Volume 14 No. 3: 246-254

Juni 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i03.p08

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Gambaran Histopatologi Hati Tikus Putih yang Diberikan Ragi Tape

(HISTOPATHOLOGICAL DESCRIPTION OF THE LIVER OF WHITE RATS TREATED WITH YEAST)

Ainul Hidayah1*, Putu Suastika2, Ketut Budiasa3, Samsuri3, I Ketut Berata4, Luh Made Sudimartini3

  • 1Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;

  • 2Laboratorium Histologi, Balai Besar Penelitian Veteriner Denpasar, Jl. Raya Sesetan, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;

  • 3Laboratorium Fisiologi, Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;

  • 4Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;

*Email: ainulhidayah63@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran histopatologi hati tikus putih akibat pemberian ragi tape pada beberapa dosis yang berbeda. Sebanyak 24 ekor tikus putih dibagi secara acak menjadi 4 kelompok perlakuan yaitu P0: kontrol; P1: pemberian ragi tape 100 mg/kg BB; P2: pemberian ragi tape 200 mg/kg BB; dan P3: pemberian ragi tape 300 mg/kg BB. Perlakuan dosis dilakukan selama 21 hari. Pada hari ke-22 seluruh hewan coba dikurbankan dan dilakukan prosedur nekropsi. Organ hati diambil untuk pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Variabel yang diamati meliputi degenerasi melemak dan nekrosis. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ragi tape pada dosis 100 mg/kg BB (P1), dosis 200 (P2), dan 300 mg/kg BB (P3) tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan kontrol (P0). Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ragi tape sampai dosis 300 mg/kg BB tidak menimbulkan perubahan histopatologi pada hati tikus putih.

Kata kunci: Hati; histopatologi; ragi tape; tikus putih

Abstract

This study aimed to determine the histopathological picture of the liver of white rats due to the treatment of yeast at several different doses. A total of 24 white rats were randomly divided into 4 treatment groups, namely P0: control; P1: giving yeast of 100 mg/kg BW; P2: 200 mg/kg BW; and P3: 300 mg/kg BW. The treatment dose was carried out for 21 days. On the 22nd day, all samples got euthanasia and a necropsy procedure was performed. The liver organs were taken to make histological preparations by staining with Hematoxylin Eosin. The variables observed included fatty degeneration and necrosis. The data obtained were analyzed using the Kruskal-Wallis test. The results showed that the administration of yeast at a dose of 100 mg/kg BW, 200 mg/kg BW, and 300 mg/kg BW was not significantly different (P>0.05) compared to the control (P0). It can be concluded that threating by yeast up to a dose of 300 mg/kg BW does not cause histopathological changes in the liver of white rats.

Keywords: Histopatology; liver; white rat; yeast

PENDAHULUAN

Populasi hewan liar yang tidak terkontrol dapat mempercepat penyebaran penyakit dan masalah ini harus diselesaikan. Salah satu metode dalam pencegahan kebuntingan pada hewan yaitu dengan menggunakan bahan alami. Bahan alami yang dapat dijadikan kontrasepsi yang mudah didapat adalah ragi. Pemberian ragi tape mempengaruhi perubahan histopatologi uterus tikus putih dilihat dari adanya proliferasi sel epitel uterus. Selain adanya proliferasi sel epitel, juga ditemukan adanya nekrosis ringan, sedang, dan berat (Valeri et al., 2019).

Ragi tape terdiri dari berbagai macam mikroorganisme,      yaitu      kapang

(Aspergillus, Amylomyces rouxii, Mucor spp., dan Rhizopus spp.), khamir (Saccharomycopsis            fibuligera,

Saccharomycopsis malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis), dan bakteri (Acetobacter, Pediococcus spp., dan Bacillus spp.) (Mujdalipah, 2016). Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergilius ini menghasilkan mikotoksin sebagai metabolitnya. Aspergillus flavus memiliki mitotoksin yang paling banyak ditemukan dan sangat berbahaya disebut juga aflatoksin (Rahmanna dan Taufiq, 2003). Aflatoksin dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan penyakit akut dan kematian, sedangkan konsentrasi rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan nekrosis pada sel hati dan ginjal (Saad, 2001).

Aspergillus mengubah tepung menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase yang akan memecah pati dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candida, dan Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lain. Sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam (Steinkraus, 1996). Menurut Oktaviana et al. (2015) mikroorganisme pada ragi dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula

(sukrosa) yang terlarut dalam air menjadi gula sederhana yang terdiri atas glukosa dan fruktosa yang selanjutnya menjadi alkohol dan karbondioksida. Alkohol, terutama etanol dan metanol adalah produk sampingan fermentasi yang ditemukan hampir disemua makanan fermentasi gula atau pati (Onyeka et al., 2015). Contoh ragi yang sering digunakan pada fermentasi adalah S. cerevisia, karena memiliki daya konversi sangat tinggi, metabolismenya sudah diketahui, metabolit utama berupa metanol, etanol, karbondioksida, air dan sedikit menghasilkan metabolit lainnya (Usmana et al.,  2012). Etanol dapat dioksidasi

menjadi asetaldehid dan dioksidasi lagi menjadi asam asetat oleh aldehid dehidrogenase (ALDH). Baik etanol maupun asetaldehid dapat bereaksi dengan biomolekul dalam tubuh membentuk berbagai senyawa yang stabil. Akumulasi asetaldehid dapat menyebabkan berbagai penyakit hati (Koivisto, 2007; Das et al., 2008).

Penelitian mengenai ragi tape yang digunakan sebagai kontrasepsi alami dengan menggunakan hewan coba tikus putih sudah ada. Namun, informasi mengenai dampak ragi tape sebagai kontrasepsi terhadap organ hati belum ada. Hati merupakan organ utama dalam proses biotransformasi obat sehingga efek toksik obat dapat terjadi pada organ tersebut. Kerusakan hati akibat zat toksik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis zat kimia yang terlibat, besarnya dosis yang diberikan, serta lamanya paparan zat. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengamati apakah terdapat perubahan gambaran histopatologi hati tikus putih yang diberikan ragi tape pada pakannya.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan coba berupa 24 ekor tikus putih betina berumur 4-5 bulan, dengan berat 100-200 gram. Jumlah ulangan yang

digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Federer yaitu (t-1) (n-1) ≥ 15, dimana t adalah jumlah perlakuan (4) dan n adalah banyaknya ulangan tiap perlakuan (Abdullah, 2010). Berdasarkan rumus diatas maka tiap perlakuan memakai 6 ekor tikus. Penelitian ini menggunakan ragi tape dengan dosis bertingkat yaitu 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, 300 mg/kg BB yang dicampur dalam pakan (Valeri et al., 2019). Tikus dibagi ke dalam empat kelompok secara acak terdiri dari: kelompok kontrol (P0) yang diberi pakan dan minum saja. Kelompok (P1) yang diberikan ragi tape melalui pakan dengan dosis 100 mg/kg BB. Kelompok (P2) yang diberikan ragi tape melalui pakan dengan dosis 200 mg/kg BB. Kelompok (P3) yang diberikan ragi tape melalui pakan dengan dosis 300 mg/kg BB. Pencampuran Ragi pada pakan dilakukan dengan cara mengahaluskan pakan dan ragi berdasarkan dosis perlakuan per kelompok. Lalu pakan dan ragi dicampurkan dengan minyak kelapa sawit yang kemudian bentuk oval. Tikus diberikan makan 2 kali setiap hari selama 21 hari. Pada hari ke-22 seluruh hewan coba dieuthanasia dan dilakukan prosedur nekropsi.

Pembuatan Sediaan Histologi

Organ hati diambil untuk pembuatan preparat histologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Organ hati yang digunakan sebagai spesimen dipotong dengan ukuran 1x1x1 cm lalu difiksasi menggunakan Netral Buffer Formalin (NBF) 10%. Spesimen hati selanjutnya diperkecil lagi dengan irisan tipis dan disimpan dalam tissue cassette, lalu difiksasi dalam larutan (NBF) selama 18-24 jam. Setelah fiksasi selesai, dilakukan proses dehidrasi dan clearing dengan satu sesi larutan yang terdiri dari: alkohol 70 %, alkohol 80 %, alkohol 90 %, alkohol 96 %, alkohol absolut, toluene, dan parafin, secara bertahap dan dalam waktu satu hari. Spesimen dibloking dengan embedding set yang dituangi parafin cair lalu didinginkan. Blok yang sudah dingin dipotong menggunakan microtome dengan ketebalan

± 4 – 5 mikron. Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histopatologi dengan metode pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan mounting media.

Variabel Penelitian

Adapun variabel yang diperiksa meliputi degenerasi melemak dan nekrosis dimana masing-masing diperiksa pada 5 lapang pandang dengan pembesaran 400x. Masing-masing variable diperiksa dan diamati derajat keparahannya dan diberikan skor sebagai berikut: skor 0 = tidak ada perubahan, skor 1 = bersifak fokal (ringan), skor 2 = bersifat multifokal (sedang), dan skor 3 = bersifat difusa (parah).

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis. Jika ada perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pengamatan Histopatologi

Pengaruh pemberian Ragi Tape terhadap hati tikus putih menunjukkan adanya variasi perubahan histopatologi seperti degenerasi melemak dan nekrosis. Hasil pengamatan histopatologi hati tikus putih pada semua kelompok tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil pemeriksaan histopatologi hati tikus putih kontrol (P0) didapatkan hasil yaitu 4 hati yang mengalami degenerasi fokal dan 2 hati dalam keadaan normal. Gambaran sel normal ditunjukkan dengan sel hepatosit yang mempunyai inti bulat, dan tersusun sistematis membentuk lempengan radier ke arah lobules pusat (vena sentralis). Pada pengamatan nekrosis menunjukkan keseluruhan hati dari ke-6 tikus putih dalam keadaan normal (Gambar 1).

Pengamatan pada perlakuan dengan dosis 100 mg/kg BB ditemukan 6 hati yang mengalami degenerasi fokal. Pada pengamatan nekrosis menunjukkan keseluruhan hati dari ke-6 tikus putih dalam keadaan normal (Gambar 2). Pengamatan

pada perlakuan P2 dengan dosis 200 mg/kg BB diperoleh hasil yaitu 2 hati dalam keadaan nomal, 2 hati mengalami degenerasi fokal, dan 2 hati mengalami degenerasi multifokal. Pada pengamatan nekrosis didapat hasil yaitu 1 hati mengalami nekrosis multifocal (Gambar 3). Pada pengamatan perlakuan P3 dengan

dosis 300 mg/kg BB, dari 6 sampel hati, ditemukan 2 hati mengalami degenerasi fokal dan 1 hati mengalami degenerasi multifokal. Pada pengamatan nekrosis menunjukkan keseluruhan hati dari keenam tikus putih dalam keadaan normal (Gambar 4).

Tabel 1. Hasil pemeriksaan histopatologi hati tikus putih kategori degenerasi melemak pada semua kelompok perlakuan.

Perlakuan

Kategori tingkat patologi (n=24)

Normal /tidak ada perubahan (0)

Degenerasi ringan/fokal (1)

Degenerasi sedang/multifokal (2)

Degenerasi berat/difusa (3)

P0

2

4

-

-

P1

0

6

-

-

P2

2

2

2

-

P3

3

2

1

-

Tabel 2. Hasil pemeriksaan histopatologi hati tikus putih kategori nekrosis pada semua kelompok perlakuan


Perlakuan

Kategori tingkat patologi (n=24)

Normal /tidak ada perubahan (0)

Nekrosis ringan/fokal (1)

Nekrosis sedang/multifokal (2)

Nekrosis berat/difusa (3)

P0

6

-

-

-

P1

6

-

-

-

P2

5

-

1

-

P3

6

-

-

-

Gambar 1. Histopatologi hati tikus putih yang mengalami degenerasi melemak kelompok perlakuan P0, (HE, 400×)


Gambar 2. Histopatologi hati tikus putih yang mengalami degenerasi melemak kelompok perlakuan P1 (HE, 400×)



Gambar 3. Histopatologi hati tikus putih kelompok perlakuan P2, (HE, 400×); a adalah degenerasi melemak; b adalah sel nekrosis


Gambar 4. Histopatologi hati tikus putih yang mengalami degenerasi melemak kelompok perlakuan P3 (HE, 400×)

Tabel 3. Rerata ± SD kerusakan hati tikus putih

Perlakuan

Rerata ± Std. Deviation

Degenerasi melemak

Nekrosis

P0

0,63 ± 0,440

0,07 ± 0,163

P1

1,04 ± 0,246

0,13 ± 0,207

P2

0,96 ± 0,826

0,40 ± 0,800

P3

0,82 ± 0,564

0,13 ± 0,207

Asymp. Sig.

0,437

0,878

Tabel 3 menunjukkan rerataan kerusakan hati tikus putih, kategori degenerasi melemak dan nekrosis. Rerataan degenerasi melemak pada hati kelompok P0 yaitu 0,63 ± 0,440, rerataan pada kelompok P1 adalah 1,04 ± 0,246, rerataan kelompok P2 adalah 0,96 ± 0,826, dan rerataan pada kelompok P3 adalah 0,82 ± 0,564. Dari data tersebut dapat diketahui jika pada kelompok perlakuan P1, P2, dan P3 mengalami perubahan dengan perbedaan rerataan yang tidak signifikan atau mendekati rerataan P0 yang merupakan kontrol.

Berdasarkan tabel 3 rerataan nekrosis pada hati kelompok P0 yaitu 0,07 ± 0,163. Rerataan nekrosis pada kelompok P1 adalah 0,13 ± 0,207. Rerataan nekrosis pada hati kelompok P2 adalah 0,40 ± 0,800. Dan rerataan nekrosis pada hati kelompok P3 adalah 0,13 ± 0,207. Sama halnya dengan rerataan degenerasi melemak, pada rerataan nekrosis pada kelompok perlakuan kelompok P1, P2, dan P3 juga mengalami perubahan dengan perbedaan rerataan yang tidak signifikan atau mendekati rerataan kelompok P0.

Dari hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perolehan nilai setiap perlakuan untuk degenerasi melemak adalah p=0,437. Nilai ini menunjukkan tidak berbeda nyata dengan kontrol (P>0,05) antara perlakuan kontrol dengan kelompok perlakuan lain yaitu kelompok P1, P2, dan P3. Nilai setiap perlakuan untuk nekrosis adalah 0,878 yang artinya tidak berbeda nyata dengan kontrol (P>0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan P1, P2, dan P3. Kategori degenerasi melemak dan nekrosis tidak

berbeda nyata (P>0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, maka tidak bisa dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pemberian ragi tape yang dicampur dalam pakan terhadap gambaran histopatologi hati tikus putih. Perubahan histopatologi yang didapatkan pada pengamatan mikroskopik meliputi degenerasi melemak dan nekrosis. Secara statistik perubahan histopatologi hati tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kontrol.

Pada kelompok kontrol (P0) ditemukan perubahan pada gambaran mikroskopik hati tikus putih. Adapun perubahan yang ditemukan yaitu degenerasi melemak kategori fokal, dan tidak ditemukan nekrosis. Ditemukannya degenerasi melemak pada kontrol ini dapat disebabkan oleh faktor eksternal (misalnya infeksi, racun, dan trauma) yang mempengaruhi status kesehatan tikus percobaan sebelum diberikan perlakuan. Menurut Sudira et al. (2019), penggunaan hewan coba yang tidak bersifat specific pathogen free (SPF) sering menyebabkan kelompok kontrol negatif mengalami perubahan histopatologi yang tidak diharapkan.

Selanjutnya pada kelompok P2 dan P3 ditemukan degenerasi melemak multifokal yang terjadi akibat akumulasi lemak yang abnormal di dalam sitoplasma dengan vakuola yang besarnya bervariasi dan pada kasus berat mendesak nukleus ke tepi. Faktor penyebab terjadinya degenerasi melemak adalah bahan toksik, kekurangan

oksigen, atau kelebihan konsumsi lemak dan protein (Dannuri, 2009) dan degenerasi ini bersifat sementara (reversible). Baroroh dan Warsinah (2009) menjelaskan bahwa kerusakan yang bersifat reversible dapat kembali seperti semula apabila rangsangan yang menyebabkan kerusakan dihentikan.

Nekrosis tidak ditemukan pada kelompok P1 pada pemberian dosis 100 mg/kg BB dan pada kelompok P3 pada pemberian dosis 300 mg/kg BB. Nekrosis hanya ditemukan pada kelompok P2 pemberian dosis 200 mg/kg BB pada 1 sampel dari 5 sampel. Kemungkinan tikus sebelum diberi perlakuan telah menderita infeksi atau gangguan yang lain.

Pemberian ragi tape berpotensi menghasilkan alkohol berupa etanol. Etanol tersebut menimbulkan perubahan yang tidak berbeda nyata. Hal ini bisa disebabkan karena organ hati memiliki enzim yang digunakan untuk mengoksidasi etanol yang merupakan produk sampingan dari proses fermentasi ragi tape yaitu aldehid dehidrogenase (ALDH). Bila ALDH cukup tersedia maka asetaldehid yang bersifat toksik sebagai hasil oksidasi etanol dapat di metabolisme secara sempurna. ALDH merupakan enzim yang berperan penting dalam toleransi dan ketergantungan terhadap alkohol yaitu dalam pemecahan asetaldehid menjadi asetat yang tidak beracun. Selain itu, etanol yang dihasilkan dari fermentasi ragi tape pada tikus putih memiliki konsentrasi rendah sehingga tidak begitu berdampak pada organ hati. Rendahnya konsentrasi etanol yang merupakan produk sampingan dari proses fermentasi ragi tape bisa disebabkan karena tidak maksimalnya proses fermentasi yang bisa dipengaruhi oleh rendahnya kandungan karbohidrat pada pakan, dan suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Penelitian (Duhan at al., 2013) puncak produksi alkohol dicapai pada suhu 350C dan mikroba akan tumbuh optimal pada kisaran temperatur 30-350 C. Apabila suhunya terlalu rendah, maka proses fermentasi akan berlangsung secara lambat. Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi

menyebabkan mikroba S. cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung. Selain suhu, rendahnya pemberian nutrisi juga mempegaruhi tumbuhnya S. cerevisiae sehingga etanol yang dihasilkan memiliki konsentrasi rendah. Kandungan etanol dalam jumlah sedikit tidak terlalu mempengaruhi jaringan hati. Menurut Suaniti et al. (2012) bahwa mengkonsumsi alkohol 5% secara kronis belum mengakibatkan kerusakan jaringan hati. Namun, pemberian alkohol 20% secara kronis akan berdampak buruk terhadap jaringan hati. Pospos, 2002 yang menyatakan bahwa konsumsi etanol dalam jumlah yang besar dan terus menerus dapat merusak sel hati hepatosit yang pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit hati seperti “sirosis hati”. Sedangkan pada penelitian ini, alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi tidak sampai 20%. Hal ini didukung oleh pendapat O’Leary et al., 2004 yang menyatakan bahwa mikroba Saccharomyces     cerevisiae     dapat

menghasilkan alkohol hingga 2% dalam waktu 72 jam. Hasil ini menunjukkan bahwa tikus putih yang diberikan pakan yang dicampur ragi tape dengan dosis 100, 200, dan 300 mg/kg BB selama 21 hari, organ    hatinya    masih    mampu

mendetoksifikasi toksik dalam tubuh.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ragi tape sampai dosis 300 mg/kg BB melalui campuran pakan belum menimbulkan perubahan histopatologi hati yang signifikan secara statistik antarkelompok uji.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa banyak dosis ragi tape yang bisa merusak organ hati serta jangka waktu pemberian ragi tape yang bisa berakibat buruk pada organ hati.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Laboratorium Fisiologi,

Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Kepala Laboratorium Patologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner, dan Tenaga Laboratorium Balai Besar Penelitian Veteriner Denpasar yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2010. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta. Bumi Aksara.

Baroroh HN, Warsinah. 2009. Antiinflamatory activity of ethanolic extract of leaves of jarak pagar (Jatropa curcas L.) and neutrophils profile in rats foot induced carrageenan. Proc. International Conference On Medicinal Plants, 22-23.

Dannuri H. 2009. Analisis Enzim Alanin Amino Transferase (ALAT), Aspartat Amino Transferase (ASAT), Urea Darah, dan Histopatologis Hati dan Ginjal Tikus Putih Galur Sprague-Dawley Setelah Pemberian Angklak. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 20(1): 1-9.

Das SK, Dhanya L, Vasudevan DM. 2008. Biomarkers of alcoholism: an updated review. Scandinav. J. Clin. Lab. Invest. 68: 81-92.

Duhan JAK, Tanwar S. 2013. Bioethanol production from starchy part of tuberous plant (potato) using saccharomyces cerevisiae mtcc-170 Afri. J. Microbiol. 7(46): 5253-5260.

Koivisto H. 2007. Biomarkers for assessing ethanol consumption and the development of alcoholic liver disease: immune responses against ethanol metabolites, cytokine profiles and markers of fibrogenesis. Dissertation. Faculty of Medicine University of Tampere.

Mujdalifah S. 2016. Pengaruh ragi tradisional Indonesia dalam proses fermentasi santan terhadap karakteristik rendemen, kadar air, dan kadar asam

lemak bebas virgin coconut oil (VCO). Vortech. 1(1): 10-15.

Oktaviana YA, Dadang S, Endang S. 2015. Pengaruh Ragi Tape terhadap pH, Bakteri Asam Laktat dan Laktosa Yogurt. Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.

O’Leary VS, Green R, Sullivan BC, Holsinger VH. 2004. Alcohol production by selected yeast strains in lactase hydrolyzed acid whey. J. Biotecnol. Bioengineer.  19(7): 1019

1035.

Onyeka AV, Nwaehujor CO, Ukagwu AL, Nwogwu IC. 2015. Effects of chronic alcohol ingestion on visceral organs in albino mice experimentally challenged with Escherichia coli Strain 0157:H7. Nigeria. Am. J. Pharmacol. Sci. 3(1): 25-32.

Pospos NS. 2002. Bukti gambar, etanol merusak sel hati dan pengaruhnya terhadap konsentrasi ATP intraseluler. Medika. 1(27): 17-20.

Rahmanna AT. 2003. Aflatoksin: senyawa racun pada biji kacang tanah. Bulletin Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Saad N. 2001. Aflatoxin Occurence and Health Risk. An undergraduate student Cornell University for The AS625 Class. Animal Science at Cornell University. USA.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik (Terjemahan:   Bambang

Sumantri). Jakarta. PT. Gramedia.

Steinkraus KH. 1996. Handbook of Indigenous Fermented Foods. Second Edition, Revised And Expanded. New York. Marcel Dekker.

Suaniti NM, Djelantik AAGS, Suastika K, Astawa NM. 2012. Kerusakan hati akibat keracunan alkohol berulang pada tikus wistar. J. Vet. 13(2): 199-204.

Sudira IW, Merdana IM, Winaya IBO, Parnayasa IK. 2019. Perubahan histopatologi ginjal tikus putih diberikan ekstrak sarang semut

diinduksi parasetamol dosis toksik. Bul.Vet. Udayana. 11(2): 136-142.

Usmana AS, Rianda S, Novia. 2012. Pengaruh volume enzim dan waktu fermentasi terhadap kadar etanol (Bahan baku tandan kosong kelapa

sawit dengan pretreatment alkali). J. Ilm. Teknik Mesin. 18(2): 17-25.

Valeri DC, Samsuri, Berata IK. 2019. Perubahan histopatologi uterus pada tikus putih (rattus norvegicus) akibat pemberian ragi tape. Indon. Med. Vet. 8(3): 338-346.

254