Volume 12 No. 1: 61-66

Pebruari 2020

DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i01.p11

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti

No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Efikasi Sterilisasi dan Desinfeksi Kandang untuk Mengurangi Infeksi Bakteri (STERILIZATION EFFICACY AND DESINFECTION OF CAGES TO REDUCE BACTERIAL INFECTIONS)

Ketut Tono Pasek Gelgel, Putu Henrywaesa Sudipa*

Laboratorium Mikrobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali.

*Email: henrywaesa@unud.ac.id

ABSTRAK

Upaya biosecurity pada peternakan ayam seperti menggunakan antiseptik perlu dilakukan modifikasi agar tujuan menekan bakteri yang ada dikandang tersebut menjadi efektif. Tujuan Penelitan ini adalah mencari metode alternatif untuk sterilisasi dan desinfeksi kandang ayam pedaging dan mengetahui jumlah dan jenis cemaran bakteri di dalam kandang ayam pedaging. Pada penelitian ini digunakan dua kandang pada kandang pertama setelah dicuci terlebih dahulu dengan detergent dan diberikan desinfektan Povidon Iodine. Pada kandang kedua setelah dicuci dengan detergent kemudian lantai kandang dipanaskan dan dinding kandang didesinfeksi. Kemudian diletakkan media blood agar dilantai kandang dan dibuka selama 1 jam. Kemudian diperiksa di laboratorium untuk melihat jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh. Semua sampel diuji dengan T-Test. Hasil penelitian menunjukkan desinfeksi dengan desinfektan menunjukkan hasil lebih banyak koloni yang tumbuh (206 koloni, dengan rata-rata 29.85 koloni) daripada kandang yang menggunakan metode pemanasan dengan kompor (182 koloni, dengan rata-rata 26 koloni). Hasilnya tidak memiliki perbedaan signifikan antara perlakuan sterilisasi dengan perlakuan desinfeksi. Metode sterilisasi kandang dengan pemanasan dengan menggunakan kompor sedikit lebih efektif daripada desinfeksi dengan menggunakan desinfektan dilihat dari jumlah koloni bakteri yang tumbuh, walaupun selisih kedua metode tersebut sangat sedikit.

Kata kunci: bakteri; desinfeksi; kendang; sterilisasi.

ABSTRACT

Biosecurity efforts on chicken farms such as using antiseptics need to be modified so that the aim of suppressing the bacteria in the cage is effective. The purpose of this research is to find alternative methods for sterilization and disinfection of broiler cages and to find out the number and type of bacterial contamination in broiler cages. In this study two cages were used, the first cage washed with detergent and given Povidon Iodine disinfectant. In the second cage after washing with detergent, the floor of the cage is burned/heated and the cage wall is disinfected. Then the blood agar media is placed on the cage’s floor and opened for 1 hour. Then the blood agar media examined in the laboratory to see the number and type of bacteria that grow. All samples were tested with T-Test. The results showed that disinfection with disinfectants had more number of colonies (206 colonies, with an average of 29.85 colonies) than cages that used a heating method with a stove (182 colonies, with an average of 26 colonies). The results show there is no significant difference between sterilization treatment and disinfection treatment. The method of sterile sterilization by heating using a stove is slightly more effective than disinfection by using disinfectants seen from the number of bacterial colonies that grow, although the difference between the two methods is very little.

Keywords: bacteria; cage; disinfection; sterilization.

PENDAHULUAN

Penyakit pada unggas cukup banyak menimbulkan masalah baik oleh infeksi virus maupun bakteri, kedua infeksi

tersebut penanganannya sering menggunakan antibiotika. Penggunaan antibiotika disamping secara ekonomis sangat merugikan akibat dari biaya yang

ditimbulkan untuk pembelian antibiotika juga akan terjadi resistensi bakteri yang dari tahun ketahun baik jumlah dan kualitasnya semakin meningkat. Pada abad 21 ini, isu keamanan daging dan unggas menjadi perhatian masyarakat, khususnya yang terkait dengan cara penanganan mikroba patogen yang memungkinkan terjadinya meningkatnya virulensi dan menurunnya dosis infeksi akibat penggunaan antibiotik (Sofos, 2008).

Adanya pemakaian antibiotika untuk mengatasi infeksi dapat pula berpengaruh terhadap kualitas daging maupun telur yang diproduksi menjadi menurun. Hal ini sebagai akibat dari adanya residu antibiotika akibat akumulasi antibiotika baik pada telur maupun daging. Menurut Kementrian Pertanian tahun 2015 konsumsi daging ayam pada tahun 2014 mencapai 4,48 kg/kap/th (total kosumsi ayam ras pedaging, ayam ras petelur afkir dan pejantan serta ayam buras). Sedangkan Populasi ayam ras pedaging (broiler) dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini meningkat dengan pesat. Menurut data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015 (angka sementara), populasi ayam ras pedaging di Indonesia saat ini mencapai 1.498 juta ekor, meningkat sekitar 27,13% dari populasi lima tahun silam 1.178 juta ekor. Sehingga sangat disayangkan jika terjadi penurunan kualitas daging disaat konsumsi daging ayam dan populasi ayam pedaging yang tinggi. Untuk mengurangi kerugian kerugian tersebut perlu diupayakan penekanan terhadap adanya infeksi pada peternakan ayam tersebut.

Menurut Tabbu (2000), dikatakan bahwa untuk mengurangi konsentrasi bibit penyakit di peternakan perlu dilakukan penerapan biosecurity secara tepat. Meskipun cakupan biosekuriti sendiri sangat luas, paling tidak ada 2 poin penting biosekuriti yang bisa diterapkan sejak awal persiapan kandang, yaitu pelaksanaan istirahat kandang minimal 14 hari (dihitung dari waktu kandang selesai dibersihkan), serta melakukan desinfeksi kandang yang

tepat dan sempurna (Info Medion.2012). Upaya biosecurity pada peternakan ayam seperti menggunakan antiseptik perlu dilakukan modifikasi agar tujuan menekan bakteri yang ada dikandang tersebut menjadi efektif. Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian untuk mencari alternatif sterilisasi atau desinfeksi kandang yakni dengan cara melakukan desinfeksi kandang dengan mencuci kandang dengan detergent dan melakukan desinfeksi atau dengan melakukan pembakaran pada lantai kandang.

METODE PENELITIAN

Bagan alir penelitian

Kandang ayam yang sudah sering digunakan diberikan perlakuan sebagai berikut; Kandang pertama semua bagian kandang dicuci terlebih dahulu dengan detergent dan diberikan desinfektan Povidon Iodine; Kandang kedua seluruh bagian kandang dicuci terlebih dahulu dengan detergent kemudian lantai kandang dibakar dan dinding kandang didesinfeksi; Untuk melihat cemaran bakteri, pada kandang diletakkan media blood agar setiap dua meter persegi, dan dibuka selama 1 jam. Setelah satu jam media dibawa ke laboratorium untuk diinkubasi selama 1 hari didalam incubator. Kemudian keesokan harinya diperiksa dan dihitung secara manual ditinjau dari jumlah koloni yang tumbuh, dan dipisahkan berdasarkan jenis koloni yang tumbuh dimana mengacu pada bentuk koloni, ukuran koloni, elevasi koloni dan warna koloni.

Analisis Data

Jumlah koloni yang tumbuh dari sampel yang diambil kemudian diuji dengan T-Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Koloni yang tumbuh tersaji pada Tabel 1 dan 2. Hasil yang didapat dimana diwakili oleh 14 plate blood yang paling baik, menunjukkan hasil dimana kandang yang desinfeksi dengan desinfektan menunjukkan hasil lebih banyak koloni yang tumbuh (206 koloni,

dengan rata-rata 29.85 koloni tiap plate) daripada kandang yang menggunakan metode pemanasan dengan kompor (182 koloni, dengan rata-rata 26 koloni tiap platenya). Sedangkan hasil dari Uji T menunjukkan bahwa perlakuan sterilisasi tidak memiliki perbedaan signifikan antara perlakuan sterilisasi dengan perlakuan desinfeksi (P>0,05).

Hasil kurang maksimal dengan menggunakan      sterilisasi      panas

kemungkinan terjadi akibat suhu yang kurang diatur dan waktu perlakuan yang kurang lama. Menurut Anton (2003) sterilisasi yaitu proses mematikan semua mikroorganisme dengan pemanasan, dengan tujuan membebaskan bahan dari semua mikroba perusak. Pada spesies yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100˚C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121˚C endospora dapat dibunuh dalam waktu 4 – 5 menit, dimana sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6 – 30 detik pada suhu 65˚C. Spora bakteri adalah struktur tahan terhadap keadaan lingkungan

yang ekstrim, misalnya keadaan kering, pemanasan, keadaan asam, dan sebagainya. Menurut Nikcli et al. (1999) dalam stabilitas panas dari hasil spora bakteri, tidak bisa dihilangkan dengan cara sterilisasi mendidih yang menggunakan panas basah, sehingga harus dilakukan pada temperatur lebih tinggi dan tekanan autoklaf. Lama waktu sterilisasi 8 menit dan 12 menit dapat membunuh bakteri thermofilik sehingga tidak terdapat pertumbuhan.

Tabel 2 Jenis Bakteri yang Tumbuh pada Blood Agar

Jenis bakteri

Perlakuan

Average

P

Pemanasan

Desinfektan

E. Coli

76%

80%

78%

Proteus Sp.

7%

9%

8%

Staphylococcus Sp.

14%

0%

7%

0,158

Klebsiella Sp.

3%

5%

4%

Streptococcus Sp.

0

6%

3%

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas disinfektan antara lain: konsentrasi agen antimicrobial, jumlah dan lokasi mikroorganisma, temperatur, pH, bahan organis, kesadahan air dan tipe organisme. Bahan kimia tertentu

merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan Idealnya disinfektan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: aktifitas broad spectrum


Tabel 1 Jumlah Koloni yang Tumbuh pada Blood Agar

Sampel

Desinfeksi

Pemanasan

1

11

13

2

12

18

3

15

20

4

26

21

5

41

24

6

52

27

7

52

29

Total

209

182

Rata-Rata

29.85

26

solubilitas, stabilitas, non– toksik, homogenitas, tidak terpengaruh oleh faktor lingkungan, kemampuan penetrasi, aman, bersifat deodorizing, bersifat detergen, ekonomis, mudah didapat, mudah di gunakan, memiliki aksi residual dan biodegradable. Desinfektan yang efektif adalah pelarutan dan penggunaan bahan kimia dengan benar plus waktu kontak permukaan yang cukup (Ardana, 2011).

Kemudian hasil dari desinfeksi kandang juga dirasa kurang maksimal, dosis yang digunakan sudah sesuai dosis anjuran (25 cc per 10 L air), namun proses penyemprotan dirasa kurang lama dan maksimal, ditambah lagi kandang tidak memiliki plafon sehingga kemungkinan infeksi bisa datang dari luar kandang segera setelah dilakukan penyemprotan desinfektan. Mengingat banyak kandang ayam sejenis tersebar di sekitar areal kandang tempat pengambilan sampel.

Dari jenis bakteri yang tumbuh pada blood agar, banyak tumbuh koloni Escherichia coli dengan persentase kurang lebih 78% dari total jumlah koloni yang tumbuh, diikuti dengan Proteus Sp. 8%, Staphylococcus Sp. 7%, Klebsiella Sp. 4%, dan Streptococcus Sp. dengan jumlah 3%. Hasil ini menunjukkan bahwa bakteri Escherichia coli banyak ditemukan di kandang tersebut, dan berpotensi menyebabkan infeksi. Infeksi ini bisa menyerang ayam pada semua umur. Infeksi E. coli dapat menyebabkan kematian embrio pada telur tetas, infeksi Yolk sac, Koliseptikemia, Airsacculatis, enteritis, Infeksi saluran reproduksi, Arthritis dan lain-lain. Mortalitas dari penyakit ini mencapai 10-15%. Penularan kolibasilosis biasanya terjadi secara oral melalui pakan, minuman atau debu yang tercemar E. coli (Lafont et al., 1987; Tabbu, 2000). Faktor pendukung timbulnya kolibasilosis meliputi sanitasi, desinfeksi suboptimal, sumber air minum yang tercemar oleh bakteri, system perkandangan, peralatan yang kurang memadai dan adanya penyakit immunosupresif.

Sedangkan untuk bakteri Proteus Sp. merupakan salah satu genus bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia dan hewan lainnya, habitat utama Proteus sp. adalah saluran usus hewan (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia. Dimana salah satu spesiesnya dapat menginfeksi ayam yaitu Proteus mirabilis merupakan salah satu bakteri gram negatif dan termasuk famili enterobactericea (Anonim 2013) yang dapat mengkontaminasi daging ayam. Kontaminasi dapat terjadi pada waktu ayam masih hidup di suatu peternakan, selama proses transportasi, di Rumah Potong Unggas (RPU), dan di tempat penjualan daging ayam di pasar. Menurut Blossom (2014) salah satu cara mengurangi infeksi Proteus Sp. adalah dengan menjaga kebersihan peternakan.

Untuk infeksi Staphylococcosis Sp. pada bentuk akut ditandai dengan adanya cellulitis yang berupa daerah hemorragia dan oedematus yang luas pada kulitdan jaringan bawahnya. Pada bentuk kronis, di daerah leher, sayap serta paha dapat ditemukan peradangan yang bersifat gangrene, berwarna merah kehitaman dan berbau busuk. Hewan dapat mati akibat septicemia (sepsis) (Jahja et al., 2006). Sedangkan untuk Streptococcus Sp. bakteri tersebut memang tersebar luas di alam dan dapat ditemukan pada berbagai lingkungan peternakan dengan jumlah populasi ayam tinggi (banyak), sering bersifat sekunder terhadap penyakit lainnya, dapat bersifat septisemia akut dan merupakan flora normal pada saluran pencernaan. Infeksi Streptococcus Sp. dapat terjadi melalui pakan atau air minum yang tercemar, kontaminasi dapat melalui feses pada permukaan telur dengan penetrasi pada kulit telur atau pembentukan telur selama di ovarium atau oviduk (Toelle et al. 2014).

Kemudian untuk Klebsiella Sp., atau yang sering ditemukan dilapangan adalah spesies Klebsiella pneumonia secara alami ditemukan dalam tanah, dan sekitar 30% semua strain dapat mengikat hydrogen dalam kondisi anaerobic. Klebsiella pneumoniae dapat ditransmisikan per

inhalasi dan menyebabkan pneumonia, atau menyebabkan bakteriemia apabila mencapai sirkulasi (Murwani et al. 2017).

Melihat jenis bakteri yang ditemukan dilapangan, sanitasi dan kebersihan kandang memegang peranan penting didalam proses pengurangan infeksi bakteri diatas. Selain sanitasi dan kebersihan kandang, kebersihan peralatan pakan serta air minum perlu juga diperhatikan agar cemaran bisa diturunkan. Pada penelitian ini, walaupun sudah menggunakan dua metode yaitu sterilisasi dan desinfeksi namun cemaran bakteri masih ada di dalam kandang. Hal ini kemungkinan terjadi akibat kandang yang tipe terbuka (Open House), tanpa adanya plafon sehingga cemaran bakteri masih bisa masuk melalui angin dan debu di bagian atap kandang.

SIMPULAN

Simpulan

Metode sterilisasi kandang dengan pemanasan menggunakan kompor sedikit lebih efektif daripada desinfeksi dengan menggunakan desinfektan dilihat dari jumlah koloni bakteri yang tumbuh, walaupun selisih kedua metode tersebut sangat sedikit.

Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode sterilisasi mampu menekan pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan metode desinfeksi, namun cemaran bakteri masih ada. Hal ini disebabkan penelitian ini menggunakan kandang yang terbuka (Open House) sehingga setelah dilakukan perlakuan bakteri masih bisa masuk kedalam kandang, maka dari itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji perlakuan di kandang tertutup (Closed House).

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana yang telah menyediakan dana

untuk melaksanakan penelitian ini, melalui program Hibah Unggulan Program Studi.

DAFTAR PUSTAKA

Ardana IBK. 2011. Strategi pencegahan penyakit infeksius pada peternakan broiler berbasis laboratorium. Buletin Veteriner Udayana. 3(1): 51-59.

Anton W. 2008. Mikrobiologi Umum. Universitas Brawijaya: Malang.

Info Medion. 2012. Poin penting desinfeksi dan         istirahat         kandang.

http://info.medion.co.id/broiler/tata-laksana/39-tata-laksana/875-poin-penting-desinfeksi-dan-istirahat-kandang.html diakses pada tanggal 13 Februari 2018

Jahja JL, Lestraningsih N, Fitria, Murwijati, Suryani T. 2006. Penyakit-penyakit Penting pada Ayam. Bandung.

Rizal, Muchamad S, Sumaryati E, Suprihana. 2016. Pengaruh waktu dan suhu sterilisasi terhadap susu sapi rasa coklat. J. Ilmu-Ilmu Pertanian Agrika. 10(1): 20-30.

Shankar BP. 2008. Common respiratory diseases of poultry. Vet. World. 1(7): 217-219.

Sutardi LN, Wientarsih I, Handharyani E, Andriani, Setiyono A. 2015. Indonesian wild ginger (Zingiber sp) extract: Antibacterial      activity     against

Mycoplasma gallisepticum. IOSR J. Pharm. 5(10): 59-64.

Sofos JN. 2008. Challenges to meat safety in the 21st century. Meat Sci. 78: 3-13.

Kementrian Pertanian. 2014. Manual Penyakit Unggas. Direktorat Jendral Peternakan dan Direktorat Kesehatan Hewan

Kementrian Pertanian. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Peternakan Daging Ayam. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lafont JP, Maryvone D, Elena MD, Hauteville, Breed A, Sansonetti JP. 1987. Persence and expression of aerobactin genes in virulen avian strains of Eschericia coli. J. Infect Immune. 55: 193-197.

Murwani S, Qosimah, Dahliatul A, Indah A. 2017. Penyakit Bakterial pada Ternak Hewan Besar dan Unggas. UB Press.

Nikelin JK, Graeme C, Pagel T. 1999. Microbiology Bloss     Scientific

Publishere.

Tabbu CR. 2000. Penanggulangannya Penyakit Bakterial, Mikal Dan Viral. Yogyakarta; Kanisius, Pp. 238-243.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Vol 1. Kanisius. Yogyakarta.

Toelle, Novianti N, Lenda V. 2014. Identifikasi     dan     Karakteristik

Staphylococcus Sp. dan Streptococcus Sp. dari Infeksi Ovarium Pada Ayam Petelur Komersial. Jurnal Ilmu Ternak. 1(7): 32–37.

66