan kualitas daging, yang ditentukan dari pH daging, hormon, metode penyimpanan dan cara memasak (Soeparno, 2005).
Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain: perlakuan daging, enzim, penyimpanan, dan lokasi otot. Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi dan mengandung asam amino esensial yang lengkap dan terdiri atas jaringan otot, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan merupakan komponen fisik utama daging (Oetoro, 1997). Kualitas daging sapi bali memiliki persentase karkas yang tinggi dengan kandungan proteinnya jauh lebih tinggi,
lemak di dalam serat daging relatif rendah, serat dagingnya lebih lembut berdasarkan lokasi otot aktif (strip loin) dan pasif (semi membranosus).
Karakteristik fisik daging sapi bali dengan cara menentukan nilai daya ikat air daging sangat dipengaruhi oleh pH, spesies, umur dan fungsi otot serta pakan, transportasi, temperatur kelembaban, penyimpanan, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan.Menurut pendapat (Shen dan Swartz, 2010) yang menyatakan bahwa setelah ternak mati dan daging mengalami rigormortis, ikatan struktur miofibril dilonggarkan oleh enzim proteolitik, rusaknya komponen protein dari miofibril akan menurunkan daya ikat air daging dan hal ini berdampak pada meningkatnya susut masak. Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas daging sapi. Beberapa karakteristik kualitas daging yang penting dalam pengujian dan mempengaruhi daya tarik konsumen yakni pH, daya ikat air, warna dan keempukan (Purbowati et al., 2006). Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat di dalam dan di antara otot (Suwiti et al., 2017). Susut masak
perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada daging (Lukman et al., 2007). Menurut Yanti (2008), daging yang mempunyai angka susut masak rendah, <35% memiliki kualitas yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah. Selain itu dari segi ekonomi kerugian akibat kehilangan bobot daging akan kecil, jika susut masak daging rendah,
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tambahan, growth promotor, dan kombinasi keduanya terhadap karakteristik fisik otot aktif daging sapi bali. Pengaruh pemberian pakan tambahan dapat memberikan hasil yang maksimal terhadap pertumbuhan, sehinga menghasilkan kualitas daging yang lebih baik. Sedangkan
pemberian growth promotor dapat meningkatkan pemanfaatan pakan dan pertumbuhan hewan ternak.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bali jantan berumur 10-18 bulan dengan jumlah 48 sampel daging yang diberikan perlakuan pakan tambahan, growth promotor dan kombinasi keduanya.
Rancangan Penelitian
Penelitian eksperimental yang
dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial, menggunakan 24 ekor sapi bali jantan umur 18 bulan dan dibagi dalam 4 perlakuan, yakni G0P0/kontrol tidak diinjeksi growth promoter dan tanpa pakan tambahan. G0P1, tidak diinjeksi growth promoter namun diberikan pakan tambahan. G1P0 diinjeksi growth promoter tanpa pakan tambahan dan G1P1 diinjeksi growth promoter dan diberikan pakan tambahan. Semua kelompok sapi dipelihara selama 6 bulan, kemudian dipotong di RPH Mambal, Kabupaten Badung.
Pemeriksaan Daging
Sampel penelitian berupa daging yang diambil dari otot aktif (strip loin, semi membranosus) dan diuji karakteristik fisiknya yang meliputi: uji pH, daya ikat air, dan susut masak.
Analisis Data
Data hasil penelitian berupa nilai pH, daya ikat air, dan susut masak diuji dengan uji ragam, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Sampurna dan Nindhya, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil analisis ragam pemeriksaan kualitas daging disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai pH dan daya ikat air setiap kelompok perlakuan tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hasil uji Duncan nilai susut masak menunjukkan bahwa kelompok kombinasi pakan tambahan dan growth promotor memiliki nilai susut masak yang berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan kelompok lainnya (Gambar 1).
Nilai pH kontrol (6,0), perlakuan growth promotor (5,5), pakan tambahan (6,0), dan kombinasi keduanya (6,0) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) satu dengan yang lainnya. Karakteristik fisik daging sapi berupa nilai pH tidak berhubungan langsung dengan pemberian growth promotor dan pakan tambahan, akan tetapi dipengaruhi oleh kondisi hewan sebelum disembelih. Jika kondisi hewan saat disembelih tidak capek dan stres, maka dalam daging sapi tersebut banyak mengandung glikogen. Glikogen ini ini akan dipecah secara anaerobik menghasilkan asam latat yang dapat menurunkan nilai pH daging sampai pHnya optimum (antara 5,0-6,0) (Suardana dan Swacita, 2009).
Pembahasan
Daya ikat air atau WHC diartikan sebagai kemampuan daging untuk mengikat air yang terdapat dalam jaringannya. Air yang terdapat dalam jaringan terdiri atas air bebas, air terikat erat, dan air yang tidak bergerak. Ketiga jenis air ini diikat oleh struktur protein (polipeptida) yang ada dalam daging. Kemampuan struktur protein ini mengikat air tergantung dari kesegaran dari daging tersebut. Daging yang masih segar, struktur proteinnya memiliki kemampuan mengikat air lebih baik daripada daging yang sudah rusak (Suardana dan Swacita, 2009).
Nurwantoro dan Mulyani (2003) menyatakan bahwa besar kecilnya daya ikat air tersebut, akan berpengaruh terhadap warna, keempukan, kekenyalan, juiciness dan tekstur daging. Menurut (Lan et al., 1995), besar kecilnya daya ikat air dipengaruhi oleh perbandingan kadar air dan protein, tipe protein myosin, pH, semua susunan jarak dari protein-protein miofibril terutama miosin dan serabut-serabut (filamen- filamen). Kekuatan tarik menarik
antara molekul yang berdekatan bisa menurun, disebabkan kenaikan muatan negatif di antara muatan protein atau melemahkan ikatan hidrogen, maka jaringan protein akan membesar, sehingga pembengkakan meningkat dan lebih banyak air yang terikat oleh protein sehingga akan terjadi peningkatan nilai daya ikat air.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai daya ikat air yaitu pH, bangsa, kelembaban, pelayuan daging, tipe dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan, dan lemak intramuskular (Alvarado dan McKee, 2007). Perlakuan pemberian pakan tambahan dapat meningkatkan nilai daya ikat air sebesar 77,5% jika dibandingkan dengan tanpa pakan tambahan (62,8%). Demikian pula, pemberian growth promotor dapat meningkatkan nilai daya ikat air sebesar 67,9% jika dibanndingkan dengan kontrol (62,8%). Perlakuan pemberian kombinasi pakan tambahan dan growth promotor memiliki nilai daya ikat air paling tinggi (86,68%). Pemberian pakan tambahan akan meningkatkan kadar protein pada tubuh sapi, sedangkan pemberian growth promotor dapat memacu metabolisme tubuh sapi untuk menghasilkan lebih banyak protein. Walaupun perlakuan pemberian pakan tambahan, growth promotor dan kombinasi keduanya dapat meningkatkan nilai daya ikat air, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tingkat pH daging sapi bali yang diberikan growth promotor, pakan tambahan, dan kombinasi pakan tambahan dan growth promotor berkisar antara 5,5–6. Tingkat pH daging merupakan salah satu penentu kualitas daging, yaitu jika pH daging semakin tinggi atau basa berarti daging tersebut akan lebih cepat mengalami pembusukan. Nilai pH daging akan berubah setelah dilakukan pemotongan ternak. Penurunan pH daging setelah pemotongan ternak terjadi karena adanya proses glikolisis an-aerob dalam daging, yaitu pemecahan glikogen dalam daging menjadi asam laktat. Tingkat pH daging dipengaruhi
oleh kondisi ternak sebelum dipotong. Ternak yang dalam kondisi lelah dan stres, jika dipotong akan memiliki kadar glikogen daging sedikit, sehingga proses glikolisisnya sedikit menghasilkan asam laktat sehingga pH nya turun dan berangsur-angsur pH nya meningkat karena pertumbuhan mikroba (Suardana dan Swacita, 2009). Hal ini sesuai dengan pendapat (Aberle et al., 2001) yang menyatakan bahwa perubahan nilai pH tergantung dari jumlah glikogen sebelum dilakukan pemotongan, bila jumlah glikogen dalam ternak normal (tidak lelah atau stres) akan mendapatkan daging yang berkualitas baik, tetapi bila glikogen dalam ternak tidak cukup atau sedikit akan menghasilkan daging yang kurang berkualitas.
Tingkat pH akhir daging yang dicapai merupakan petunjuk untuk mengetahui mutu daging yang baik (pH optimal) memberikan warna daging merah cerah. Kondisi ini berkaitan dengan suhu dalam menentukan nilai pH akhir yang berada pada suhu kamar (±27oC) yang dapat disebabkan pula oleh dua faktor, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa spesies, umur, jenis otot, glikogen otot, dan variabel ternak. Faktor ekstrinsik antara lain temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif sebelum pemotongan dan tingkat stres ternak sebelum pemotongan (Lawrie, 2003). Menurut Rihi (2009), penurunan pH pada daging disebabkan karena lebih terbukanya struktur filamen-filamen miofibrilar, yang kemungkinan disebabkan oleh proses pemotongan karkas atau juga penggilingan, pada daging giling. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak air yang masuk sehingga meningkatkan juga kadar daya ikat airnya.
Susut masak daging sapi bali pada sampel yang diberikan growth promotor, pakan tambahan, dan kombinasi pakan tambahan dan growth promotor berkisar antara 5,27% – 9,98%. Susut masak
merupakan jumlah cairan dalam daging masak, yang apabila mempunyai nilai yang
rendah, maka akan mempunyai kualitas fisik yang lebih baik daripada daging yang mempunyai nilai susut masak yang besar. Soeparno (2005) menjelaskan bahwa perubahan susut masak disebabkan terjadinya penurunan pH daging post mortem yang mengakibatkan banyak protein miofibriller yang rusak, sehinggga diikuti dengan kehilangan kemampuan protein untuk mengikat air yang pada akhirnya semakin besarnya susut masak. Perbedaan susut masak dari data yang didapat, kemungkinan juga berhubungan dengan kandungan lemak pada otot, dimana otot yang mengandung lebih banyak lemak akan mengalami kehilangan lemak yang lebih tinggi pada saat pemasakan, serta adanya perbedaaan nilai pH dan daya ikat airnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan pemberian growth promotor dan pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap pH dan daya ikat air, namun kombinasi perlakuannya menurunkan susut masak daging sapi bali.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik fisik otot pasif daging sapi bali, untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tambahan, growth promotor dan kombinasinya terhadap kualitas fisik daging sapi secara komprehensip.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih saya ucapkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Kepala Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan dan Kepala Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas penggunaan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aberle ED, Forrest JC, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 2001. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Alvarado C, McKee S. 2007. Marination to improve functional properties and safety of poultry meat. J. Appl. Poult. Res. 16:113- 120.
Herago T, Agonafir A. 2017. Growth promotor in cattle. Biol. Res. 11(1):24-34.
Joo ST, Kim GD, Hwang YH, Ryu YC. 2013. Control of fresh meat quality through manipulation of muscle fiber characteristics. Review. Meat Sci. 95(4): 828-836.
Lan YH, Novakowski J, McCusker RH, Brewer MS, Carr TR, McKeith FK. 1995. Thermal Gelation of pork, beef, fish, chicken, and turkey muscle as affect by heating rate and pH. J. Food Sci. 160 (5): 936-940.
Lawrie RA. 2013. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan Aminudin Parakkasi. UI Press. Jakarta.
Lukman DW, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Latif H. 2007. Hygiene Pangan. Bogor (Indonesia): Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Nurwantoro, Mulyani S. 2003. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Nurwantoro VP, Bintoro AM, Legowo A. Purnomoadi 2012. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap kualitas spesifik daging. J. Apl. Teknol. Pakan. 1(3): 54-58.
Oetoro. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan sapi potong. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Januari 1997.
Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2006. Karakteristik fisik otot longissimus dorsi dan biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot
potong yang berbeda. J. Protein. 33(2): 147-153.
Rihi AYM. 2009. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu dingin terhadap ph, water holding capacity, tekstur dan total plate count bakso ayam rumput laut. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Sampurna IP, Nindhya CS. 2008. Analisis Regresi Non Linier Terapan Dengan SPSS. Udayana Uneversity Press, Denpasar
Suardana IW, Swacita IBN 2009. Higiene Makanan. Halaman 45 – 51. Udayana Uneversity Press, Denpasar. ISBN 976602-60782-1-6.
Siswanto M, Patmawati NW, Trinayani NN, Wandia IN, Puja IK. 2013.
Penampilan reproduksi sapi bali pada peternakan intensif di instalasi pembibitan pulukan. JIKH. 1(1): 11-15.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Shen QW, Swartz DR. 2010. Influence of salt and pyrophosphate on bovine fast and slow myosin S1 dissociation from actin. Meat Sci. 84(3): 364.
Suwiti NK, Susilawati NNC, Swacita IBN. 2017. Karakteristik fisik daging sapi bali dan wagyu. Bul.
Vet. Udayana. 9(2): 125-131.
Yanti H, Hidayati, Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik pe (polytheylen) dan plastic pp (polypropylen) di Pasar Arengka Kota Pekanbaru. J. Peternakan. 5(1): 22-27.
Tabel 1 Rataan nilai pH, susut masak dan daya ikat air
Kelompok |
pH Susut Masak Daya Ikat Air |
Kontrol Growth Promotor (G) Pakan Tambahan (P) Kombinasi (G1P1) |
6,0±0,0000a 7,98±0.29698a 62,81±10.88649a 5.5±0,7071a 7,27±0.51619a 67,94±3.18198a 6,0±0,0000a 7,42±0.55154a 77,50±10.60660a 6,0±0,4432a 5,27±0.24042b 86,68±5.48715a |
Keterangan: Huruf (superskrip) yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Sebaliknya, huruf (superskrip) yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tambahan dan GroiMh Promotor
Kelompok Perlakuan
Gambar 1. Grafik Perbandingan Rerata Nilai pH, Susut Masak, dan Daya Ikat Air
396
Discussion and feedback