Pengaruh Pemberian Pegagan (Centella asiatica) terhadap Struktur Mikroskopis Hati Mencit Pasca Infeksi Salmonella typhi
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 4 No.2: 101-107
Agustus 2012
Pengaruh Pemberian Pegagan (Centella asiatica) terhadap Struktur Mikroskopis Hati Mencit Pasca Infeksi Salmonella typhi
(THE EFFECT OF CENTELLA ASIATICA ON MICROSCOPIC STRUCTURE OF THE LIVER IN MICE INFECTED WITH SALMONELLA TYPHY)
Brahma Tusta Bhirawa 1, Ni Ketut Suwiti 2, Ni Luh Eka Setiasih 2, I Nengah Kerta Besung3
1. Mahasiswa FKH, 2Laboratorium Histologi Veteriner, 3Lab Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jalan PB Sudirman, Denpasar Email : [email protected]
ABSTRAK
Centella asiatica (pegagan) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah sebagai imunostimulator, yang berarti dapat merangsang tubuh untuk meningkatkan respon imun. Namun efek pegagan terhadap struktur mikroskopis hati pasca diinfeksi Salmonella typhi (S.typhi) belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak pegagan terhadap struktur mikroskopis hati mencit yang diinfeksi S.typhi . Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit jantan umur 8-12 minggu, yang dibagi menjadi 4 grup. P0 sebagai kontrol diberikan aquades, dan grup P1,P2, dan P3, masing-masing diberikan 125 mg/bb, 250 kg/bb mg, 500 mg kg/bb. perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Extrak pegagan diberikan secara oral selama 14 hari, pada hari ke 15 seluruh mencit diinfeksi dengan S.typhi, kemudian pada hari ke 14 semua mencit dinekropsi dan hati diambil untuk diproses pembuatan preparat dengan metode pewarnaan hematoxylin eosin (HE). Pengamatan dilakukan terhadap gambaran mikroskopis berupa perdarahan, degenerasi vakuola, dan nekrosis. Hasil analisis menunjukkan mencit yang tidak diberikan pegagan dengan mencit yang diberikan pegagan dosis 125 mg/kg bb., memberikan hasil yang tidak berbeda nyata Namun mencit yang diberikan pegagan dosis 250 mg/kg bb, dan 500 mg/kg bb memberikan gambaran mikroskopis yang berbeda nyata.
Kata Kunci : Pegagan, Struktur mikroskopis hati, Salmonella typhi, Mencit\ balb/c.
ABSTRACT
Centella asiatica (pegagan) is one of a medical plant, has many function. One of them is as imunostimulator, it is can stimulated the body to enchance immne response. The aim of this research is to study of the microscopic structure of the mice’s liver that were given the extract of a Centella asiatica (C. asiatica). This research used 24 male mice that were divided into 4 groups by simple random sampling. Group P0 as control group were given aquadest, and group P1, P2, and P3, were given 125, 250 mg, 500 mg/kgbw pegagan extract. Extract by oral administration respectively. Its were given treatment daily as long as 14 days, after 14 days all of mice infected with Salmonella typhi . All of the mice were necropsied at day 14, and the liver were taken for to examined their microscopic structure. examination were based on the present : haemoraghia, vacuole
degeneration, and necrosis, with hematoxylin eosin staining method. Result of statistically analized by Kruskal Wallis method indicated no significance difference among the group P0 and P1 treatment. The conclussion is pegagan extract between dosage 125 mg to 250 mg significance effect on the microscopic structure liver of mice.
Keywords : Centella asiatica, microscopic structure of liver, Salmonella typhi
PENDAHULUAN
Centella asiatica (C.asiatica) atau di Indonesia dikenal dengan nama pegagan telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramua (jamu). Di Australia telah dibuat obat dengan nama “Gotu kola” yang bermanfaat sebagai anti pikun dan anti stress. Di Asia Tenggara, pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk penyembuhan luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberculosis, lepra, disentri, demam, dan penambah selera makan. Di India dan Sri Langka, pegagan dimanfaatkan sebagai obat untuk memperlancar sirkulasi darah bahkan dianggap lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginko biloba atau ginseng (Januwati dan Yusron, 2005).
Pegagan dapat digunakan untuk mengobati sakit kulit, syphilis, rematik, epilepsi dan pengobatan lepra (Matsuda dkk, 2001), merupakan satu bahan nabati yang menjadi pilihan dalam pencegahan suatu penyakit, karena diketahui mampu meningkatkan ketahanan tubuh atau meningkatkan respon imun dikenal dengan nama imunostimulator (Tizard 2000), sehingga pegagan diyakini dapat mencegah beberapa kelainan organ yang disebabkan oleh agen infeksi maupun agen non infeksius. Salah satu organ yang dapat mengalami kelaianan adalah hati.
Hati merupakan kelenjar yang berhubungan dengan sistem pencernaan
dan merupakan kelenjar terbesar yang ada di dalam tubuh yang berfungsi memfagositosis benda asing yang dilakukan oleh sel kupffer, menghasilkan empedu yang membantu pencernaan dengan mengemulsikan lemak dari makanan sehingga makanan lebih mudah diserap oleh epitel usus, menghasilkan protein plasma dan menyimpan karbohidrat dalam bentuk glikogen (Yuwanta, 2004). Hati berperan dalam sistem pencernaan karena dapat mensekresikan enzim pencernaan dan menjaga ketahanan tubuh dengan memfagositosis benda asing. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengamati pengaruh pemberian pegagan terhadap gambaran histologi hati pasca infeksi S.typhi.
Salmonella typhi adalah salah satu agen penyakit bersifat zoonosis yang bersumber dari makanan (Food Borne Disease). S.typhi dapat menginfeksi berbagai organ di dalam tubuh. Bakteri ini akan masuk melalui mulut, kemudian menuju ke saluran pencernaan. Setelah memasuki saluran pencernaan bakteri ini akan berpredileksi pada usus. Selanjutnya bakteri ini dapat menyebabkan septicemia dan juga infeksi terlokalisir pada jaringan atau organ tertentu. Salah satu organ yang dapat diinfeksi adalah hati. Hati merupakan organ metabolit, yang fungsinya berkaitan erat dengan metabolisme tubuh, sehingga kemungkinan hati terinfeksi oleh agen
yang bersumber dari makanan sangatlah besar. Apabila hati terinfeksi S.typhi, maka fungsi-fungsinya tentu saja akan terganggu. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan struktur mikroskopis pada hati tersebut akibat infeksi S.typhi.
Dengan dilakukannya penelitian ini, maka akan dapat memberikan gambaran dalam mengidentifikasi pengaruh pemberian pegagan terhadap gambaran mikroskopis hati mencit yang diinfeksi Salmonella typhi.
METODE PENELITIAN Materi penelitian
Penelitian menggunakan mencit jantan strain Balb/C sebanyak 24 ekor yang berumur 8-12 minggu dengan berat badan berkisar antara 20-35 gram. Pemeliharaan mencit dilakukan di Laboratorium Central Study of Animal Disease (CSAD) Universitas Udayana.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit sebanyak 12 buah berukuran 10 x 20 cm beserta tempat minumnya, spuit ukuran 1 ml dan 10 ml, sepasang sarung tangan karet, timbangan dengan skala 1 kg, alat-alat bedah seperti gunting, pinset, dan pisau, gelas objek dan mikroskop, tissue processor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel hati mencit jantan, pegagan, dan S.typhi, serta bahan – bahan kimia lain untuk proses pembuatan preparat seperti aquades, alkohol, formalin, xylol, dan paraffin cair dan bahan untuk pewarnaan HE. Pegagan berupa ekstrak dari Laboratorium Analitik Universitas Udayana, sedangkan isolat S.typhi yang diperoleh dari lab. Mikrobiologi-FKH.Unud.
Metode Penelitian
Sebanyak 24 ekor mencit umur 8 minggu diadaptasi selama 2 minggu, kemudian ditimbang berat badannya (BB). Setelah itu diberikan ekstrak pegagan selama 14 hari sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Pada hari ke 15 dilakukan infeksi kuman S.thypi sebanyak 105 sel per ml PBS, per ekor secara intraperitoneal infeksi S.thypi ini didasarkan atas hasil Uji lethal Dose 50 (LD50). Selanjutnya ditunggu selama 14 hari. Pengambilan hati dilakukan pada hari ke 15 setelah infeksi S. typhi, kemudian dilakukan pembuatan preparat histologi.
Pembuatan preparat histopatologi
Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan sesuai metode Kiernan. Fiksasi jaringan dengan cara merendam dalam formalin buffer fosfat 10% selama 24 jam, kemudian diiris (trimming) agar dapat dimasukkan dalam kotak untuk diproses dalam tissue processor. Tahap berikutnya, jaringan tersebut dimasukkan ke dalam alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, toluene 1 dan toluene 2 masing-masing selama 2 jam. Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam paraffin cair dengan suhu 56°C selama 2 jam sebanyak 2 kali. Jaringan kemudian diambil dengan pinset, dilanjutkan dengan pemblokan menggunakan parafin blok. Pemotongan (cutting) dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 µm. Jaringan yang terpotong dikembangkan di atas air dalam waterbath, kemudian ditangkap dengan gelas objek. Kemudian dikeringkan dalam suhu kamar dan preparat siap diwarnai dengan Hematoxylin Eosin (HE).
Pewarnaan Haematoxylin Eosin
Metode pewarnaan adalah sebagai berikut : preparat di atas gelas objek direndam dalam xylol I 5 menit, dilanjutkan xylol II, III masing-masing 5 menit. Kemudian preparat direndam dalam alkohol 100% I dan II masing-masing 5 menit, selanjutnya ke dalam aquades dan kemudian direndam dalam Harris Hematoxylin selama 15 menit. Celupkan ke dalam aquades dengan cara mengangkat dan menurunkannya. Preparat kemudian dicelupkan ke dalam acid alkohol 1% selama 7-10 celupan, direndam dalam aquades 15 menit, dan dalam eosin selama 2 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam alkohol 96% I dan II masing-masing 3 menit, alkohol 100 % I dan II masing-masing 3 menit, dan dalam xylol IV dan V masing-masing 5 menit. Preparat dikeringkan dan dilakukan mounting dengan menggunakan entelan. Preparat diperiksa di bawah mikroskop untuk pemeriksaan terhadap perubahan histopatologi.
Analisa Data
Pengambilan dan pengamatan preparat dilakukan pada minggu ke-14 setelah infeksi S. typhi. Penentuan skor dilakukan dengan pembesaran 40X, pada 5 lapang pandang yang berbeda. Perubahan yang terjadi pada organ hati diberikan nilai skoring. Jumlah nilai skoring organ hati sebagai data kuantitatif sedangkan hasil penelitian histologi organ hati merupakan data kualitatif. Skoring dibuat berdasarkan perubahan histopatologis (Robbins dan kummar 1992) di tingkat keparahan (Poernomo, 1987) sebagai berikut : Normal: skor 0, Perdarahan: skor 1, Degenerasi vakuola: skor 2, Nekrosis: skor 3.
Hasil pengamatan perubahan struktur mikroskopis organ hati secara kualitatif dijelaskan secara deskriptif. Sedangkan data skoring dianalisis secara kuantitatif dengan statistik non parametrik Kruskal-Wallis dan bila diperoleh hasil yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Steel dan Torrie, 1990).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil pemeriksaan gambaran mikroskopis hati mencit yang diberikan pegagan (Centella asiatica) selama 14 hari kemudian diinfeksi dengan Salmonella typhi setelah dinekropsi pada hari ke-28 dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3, dan 4.
Gambar 1. Gambaran mikroskopis hati mencit pada kontrol (hanya diberi aquades) (HE, 40X)
Keterangan : A. Perdarahan;
B. Degenerasi vakuola;
C. Nekrosis
Gambar 2. Gambaran mikroskopis hati mencit pada perlakuan P1 (125 mg/kgbb) Pewarnaan HE, 40X
Keterangan : A. Perdarahan;
B. Degenerasi vakuola
Gambar 3. Gambaran struktur mikroskopis hati mencit pada perlakuan P2 (250 mg/kgbb) Pewarnaan HE, 40X
Keterangan : A. Perdarahan;
B. Degenerasi vakuola
Gambar 4. Gambaran mikroskopis hati mencit pada perlakuan P3 (500 mg/kgbb) Pewarnaan HE, 400X (HE, 400X)
Keterangan : A. Kongesti;
B. Degenerasi vakuola
Pengaruh pegagan terhadap gambaran mikroskopis hati mencit pasca
infeksi S.typhi yang diamati berdasarkan pada ada tidaknya perdarahan, degenerasi vakuola, dan nekrosis dengan berbagai konsentrasi, yaitu : 0 mg/kg BB (kontrol), 125 mg/kg BB (P1), 250 mg/kg BB (P2), dan 500 mg/kg BB (P3) diperoleh data yang disajikan pada Tabel 1
Berdasarkan Tabel di atas, menunjukkan jumlah skor 4 kelompok terhadap 4 kelompok perlakuan memberikan nilai rerata yang berbeda. Setelah dilakukan analisis menggunakan Uji Kruskall-Wallis, diperoleh antara perlakuan kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 4 memberikan hasil berbeda nyata (p<0,05).
Dari hasil Uji Mann-Whitney menunjukkan, perlakuan P0 (kontrol) tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap perlakuan P1 (dosis 125 mg/kg BB), demikian juga dengan antara perlakuan P1 (125 mg/kg BB) dan perlakuan P2 (dosis 250 mg/kg BB). Sedangkan perlakuan P2 (250 mg/kg BB) berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan P3 (dosis 500 mg/kg BB).
Tabel 1. Hasil Uji Kruskal-Wallis dengan berbagai dosis pegagan
Perlakuan N Mean Rank | |
Skor hati |
diberikan aquades 6 19.08 Pegagan125mg/kg BB 6 16.17 Pegagan 250mg/kg BB 6 10.00 Pegagan 500 mg/kg BB 6 4.75 Total 24 |
Pembahasan
Pada gambaran mikroskopis hati mencit yang tidak diberi pegagan (P0),
terlihat adanya perubahan gambaran mikroskopis, berupa perdarahan, degenerasi vakuola, dan nekrosis.
Kerusakan pada hati ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti : onset pemaparan yang terlalu lama atau terlalu singkat, durasi pemaparan, dosis dan host yang rentan (Jubb, 1993). Dalam hal ini kerusakan hati disebabkan oleh infeksi Salmonella typhi. Kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel akan mengalami perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidup pada kerusakan yang bersifat sementara. Perubahan yang bersifat sementara ini biasa disebut degenerasi.
Apabila kontrol dibandingkan dengan perlakuan pemberian pegagan 125 mg/kg BB (P1) setelah diinfeksi dengan S.typhi, ternyata memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dapat dilihat pada Hal ini berarti konsentrasi pegagan pada P1 tidak memberikan gambaran mikroskopis yang berbeda nyata terhadap P0, tetapi apabila diperhatikan, ternyata derajat keparahan pada P0 lebih tinggi jika dibandingkan dengan P1, karena pada P0 masih ditemukan adanya perdarahan yang cukup hebat, yang disertai dengan degenerasi vakuola dan nekrosis.
Keadaan yang berbeda ditemukan pada perlakuan P2,dan P3 terhadap kontrol, dimana dosis pegagan yang diberikan adalah 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb. Hasil analisis menunjukkan pemberian konsentrasi dosis pegagan tersebut berbeda nyata (P<0,05) jika dibandingkan dengan P0. Pada perlakuan P2 ditemukan adanya perdarahan dan
degenerasi vakuola, sedangkan pada perlakuan P3 perdarahan sudah tidak ditemukan lagi, hanya kongesti dan sedikit degenerasi vakuola. Hal ini membuktikan bahwa pegagan dengan dosis 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb mulai memberikan pencegahan terhadap kerusakan mikroskopis hati mencit yang diinfeksi oleh S.typhi. Hal ini disebabkan zat aktif yang terdapat dalam pegagan, seperti zat terpenoid khususnya triterpenoid, terdiri atas asiaticosida, sentelosida, madekasosida, brahmosida dan brahminosida (glikosida saponin), asam asiaticentoic, asam centellic, asam centoic dan asam madekasat yang mampu untuk memperbaiki jaringan yang luka. (Barnes et al., 2002; Fahmi, 2002).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) dengan dosis 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg BB terbukti dapat mencegah perubahan gambaran mikroskopis hati mencit. Selain itu pemberian pegagan dengan dosis 500 mg/kg bb dapat menekan adanya perdarahan, dan degenerasi vakuola pada organ hati mencit akibat infeksi Salmonella typhi.
Saran
Untuk dapat diaplikasikan pada peternakan, maka disarankan penelitian ini dicobakan pada hewan (sapi /babi dll), dengan dosis pegagan yang diberikan
sesuai dengan berat badan hewan tersebut.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Hewan atas fasilitas yang telah diberikan selama penelitian dan kepada Ibu Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, Mkes dan ibu Drh. Ni Luh Eka Setiasih, MSi sebagai pembimbing. Kepada bapak Dr. Drh. I Nengah Kerta Besung, MSi, atas kesediaannnya memberikan organ hati mencit sebagai materi penelitian dan dilakukan pemeriksaan mikroskopisan, yang banyak pula memberikan bimbingan khususnya yang berhubungan dengan bakteriologi.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, J., Anderson, L.A., Phillipson, J.D. 2002. Herbal Medicines. Second Edition. Pharmaceutical Press. London. 530p.
Fahmi, R. 2002. Uji kandungan metabolit sekunder (Untuk survey di lapangan). Makalah dalam Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia, Kajian Kimia Organik Bahan Alam Hayati dan Pelestarian Hutan, 21-27 Juli 2002 di Padang.
Januwati, M dan Yusron, M. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Bogor.
Jubb KVF, Kennedy PC, Peter. C. 1993. Pathology of Domestic Animal. London: Academic Press. Hlm 325-346.
Luna, L.G. (1968). Manual of Histologic Staining Methods of the Armed Forces Institute of Pathology. 3rd ed., Mc. Graw-Hill Book Company. USA.
Matsuda, H., Moriksawa., Ueda, H., Yoshikawa, M. 2001. Saponim constituents Of Gotukola (2). Sri Langka.
Purnomo. 1987. Symposium Patologi. Penerbit Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya
Robbins, S.L. dan Kumar 1992. Basic Pathology. Secong Edition. W.B. Sounders Company.Philadelphia. London.
Steel, R. G. D. dan Torie, J. H. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik (Terjemahan Ir. Bambang Sunantri). Penerbit Gramedia. Jakarta
Tizard. 2000. Veterinary Immunology. An Introduction. 6th ed. WB Saundres Company. Philadelpia. Pp. : 26-34.
Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
107
Discussion and feedback